Anda di halaman 1dari 20

PANDUAN

BANTUAN HIDUP DASAR


BAB I
PENDAHULUAN

1.1. DEFINISI
Bantuan Hidup Dasar (Basic Life Support, disingkat BLS) adalah suatu
tindakan penanganan yang dilakukan dengan sesegera mungkin dan bertujuan untuk
menghentikan proses yang menuju kematian.
Menurut AHA (American Hearth Association) Guidelines tahun 2010,
tindakan BLS ini dapat disingkat dengan teknik C-A-B pada prosedur CPR (Cardio
Pulmonary Resuscitation)yaitu :
1) C (Circulation) :Mengadakan sirkulasi buatan dengan kompresi jantung paru.
2) A (Airway) : Menjaga jalan nafas tetap terbuka
3) B (Breathing) : Ventilasi paru dan oksigenasi yang adekuat

1.2. TUJUAN
Tindakan Basic life support (BLS) memiliki berbagai macam tujuan,
diantaranya yaitu:
1) Mempertahankan dan mengembalikan fungsi oksigenasi organ – organ vital (otak,
jantung dan paru)
2) Mempertahankan hidup dan mencegah kematian
3) Mencegah komplikasi yang bisa timbul akibat kecelakaan
4) Mencegah tindakan yang dapat membahayakan korban
5) Melindungi orang yang tidak sadar
6) Mencegah berhentinya sirkulasi atau berhentinya respirasi.
7) Memberikan bantuan eksternal terhadap sirkulasi dan ventilasi dari korban
yang mengalami henti jantung atau henti napas melalui Resusitasi Jantung Paru
(RJP).
BAB II
RUANG LINGKUP

Basic life support (BLS) dilakukan pada pasien-pasien dengan keadaan


sebagai berikut :
1) Henti nafas (respiratory arrest)
Henti napas ditandai dengan tidak adanya gerakan dada dan aliran udara
pernapasan dari korban / pasien. Henti napas merupakan kasus yang harus dilakukan
tindakan Bantuan Hidup Dasar. Henti napas dapat terjadi pada keadaan :
a. Tenggelam
b. Stroke
c. Obstruksi jalan napas
d. Epiglotitis
e. Overdosis obat-obatan
f. Tersengat listrik
g. Infark miokard
h. Tersambar petir
i. Koma akibat berbagai macam kasus
Pada awal henti napas oksigen masih dapat masuk ke dalam darah untuk
beberapa menit dan jantung masih dapat mensirkulasikan darah ke otak dan organ
vital lainnya, jika pada keadaan ini diberikan bantuan napas akan sangat bermanfaat
agar korban dapat tetap hidup dan mencegah henti jantung.
2) Henti jantung (cardiac arrest)
Pada saat terjadi henti jantung secara langsung akan terjadi henti sirkulasi.
Henti sirkulasi ini akan dengan cepat menyebabkan otak dan organ vital kekurangan
oksigen. Pernapasan yang terganggu (tersengal-sengal) merupakan tanda awal akan
terjadinya henti jantung.
Penyebab henti jantung adalah :
1) Cardiac
a) Penyakit Jantung Koroner
b) Aritmia
c) Kelainan Katup Jantung
d) Tamponade jantung
e) Pecahnya Aorta
2) Extra - Cardiac
a) Sumbatan Jalan Nafas
b) Gagal nafas
c) Gangguan Elektrolit
d) Syok
e) Overdosis Obat
f) Keracunan
BAB III
TATA LAKSANA

3.1. PROSEDUR BLS


Langkah 1 : Evaluasi Respon Korban
Periksa dan tentukan dengancepat bagaimana respon korban. Memeriksa
keadaan pasien tanpa teknik Look Listen and Feel. Penolong harus menepuk atau
mengguncang korban dengan hati – hati pada bahunya dan bertanya dengan keras :
“Halo! Bapak/Ibu/Mas/Mbak! Apakah anda baik – baik saja?”.

Gambar 2.1 Mengevaluasi Respon Korban


Hindari mengguncang korban dengan kasar karena dapat menyebabkan
cedera. Juga hindari pergerakan yang tidak perlu bila ada cedera kepala dan leher.
Jika korban tidak berespon, berarti korban tidak sadar. Korban tidak sadar mungkin
karena :
1) Sumbatan jalan nafas karena makanan, sekret, atau lidah yang jatuh ke belakang.
2) Henti nafas
3) Henti jantung, yang umumnya disebabkan serangan jantung
Langkah 2 : Mengaktifkan Emergency Medical Services (EMS)
Jika korban tidak berespon, panggil bantuan dan segera hubungi ambulan 118.

Gambar 2.2 Memanggil bantuan


Penolong harus segera mengaktifkan EMS setelah dia memastikan korban
tidak sadar dan membutuhkan pertolongan medis.
Jika terdapat orang lain di sekitar penolong, minta dia untuk melakukan panggilan.
Saat menghubungi EMS sebutkan :
(1) Lokasi korban
(2) Nomor telepon yang bisa di hubungi
(3) Apa yang terjadi (misalnya serangan jantung / tidak sadar)
(4) Jumlah korban
(5) Dibutuhkan ambulan segera
(6) Tutup telepon setelah diinstruksikan oleh petugas.
Langkah 3 : Memposisikan Korban
Korban harus dibaringkan di atas permukaan yang keras dan datar agar RJP
efektif. Jika korban menelungkup atau menghadap ke samping, posisikan korban
terlentang.
Perhatikan agar kepala, leher dan tubuh tersangga, dan balikkan secara
simultan saat merubah posisi korban.

Gambar 2.2 Memposisikan pasien


Langkah 4 : Evaluasi Nadi / Tanda – Tanda Sirkulasi
1) Berikan posisi head tilt, tentukan letak jakun atau bagian tengah tenggorokan
korban dengan jari telunjuk dan tengah.
2) Geser jari anda ke cekungan di sisi leher yang terdekat dengan anda (Lokasi nadi
karotis)
3) Tekan dan raba dengan hati-hati nadi karotis selama 10 detik, dan perhatikan
tanda-tanda sirkulasi (kesadaran, gerakan, pernafasan, atau batuk)
4) Jika ada denyut nadi maka dilanjutkan dengan memberikan bantuan pernafasan,
tetapi jika tidak ditemukan denyut nadi, maka dilanjutkan dengan melakukan
kompresi dada

Gambar 2.3 Memposisikan pasien


Untuk penolong non petugas kesehatan tidak dianjurkan untuk memeriksa
denyut nadi korban. Pemeriksaan denyut nadi ini tidak boleh lebih dari 10 detik.
Langkah 5 : Menentukan Posisi Tangan Pada Kompresi Dada
Teknik kompresi dada terdiri dari tekanan ritmis berseri pada pertengahan
bawah sternum (tulang dada). Cara menentukan posisi tangan yang tepat untuk
kompresi dada :
1) Pertahankan posisi heat tilt, telusuri batas bawah tulang iga dengan jari tengah
sampai ke ujung sternum

Gambar 2.4 menentukan batas bawah sternum


dengan jari tengah sampai ke ujung sternum
2) Letakkan jari telunjuk di sebaah jari tengah

Gambar 2.5 meletakkan jari telunjuk di sebaah jari tengah


3) Letakkan tumit telapak tangan di sebalah jari telunjuk

Gambar 2.5 meletakkan tumit telapak


tangan di sebalah jari telunjuk
Langkah 6 : Kompresi Dada
Teknik kompresi dada terdiri dari tekanan ritmis berseri pada pertengahan
bawah sternum (tulang dada). Untuk posisi, petugas berlutut jika korban terbaring di
bawah, atau berdiri disamping korban jika korban berada di tempat tidur.
Cara menentukan posisi tangan yang tepat untuk kompresi dada :
1) Angkat jari telunjuk dan jari tengah
2) Letakkan tumit tangan yang lain di atas tangan yang menempel di sternum.
Gambar 2.6 meletakkan tumit telapak tangan sternum
3) Kaitkan jari tangan yang di atas pada tangan yang menempel sternum, jari tangan
yang menempel sternum tidak boleh menyentuh diniding dada
4) Luruskan dan kunci kedua siku
5) Bahu penolong di atas dada korban
6) Gunakan berat badan untuk menekan dada selama 5 cm

Gambar 2.7 Posisi tangan untuk melakukan RJP/CPR


7) Kompresi dada dilakukan sebanyak satu siklus (30 kompresi, sekitar 18 detik)
8) Kecepatan kompresi diharapkan mencapai sekitar 100 kompresi/menit. Hitung
kompresi :
1,2,3,4,5
1,2,3,4,10
1,2,3,4,15
1,2,3,4,20,
1,2,3,4,25,
1,2,3,4,30,
9) Kecepatan kompresi diharapkan mencapai sekitar 100 kompresi/menit.
10) Rasio kompresi dan ventilasi adalah 30 kompresi : 2 ventilasi
11) Jangan mengangkat tangan dari sternum untuk mempertahankan posisi yang
tepat
12) Jangan menghentak selama kompresi karena dapat menimbulkan cedera.
Langkah 7 : Buka Jalan Nafas
Lakukan manuver head tilt-chin lift untuk membukan jalan nafas. Pada korban
tidak sadar, tonus otot terganggu sehingga lidah jatuh ke belakang dan menutupi jalan
nafas. Pada dasarnya lebih melekat pada rahnag bawah sehingga menggerakan rahang
bawah keatas akan menarik lidah menjauh dari tenggorokan dan membuka jalan
nafas.
Melakukan manuver head tilt-chin lift
1) Letakkan satu tangan pada dahi korban dan berikan tekanan ke arah belakang
dengan telapak tangan untuk menengadahkan kepala (head tilt).

Gambar 2.8 Posisi head tilt


2) Tempatkan jari-jari tangan yang lain di bawah tulang rahang bawah untuk
mengangkat dagu ke atas (chin lift).

Gambar 2.9 Posisi chin lift


Memeriksa jalan nafas (Airway)
1) Buka mulut dengan hati-hati dan periksa bilamana ada sumbatan benda asing.
2) Gunakan jari telunjuk untuk mengambil semua sumbatan benda asing yang
terlihat, seperti makanan, gigi yang lepas, atau cairan.
Gambar 2.10 memeriksa jalan nafas

Langkah 8 : Memeriksa Pernafasan (Breathing)


Dekatkan telinga dan pipi anda ke mulut dan hidung korban untuk
mengevaluasi pernapasan (sampai 10 detik)
1) Melihat pergerakan dada (Look)
2) Mendengarkan suara napas (Listen)
3) Merasakan hembusan napas dengan pipi (Feel)

Gambar 2.11 Posisi Look, listen, feel


Langkah 9 : Bantuan Napas dari Mulut ke Mulut / Rescue Breathing
Bila tidak ada pernafasan spontan, lakukan bantuan napas dari mulut ke mulut.
Untuk melakukan bantuan napas dari mulut ke mulut :
1) Pertahankan posisi kepala tengadah dan dagu terangkat.
2) Tutup hidung dengan menekankan ibu jari dan telunjuk untuk mencegah
kebocoran udara melalui hidung korban.
3) Mulut anda harus melingkupi mulut korban, berikan 2 tiupan pendek dengan jeda
singkat diantaranya.
4) Lepaskan tekanan pada cuping hidung sehingga memungkinkan terjadinya
ekspirasi pasif setelah tiap tiupan.
5) Setiap napas bantuan harus dapat mengembangkan dinding dada.
6) Durasi tiap tiupan adalah 1 detik.
7) Volume ventilasi antara 400-600ml.
Catatan :
Bila volume udara dihembuskan terlalu besar, udara dapat masuk ke lambung dan
menyebabkan distensi lambung.

Gambar 2.12 Posisi memberikan bantuan nafas melalui mulut


Langkah 10 : Evaluasi
1) Evaluasi nadi, tanda-tanda sirkulasi dan pernapasan setiap 5 siklus RJP 30:2
2) Jika nadi tidak teraba (bila nadi sulit di tentukan dan tidak dapat, tanda-tanda
sirkulasi, perlakuan sebagai henti jantung),lanjutkan RJP 30:2
3) Jika nadi teraba, periksa pernapasan
4) Jika tidak ada napas, lakukan napas buatan 12x/menit (1 tiupan tiap 6-7 detik)
dengan hitungan hitungan satu ribu, dua ribu, tiga ribu, empat ribu...tiup!
Ulangi sampai 10x tiupan/menit.
5) Jika nadi dan napas ada, letakkan korban pada posisi recovery.
6) Evaluasi nadi, ‘tanda-tanda sirkulasi’ dan pernapasan tiap 2 menit.

RJP DEWASA 2 PENOLONG

RJP Dewasa 2 penolong digunakan bila ada penolong kedua. Pada RJP dewasa
2 penolong, satu penolong melakukan kompresi dada, yang lain melakukan bantuan
napas dari mulut ke mulut. Tujuan RJP dewasa 2 penolong adalah untuk mengurangi
keletihan penolong dan kompresi dada yang tidak adekuat.
Kelelahan dan kompresi dada yang tidak adekuat dapat terjadi setelah RJP 2
menit sehingga dapat di lakukan Pergantian RJP selama 2 menit atau (5 siklus 30
kompresi dan 2 tiupan napas)

Langkah- Langkah RJP Dewasa 2 Penolong


Langkah 1
Penolong 1
 Lakukan RJP 1 penolong dengan 30 kompresi dada di ikuti 2 tiupan napas
 Bila terdapat AED, evaluasi irama jantung, ikuti perintah AED
Langkah 2
Penolong 2 (harus bisa RJP 2 penolong) datang dan :
 Mengatakan ‘saya bisa melakukan RJP 2 penolong, dapat saya bantu?’
Langkah 3
Penolong 1
 Mengiyakan
 Menyelesaikan siklus 30 kompresi di ikut 2 tiupan napas
Langkah 4
Penolong 1
 Evaluasi nadi dan tanda tanda sirkulasi
Penolong 2
 Menentukan posisi kompresi dada (saat penolong 1 mengevaluasi nadi dan
tanda tanda sirkulasi)
Langkah 5
Penolong 1
 Jika nadi tidak teraba (bila nadi sulit di evaluasi dan tidak ada tanda-tanda
sirkulasi perlakukan sebagai henti jantung), katakan ‘nadi tidak teraba’
lanjutkan RJP.
Langkah 6
Penolong 2
 Lakukan kompresi dada dengan hitungan:
1,2,3,4,5 – 1,2,3,4,10 – 1,2,3,4,15 – 1,2,3,4,20
1,2,3,4,25 – 1,2,3,4,30
 Selesaikan 30 kompresi
Langkah 7
Penolong 1
 Berikan 2 tiupan napas (setelah penolong 2 menyelesaikan tiap 30 kompresi
dada) tanpa menghentikan kompresi dada.
Langkah 8
 Ulangi siklus RJP
 Penolong 1 : berikan 2 tiupan
 Penolong 2 : lakukan 30 kompresi dada
Langkah – Langkah Perpindahan Peran
Langkah 1
Penolong 2 (yang melakukan kompresi dada)
 Meminta pergantian dengan hitungan :
1,2,3,4,5 – 1,2,3,4,10 – 1,2,3,4,15 – 1,2,3,4,20
1,2,3,4,25GANTI 1,2,3,4,30
Langkah 2
Penolong 1
 Berikan 2 tiupan napas setelah penolong 2 menyelesaikan 30 kompresi dada.
 Pindah ke dada korban
 Tentukan posisi kompresi dada.
Langkah 3
Penolong 2
 Pindah ke kepala korban
 Evaluasi nadi dan tanda-tanda sirkulasi
 Jika nadi tidak teraba (bila nadi sulit di evaluasi dan tidak ada tanda-tanda
sirkulasi perlakukan sebagai henti jantung), katakan ‘nadi tidak teraba,
lanjutkan RJP’
Langkah 4
 Ulangi siklus RJP
 Penolong 1 : lakukan 30 kompresi dada
 Penolong 2 : berikan 2 tiupan napas
EVALUASI
 Evaluasi nadi, tanda-tanda sirkulasi dan pernapasan setiap 5 siklus RJP 30:2
 Jika nadi tidak teraba (bila nadi sulit di tentukan dan tidak dapat, tanda-tanda
sirkulasi, perlakuan sebagai henti jantung),lanjutkan RJP 30:2
 Jika nadi teraba, periksa pernapasan
 Jika tidak ada napas, lakukan napas buatan 8-10x/menit (1 tiupan tiap 6-7
detik) dengan hitungan hitungan satu ribu, dua ribu, tiga ribu, empat
ribu...tiup! Ulangi sampai 10x tiupan/menit.
 Jika nadi dan napas ada, letakkan korban pada posisi recovery.
 Evaluasi nadi, ‘tanda-tanda sirkulasi’ dan pernapasan tiap 2 menit.

POSISI RECOVERY DEWASA

Posisi recovery dilakukan pada korban tidak sadar dengan adanya nadi, napas,
dan ‘tanda-tanda sirkulasi’. Jalan napas dapat tertutup oleh lidah, lendir,dan muntahan
pada korban tidak sadar yang bebaring terlentang. Masalah-masalah ini dapat di
cegah bila dilakukan posisi recovery pada korban tersebut, karena cairan dapat
mengalir keluar mulut dengan mudah.
Bila tidak di dapatkan tanda-tanda trauma, tempatkan korban pada posisi
recovery.Posisi ini menjaga jalan napas tetap terbuka. Langkah-langkah
menempatkan korban pada posisi recovery :
Langkah 1 : Posisikan Korban
A. Lipat lengan kriri korban. Luruskan lengan kanan dengan telapak tangan
menghadap ke atas, di bawah paha kanan.

B. Lengan kanan harus di lipat di silangkan di depan dada dan tempelkan punggung
tangan pada pipi kiri korban.
C. Dengan menggunakan tangan anda yang lain, tekuk lutut kanan korban dengan
sudut 90 derajat.

Langkah 2 : Gulingkan Korban Ke Arah Penolong


 Tempelkan tangan pada tangan korban yang ada di pipi. Gunakan tangan yang
lain memegang pinggul korban dan gulingkan korban menuju anda sampai di
berbaring miring.
 Gunakan lutut untuk menyangga tubuh korban saat pada menggulingkannya
agar tidak terguling.

Langkah 3 : Posisi Akhir Recovery


 Pastikan kepala (pipi) korban di alasi punggung tangannya.
 Periksa posisi tangan korban yang lain menggeletak bebas dengan telapak
menghadap ke atas.
 Tungkai kanan tetap di pertahankan dalam posisi tersebut 90 derajat pada
sendi lutut.
 Monitor nadi,tanda-tanda sirkulasi dan pernapasan setiap beberapa menit.
3.2. Organisasi Tim BLS

Terdiri dari :

1. Ketua tim BLS yaitu satu orang perawat senior.


Kualifikasi:
 Memiliki SIK dan SIP perawat yang masih berlaku.
 Memiliki sertifikat BLS.
 Memiliki kewenangan klinis dalam hal kegawatdaruratan medis.

2. Anggota tim BLS yang terdiri dari 2 orang perawat

Kualifikasi :
 Memiliki SIP yang masih berlaku.
 Memiliki sertifikat BLS.
 Memiliki kewenangan klinis dalam hal kegawatdaruratan medis.

3.3.Uraian Tugas

1. Ketua Tim BLS


Ketua tim BLS adalah perawat, yang bertugas :
1.Memimpin pelaksanaan Resusitasi Jantung Paru (RJP).
2. Sebagai pengambil keputusan dalam kondisi emergensi
3. Melakukan komunikasi dengan tim code blue
4. Melakukan koordinasi dengan bagian pelayanan medis dan
keperawatan terkait jadwal jaga tim BLS.
5. Bekerja sama dengan diklat Rumah Sakit dalam meningkatkan
kualitas tim BLS.

2. Anggota Tim BLS


Anggota tim BLS adalah perawat pelaksana, yang bertugas :
1. Berkoordinasi dengan ketua tim BLS dalam melaksanakan RJP
2. Bertanggung jawab terhadap dokumentasi.

3.4. Perencanaan Sumber Daya Manusia.

Dalam satu shift harus ada 1 orang perawat senior dan 2 orang perawat terlatih yang
bertugas.

3.5. Algoritma BLS

3.6. Pelatihan Dan Pendidikan Tim BLS

Perencanaan kegiatan BLS meliputi :


1. Pelayanan Kegawatdaruratan Pasien. Merupakan kegiatan pelayanan dalam
menangani pasien gawat darurat dengan memberikan pertolongan bantuan hidup
dasar dan resusitasi jantung, paru dan otak (RJP).
2. Pelatihan dan Peningkatan SDM. Guna menjaga dan meningkatkan kualitas
kemampuan anggota tim, maka dibuatkan suatu pendidikan dan pelatihan
meliputi teori dan praktek sesuai kebutuhan tim .
3. Evaluasi dan Kendali Mutu. Pelaksanaan kegiatan penanggulangan dan
penanganan pasien gawat / gawat darurat oleh Tim BLS harus dapat dievaluasi
dan kendali mutu agar kesempurnaan kegiatan menjadi lebih baik. Oleh karena
itulah Tim Pengendalian Mutu rumah sakit diharapkan dapat turut berperan
dalam hal evaluasi dan kendali mutu Tim BLS
BAB IV

DOKUMENTASI

Semua kegiatan tim BLS dicatat dan didokumentasikan dalam dokumen rekam medis
pasien dan digunakan sebagai bukti bilamana proses ini diperlukan.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari pembahasan diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa Bantuan
hidup dasar (BHD)/Basic life support (BLS) adalah Usaha yang dilakukan untuk
mempertahankan kehidupan pada saat pasien atau korban mengalami keadaan
yang mengancam jiwa. BLS/BHD dilakukan pada pasien yang mengalami henti
nafas dan henti jantung untuk mempertahankan hidup pasien.

B. Saran
Sebagai perawat professional sudah pasti dan harus mengerti,
memahami dan mampu melaksanakan Bantuan hidup dasar (BHD)/Basic life
support (BLS) dengan atau tanpa bantuan orang lain secara cepat dan tepat
karena tindakan kegawatdaruratan sangatlah penting dan dapat terjadi dimana
saja. Dalam perkembangan Ilmu kesehatan perawat juga tidak boleh buta dengan
perkembangan teknik-teknik terbaru dalam proses keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA

Bharega. 2009. Bantuan Hidup Dasar.


http://bharegaeverafter.wordpress.com/2009/03/bantuan-hidup-
dasar.html .diakses tanggal 5 Oktober 2012
Eka, Deden. 2011. Bantuan Hidup Dasar. http://pertolonganpertama-
pertolonganpertama.blogspot.com/2011/01/bantuan-hidup-
dasar.html.diakses tanggal 5 Oktober 2012
Tirti Lasprita. 3 September 2012. Bantuan Hidup Dasar (BLS).
http://www.scribd.com/doc/84871056/Bantuan-Hidup-Dasar.
diaksestanggal 5 Oktober 2012
Wahyudi, gusri. 2011. Bantuan Hidup Dasar/RJP.
http://yuudi.blogspot.com/2011/05/bantuan-hidup-dasar.html. diakses
tanggal 5 Oktober 2012

Anda mungkin juga menyukai