Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
BAB I
PENDAHULUAN
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa telah memberikan spirit baru
dengan menegaskan bahwa Desa dapat mendirikan Badan Usaha Milik Desa atau disebut
BUM Desa. BUM Desa adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya
dimiliki oleh Desa melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan Desa
yang dipisahkan guna mengelola aset, jasa pelayanan, dan usaha lainnya untuk sebesar-
besarnya kesejahteraan masyarakat Desa.
Ketentuan tentang pendirian BUM Desa ditegaskan kembali dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014Junto PP No 47 Tahun 2015 tentang Peraturan
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa juga menyebutkan bahwa
Desa dapat mendirikan BUM Desa melalui musyawarah Desa dan ditetapkan dengan
Peraturan Desa. BUM Desa dirancang dengan mengedepankan peran Pemerintah Desa dan
masyarakatnya secara lebih proporsional. Melalui BUM Desa ini diharapkan terjadi
revitalisasi peran Pemerintah Desa dalam pengembangan ekonomi lokal/pemberdayaan
masyarakat karena BUM Desa dikelola dengan semangat kekeluargaan dan
kegotongroyongan yang merupakan ciri khas dari masyarakat Desa.
Secara teknis BUM Desa diatur dalam Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah
Tertinggal dan Transmigrasi Nomor 4 Tahun 2015 tentang Pendirian, Pengurusan dan
Pengelolaan, dan Pembubaran Badan Usaha Milik Desa. Pendirian BUM Desa dimaksudkan
sebagai upaya menampung seluruh kegiatan di bidang ekonomi dan/atau pelayanan umum
yang dikelola oleh Desa dan/atau kerja sama antar-Desa. Pendirian BUM Desa harus dengan
mempertimbangkan: a. inisiatif Pemerintah Desa dan/atau masyarakat Desa; b. potensi
usaha ekonomi Desa; c. sumber daya alam di Desa; d. sumberdaya manusia yang mampu
mengelola BUM Desa; dan e.penyertaan modal dari Pemerintah Desa dalam bentuk
pembiayaan dan kekayaan Desa yang diserahkan untuk dikelola sebagai bagian dari usaha
BUM Desa.
Saat ini BUM Desa diberi peluang untuk mengembangkan berbagai jenis usaha
meliputi: bisnis yang bersifat sosial, bisnis penyewaan, usaha perantara, bisnis perdagangan,
bisnis keuangan, dan usaha bersama. Namun dari jenis-jenis usaha yang ada tidak
seluruhnya dapat dilaksanakan di Desa, tetapi hanya jenis usaha yang sesuai kebutuhan dan
potensi Desa yang dapat dilaksanakan.
Keberhasilan BUM Desa sangat ditentukan oleh inovasi dan kemampuan organisasi
Pengelola BUM Desa. Penasihat yang secara ex officio dijabat oleh Kepala Desa diharapkan
dapat memberikan nasihat dan masukan yang baik guna meningkatkan kinerja Pelaksana
Operasional yang mempunyai tugas mengurus dan mengelola BUM Desa sesuai dengan
Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga. Sedangkan Pengawas yang merupakan
perwakilan kepentingan masyarakat mempunyai kewajiban menyelenggarakan Rapat Umum
untuk membahas kinerja BUM Desa.
Pengelolaan BUM Desa berdasarkan pada Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah
Tangga yang merupakan aturan tertulis organisasi yang dibuat dan disepakati bersama
melalui musyawarah Desa.Berdasarkan uraian tersebut di atas maka disusunlah Standart
Operasional Presedur pengelolaan BUM Desa.
Pasal 1
Latar Belakang
1. BUM Desa merupakan Badan Usaha yang dibentuk oleh Pemerintah Desa sebagai upaya
untuk memenuhi kebutuhan dasar masyarakat desa juga sebagai upaya untuk
meningkatkan Pendapatan Asli Desa melalui kegiatan Usaha/enterprenour dari
penyertaan modal dan penyediaan Sumber Daya yang dibutuhkan.
2. Untuk dapat mewujudkan Visi, Misi, dan Tujuan pendirian BUM Desa maka perlu
dibentuk Unit Usaha.
Pasal 2
Tujuan
1. Sebagai pedoman dasar dan penetapan standar kerja BUM Desa.
2. Sebagai pedoman dasar pengelolaan BUM Desa terkait Unit Unit Usaha BUM Desa
3. Sebagai pedoman dasar pengelolaan BUM Desa terkait dengan penguatan dan
pengembangan BUM Desa dan Unit Usaha BUM Desa.
4. Menjadi acuan pengelolaan Pengaduan dan penyelesaian masalah dan untuk memperkuat
kinerja pengelolaan.
5. Menjadi pedoman dasar pengembangan BUM Desa terkait dengan penilaian kesehatan
kelembagaan.
6. Menjelaskan keberadaan kelembagaan (Unit Usaha) pendukung operasional BUM Desa.
7. Untuk melindungi dana yang dikelola BUM Desa.
8. BUM Desa mempunyai pedoman dalam pengelolaan dan pertangggungjawaban
Kelembagaan dan Keuangan.
9. Pengelolaan BUM Desa tetap berdasarkan tujuan, prinsip dan aturan pokok BUM Desa
yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
10. Unit Usaha BUM Desa dikelola sebagai penguatan lembaga dan efektifitas penggunaan
dana.
11. Sebagai pedoman Pemerintah Daerah dalam Penasehatan, perlindungan, pelestarian dan
pengembangan BUM Desa.
Pasal 3
Dasar Hukum
1. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan
dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2004 Nomor 131, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4443);
2. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 106, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4756);
3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Lembaga
Keuangan Mikro (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 12,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5394);
4. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 7, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5495);
5. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 125,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 5587), sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5589);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang
Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 123, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5539);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana
Desa yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 168, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5558);
8. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 111 Tahun 2014
tentang Pedoman Teknis Peraturan Di Desa (Berita Negara Republik Indonesia Tahun
2014 Nomor 2091);
9. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 113 Tahun 2014
tentang Pengelolaan Keuangan Desa (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014
Nomor 2093);
10. Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Nomor 2
Tahun 2015 tentang Pedoman Tata Tertib dan Mekanisme Pengambilan Keputusan
Musyawarah Desa (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 159);
11. Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Nomor 4
Tahun 2015 tentang Pendirian, Pengurusan dan Pengelolaan, dan Pembubaran Badan
Usaha Milik Desa (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 296);
12. Peraturan daerah No. Tahun tentang pendirian Badan Usaha Milik Desa
13. Peraturan Bupati No. Tahun tentang pendirian Badan Usaha Milik Desa
14. Peraturan Desa No. Tahun tentang pendirian Badan Usaha Milik Desa (Lembaran
Desa Tahun No )
15. AD/ART Badan Usaha Milik Desa (Bumdesa) di Tetapkan Tanggal :
BAB II
KETENTUAN UMUM
Pasal 4
Dalam standar operasional dan prosedur ini yang dimaksud dengan :
1. Pemerintahan Desa adalah Pemeritahan Desa Pagu.
2. Desa adalah Desa Pagu.
3. Kepala Desa adalah Kepala Desa Pagu.
4. Perangkat desa adalah Aparatur Desa yang bertugas membantu
Kepala Desa dalam melaksakan tugas sehari-hari.
5. Badan Permusyawaratan Desa adalah Badan Permusyawaratan
Desa Pagu.
6. Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-
batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat
setempat berdasarkan asal- usul dan adat- istiadat setempat yang diakui dan dihormati
dalam Sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
7. Pemerintahan Desa adalah Kepala Desa dan Perangkat Desa
sebagai unsur Penyelenggara Pemerintahan Desa.
8. Pemerintahan Desa adalah penyelengaraan purusan pemerintahan
oleh pemerintah desa dan Badan Permusyawaratan Desa dalam mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakat setempat berdasarkam asal- usul dan adt-istiadat setempat
yangdiakui dan dihormati dalam Sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
9. Badan Permusyawaratan Desa yang selanjutnya disingkat BPD.
Adalah lembaga yang merupakan perwujudan demokrasi dalam penyelengaraan
pemerintahan desa sebagai unsur penyelengara pemerintah desa.
10. Peraturan Desa adalah Peraturan perundang – undangan yang dibuat bersama antara
Badan Permusayawaratan Desa dan Kepala Desa.
11. Keputusan Kepala Desa adalah keputusan yangh dibuat oleh Kepala Desa ;
12. Musyawarah Desa adalah musyawarah yang dilaksanakan oleh Pemerintah Desa dan
dihadiri oleh BPD dan perwakilan lapisan masyarakat desa untuk menentukan kebijakan
desa dan merupakan kekuasaan tertinggi dalam menentukan kebijakan dalam pengelolaan
BUM Desa yang dipimpin langsung oleh Kepala Desa;
13. Badan Usaha Milik Desa yang selanjutnya disingkat BUM Desa adalah Suatu Badan
Perekonomian Desa yang dibentuk dan dimiliki oleh Pemerintah Desa, dikelola secara
ekonomis mandiri dan profesional dengan modal keseluruhan atau sebagian besar
merupakan kekayaan Desa yang dipisahkan dan ditetapkan dalam Peraturan Desa ;
14. Anggaran pendapatan dan Belanja Desa yang selanjutnya disingkat APBDes, adalah
rencana keuangan tahunan pemerintah desa yang dibahas dan disetujui bersama oleh
Pemerintah Desa dan BPD yang ditetapkan dengan Peraturan Desa
15. Penasihat BUM Desa adalah kepengurusan organisasi pengelola BUM Desa dijabat
secara ex officio oleh Kepala Desa yang bersangkutan yang bertugas memberikan
nasihat kepada Pelaksana Operasional dalam melaksanakan pengelolaan BUM
Desa, memberikan saran dan pendapat mengenai masalah yang dianggap penting bagi
pengelolaan BUM Desa, mengendalikan pelaksanaan kegiatan pengelolaan BUM Desa.
16. Pelaksana Operasional BUM Desa adalah kepengurusan organisasi pengelola BUM
Desa yang mempunyai tugas dan tanggungjawab mengurus dan mengelola BUM Desa
sesuai dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga.
17. Pengawas BUM Desa adalah kepengurusan organisasi pengelola BUM Desa yang
mewakili kepentingan masyarakat dan mertugas melakukan pengawasan terhadap
pengelolaan BUM Desa.
18. Masyarakat adalah masyarakat yang menjadi penduduk di wilayah desa Pagu.
19. Kelompok adalah sekumpulan orang atau masyarakat yang melakukan kegiatan tertentu
yang tidak melanggar ketentuan social maupun hukum yang berlaku.
20. Unit Usaha BUM Desa adalah kegiatan Usaha BUM Desa yang dibentuk oleh BUM
Desa, bersifat tetap yang berfungsi dan bertanggungjawab dibidang pengelolaan dan
pengembangan usaha yang dimiliki BUM Desa.
21. Domisili adalah tempat atau lokasi domisili dimana Kelompok melakukan aktifitasnya
secara rutin.
BAB III
DASAR DASAR PENGELOLAAN DAN ATURAN POKOK BUM DESA
Pasal 5
1. Upaya pelestarian dan pengembangan BUM Desa yaitu dengan membuat aturan dan
prosedur pengelolaan. Pembuatan aturan dan prosedur pengelolaan tersebut perlu
memperhatikan beberapa hal yang menjadi dasar-dasar pengelolaan BUM Desa
2. Salah satu strategi kebijakan membangun Indonesia dari pinggiran melalui
pengembangan usaha ekonomi Desa yang bersifat kolektif.
3. Salah satu strategi kebijakan untuk meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia di
Desa.
4. BUM Desa sebagai salah satu bentuk kemandirian ekonomi Desa dengan menggerakkan
unit-unit usaha yang strategis bagi usaha ekonomi kolektif Desa.
BUM Desa dan Tradisi Berdesa
Pasal 6
Konsepsi Tradisi Berdesa merupakan salah satu gagasan fundamental yang mengiringi
pendirian BUM Desa. Tradisi Berdesa sejajar dengan kekayaan modal sosial dan modal
politik serta berpengaruh terhadap daya tahan dan keberlanjutan BUM Desa. Inti gagasan
dari Tradisi Berdesa dalam pendirian BUM Desa adalah:
1. BUM Desa membutuhkan modal sosial (kerja sama, solidaritas, kepercayaan, dan
sejenisnya) untuk pengembangan usaha yang menjangkau jejaring sosial yang lebih
inklusif dan lebih luas.
2. BUM Desa berkembang dalam politik inklusif melalui praksis Musyawarah Desa sebagai
forum tertinggi untuk pengembangan usaha ekonomi Desa yang digerakkan oleh BUM
Desa.
3. BUM Desa merupakan salah satu bentuk usaha ekonomi Desa yang bersifat kolektif
antara pemerintah Desa dan masyarakat Desa. Usaha ekonomi Desa kolektif yang
dilakukan oleh BUM Desa mengandung unsur bisnis sosial dan bisnis ekonomi.
4. BUM Desa merupakan badan usaha yang dimandatkan oleh UU Desa sebagai upaya
menampung seluruh kegiatan di bidang ekonomi dan/atau pelayanan umum yang dikelola
oleh Desa dan/atau kerja sama antar-Desa.
5. BUM Desa menjadi arena pembelajaran bagi warga Desa dalam menempa kapasitas
manajerial, kewirausahaan, tata kelola Desa yang baik, kepemimpinan, kepercayaan dan
aksi kolektif.
6. BUM Desa melakukan transformasi terhadap program yang diinisialisasi oleh pemerintah
(government driven; proyek pemerintah) menjadi “milik Desa”.
1. BUM Desa bersifat terbuka, semua warga masyarakat desa bisa mengakses
semua kegiatannya.
2. BUM Desa adalah bersifat sosial (social interpreunership), tidak semata-mata
mencari keuntungan.
3. BUM Desa harus dikelola oleh pihak-pihak yang independen. Pengelola tidak boleh
dari unsur pemerintahan desa BUM Desa tidak boleh mengambil alih kegiatan
masyarakat desa yang sudah jalan tetapi bagaimana BUM Desa mengkonsolidasikan
dalam meningkatkan kualitas usaha mereka.
4. Partisipatif; Selalu melibatkan masyarakat dalam perencanaan, pelaksanaan dan
pelestarian kegiatan.
5. Transparansi dan Akuntabilitas; pengelolaan kegiatan dan keuangan dapat
dilaksanakan secara terbuka dan dapat dipertanggungjawabkan baik secara moral, teknis,
legal, maupun administratife, serta Realisasi kegiatan dan penggunaan dana dapat
dipertanggungjawabkan kepada masyarakat dan atau pihak terkait.
6. Kesetaraan Gender; Perempuan memiliki hak dan kesempatan yang sama dengan laki-
laki dalam kegiatan pengelolaan BUM Desa.
7. Otonomi; memiliki hak dan kewenangan mengatur diri secara mandiri dan bertanggung
jawab, tanpa intervensi negatif dari luar.
8. Demokratis. Pengertian prinsip demokratis adalah setiap keputusan yang menyangkut
kepentingan dan aurgensitas pengelolaan dan pengembangan BUM desa di ambil secara
musyarawah dan mufakat.
9. Prioritas. Pengertian prinsip prioritas adalah memilih kegiatan yang diutamakan dengan
mempertimbangkan kemendesakan dan kemanfaatan untuk Pngembangan dan pelestarian
BUM Desa.
10. Keberlanjutan. dalam setiap pengambilan keputusan, mulai dari tahap perencanaan,
pelaksanaan, pengendalian dan pemeliharaan kegiatan harus telah mempertimbangkan
sistem keberlanjutan dan pelestarian BUM desa dan hendaknya hasil dan manfaat
kegiatan yang dilaksanakan dapat senantiasa dilestarikan dan berkembang sampai waktu
yang tak terbatas.
BAB IV
PERMODALAN BUM DESA
Pasal 10
1. Modal awal BUM Desa bersumber dari APB Desa.
2. Modal BUM Desa terdiri atas:
a. penyertaan modal Desa; dan
b. penyertaan modal masyarakat Desa.
3. Kekayaan BUM Desa yang bersumber dari penyertaan Modal Desa sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf a merupakan kekayaan Desa yang dipisahkan.
4. Penyertaan modal Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a berasal dari
APB Desa.
5. Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota
dapat memberikan bantuan kepada BUM Desa yang disalurkan melalui APB Desa.
Pasal 11
1. Penyertaan modal Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) huruf a terdiri
atas:
a. dana segar yang salurkan melalui mekanisme APB Desa;
b. hibah dari pihak swasta, lembaga sosial ekonomi kemasyarakatan dan/atau lembaga
donor yang disalurkan melalui mekanisme APB Desa;
c. bantuan Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah
Kabupaten yang disalurkan melalui mekanisme APB Desa;
d. kerjasama usaha dari pihak swasta, lembaga sosial ekonomi kemasyarakatan
dan/atau lembaga donor yang dipastikan sebagai kekayaan kolektif Desa dan
disalurkan melalui mekanisme APB Desa;
e. aset Desa yang diserahkan kepada BUM Desa melalui mekanisme APB Desa
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan tentang aset desa.
2. Penyertaan modal masyarakat Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2)
huruf b berasal dari tabungan masyarakat dan/atau simpanan masyarakat desa.
Pasal 12
Masyarakat Desa dapat berperan dalam kepemilikan BUM Desa melalui penyertaan
modal masyarakat Desa paling banyak 40% (empat puluh perseratus).
BAB V
KELEMBAGAAN BUM DESA
Pasal 14
1. BUM Desa merupakan salah satu lembaga Desa yang mawadahi kegiatan-kegiatan
bidang ekonomi. Sebagai sebuah lembaga maka BUM Desa harus mempunyai struktur
organisasi, aturan organisasi dan rencana kerja kegiatan. Sebagaimana dalam
Permendesa PDTT No. 4 Tahun 2015 tentang Pendirian, Pengurusan dan Pengelolaan,
dan Pembubaran Badan Usaha Milik Desa Pasal 9 Organisasi pengelola BUM Desa
terpisah dari organisasi Pemerintahan Desa.
2. Pengelola BUM Desa tidak boleh dari unsur pemerintahan Desa, Badan
Permusyawaratan Desa (BPD) dan Lembaga Pembangunan Masyarakat Desa. Hal ini
untuk menghindari adanya kepentingan dengan memanfaatkan jabatan dalam
pemerintahan desa. Kecuali untuk jabatan penasehat ex officio akan dijabat oleh Kepala
Desa.
3. Pengelola BUM Desa harus netral dan profesional dalam bekerja. Tidak boleh ada
intervensi dari pihak manapun yang berkaitan dengan pengelolaan keuangan.
Pengelola BUM Desa harus transparan dan mempertanggungjawabkan kepada
pemerintahan desa dan masyarakat desa apa yang telah dikerjakan.
4. Susunan kepengurusan organisasi pengelola BUMDesa terdiri dari:
a. Penasihat; dijabat secara ex officio oleh Kepala Desa.
b. Pelaksana Operasional; berasal dari anggota masyarakat yang memenuhi persyaratan
dan dipilih melalui musyawarah Desa.
c. Pengawas; mewakili kepentingan masyarakat Desa yang dipilih melalui musyawarah
Desa.
Pengawasan Eksternal
Pasal 26
Bila diperlukan Direksi BUM Desa dapat bekerjasama dengan institusi/lembaga
pemeriksa /Auditor Independen lain untuk melakukan pemeriksaan/Audit seluruh lembaga
bentukan BUM Desa.
BAB VII
RAPAT
Pasal 37
Pelaksanaan rapat dalam rangka pengelolaan Badan Usaha Milik Desa meliputi :
1. Rapat Insidentil : Pertemuan yang dilakukan oleh seluruh kepengurusan maupun tiap-
tiap kepengurusan untuk membahas pengelolaan Badan Usaha Milik Desa sesuai dengan
kebutuhan.
2. Rapat Berkala : Pertemuan yang dilakukan oleh seluruh kepengurusan maupun tiap-tiap
kepengurusan untuk membahas Pengelolaan Badan Usaha Milik Desa pada tiap-tiap
bulan, semester maupun tahun.
3. Rapat Pertanggungjawaban : Pertemuan yang dilakukan oleh seluruh kepengurusan
sebagai bentuk pertanggungjawaban atas pelaksanaan tugas pengelolaan Badan Usaha
Milik Desa pada akhir masa jabatan yang disampaikan kepada Penasehat. Dan penasehat
menyampaikan kepada BPD melalui Musyawarah Desa Pertanggungjawaban BUM
Desa.
BAB VIII
Pengelolaan Pengaduan Dan Masalah
Pasal 38
1. Pengelolaan pengaduan dan masalah (PPM) merupakan bagian dari tindak lanjut
hasil kegiatan pemantauan, pengawasan dan pemeriksaan.
2. Setiap pengaduan dan masalah yang muncul dari masyarakat atau pihak manapun yang
berkompeten melakukan pemantauan, pengawasan, dan pemeriksaan harus segera
ditanggapi secara serius dan proposional serta cepat.
3. Munculnya pengaduan terhadap pelaksanaan kegiatan merupakan wujud pengawasan
oleh masyarakat.
4. Pengaduan terhadap pelaksanaan Operasional BUM Desa dapat dilakukan melalui:
a. Surat/berita langsung/SMS/email kepada Pelaksana operasional, Penasehat,
pengawas, dan atau Pihak terkait
b. Surat/berita langsung/SMS/email kepada aparat pemerintahan yang terkait,
seperti pemerintah Desa, Pemerintah kecamatan, dan atau SKPD Terkait
c. Pemantau kegiatan operasional BUM Desa, termasuk wartawan dan LSM.
5. Dalam menangani setiap pengaduan dan permasalahan dilakukan berdasarkan
prinsip-prinsip :
a. Rahasia. Iidentitas yang melaporkan (pelapor) pengaduan harus dirahasiakan.
b. Berjenjang, Semua pengaduan ditangani pertama kali oleh Pelaksana
Operasional BUM Desa setempat. Jadi bila permasalahan muncul di tingkat desa,
maka pertama kali yang bertanggung jawab untuk menanganinya adalah masyarakat
desa tersebut difasilitasi oleh pemrintah kecamatan, Pendamping Desa, pendamping
lokal, Kader Desa, Kepala Desa, pelaksana Operasional BUM Desa. Pelaku di
jenjang atasnya memantau perkembangan penanganan, Bila pelaku di tempat tidak
berhasil menangani pengaduan, maka pelaku di jenjang atasnya memberi
rekomendasi penyelesaian atau bahkan turut memfasilitasi proses penyelesaiannya.
c. Transparan dan Partisipatif. Sejauh mungkin masyarakat harus diberitahu dan
dilibatkan dalam proses penanganan pengaduan terhadap masalah yang ada di
wilayahnya dengan difasilitasi oleh fasilitator. Sebagai pelaku utama
pelaksanaan program masyarakat harus disadarkan untuk selalu mengendalikan
jalannya kegiatan.
d. Proporsional. Penanganan sesuai dengan cakupan kasusnya. Jika kasusnya hanya
berkaitan dengan prosedur, maka penanganannya pun harus pada tingkatan prosedur
saja. Jika permasalahannya berkaitan dengan prosedur dan pengaduan dana, maka
masalah atau kasus yang ditangani tidak hanya masalah prosedur atau
penyalahgunaan dana saja.
e. Objektif. Sedapat mungkin dalam penanganan pengaduan, ditangani secara
objektif. Artinya pengaduan-pengaduan yang muncul harus selalu diuji
kebenarannya, melalui mekanisme uji silang. Sehingga tindakan yang dilakukan
sesuai dengan data yang sebenarnya. Tindakan yang dilakukan bukan berdasarkan
pemihakan salah satu pihak, melainkan pemihakan pada prosedur yang seharusnya.
f. Akuntabilitas. Proses kegiatan pengelolaan pengaduan dan masalah serta
tindak lanjutnya harus dapat dipertanggungjawabkan pada masyarakat sesuai dengan
ketentuan dan prosedur yang berlaku.
g. Kemudahan. Setiap anggota masyarakat terutama kelompok perempuan dan laki-
laki, harus mudah untuk menyampaikan pengaduan/masalah.
Pengadu/pelapor dapat menyampaikan pengaduan ke jenjang yang paling mudah
dijangkau dengan menggunakan media/saluran pengaduan yang telah dibangun oleh
program dan/atau yang telah ada di lingkungannya.
h. Cepat dan akurat. Setiap pengaduan dan permasalahan perlu
ditangani/ditanggapi secara cepat dengan menggunakan informasi yang akurat. Untuk
itu penanganan pengaduan dan masalah diupayakan penyelesaiannya pada tingkat
yang terdekat.
BAB IX
Pembinaan, Pengendalian, Pengawasan, Monitoring Dan Evaluasi
Pembinaan
Pasal 39
1. Penasehat melakukan pembinaan, monitoring dan evaluasi serta pelatihan teknis
terhadap manajemen BUM Desa.
2. Dalam melaksanakan pembinaan, monitoring, evaluasi dan pelatihan teknis
pengelolaan manajemen BUMDes penasehat dapat melimpahkan tugas-tugas tersebut
kepada aparutur desa yang terkait.
3. Pembinaan BUMDesa dapat dilakukan melalui Model Pendampingan Program yang
kredibel dan mempunyai pengalaman di bidang Pemberdayaan Masyarakat
4. Pendampingan sebagaimana dimaksud ayat (3) dilaksanakan untuk memfasilitasi
pengelolaan BUMDesa sehingga dapat berjalan secara optimal sesuai dengan
mekanisme, sistem dan prosedur yang ada.
5. Fasilitasi pendampingan secara operasional dilakukan oleh Tenaga Pendamping BUM
Desa yang berkedudukan di masing-masing Kecamatan dan Desa.
Pengendalian
Pasal 40
1. Pengendalian BUM Desa merupakan kegiatan yang diarahkan demi
memastikan pelaksanaan program BUM Desa berjalan sesuai dengan prinsip dan
mekanisme yang telah ditetapkan.
2. Pengendalian program penting demi menjaga mutu proses dan hasil kegiatan
secara optimal.
3. Bentuk kegiatan Pengendalian Program meliputi :
a. Pelaporan
b. pengawasan publik,
4. Pelaporan sebagaimana dimaksud ayat (3) huruf a merupakan proses
penyampaian data dan/atau informasi mengenai kemajuan pelaksanaan kegiatan, beserta
berbagai masalah yang dihadapi.
5. Pelaporan BUM Desa bertujuan untuk mengetahui perkembangan proses
pelaksanaan program BUM Desa mulai tahap sosialisai, perencanaan, pelaksanaan
sampai pada tahap pertanggungjawaban dan pelestarian.
6. Laporan dilakukan secara berkala dan berjenjang oleh pengelola BUM Desa
(desa/kelurahan), pendamping kecamatan sampai pengelola kabupaten.
7. Jenis laporan sebagaimana dimaksud ayat (6) antara lain meliputi :
a. Laporan Bulanan merupakan progres report perkembangan pelaksanaan kegiatan
BUM Desa yang dilaporkan setoap bulan selambat-lambatnya tanggal 10 bulan
berikutnya.
b. Laporan Berkala merupakan laporan pengelolaan program yang menggambarkan
perkembangan aktivitas kegiatan BUM Desa mulai kegiatan Sosialisasi sampai
dengan pertanggungjawaban.
7. Jalur Pelaporan antara lain meliputi:
a. Jalur Struktural merupakan pelaporan oleh pengelola BUM Desa mulai dari pengelola
BUM Desa di Desa kepada kecamatan dan DPMPD kabupaten.
b. Jalur Fungsional merupkan pelaporan yang dilakukan melalui jalur kegiatan
pendampingan mulai dari Pengelola BUM Desa kepada Pendamping local desa dan
pendamping kecamatan kepada pendamping Ahli Kabupaten yang mengangani bidang
BUM Desa, pendamping ahli BUMDesa kepada DPMPD kabupaten.
c. Dalam pelaporan melalui jalur fungsional terdapat kewajiban Laporan Bulanan, yang
berisi laporan perkembangan pelaksanaan kegiatan (Progress Report).
Pengawasan
Pasal 41
1. BPD dan/atau pengawas internal yang dibentuk melalui musyawarah desa
melakukan pengawasan terhadap pengelolaan BUM Desa.
2. BPD bersama Kepala Desa dapat meminta auditor independen untuk melakukan audit
terhadap pelaksanaan dan pengelolaan BUM Desa yang dilaksanakan secara berkala
setiap masa jabatan kepengurusan dan/atau pada saat yang diperlukan.
3. Pengawasan publik adalah pengawasan yang dilakukan oleh masyarakat baik secara
langsung maupun tidak langsung terhadap proses pelaksanaan BUMDesa di Desa.
4. Pengawasan publik sebagaiman dimaksud ayat (4) bertujuan untuk memastikan seluruh
proses pelaksanaan kegiatan di desa/kelurahan berjalan sesuai dengan aturan main serta
ketentuan yang telah disepktai bersama.
5. Untuk menumbuhkan proses pengawasan publik agar dapat berjalan dengan baik, maka
pengelola program di desa/kelurahan perlu memberikan informasi yang seluas-luasnya
kepada masyarakat berkaitan dengan perkembangan pelaksanaan kegiatan BUMDesa
melalui:
a. Papan informasi kegiatan dan keuangan BUMDesa
b. Forum-forum pertemuan yang dilakukan di desa/kelurahan merupakan sarana efektif
dalam penyampaian laporan dan evaluasi
6. Pengawasan fungsional merupakan pengawasan kepada pengelola BUMDesa yang
dilakukan oleh aparat pengawasan pemerintah.
7. Pengawasan fungsional dilakukan dalam waktu-waktu tertentu untuk memastikan bahwa
pengelola BUMDesa telah melaksanakan amanat program secara partisipatif, transparan
dan dapat dipertanggungjawabkan.
8. Pengawasan fungsional sebagaimana dimaksud ayat (7) bertujuan untuk :
a. melakukan pengawasan terhadap kinerja pengelola program
b. melakukan pengawasan terhadap proses pelaksanaan kegiatan BUMDesa
c. Meningkatkan kualitas kinerja dan kualitas hasil dari proses pelaksanaan kegiatan
BUMDesa
d. Memastikan bahwa program BUMDesa telah dilaksanakan sesuai dengan prinsip dan
prosedur dalam Peraturan tentang BUMDesa
9. Pengawasan fungsional dilakukan menurut peraturan dan perundang-undangan yang
berlaku berkaitan dengan pengawasan program. Proses pengawasan dilakukan dengan
cara:
a. Rapat Kerja ; Panitia pengawas mengundang para pengelola program untuk diminta
keterangan berkaitan dengan pelaksanaan program BUMDesa yang meliputi:
1) Implementasi pelaksanaan prosedur program
2) Perkembangan kegiatan
3) Perkembangan penggunaan dana
4) Kendala dan masalah yang dihadapi
b. Kunjungan Lapang ; Kunjungan lapangan oleh panitia pengawas untuk membuktikan
kebenaran informasi dan laporan dari para pengelola program
Monitoring dan Evaluasi
Pasal 44
1. Pemantauan dan evaluasi partisipatif merupakan kegiatan pemantauan dan evaluasi yang
dilakukan oleh masyarakat sendiri untuk membahas proses, capaian hasil, kendala dan
permasalahan yang dihadapi, maupun demi merumuskan solusi tindakan yang tepat
sesuai dengan pandangan dan kebutuhan mereka sendiri.
2. Pemantauan dan evaluasi partisipatif dapat dilaksanakan dalam bentuk forum dialog atau
pertemuan informal untuk berbagai pengalaman secara terbuka berkaitan dengan
perkembangan kegiatan, masalah-masalah yang dihadapi selama pelaksanaan kegiatan
maupun pemecahannya.
3. Pemantauan dan evaluasi dilaksanakan untuk: (i) mengetahui kemajuan perkembangan
BUMDesa, (ii)menilai kesesuaian pelaksanaan program BUMDesa dengan prinsip dan
mekanisme yang telah ditetapkan, dan (iii) mendokumentasikan berbagai kegiatan
sebagai bahan penyusunan tindakan perbaikan.
4. Pemantauan dan evaluasi partisipatif oleh masyarakat desa/kelurahan dilaksanakan pada
setiap tahap kegiatan, mulai dari (i) Sosialisasi, (ii) pembentukan dan pendirian
BUMDesa (iii) Pelaksanaan kegiatan usaha BUMDesa dan (iv) Musdes
pertanggungjawaban maupun pelestarian.
5. Hasil pemantauan dan evaluasi partisipatif berupa rekomendasi perbaikan maupun
pengembangan alternatif kegiatan baru sebagai kelanjutan program,dapat langsung
dimanfaatkan dan diterapkan.
6. Kegiatan pemantauan dan evaluasi dapat dilakukan secara partisipatif oleh masyarakat
desa/kelurahan maupun dilaksanakan oleh pengelola di kabupaten.
7. Langkah Pemantauan dan Evaluasi Partisipatif :
a. Persiapan meliputi: (i) penetapan tema kegiatan yang akan dibahas, (ii) kapan dan
dimana dilakukan, (iii) siapa saja yang diperankan, (iv) apa hasil optimal yang
diinginkan dari pembahasan
b. Pelaksanaan meliputi: (i) pengumpulan bahan dan informasi, (iii) pendalaman
informasi yang diperoleh melalui dialog maupun uji silang antar pendapat dan
pandangan, (iii) merumuskan dan menyepakati rencana tindakan
c. Kategori rencana tindakan antara lain meliputi: (i) kegiatan apa yang harus dilakukan
untuk mempertahankan dan mengembangkan kemajuan yang sudah dicapai, (ii)
kegiatan apa yang harus dilakukan untuk mengatasi masalah dan atau kendala yang
dihadapi
d. Agar rencana tindakan memperoleh dukungan masyarakat luas, maka harus segera
disebarluaskan, terutama kepada pihak-pihak yang memiliki kaitan atau
berkepentingan.
BAB X
Pembiayaan
Pasal 45
1. Segala pembiayaan yang dikeluarkan dalam rangka pembinaan, pengendalian,
pengawasan, monitoring dan evaluasi BUM Desa yang dilaksanakan oleh kepala desa
selaku penasehat bersumber dari Biaya operasional BUM Desa atau Biaya operasional
penasehat.
2. Segala pembiayaan yang dikeluarkan dalam rangka monitoring dan evaluasi partisipatif
BUM Desa yang dilaksanakan oleh Pemerintah Desa dibebankan pada APBDesa.
3. Segala pembiayaan yang timbul dalam rangka pendirian BUM Desa oleh Pemerintah
Desa dibebankan pada Anggaran dan Pendapatan Belanja Desa (APBDesa).
Pelaporan pelaksana Operasional BUM Desa
Pasal 46
1. Pelaksana operasional BUM Desa setiap bulannya wajib membuat laporan minimal
rangkap 4 (empat) untuk dikirim ke Pemerintah Desa, penasehat BUM Desa, pengawas
BUM Desa, dan arsip BUM Desa.
2. Laporan harus menggambarkan kegiatan selama satu bulan penuh meliputi laporan
keuangan dan kegiatan yang telah dilaksanakan serta rencana kegiatan bulan berikutnya
dan laporan ditutup tiap akhir bulan.
3. Pelaksana operasional BUM Desa juga mempunyai kewajiban untuk menyususn laporan
akhir tahun setelah tutup buku akhir tahun, yang menggambarkan ringkasan kegiatan
selama satu tahun meliputi laporan keuangan dan kegiatan yang telah dilaksanakan serta
rencana kegiatan tahun berikutnya dan laporan ditutup buku akhir tahun.
4. Pelaksana operasional BUM Desa juga mempunyai kewajiban untuk memberikan
pelayanan informasi kepada masyarakat sebagai bentuk pengembangan sikap transparan.
Pasal 47
Pelaksanaan Laporan meliputi :
1. Laporan Insidentil: Laporan yang disusun oleh pelaksana operasional BUM Desa untuk
memperoleh data dan informasi tentang pelaksanaan tugas pada saat dibutuhkan dalam
rangka pengawasandan pengendalian pengelolaan Badan Usaha MilikDesa;
2. Laporan Bulanan: Laporan rutin yang disusun untuk memperoleh data dan informasi
pelaksanaan tugas secara berkala tiap-tiap bulan, paling lambat tanggal 10 tiap bulan
berikutnya kepada penasehat tembusannya kepada pengawas paling lambat tanggal 5 di
setiap bulannya.
3. Laporan Pertanggungjawaban: Laporan yang disusun oleh pelaksana operasional BUM
Desa sebagai bentuk pertanggung- jawaban atas pelaksanaan tugas pengelolaan Badan
Usaha Milik Desa pada akhir tahun jabatan yang disampaikan kepada penasehat
Pasal 51
1. Pengurus BUM Desa dapat dikenakan sanksi apabila melanggar larangan dan
tidak menjalankan tugas dan kewajibannya selaku Pengurus BUM Desa.
2. Sanksi terhadap pelaksana operasional BUM Desa akan diberlakukan apabila
pelaksana operasional BUM Desa:
a. Melakukan pelanggaran kode etik
b. Melakukan Penyelewengan Dana;
c. Memberikan pinjaman tanpa prosedur;
d. Menggunakan dana kas tanpa prosedur;
e. Terjadi selisih dana pada kas;
f. Menyalahgunakan jabatan untuk kepentingan pribadi dan golongan yang
mengakibatkan kerugian BUM Desa;
g. Tidak disiplin dalam tingkat kehadiran harian dan setiap kegiatan yang dilakukan di
tingkat kabupaten,kecamatan dan desa yang berkenaan dengan kegiatan BUM Desa;
h. Apabila tidak melaporkan pertanggung jawaban kepada kepada penasehat/kepala
Desa;
i. Tidak menjalankan Tugas dan Kewajibannya sebagai Pengurus;
j. Melakukan sesuatu diluar prosedur yang telah diatur BUM Desa;
k. Tidak membuat atau tidak menyampaikan laporan BUM Desa setiap bulan atau
terlambat setiap bulan sesuai dengan laporan berjenjang dan tidak ditembuskan kepada
badan pengawas
3. Bagi Direktur dan Kepala Unit Usaha (Pelaksana Operasional) : Apabila
terjadi pelanggaran terhadap ketentuan diatas maka penasehat dan atau Kepala Desa
dapat memberikan surat teguran/Peringatan kepada yang bersangkutan. Apabila 2 (dua)
kali mendapat surat teguran/Peringatan maka yang bersankutan tidak boleh di angkat atau
ditetapkan kembali pada periode berikutnya dan apabila mendapat surat
teguran/Peringatan sebanyak 3 (tiga) kali maka Kepala Desa wajib memberhentikan
yang bersangkutan dan dapat diproses secara hukum pidana atau perdata.
4. Pelanggaran Sanksi oleh Asiten Direktur dan staf, maka Direktur yang
mengeluarkan surat teguran/Peringatan serta pemberhentian apabila telah mendapat surat
teguran/Peringatan sebanyak 3 (tiga) kali dan dapat diproses secara hukum pidana atau
perdata.
5. Penasehat berhak memberhentikan operasional unit usaha BUM Desa atau
BUM Desa dan memerintahkan dana kas untuk di setor ke rekening BUM Desa dan
menahan Buku Rekening sampai waktu ada penyelesaian.
BAB XI
Kerjasama Dengan Pihak Ketiga
Pasal 52
1. BUM Desa dapat melakukan kerjasama antar 2 (dua) BUM Desa atau lebih.
2. Kerjasama antar 2 (dua) BUM Desa atau lebih dapat dilakukan dalam satu kecamatan
atau antar kecamatan dalam satu Kabupaten.
3. Kerjasama antar 2 (dua) BUM Desa atau lebih harus mendapat persetujuan masing-
masing Pemerintah Desa.
Pasal 53
1. Kerjasama antar 2 (dua) BUM Desa atau lebih dibuat dalam naskah perjanjian
kerjasama.
2. Naskah perjanjian kerjasama antar 2 (dua) BUM Desa atau lebih paling sedikit
memuat:
a. subyek kerjasama;
b. obyek kerjasama;
c. jangka waktu;
d. hak dan kewajiban;
e. pendanaan;
f. keadaan memaksa;
g. pengalihan aset ; dan
h. penyelesaian perselisihan
3. Naskah perjanjian kerjasama antar 2 (dua) BUM Desa atau lebih ditetapkan oleh
Pelaksana Operasional dari masing-masing BUM Desa yang bekerjasama.
Pasal 54
1. Kegiatan kerjasama antar 2 (dua) BUM Desa atau lebih dipertanggungjawabkan
kepada Desa masing-masing sebagai pemilik BUM Desa.
2. Dalam hal kegiatan kerjasama antar unit usaha BUM Desa yang berbadan hukum diatur
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan tentang Perseroan Terbatas dan
Lembaga Keuangan Mikro.
Pasal 55
1. Dalam rangka pengembangan usaha, BUM Desa dapat melakukan kerjasama dengan
Pihak Ketiga dengan prinsip saling menguntungkan atas persetujuan penasihat.
2. Kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan ketentuan :
a. Apabila kerja sama dimaksud memerlukan jaminan harta benda yang dimiliki dan atau
dikelola BUM Desa, dan atau yang mengakibatkan beban hutang bagi BUM Desa,
maka rencana kerja sama tersebut harus mendapat persetujuan Penasihat dan
Pengawas;
b. Apabila kerjasama dimaksud tidak memerlukan jaminan harta benda yang dimiliki
atau dikelola BUM Desa dan tidak mengakibatkan beban hutang maka rencana
kerjasama tersebut cukup dilaporkan secara tertulis kepada Penasihat;
c. Kerjasama dimaksud tidak boleh bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang
– undangan yang berlaku.
Pasal 56
Naskah perjanjian kerjasama antar 2 (dua) BUM Desa atau lebih dalam satu
kecamatan atau antar kecamatan dalam satu Kabupaten, disampaikan kepada kepada Bupati
melalui camat paling lambat 14 (empat belas) hari sejak ditandatangani.
BAB XII
Kepailitan BUM Desa
Pasal 57
Kerugian yang dialami oleh BUM Desa menjadi tanggung jawab pelaksana
operasional BUM Desa.
Pasal 58
1. Kerugian yang dialami BUM Desa menjadi beban BUM Desa.
2. Dalam hal BUM Desa tidak dapat menutupi kerugian dengan aset dan kekayaan yang
dimilikinya, dinyatakan rugi melalui Musyawarah Desa.
3. Unit usaha milik BUM Desa yang tidak dapat menutupi kerugian dengan aset dan
kekayaan yang dimilikinya, dinyatakan pailit sesuai dengan ketentuan dalam peraturan
perundang-undangan mengenai kepailitan.
Pasal 59
1. Kepailitan BUM Desa hanya dapat diajukan oleh Kepala Desa.
2. Pengajuan kepailitan BUM Desa dilaksanakan sesuai dengan mekanisme yang diatur
dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB XIII
Pembubaran Unit Usaha Bum Desa
Pasal 60
1. Unit Usaha BUM Desa dapat dibubarkan apabila :
a. rugi terus-menerus selama 2 (dua) tahun berturut-turut;
b. perubahan bentuk badan hukum;
c. adanya ketentuan peraturan yang lebih tinggi yang menyatakan Unit usaha BUM
Desa tersebut harus dibubarkan; dan
d. unit usaha BUM Desa dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan.
2. Pembubaran unit uasaha BUM Desa dilaksanakan setelah mempertimbangkan penilaian
yang dilakukan oleh tim penilai independen.
3. Pembubaran unit usaha BUM Desa ditetapkan melalui Peraturan Desa dengan
berpedoman pada Peraturan Perundangan-undangan yang berlaku.
4. Kekayaan desa yang tersisa pada unit usaha BUM Desa yang telah dibubarkan menjadi
hak milik desa dan harus disetor langsung ke Kas Desa.
BAB XIV
PENUTUP
Pasal 61
1. Hal hal yang belum diatur dalam Standart Operasional dan Prosedur ini, dapat
ditetapkan dalam Musyawarah Desa
2. Perubahan dan penambahan isi SOP ini dilakukan apabila :
a. Adanya perubahan atau penambahan aturan dari Pemerintahan Desa,
Pemerintahan Daerah, dan pemerintah.
b. Adanya Perubahan kebijaksanaan mendasar Pemerintahan Desa, Pemerintahan
Daerah, dan pemerintah.
2. SOP ini dinyatakan sah dan berlaku sejak ditetapkan dalam forum musyawarah desa
dan menjadi kekuatan aturan yang mengikat.
Ditetapkan di : PAGU
Pada tanggal : 26 Februari 2018
................................... ..........................
Ketua BPD Sekertaris BPD
Mengetahui
Kepala Desa
Desa Pagu