Anda di halaman 1dari 20

Kaum muslimin yang dirahmati Allah.

Hari-hari ini bangsa Indonesia di seluruh


pelosok Nusantara gegap gempita
merayakan HUT Kemerdekaan RI ke-72.
Perayaan yang mestinya diekspresikan
dengan rasa bahagia dan syukur kepada
Allah Yang Maha Kuasa, bukan dengan
hura-hura dan pesta pora.
Simaklah petikan isi pembukaan UUD
1945: "Berkat rahmat Allah Yang Maha
Kuasa dan dengan didorongkan oleh
keinginan luhur, supaya berkehidupan
kebangsaan yang bebas, maka rakyat
Indonesia menyatakan dengan ini
kemerdekaannya."
Butir kalimat dalam pembukaan UUD
1945 tersebut tidak saja mencerminkan
tentang visi kebangsaan yang jauh, namun
juga menunjukkan kesadaran Ketuhanan
yang kuat pada diri para Pendiri Republik
ini.
Artinya, sejak awal, negeri ini didesain
menjadi negeri yang menjunjung tinggi
nilai-nilai dan norma-norma agama. Maka,
segala upaya yang dapat menjauhkan
bangsa ini dari Allah Yang Maha Kuasa
adalah tindakan menyimpang dan
ahistoris. Pancasila yang dirumuskan oleh
para Pendiri Republik ini semua silanya
adalah cerminan dan manifestasi dari
ajaran-ajaran prinsip dalam Islam.
Sila pertama, misalnya: Ketuhanan Yang
Maha Esa adalah manifestasi dari ajaran
tentang tauhid. Kemudian sila kedua
tentang kemanusiaan yang merupakan
tema sentral dalam ajaran Islam; sila
ketiga tentang persatuan atau ukhuwah;
sila keempat tentang musyawarah dimana
Al-Quran secara eskplisit memerintahkan
untuk bermusyawarah dalam urusan-
urusan duniawi dan ukhrawi (wa
syawirhum fil amri; wa amruhum syura
bainahum); dan sila kelima tentang
keadilan dimana Al-Quran dan Sunah Nabi
jelas-jelas memerintahkan untuk
menegakkan keadilan meskipun terhadap
kerabat sendiri. Maka, tidak perlu lagi
mempertentangkan Islam dan Pancasila,
karena Pancasila adalah manifestasi dari
ajaran-ajaran prinsipil dalam Islam. Jadi,
umat Islam Indonesia pastilah seorang
yang Pancasilais, karena bagaimana
mungkin seorang muslim akan menentang
ajaran tauhid, kemanusiaan, ukhuwah,
musyawarah dan keadilan, yang semuanya
itu merupakan esensi ajaran Islam.
Membentur-benturkan Islam dan
Pancasila adalah tindakan bodoh dan
pembodohan.
Kaum muslimin, sidang Jumat yang
dirahmati Allah.
72 tahun bangsa ini telah merdeka, dan
kini sedang dalam tahap bekerja keras
untuk mengisi kemerdekaan itu dalam arti
yang sesungguhnya. Maka, marilah
pertama kalinya kita perbanyak bertasbih
kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha
Kuasa.
‫ه‬ ‫ه‬ ‫بهيسن نهم َاللنن نهه َالنر ي ح‬
‫س‬‫ت َالنن ناَّ س‬ ‫حسن نهن َالنرحيِن نهم َإهسذا َسجن ناَّسء َنس ي‬
‫ُ َسوسرأسيين ن س‬.‫صن نحر َاللنن نه َسواليسفيتن نحح‬
‫ك َسوايسننتسنيغهفيرهح َإهننحه َسك ناَّسن‬ ‫ه‬ ‫ه‬
‫ُ َفسسس نبيح َهبسيم ند َسرب ن س‬.َّ‫يسنيدحخحلوسن َهفنن َدي نهن َاللننهه َأسفينسواجج نا‬
[‫ُ َ]النصر‬.َّ‫تسننوابجا‬

Apabila telah datang pertolongan Allah


dan kemenangan, dan kamu lihat
manusia masuk agama Allah dengan
berbondong-bondong, maka bertasbihlah
dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah
ampun kepada-Nya. Sesungguhnya Dia
adalah Maha Penerima taubat.
Maka, saatnya bangsa ini memperbanyak
bertasbih, memuji dan mengagungkan
Allah. Karena atas rahmat-Nya kita
mendapat pertolongan dan kemenangan.
Bertasbih adalah diantara wujud syukur
yang mendalam. Dan salah satu
implementasi tasbih dan rasa syukur atas
kemerdekaan bangsa ini adalah
bagaimana mengisinya dengan kerja-kerja
produktif untuk memajukan dan
memakmurkan negeri.

Kaum muslimin, Sidang Jumat yang


berbahagia.
Kemerdekaan yang kita capai tentu bukan
sekedar kemerdekaan secara fisik bahwa
penjajah telah pergi. Akan tetapi, lebih
dari itu kemerdekaan dalam arti
substansial: merdeka dari mental terjajah,
berdaulat secara politik, ekonomi, sosial
dan budaya. Sudahkah bangsa Indonesia
benar-benar merdeka dalam arti yang
sesungguhnya?
Salah satu indikator kemerdekaan adalah
kemajuan yang meliputi keamanan,
kesejahteraan dan kesentosaan. Sudahkah
itu semua kita dapatkan setelah 72 tahun
merdeka? Ada negara-negara yang usia
kemerdekaannya jauh setelah
kemerdekaan RI, namun kini telah melesat
selangkah di depan kita.
Artinya, capaian kemajuan suatu negara
bukanlah semata didasarkan atas usia
kemerdekaannya. Namun, lebih kepada
kesadaran bangsanya untuk bekerja keras
dan bersatu padu mewujudkan impian
bersama sebagai sebuah bangsa. Jangan
terus berbangga diri hanya dengan
menjadi negara berkembang atau kategori
dunia ketiga. Meskipun klasifikasi seperti
itu tidak sepenuhnya kita sepakati, namun
setidaknya indikator dan capaian-capaian
kemajuannya sejajar dengan negara-
negara maju di dunia.

Hadirin rahimakumulLaah.
Indonesia adalah negara dan bangsa yang
besar. Secara geografis bentangan Sabang
sampai Merauke seperti halnya Teheran
hingga London. Secara demografis, jumlah
penduduk Indonesia yang mendekati kira-
kira 270 juta jiwa lebih besar dari jumlah
penduduk 22 negara Arab di kawasan
Timur Tengah.
Secara sumber daya alam, tidak perlu
diragukan lagi bahwa Indonesia memiliki
kekayaan alam terpendam yang luar biasa,
baik di daratan maupun di lautan. Segala
puji bagi Allah yang telah menganugerahi
kekayaan alam tersebut di bumi pertiwi
ini. Sudah tak terhitung lagi berapa
kekayaan alam Indonesia yang diangkut ke
luar negeri. Maka, negeri ini selalu
menjadi incaran bangsa-bangsa di dunia
dari dulu hingga kini.
Secara sumber daya manusia pun,
sesungguhnya bangsa ini tidaklah kalah
dengan bangsa-bangsa maju lainnya.
Banyak sekali putra-putri terbaik bangsa
yang pemikiran, karya-karya dan
wibawanya diakui di tingkat dunia.

Sidang Jumat yang berbahagia.


Tantangan terbesar bangsa ini adalah dari
internal diri kita sendiri. Bangsa yang kaya
sumber daya alam dan sumber daya
manusia, tetapi rakyatnya masih belum
hidup sejahtera. Sikap dan prilaku koruptif
telah merajalela, mulai dari elit hingga
rakyat jelata. Suap-menyuap telah
menjadi budaya, sehingga mental bangsa
menjadi rusak. Selama 72 tahun merdeka,
sebagai bangsa kita telah banyak
kehilangan peluang dan momentum untuk
bangkit dan maju, karena keserakahan
segelintir orang untuk menguasai negeri
ini melalui prilaku koruptif.

Hadirin, Sidang Jumat, semoga Allah


senantiasa memberkahi kita.
Saat ini, banyak orang belajar tentang
kebenaran, tetapi tidak menjadi benar.
Contohnya: orang belajar hukum tetapi
melanggar hukum; orang belajar ilmu
politik tetapi merusak tatanan politik;
bahkan belajar agama tetapi tidak
mengamalkannya. Seharusnya yang
belajar dan mengerti hukum harus
menjadi teladan dalam penegakan hukum
dan menjadi orang yang paling disiplin
taat pada hukum. Dan orang yang belajar
dan mengerti ilmu politik harusnya
digunakan untuk menata sistem politik
supaya berkeadilan, bermartabat menuju
good governance. Seperti halnya orang
yang belajar dan mengerti agama,
harusnya menjadi teladan dalam
pengamalan nilai-nilai keagamaan.
Bahkan, dengan itu mestinya ia
mendakwahkan pengetahuan dan
pengamalan agama itu kepada orang lain.
Akan tetapi, kenyataan yang sering kita
saksikan bukanlah demikian. Banyak orang
belajar kebenaran tetapi tidak menjadi
benar. Belajar kebenaran dan menjadi
benar adalah dua hal yang berbeda.
Belajar tentang kebenaran tempatnya di
sekolahan atau di majelis ta'lim, tetapi
menjadi benar adalah hidayah Allah.
Tujuan hidup kita sesungguhnya adalah
untuk menjadi orang benar berdasarkan
petunjuk Allah.

Itulah mengapa setiap saat kita meminta


hidayah-Nya:
‫صسراسط َاليحميستسهقيِسم‬
‫ايههدنساَّ َال ب‬
Tunjukilah kami jalan yang lurus (Qs. Al-
Fatihah [1]: 6)
Maka, jangan sekedar belajar, atau
mengaji, akan tetapi mintalah selalu
petunjuk (hidayah) Allah. Itu yang
terpenting. Supaya kita selalu dituntun
oleh hidayah-Nya.
Tidak ada sesuatu yang lebih mahal dalam
hidup kita kecuali hidayah. Sebab,
tanpanya semuanya akan sia-sia. Menjadi
orang kaya raya tetapi tidak mendapat
hidayah, buat apa? Karena hartanya pasti
digunakan tidak pada jalan yang benar.
Menjadi orang berpangkat dengan jabatan
terhormat, tetapi tidak dapat hidayah,
maka malah akan mencelakakan dirinya
sendiri. Yang akan muncul adalah
penyalahgunaan jabatan dan tindakan
menyimpang lainnya.
Rasulullah SAW bersabda:
‫من َازداد َعلماَّ َول َيزدد َهدى َل َيزدد َمن َال َإل َبعدا‬

"Barangsiapa bertambah ilmunya, namun


tidak bertambah hidayah-Nya, maka tidak
akan bertambah apa-apa baginya kecuali
hanya akan semakin menjauhkan diri dari
Allah"
Artinya, barangsiapa bertambah
kekayaannya, atau bertambah kehormatan
dan jabatannya, namun tidak bertambah
pula hidayahnya, maka dipastikan hal
tersebut hanya akan semakin menjauhkan
dirinya dari Allah SWT.
Negeri ini butuh orang-orang benar, bukan
mereka yang sekedar mengetahui
kebenaran saja. Orang yang berani
menyatakan kebenaran, bukan yang
sekedar berani membenarkan kenyataan.
Semoga kita ini termasuk orang-orang
yang benar.
‫ي‬ ‫ياَّ َأسينهاَّ َالنهذين َآمنوا َاتننحقوا َاللنه َوحكونحوا َمع َال ن ه ه‬
‫صاَّدق س‬ ‫س س سس‬ ‫س سح‬ ‫س س‬
"Hai orang-orang yang beriman
bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah
kamu bersama orang-orang yang benar.
(Qs. At-Taubah: 119)
Kaum muslimin yang dimuliakan Allah.
Terkadang kita belum bisa membedakan
arti '‫ 'الخير‬dan arti "‫"المعروف‬. Keduanya jika
diterjemahkan ke bahasa Indonesia
artinya adalah kebaikan atau kebajikan.
Tetapi, secara makna kontekstualnya,
kedua kata itu berbeda.

Dalam bahasa Arab ada istilah "Khoir" dan


"Ma'ruf". "Khoir" artinya kebaikan yang
masih teoritis, belum kongret. Sedangkan
"Al-Ma'ruf" adalah kebaikan yang
diketahui, artinya kebaikan yang telah
dilakukan, atau kebaikan yang sudah
dimanifestasikan dalam tindakan nyata.
Contoh: “an-nadzofatu minal imaan":
Kebersihan sebagian dari iman hal itu
termasuk "al-khoir" selama kita belum
bersih. Jadi masih teori. Tetapi, jika kita
menerapkan kebersihan di lingkungan
kita, maka itulah yang disebut "Al-Ma'ruf".
Ajaran-ajaran tentang kejujuran, amanah,
tanggungjawab, kepemimpinan yang baik
dan lain sebagainya itu mestinya tidak
berhenti pada tataran “al-khoir”, gagasan
atau ide, tetapi termanifestasi dalam
bentuk “al-ma’ruf”.

‫)يسيدحعوسن َإهسل َايلسيهي َسويسأيحمحروسن َبهاَّليسميعحرو هس‬


[104َ ‫ف(َِ َ]آل َعمران‬

"Menyeru kepada kebaikan dan menyuruh


kepada kebajikan"
Maka, perintahnya adalah menegakkan
"al-ma'ruf", artinya nilai-nilai kebaikan
dalam agama itu harus mampu
dipraktekkan, jangan hanya diketahui saja.
Ajaran agama jangan hanya berhenti pada
teori, pada ucapan, akan tetapi harus
terwujud dalam tindakan. Itulah
sebenarnya amal shaleh. Karena amal
shaleh bukan sekedar ide atau gagasan,
tetapi tindakan nyata.

Kaum muslimin yang berbahagia.


Sebenarnya, pada tingkat kebaikan (al-
khoir) kita telah selesai. Tidak ada yang
menolak bahwa kejujuran adalah bagian
dari keimanan. Selama ini kita memaknai
"thoharoh" sebatas pada kesucian lahirian
dari najis. Bahkan, hampir semua kitab
fiqh yang berjumlah ribuan jilid yang
ditulis oleh para ulama terdahulu, selalu
diawali dengan bab Thoharoh (bersuci).
Semua ibadah shalat disyaratkan dengan
bersuci. Shalat harus suci terlebih dahulu.
Tetapi, kesucian batiniah berupa sikap dan
perilaku amanah, jujur dan adil seringkali
kita abaikan. Mengapa konsep thoharah
ini tidak kita terapkan dalam konteks
sosial yang lebih luas: para pemimpin
negeri yang akan memimpin masyarakat
harus bersuci diri terlebih dahulu dari
sifat-sifat tamak, rakus, koruptif, dan sifat-
sifat tercela lainnya. Itulah "thoharoh"
yang sesungguhnya.
Yang menjadi masalah kita bukanlah pada
tingkat Al-Khoir, tetapi justru pada tingkat
Al-Ma'ruf-nya. Kita banyak mengetahui
kebaikan tetapi enggan melakukannya
menjadi sesuatu yang ma'ruf. Ibarat ilmu
tanpa amal.
Dalam Al-Quran hampir semua tema,
redaksi, kalimat ‫آمننننوا‬, selalu dirangkai
dengan ‫وعملوالصننالحات‬. Konsep iman dan
amal sholeh seperti dua sisi mata uang.
Artinya, orang yang mengaku beriman,
baru dikatakan benar imannya itu jika
iman tersebut terwujud dalam amal
shaleh. Iman tanpa amal shaleh omong
kosong!
Seperti halnya redaksi ‫ وأقيموا الصننلةا‬selalu
dirangkai dengan ‫وآتننوا الزكنناةا‬: dirikanlah
shalat dan tunaikanlah zakat. Hanya mau
shalat tapi tidak mau zakat, itu juga
omong kosong.
Maka, Khalifah Abu Bakar As-Shiddiq RA
saat keluarkan kebijakan memerangi
orang yang tidak mau bayar zakat, sempat
diprotes para sahabat lainnya: Mengapa
hanya karena tidak mau zakat sampai
harus diperangi, padahal mereka masih
mau shalat?
Jawab Abu Bakar: Aku tidak sedang
memerangi orang yang tidak mau zakat,
tetapi aku sedang memerangi orang yang
mencoba memisahkan dua hal yang telah
disatukan oleh Allah dan Rasul-Nya.
Maka, bisa dipahami, jika ada Hadis
bunyinya begini:
‫ َو َمنن َكناَّن َينؤمن َبناَّل‬،‫من َكاَّن َيؤمن َباَّل َواليِنوم َالخنر َفليِكننرم َضنيِفه‬
‫ َومن َكاَّن َيؤمن َباَّل َواليِوم َالخننر َفليِقننل‬،‫واليِوم َالخر َفل َيؤذي َجاَّره‬
َِ(‫خيا َأو َليِصمت َ)الديث‬

Jika beriman pada Allah dan Hari Akhir,


maka hormati tamunya, jangan sakiti
tetangga dan berkata yang baik atau diam.
Jadi hubungan iman kita kepada Allah,
bukan hanya vertikal kepada-Nya terus
menerus, akan tetapi juga horizontal
kepada sesama makhluk-Nya. Mendekat
kepada manusia adalah salah satu cara
mendekat pada Allah. Menyakiti orang
lain hakekatnya adalah menyakiti Allah.
Jangan hanya baik hablun minalLaah saja,
tapi rusak hablun minan-nass. Keduanya
harus baik.

Kaum muslimin yang berbahagia.


Marilah, kita syukuri rahmat Allah berupa
kemerdekaan dan kekayaan alam
Indonesia ini dengan kerja keras serta
kepatuhan kepada nilai-nilai dan ajaran-
ajaran-Nya. Agar Allah menambahkan lagi
nikmat-Nya kepada bangsa ini. Bangsa ini
harus terus menerus melakukan
thoharoh, bersuci dari segala sifat dan
penyakit-penyakit sosial yang terus
mendera. Semoga negeri ini menjadi
baldatun thoyyibatun wa Rabbun Ghafuur.

Anda mungkin juga menyukai