Disusun Oleh :
KD Janu Yunita
N 111 16 115
Pembimbing :
Drg. Tri Setyawati, M.Sc
dr. Meity Salatan
BAB I
PENDAHULUAN
Kriteria atau entry untuk menggunakan pola tatalaksana penderita ISPA adalah
: balita, dengan gejala batuk dan atau kesukaran bernapas. Pola tatalaksana
penderita ini terdiri dari 4 bagian yaitu :
Pemeriksaan
Dalam penentuan klasifikasi dibedakan atas dua kelompok, yaitu kelompok untuk
umur 2 bulan -<5 tahun dan kelompok untuk umur < 2 bulan.
2. Untuk kelompok umur <2 bulan klasifikasi dibagi atas : Pneumonia berat
dan bukan Pneumonia.
ISPA merupakan penyakit yang sering terjadi pada anak. Dari semua kasus
yang terjadi di masyarakat, 7-13% kasus berat dan memerlukan perawatan di
rumah sakit. Episode batuk-pilek balita di Indonesia diperkirakan 2-3 kali per
tahun. ISPA merupakan salah satu penyakit utama dengan kunjungan pasien yang
tinggi dipuskesmas (40-60%) dan rumah sakit (15-30%).4
Berdasarkan Riskesdas tahun 2013 Period Prevalence ISPA terdapat 5
provinsi dengan ISPA tertinggi adalah Nusa Tenggara Timur (41,7%), Papua
(31,1%), Aceh ( 30,0%), Nusa Tenggara Barat (28,9%), dan Jawa Timur (28,3%),
sedangkan Sulawesi Tengah berada pada urutan ke -23 dengan 23,6%. Sedangkan
berdasarkan berdasarkan karakteristik penduduk dengan ISPA yang tertinggi
terjadi pada kelompok umur 1-4 tahun (25,8%), umur <1 tahun (22,0%) dan umur
5-14 tahun (15,4%). Tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan,
penyakit ini lebih banyak dialami pada kelompok penduduk dengan kuantil indeks
kepemilikan terbawah dan menengah bawah.1
Berikut akan dilakukan pembahasan refleksi kasus mengenai ISPA di
lingkungan kerja Puskesmas Kamonji yang menjadi salah satu penyakit teratas
dalam 10 penyakit terbanyak.
Tujuan
Adapun tujuan penyusunan refleksi kasus ini sebagai berikut :
1 2 3 4 5
Masalah P E A R L Hasil
Kesehatan perkalian
X 1 1 1 1 1 1
Y 1 1 1 1 1 1
Z 1 1 1 1 1 1
PENETAPAN NILAI
DIARE
NPD : (A+B) C = (6+8) 4= 14x4 = 56
NPT : (A+B) CxD = (6+8) 4x1 = 14x4 = 56
ISPA
NPD : (A+B) C = (8+7) 3 = 15 x3 = 45
NPT : (A+B) CxD = (8+7) 3x1 = 15 x3 =45
DBD
NPD : (A+B) C = (4+9) 2 = 13x2 =26
NPT : (A+B) CxD = (4+9) 2x1 = 13x2 =26
KESIMPULAN
Kesimpulan dari rumus ini yaitu ISPA merupakan prioritas masalah yang
menempati urutan ke-2 dari 3 prioritas masalah yang ada di Puskesmas Kamonji.
Oleh karena itu akan di bahas mengenai suatu kasus ISPA.
BAB III
LAPORAN KASUS
A. Identitas pasien
Nama : An. MF
Usia : 6 Tahun
F. Riwayat alergi
Makanan : tidak ada
Obat : tidak ada
H. Riwayat imunisasi
Pasien mendapatkan imunisasi dasar lengkap
2. Tanda vital
Tekanan darah : Tidak dilakukan pemeriksaan
Nadi : 110 kali/menit, reguler
Respirasi : 24 kali/menit
Suhu : 370C
Tekanan Darah : 100/70 mmHg
Kepala:
Bentuk : Normocephal
Mata:
Konjungtiva : Anemis (-/-)
Sklera : Ikterik (-/-)
Refleks cahaya : RCL (+/+) / RCTL (+/+)
Pupil : Bulat, isokor
Cekung : (-/-)
Hidung:
Pernafasan cuping hidung : tidak ada
Rhinorrhea : ada
Mulut:
Bibir : Kering, sianosis (-), stomatitis (-)
Gusi : Tidak ditemukan adanya perdarahan
Lidah:
Tremo r : (-)
Kotor/Berselaput : (-)
Warna : Normal
Telinga:
Sekret : Tidak ditemukan
Serumen : Minimal
Nyeri : Tidak ada
Leher:
Kelenjar getah bening : Pembesaran (- /-), nyeri tekan (-)
Kelenjar tiroid : Pembesaran (-), nyeri tekan (-)
Trakea : Posisi central
JVP : Tidak meningkat
Toraks:
Abdomen:
Inspeksi : Tampak cembung, kesan normal
Auskultasi : Peristaltik (+), kesan normal
Perkusi : Bunyi timpani (+) diseluruh abdomen, shifting
dullness (-)
Palpasi : organomegaly (-) distensi (-)
Anggota Gerak:
IV. Diagnosis
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) Bukan Pneumonia
V. Penatalaksanaan
1. Medikamentosa
Ambroxol 3 x ½ tab
PCT 3 x ½ tab
CTM 3 x ½ tab
Vit C 3 x ½ tab
2. Non medikamentosa
Edukasi :
BAB III
PEMBAHASAN
1. Faktor Perilaku
Faktor perilaku yang dapat diambil dari kasus ini adalah ayah dan om
pasien merupakan perokok aktif dan terkadang merokok didekat pasien,
adik perempuan pasien juga mengalami keluhan yang sama tetapi beberapa
hari sebelumnya dan kemudian pasien, hal ini terjadi kemungkinan diakibat
kan karena pasien dan adiknya sering bermain bersamasehingga
memudahkan terjadinya penularan penyakit. Sumber penyakit tidak hanya
didapatkan dilingkungan rumah tetapi dapat juga dari lingkungan sekitar
misalnya pada kasus ini adalah lingkungan sekolah, adanya teman sabaya
yang sakit juga dapat menjadi sumber penularan penyakit karena penularan
ISPA sangat mudah yaitu melalui udara yang tercemar dan terhirup,
kebiasaan makan juga berpengaruh yaitu kebiasaan jajan di luar dapat
merperparah sakit yang di derita, dalam hal ini pasien mengaku sering
meminum minuman dingin dan makan makanan di sekitar sekolah tanpa
didahului mencuci tangan sebelum makan. Adapun faktor lain yang
berpengaruh Faktor resiko timbulnya ISPA pada anak, antara lain : Usia,
Jenis kelamin, Status gizi, Status imunisasi, Pemberian suplemen vitamin A,
Pemberian air susu ibu (ASI).
2. Faktor lingkungan
a. Rumah
Faktor lingkungan pertama yang dapat diambil dari kasus ini adalah
keadaan rumah yang belum sesuai dengan kriteria rumah sehat. Rumah
tersebut tidak memiliki ventilasi yang baik sehingga sirkulasi dalam
rumah tidak baik.
Menurut kemenkes RI no. 829 , rumah sehat adalah proporsi
rumah yang memenuhi kriteria sehat minimum komponen rumah dan
sarana sanitasi dari tiga komponen (rumah, sarana sanitasi dan perilaku)
di satu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. Minimum yang
memenuhi kriteria sehat pada masing-masing parameter adalah sebagai
berikut :
d. Kebiasaan merokok
Pada keluarga yang merokok, secara statistik anaknya mempunyai
kemungkinan terkena ISPA 2 kali lipat dibandingkan dengan anak dari
keluarga yang tidak merokok. Selain itu dari penelitian lain didapat bahwa
episode ISPA meningkat 2 kali lipat akibat orang tua merokok. Di tempat
tinggal pasien 2 anggota keluarga, yaitu ayah dan omnya adalah perokok
aktif sehingga pasien lebih mudah terserang ISPA.
e. Polusi udara
Diketahui bahwa penyebab terjadinya ISPA dan penyakit gangguan
pernafasan lain adalah rendahnya kualitas udara didalam rumah ataupun
diluar rumah baik secara biologis, fisik maupun kimia. Adanya ventilasi
rumah yang kurang sempurna dan asap tungku di dalam rumah akan
mempermudah terjadinya ISPA anak. Pada pasien ini, keluarga melakukan
aktivitas memasak tetapi menggunakan bahan bakar gas.
BAB V
PENUTUP
I. Kesimpulan
Kejadian ISPA pada kasus ini sangat dipengaruhi oleh faktor perilaku
(perilaku merokok oleh keluarga, dan perilaku PHBS pasien), lingkungan
rumah , dan tingkat pengetahuan orang tua yang masih kurang tentang
penyakit ISPA karena kurangnya penyuluhan oleh petugas kesehatan.
II. Saran
Upaya pencegahan (preventif) terhadap penyakit ISPA dapat
dilaksanakan dengan mengaplikasikan lima tingkat pencegahan penyakit (five
level prevention), sebagai berikut :
1. Promosi kesehatan
Promosi kesehatan Mengenai factor resiko ISPA sehingga masyarakat
diharapkan dapat mencegah terjadi ISPA terutama pada anak.
2. Perlindungan umum dan khusus terhadap penyakit-penyakit tertentu
(general and specific protection)
Perlindungan umum dan khusus dapat dilakukan dengan melakukan
penyuluhan terhadap penyakit ini dan menyarankan kepada masyarakat
untuk bersama-sama menciptakan lingkungan yang aman untuk anak
dan terhindar dari polusi.
3. Diagnosis dini dan pengobatan segera
Diagnosis dini dan pengobatan segera dengan tujuan untuk mencegah
terjadinya penyakit yang lebih berat. Petugas pelayanan kesehatan
diharapkan dapat mendiagnosis secara dini dan tepat sehingga dapat
diberikan pengobatan yang cepat dan tepat mengenai penyakit ISPA
sehingga diharapkan masyarakat terkhusus pasien pada kasus ini dapat
mengenali penyakit yang dideritanya.
4. Pambatasan Cacat
Pembatasan cacat merupakan pencegahan untuk terjadinya kecatatan atau
kematian akibat penyakit ISPA. Adapun upaya yang dapat dilakukan,
yaitu :
a. Melakukan pengobatan dan perawatan sesuai pedoman sehingga
penderita sembuh dan tidak terjadi komplikasi.
b. Meningkatkan fasilitas kesehatan sebagai penunjang untuk
memungkinkan pengobatan dan perawatan yang lebih intensif.
5. Rehabilitas
Dengan melaksanakan pelayanan fisioterapi pada pasien ISPA
berulang.
LAMPIRAN
DAFTAR PUSTAKA