Anda di halaman 1dari 11

11.

Jelaskan pengertian konsumen yang dilindungi dalam undang-undang dan sebutkan dasar
hukumnya !
Konsumen secara harfiah memiliki arti, orang atau perusahaan yang membeli barang tertentu atau
menggunakan jasa tertentu, atau sesuatu atau sese orang yangmenggunakan suatu persediaan atau
sejumlah barang. Dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
mendefinisikan konsumen sebagai setiap orang pemakai barang dan atau jasa yang tersedia dalam
masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan
tidak untuk diperdagangkan. Berdasarkan dari pengertian tersebut, yang dimaksud konsumen orang
yang berststus sebagai pemakai barang dan jasa.

Dasar Hukum Perlindungan Konsumen


Hukum perlindungan konsumen yang berlaku di Indonesia memiliki dasar hukum yang telah
ditetapkan oleh pemerintah. Dengan adanya dasar hukum yang pasti, perlindungan terhadap hak-
hak konsumen bisa dilakukan dengan penuh optimisme. Hukum Perlindungan Konsumen merupakan
cabang dari Hukum Ekonomi. Alasannya, permasalahan yang diatur dalam hukum konsumen
berkaitan erat dengan pemenuhan kebutuhan barang / jasa. Pada tanggal 30 Maret 1999, Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR) telah menyepakati Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang perlindungan
konsumen untuk disahkan oleh pemerintah setelah selama 20 tahun diperjuangkan. RUU ini sendiri
baru disahkan oleh pemerintah pada tanggal 20 april 1999.

Di Indonesia, dasar hukum yang menjadikan seorang konsumen dapat mengajukan perlindungan
adalah:

Undang Undang Dasar 1945 Pasal 5 ayat (1), pasal 21 ayat (1), Pasal 21 ayat (1), Pasal 27 , dan Pasal
33.
Undang Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik
Indonesia tahun 1999 No. 42 Tambahan lembaran Negara Republik Indonesia No. 3821

Undang Undang No. 5 tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Usaha
Tidak Sehat.

Undang Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbritase dan Alternatif Penyelesian Sengketa
Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2001 tentang Pembinaan Pengawasan dan Penyelenggaraan
Perlindungan Konsumen

Surat Edaran Dirjen Perdagangan Dalam Negeri No. 235/DJPDN/VII/2001 Tentang Penangan
pengaduan konsumen yang ditujukan kepada Seluruh dinas Indag Prop/Kab/Kota
Surat Edaran Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri No. 795 /DJPDN/SE/12/2005 tentang
Pedoman Pelayanan Pengaduan Konsumen

Dengan diundang-undangkannya masalah perlindungan konsumen, dimungkinkan dilakukannya


pembuktian terbalik jika terjadi sengketa antara konsumen dan pelaku usaha. Konsumen yang
merasa haknya dilanggar bisa mengadukan dan memproses perkaranya secara hukum di badan
penyelesaian sengketa konsumen (BPSK).

Dasar hukum tersebut bisa menjadi landasan hukum yang sah dalam soal pengaturan perlindungan
konsumen. Di samping UU Perlindungan Konsumen, masih terdapat sejumlah perangkat hukum lain
yang juga bisa dijadikan sebagai sumber atau dasar hukum sebagai berikut :
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 57 Tahun 2001 Tanggal 21 Juli
2001 tentang Badan Perlindungan Konsumen Nasional.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2001 Tanggal 21 Juli 2001 tentang
Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Perlindungan
Konsumen.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 59 Tahun 2001 Tanggal 21 Juli 2001 tentang
Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat.

Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 90 Tahun 2001 Tanggal 21 Juli 2001 tentang
Pembentukan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Pemerintah Kota Medan, Kota Palembang,
Kota Jakarta Pusat, Kota Jakarta Barat, Kota Bandung, Kota Semarang, Kota Yogyakarta Kota
Surabaya, Kota Malang, dan Kota Makassar.

Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia Nomor


302/MPP/KEP/10/2001 tentang Pendaftaran Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya
Masyarakat.

Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia Nomor


605/MPP/KEP/8/2002 tentang Pengangkatan Anggota Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen
Pada Pemerintah Kota Makassar, Kota Palembang, Kota Surabaya, Kota Bandung, Kota Semarang,
Kota Yogyakarta, dan Kota Medan.

12. Sebutkan hak-hak konsumen dan pelaku usaha!

Hak konsumen antara lain:

1) hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang


dan/atau jasa;

2) hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa
tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;

3) hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang
dan/atau jasa;

4) hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang
digunakan;

5) hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa


perlindungan konsumen secara patut;

6) hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;

7) hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;

8) hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang
dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana
mestinya;

9) hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.


Kewajiban konsumen adalah:
1) membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau
pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan;

2) beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa;

3) membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;


Hak pelaku usaha adalah:
1) hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi
dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;

2) hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak
baik;

3) hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum


sengketa konsumen;

4) hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian
konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;

5) hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.


Kewajiban pelaku usaha adalah:
1) beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;

2) memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang
dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan;

3) memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif;

4) menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan


berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku;

5) memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang


dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat
dan/atau yang diperdagangkan;

6) memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat


penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;

7) memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa
yang dterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.
13. Sebutkan perbuatan – perbuatan apa saja yang dilarang dilakukan oleh pelaku usaha !

1.pelaku usaha dilarang mproduksi barang yg tdk stardart /layak jual


2.pelaku usaha dilarang mengurangi isi,berat netto dan berat bruto suatu produk
3.pelaku usaha dilarang mengurangi timbangan,mutu tdk bagus,tdk mvantumkan tgl
produksi,dll
4.pelaku usaha dilarang tdk myertakan petunjuk penggunaan barang yg diproduksi
5.pelaku usaha dilarang mperdagangkan barang rusak,cacat dan bekas

14. Jelaskan yang dimaksud dengan klausula baku dalam undang-undang perlindungan
konsumen!
Dalam hukum perjanjian, istilah Klausula Baku disebut juga: “Klausula Eksonerasi”. Dimana
dalam UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen juga dijelaskan bahwa yang
dimaksud dengan klausa baku adalah setiap aturan atau ketentuan dan syarat-syarat yang
telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang
dituangkan dalam suatu dokumen dan/atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi
oleh konsumen.
Klasula baku ini banyak digunakan dalam setiap perjanjian yang bersifat sepihak, dan dalam
bahasa umum sering disebut sebagai: “disclamer”, yang bertujuan untuk melindungi pihak
yang memberikan suatu jasa tertentu. Seperti jasa penjualan pada supermarket/mall, bank,
jasa angkutan (kereta api, pesawat terbang, kapal laut), jasa delivery dan lain sebagainya.
Apa saja contoh Klausa Baku?
a) Formulir pembayaran tagihan bank dalam salah satu syarat yang harus dipenuhi atau
disetujui oleh nasabahnya menyatakan bahwa:
“ Bank tidak bertanggung jawab atas kelalaian atau kealpaan, tindakan atau keteledoran
dari Bank sendiri atau pegawainya atau koresponden, sub agen lainnya, atau
pegawai mereka”
b) Kuitansi atau / faktur pembelian barang, yang menyatakan :
“Barang yang sudah dibeli tidak dapat ditukar atau dikembalikan” ;
“Barang tidak diambil dalam waktu 2 minggu dalam nota penjualan kami batalkan”
Diana tidak sendiri di dalam hal ini, banyak juga orang yang mengeluhkan masalah
kehilangan barang atau kendaraan di tempat parkir kepada Yayasan Lembaga Konsumen
Indonesia (YLKI). menurut artikel di www.ylki.or.id ,selama ini, pengelola parkir terkesan
enggan mengganti kehilangan barang/ kendaraan di area parkir. Artinya, konsumen harus
menanggung sendiri resiko terjadinya kerusakan dan kehilangan atas kendaraan serta
barang-barang didalamnya. Mengapa? Agaknya, pengelola parkir nyaman berlindung
dibawah Perda No.5 Tahun 1999 tentang Perparkiran, yang mencantumkan klausula baku di
setiap tiket/karcis, ”pengelola parkir tidak bertanggungjawab terhadap kehilangan
kendaraan”.

Bagaimana ketentuan klausa baku menurut UU Perlindungan Konsumen?


Pasal 18 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen menetapkan
bahwa Klausula Baku yang dituangkan dalam suatu dokumen dan/atau perjanjian dilarang
bagi pelaku usaha, apabila :
1) Menyatakan pengalihan tanggungjawab pelaku usaha;
2) Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali barang yang
dibeli konsumen;
3) Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan uang yang dibayarkan
atas barang atau jasa yang dibeli oleh konsumen;
4) Menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha baik secara langsung
maupun tidak langsung untuk melakukan segala tindakan sepihak yang berkaitan dengan
barang yang dibeli secara angsuran;
5) Mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau pemanfaatan jasa
yang dibeli konsumen;
6) Memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa atau mengurangi
harta kekayaan konsumen yang menjadi obyek jual beli jasa;
7) Menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa aturan baru,
tambahan atau lanjutan dan / atau pengubahan lanjutan yang dibuat secara sepihak oleh
pelaku usaha dalam masa konsumen memanfaatkan jasa yang dibelinya;

15. Jelaskan apa saja tanggung jawab pelaku usaha jika terjadi tuntutan dari konsumen !

a) Contractual liability,
yaitu tanggung jawab perdata atas dasar perjanjian atau kontrak dari pelaku usahaatas kerugian yang
dialami konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasayang dihasilkan atau memanfaatkan jasa
yang diberikannya. Dalam hal terdapathubungan perjanjian (privity of contract ) antara pelaku usaha
dengan konsumenmengenai kesepakatan pada program investasi melalui internet, maka tanggung
jawabpelaku usaha di sini didasarkan pada contractual liability (pertanggung jawaban kontraktual).
Berkaitan dengan contoh kasus pada program investasi BCA-Bersama.com, bentuk tanggung jawabnya
adalah melalui
contractual liability.

b) Product liability,

yaitu tanggung jawab perdata terhadap produk secara langsung dari pelaku usaha ataskerugian yang dialami
konsumen akibat menggunakan produk yang dihasilkan.Pertanggungjawaban produk tersebut didasarkan
pada Perbuatan Melawan Hukum(tortius liability). Unsur-unsur dalam tortius liability antara lain adalah
unsurperbuatan melawan hukum, kesalahan, kerugian dan hubungan kasualitas antaraperbuatan melawan
hukum dengan kerugian yang timbul. Jadi, Product liability
Dalam hal tidak terdapat hubungan perjanjian (no privity of contract ) antara pelakuusaha dengan
konsumen, tanggung jawab pelaku usaha didasarkan pada product liability atau pertanggungjawaban
produk. Ketentuan ini terdapat dalam Pasal 19Undang-Undang Perlindungan Konsumen yang menyatakan
pelaku usahabertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran dan/ataukerugian
konsumen akibat mengkonsumsi barang yang dihasilkan ataudiperdagangkan.

c) Professional liability,
Dalam hal terdapat perjanjian ( privity contract ) antara pelaku usaha dengankonsumen, dimana prestasi
pelaku usaha dalam hal ini sebagai pemberi jasa tidak terukur sehingga merupakan perjanjian ikhtiar yang
didasarkan pada iktikad baik,tanggung jawab pelaku usaha didasarkan pada pertanggungjawaban
profesional inimenggunakan tanggung jawab langsung (strict liability) dari pelaku usaha ataskerugian yang
dialami konsumen akibat memanfaatkan atau menggunakan jasa yangdiberikanya. Sebaliknya ketika
hubungan perjanjian (privity of contract ) tersebutmerupakan prestasi yang terukur sehingga merupakan
perjanjian
hasil,tanggung jawab pelaku usaha didasarkan pada pertanggungjawaban profesional yangmen
ggunakan tanggung jawab perdata atas perjanjian/kontrak (contractual liability)dari pelaku usaha
sebagai pengelola program investasi apabila timbul kerugian yangdialami konsumen sebagai akibat
memanfaatkan atau menggunakan jasa yang diberikan.
d) Criminal liability,
yaitu pertanggungjawaban pidana dari pelaku usaha sebagai hubungan antara pelakuusaha dengan negara.
Dalam hal pembuktian, yang dipakai adalah pembuktianterbalik seperti yang diatur dalam Pasal 22 Undang-
Undang PerlindunganKonsumen, yang menyatakan bahwa pembuktian terhadap ada atau tidaknya
unsurkesalahan dalam kasus pidana, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 Undang-Undang Perlindungan
Konsumen, yaitu kerusakan, pencemaran dan/atau kerugianyang dialami konsumen merupakan beban dan
tanggung jawab pelaku usaha, tanpamenutup kemungkinan dalam melakukan pembuktian. Jadi ,
kedudukan
tanggung jawab perlu diperhatikan, karena mempersoalkan kepentingan konsumen harusdise
rtai pula analisis mengenai siapa yang semestinya dibebani tanggung jawab dansampai batas mana
pertanggung jawaban itu dibebankan kepadanya. Tanggung jawabatas suatu barang dan/atau jasa yang
diproduksi oleh perusahaan atau industri, dalampengertian yuridis lazim disebut sebagai
product liability
.
Prinsip Tanggung Jawab
Secara umum prinsip tanggung jawab dibedakan menjadi 5, yaitu:
1.Prinsip tanggung jawab berdasarkan kesalahan (liability based on fault)Kalau yang digugat tidak terbukti
maka yang tergugat bebas, harus dapatdibuktikan oleh yang mendalilkan kesalahan tergugat. Pada pasal
1365 BW yang berbunyi “tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian
kepadaseorang lain. Mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu
mengganti kerugian tersebut.” Dalam pasal ini terdapat unsur
-unsur sebagaiberikut:
a)Adanya perbuatan
b)Adanya unsur kesalahan
c)Adanya kerugian yang diderita
d) Adanya hubungan kausalitas antara kesalahan dan kerugian

2.Prinsip praduga selalu bertanggung jawab/pembuktian terbalik (presumption of liability)Tergugat selalu


dianggap bertanggung jawab sampai dia dapat membuktikanbahwa dia tidak bersalah. Jadi beban
pembuktian ada pada si tergugat.

3Prinsip praduga selalu tidak bertanggung jawab (presumption of nonliability)Prinsip ini hanya dikenal dalam
lingkup transaksi konsumen yang sangat terbatasdan pembatasan demikian biasanya secara common sense
dapat dibenarkan.Sebagai contoh pada hukum pengangkutan pada bagasi atau kabin tangan,yang didalam
pengawasan konsumen sendiri.

4.Prinsip tanggung jawab mutlak (strict liability)Biasanya prinsip ini diterapkan karena beberapa hal,
diantaranya:
a)Konsumen tidak dalam posisi menguntungkan untuk membuktikan adanyakesalahan dalam suatu proses
produksi dan distribusi yang kompleks;
b)Diasumsikan produsen lebih dapat mengantisipasi jika sewaktu-waktu adagugatan atas kesalahannya,
misalnya dengan asuransi atau menambahkomponen biaya tertentu pada harga produknya;
c)Asas ini dapat memaksa produsen lebih berhati-hati.Prinsip ini bisa digunakan untuk menjerat pelaku
usaha (produsen barang) yangmemasarkan produknya yang merugikan konsumen (product
liability).Product liability dapat dilakukan berdasarkan tiga hal:
a)Melanggar jaminan, misalnya khasiat tidak sesuai janji;
b)Ada unsur kelalaian (negligence), misalnya lalai memenuhi standarpembuatan obat yang baik
c)Menerapkan tanggung jawab mutlak (strict liability)

5.Prinsip pembatasan tanggung jawab (limitation of liability) Contoh dari prinsip ini adalah dalam hal cuci
cetak film, bila film yang dicuci ituhilang maka konsumen hanya dibatasi ganti kerugiannya sebesar sepuluh
kalilipat dari harga aslinya.

Tanggung Jawab Pelaku Usaha Dalam Transaksi


Tanggung jawab pelaku usaha dalam hal transaksi dalam hukum perlindungankonsumen ada 3 macam,
yaitu:
Tanggung jawab atas informasiTanggung jawab atas informasi ini meliputi tanggung jawab informasi atas
iklandi internet (webvertizing), bisa juga tanggung jawab atas informasi atas kontrak elektronik, dan juga atas
upaya penyelesaian sengketa konsumen secara patut

Tanggung jawab atas produk Tanggung jawab atas produk disini yaitu pelaku usaha bertanggung jawab
untuk memberikan ganti rugi. Ganti rugi yang bisa dikenakan terhadap pelaku usahamisalnya, kerusakan,
pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibatmengkonsumsi barang yang dihasilkannya atau
diperdagangkannya

Tanggung jawab atas keamanan yang dimaksud dengan tanggung jawab atas keamanan pelaku usaha
wajibuntuk menjaga keamanan konsumen pada saat konsumen melakukan transaksi,khususnya pada
jaringan transaksi yang dilakukan secara elektronis. Padatransaksi ini harus mempunyai kemampuan untuk
menjamin keamanan dankehandalan arus informasi. Perlu diperhatikan untuk pihak merchat
perlumenyediakan jaringan sistem yang cukup memadai untuk mengontrol keamanan transaksi

16. Jelaskan pengertian persaingan tidak sehat dan sebutkan dasar hukumnya?

Menurut UU nomor 5 tahun 1999 pasal 1 butir 1 UU Antimonopoli, Monopoliadalah


penguasaan atas produksi dan/atau pemasaran barang dan/atau atas penggunaan jasa
tertentu oleh suatu pelaku usaha atau suatu kelompok usaha. Persaingan usaha tidak sehat
(curang) adalah suatu persaingan antara pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi
dan atau pemasaran barang atau jasa dilakukan dengan cara melawan hukumatau
menghambat persaingan usaha.
Dalam UU nomor 5 tahun 1999 pasal 1 butir 6 UU Antimonopoli,’Persaingan curang (tidak
sehat ) adalah persaingan antara pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi
dan/atau pemasaran barang dan/atau jasa yang dilakukan dengan cara tidak jujur atau
melawan hukum atau menghambat persaingan usaha’.
Asas
Pelaku usaha di Indonesia dalam menjalankan kegiatan usahanya berasaskan demokrasi
ekonomi dengan memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pelaku usaha dan
kepentingan umum.
Tujuan
Undang-Undang (UU) persaingan usaha adalah Undang-undang No. 5 Tahun 1999 tentang
Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU No.5/1999) yang
bertujuan untuk memelihara pasar kompetitif dari pengaruh kesepakatan dan konspirasi
yang cenderung mengurangi dan atau menghilangkan persaingan. Kepedulian utama dari
UU persaingan usaha adalah promoting competition dan memperkuat kedaulatan
konsumen
Dasar hukumnya
Apa saja yang diatur di dalam UU No. 5 Tahun 1999 ini?
Beberapa hal yang diatur di dalam UU No. 5 Tahun 1999 atau juga disebut sebagai UU
Antimonopoli antara lain:
1. Perjanjian yang dilarang, misalnya praktek oligopoli, penetapan harga, pembagian
wilayah, pemboikotan, kartel, trust, oligopsoni, dan sebagainya. (pasal 4 sampai pasal 16
UU No.5 Tahun 1999)
2. Kegiatan yang dilarang, misalnya praktek monopoli, praktek monopsoni, persekongkolan,
dan sebagainya. (pasal 17 sampai pasal 24 UU No 5 Tahun 1999)
3. Penyalahgunaan posisi dominan. Posisi dominan yang dimaksud adalah keadaan di
mana pelaku usaha tidak mempunyai pesaing yang berarti di pasar bersangkutan dalam
kaitan dengan pangsa pasar yang dikuasai, atau pelaku usaha mempunyai posisi tertinggi di
antara pesaingnya di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan kemampuan keuangan,
kemampuan akses pada pasokan atau penjualan, serta kemampuan untuk menyesuaikan
pasokan atau permintaan barang atau jasa tertentu. Adapun penyalahgunaan posisi
dominan misalnya jabatan rangkap, pemilikan saham, dan lain-lain sebagaimana diatur
dalam pasal 25 sampai dengan pasal 27 UU No 5 Tahun 1999.

17. Sebutkan kegiatan- kegiatan yang dilarang dalam undang-undang anti monopoli?
1) Monopoli
Adalah penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau atas penggunaan
jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha

2) Monopsoni
Adalah situasi pasar dimana hanya ada satu pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha yang
menguasai pangsa pasar yang besar yang bertindak sebagai pembeli tunggal,sementara
pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha yang bertindak sebagai penjual jumlahnya
banyak.

3) Penguasaan pasar
Di dalam UU no.5/1999 Pasal 19,bahwa kegiatan yang dilarang dilakukan pelaku usaha yang
dapat mengakibatkan terjadinya penguasaan pasar yang merupakan praktik monopoli atau
persaingan usaha tidak sehat yaitu :
menolak dan atau menghalangi pelaku usaha tertentu untuk melakukan kegiatan usaha
yang sama pada pasar yang bersangkutan;
menghalangi konsumen atau pelanggan pelaku usaha pesaingnya untuk tidak melakukan
hubungan usaha dengan pelaku usaha pesaingnya;
membatasi peredaran dan atau penjualan barang dan atau jasa pada pasar bersangkutan;
melakukan praktik diskriminasi terhadap pelaku usaha tertentu.
4) Persekongkolan
Adalah bentuk kerjasama yang dilakukan oleh pelaku usaha dengan pelaku usaha lain
dengan maksud untuk menguasai pasar bersangkutan bagi kepentingan pelaku usaha yang
bersekongkol (pasal 1 angka 8 UU No.5/1999).

5) Posisi Dominan
Artinya pengaruhnya sangat kuat, dalam Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1999 menyebutkan posisi dominan merupakan suatu keadaan dimana pelaku usaha tidak
mempunyai pesaing yang berarti di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan pangsa yang
dikuasai atau pelaku usaha mempunyai posisi tertinggi diantara pesaingnya di pasar
bersangkutan dalam kaitan dengan kemampuan keuangan, kemampuan akses pada
pasokan, penjualan, serta kemampuan untuk menyesuaikan pasokan dan permintaan
barang atau jasa tertentu.

6) Jabatan Rangkap
Dalam Pasal 26 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dikatakan bahwa seorang yang
menduduki jabatan sebagai direksi atau komisaris dari suatu perusahaan, pada waktu yang
bersamaan dilarang merangkap menjadi direksi atau komisaris pada perusahaan lain.

7) Pemilikan Saham
Berdasarkan Pasal 27 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dikatakan bahwa pelaku usaha
dilarang memiliki saham mayoritas pada beberapa perusahaan sejenis, melakukan kegiatan
usaha dalam bidang sama pada saat bersangkutan yang sama atau mendirikan beberapa
perusahaan yang sama.

8) Penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan


Dalam Pasal 28 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, mengatakan bahwa pelaku usaha
yang berbadan hukum maupun yang bukan berbadan hukum yang menjalankan perusahaan
bersifat tetap dan terus menerus dengan tujuan mencari keuntungan.

18. Sebutkan perjanjian yang dilarang dalam undang-undang anti monopoli ?


Perjanjian yang dilarang dalam UU No.5/1999 tersebut adalah perjanjian dalam
bentuk sebagai berikut :

1. Oligopoli
2. Penetapan harga
3. Pembagian wilayah
4. Pemboikotan
5. Kartel
6. Trust
7. Oligopsoni
8. Integrasi vertikal
9. Perjanjian tertutup
10. Perjanjian dengan pihak luar negeri
19. Sebutkan hal-hal apa saja yang dikecualikan dari undang-udang anti monopoli !

Perjanjian-perjanjian tertentu yang berdampak tidak baik untuk persaingan pasar, yang terdiri dari:
(a) Oligopoli
(b) Penetapan harga
(c) Pembagian wilayah
(d) Pemboikotan
(e) Kartel
(f) Trust
(g) Oligopsoni
(h) Integrasi vertical
(i) Perjanjian tertutup
(j) Perjanjian dengan pihak luar negeri
Kegiatan-kegiatan tertentu yang berdampak tidak baik untuk persaingan pasar, yang meliputi
kegiatan-kegiatan sebagai berikut :
(a) Monopoli
(b) Monopsoni
(c) Penguasaan pasar
(d) Persekongkolan
Posisi dominan, yang meliputi :
(a) Pencegahan konsumen untuk memperoleh barang atau jasa yang bersaing
(b) Pembatasan pasar dan pengembangan teknologi
(c) Menghambat pesaing untuk bisa masuk pasar
(d) Jabatan rangkap
(e) Pemilikan saham
(f) Merger, akuisisi, konsolidasi

20. Jelaskan tugas dan wewenang KPPU !


Tugas dan Wewenang
Undang-undang No 5 Tahun 1999 menjelaskan bahwa tugas dan wewenang Komisi
Pengawas Persaingan Usaha adalah sebagai berikut:
Tugas
1. melakukan penilaian terhadap perjanjian yang dapat mengakibatkan terjadinya
praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur dalam
Pasal 4 sampai dengan Pasal 16;
2. melakukan penilaian terhadap kegiatan usaha dan atau tindakan pelaku usaha yang
dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak
sehat sebagaimana diatur dalam Pasal 17 sampai dengan Pasal 24;
3. melakukan penilaian terhadap ada atau tidak adanya penyalahgunaan posisi
dominan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau
persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur dalam Pasal 25 sampai dengan
Pasal 28;
4. mengambil tindakan sesuai dengan wewenang Komisi sebagaimana diatur dalam
Pasal 36;
5. memberikan saran dan pertimbangan terhadap kebijakan Pemerintah yang
berkaitan dengan praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat;
6. menyusun pedoman dan atau publikasi yang berkaitan dengan Undang-undang ini;
7. memberikan laporan secara berkala atas hasil kerja Komisi kepada Presiden dan
Dewan Perwakilan Rakyat.
Wewenang

1. menerima laporan dari masyarakat dan atau dari pelaku usaha tentang dugaan
terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat;
2. melakukan penelitian tentang dugaan adanya kegiatan usaha dan atau tindakan
pelaku usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau
persaingan usaha tidak sehat;
3. melakukan penyelidikan dan atau pemeriksaan terhadap kasus dugaan praktek
monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat yang dilaporkan oleh masyarakat
atau oleh pelaku usaha atau yang ditemukan oleh Komisi sebagai hasil penelitiannya;
4. menyimpulkan hasil penyelidikan dan atau pemeriksaan tentang ada atau tidak
adanya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat;
5. memanggil pelaku usaha yang diduga telah melakukan pelanggaran terhadap
ketentuan undang-undang ini;
memanggil dan menghadirkan saksi, saksi ahli, dan setiap orang yang dianggap
mengetahuipelanggaran terhadap ketentuan undang-undang ini; meminta bantuan penyidik
untuk menghadirkan pelaku usaha, saksi, saksi ahli, atau setiap orang sebagaimana
dimaksud huruf e dan huruf f, yang tidak bersedia memenuhi panggilan Komisi;
meminta keterangan dari instansi Pemerintah dalam kaitannya dengan penyelidikan dan
atau pemeriksaan terhadap pelaku usaha yang melanggar ketentuan undang-undang ini;
mendapatkan, meneliti, dan atau menilai surat, dokumen, atau alat bukti lain guna
penyelidikan dan atau pemeriksaan;
memutuskan dan menetapkan ada atau tidak adanya kerugian di pihak pelaku usaha lain
atau masyarakat;
memberitahukan putusan Komisi kepada pelaku usaha yang diduga melakukan praktek
monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat;
menjatuhkan sanksi berupa tindakan administratif kepada pelaku usaha yang melanggar
ketentuan Undang-undang ini.

Anda mungkin juga menyukai