“Studi Efek Samping Obat dan Penanganannya Pada Pasien TB Paru Di
Puskesmas Melong Asih, Cimahi.”
Pendahuluan 1. Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan
oleh Mycobacterium tuberculosis, yang sebagian besar (80%) menyerang paru-paru (Depkes RI, 2005). 2. Silva, et al., (2009) juga melaporkan bahwa penyebab lain semakin meningkatnya prevalensi TB dikarenakan kekebalan ganda kuman TB terhadap obat anti TB (multi drug resistance). 3. Saat ini Indonesia menempati peringkat kelima negara dengan prevalensi penderita TB terbanyak di dunia setelah India, China, Nigeria, dan Afrika Selatan (Kaminemi, et al., 2011). 4. Berdasarkan hasil survey penjaringan suspek perprovinsi tahun 2008-2010, Depkes RI melaporkan adanya peningkatan angka penjaringan suspek di 14 provinsi dan salah satunya adalah Jawa Barat yang mencapai 61.429 jiwa dan meninggal sebanyak 150 orang, sedangkan jumlah penderita TB yang sudah terjaring di Kota Cimahi hingga akhir triwulan pertama menurut data baru mencapai 78,17 % dan dari sekitar 600 suspek penderita TBC (Tubercolusis) yang ada, baru terjaring 469 orang (Dinkes Kota Cimahi, 2011). 5. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa penanganan masalah TB masih perlu ditingkatkan. Di samping itu, penanganan yang kurang tepat (paripurna) terhadap TB akan menyebabkan beberapa komplikasi, seperti MDR (multi drug resistance), meningitis, dan TB spondilitis. Latar Belakang 1. Penanganan yang kurang tepat (paripurna) terhadap TB akan menyebabkan beberapa komplikasi, seperti MDR (multi drug resistance), meningitis, dan TB spondilitis. Selain itu, dapat terjadi komplikasi seperti gangguan pendengaran dan gangguan sistem pencernaan akibat efek samping obat (Manurung, 2009). 2. Data jumlah penyakit TB di Wilayah kerja Puskesmas Melong Asih pada 2 tahun terakhir berturut-turut menunjukkan peningkatan yang signifikan yaitu, untuk tahun 2010 sebanyak 56 orang, sedangkan tahun selanjutnya pada tahun 2011 yaitu 80 orang. Berdasarkan uraian di atas, maka pentingnya informasi mengenai efek samping dari penggunaan OAT wajib disampaikan oleh petugas kesehatan atau yang berkepentingan kepada masyarakat terutama pada penderita TB Paru yang akan menggunakan obat tersebut selama minimal 6 bulan (Depkes RI, 2007). Tujuan Tujuan penelitian ini yaitu untuk menguji kesesuaian antara penanganan dengan efek samping yang dirasakan oleh pasien TB paru. Landasan Teori/ 1. Sebagian besar penderita TB adalah penduduk berusia produktif, Pembahasan yaitu di antara usia 15 hingga 55 tahun. Sebanyak 69% pasien berstatus sebagai pekerja, sedangkan 31% tidak bekerja. 2. Persentase pasien pria yang menderita TB pun lebih banyak dibandingkan wanita karena sebagian besar pekerja adalah pria. 3. Dari hasil pengambilan data, 44 orang responden mengatakan bahwa keluhan mual dan gangguan pencernaan ini muncul setelah pemakaian lebih dari 5 kali minum obat. Gejala ini terjadi lebih banyak pada pasien yang melakukan pengobatan pada tahap intensif dibandingkan dengan tahap lanjutan karena pada fase awal pasien harus mengkonsumsi banyak macam obat. Efek samping berupa gatal dan kemerahan di kulit tidak dialami oleh semua pasien karena hal ini tergantung pada sensitivitas kulit pasien. Keluhan efek samping berupa gatal dan kemerahan yang bisa timbul akibat pemakaian isoniazid dan fotosensibilisasi dengan reaksi kulit menjadi cokelat atau merah akibat pirazinamida relatif tidak ditemukan (Tanhoantjay dan Kirana Rahardja, 2002). 4. Penanganan terhadap efek samping yang terjadi telah ditetapkan dalam Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis tahun 2007. Penanganan terhadap efek samping diperlukan karena kemungkinan dampak negatif, seperti kegagalan terapi, semakin beratnya penyakit, dan menurunnya kepatuhan mengkonsumsi obat. Jenis penanganan harus dilakukan sesuai pedoman untuk mencegah terjadinya kegagalan terapi pada pengobatan tuberkulosis. 5. Penanganan yang dilakukan berupa penyampaian informasi obat diminum sebelum tidur diterima oleh 93 % pasien intensif dan sebanyak 95% pada pasien lanjutan. Penggunaan obat yang diminum sebelum tidur ini bertujuan untuk mengurangi keluhan mual dan gangguan pencernaan karena penggunaan obat TB paru. Penanganan berupa pemberian vit B6 ini dilakukan guna menghindari gejala toksis berupa polineuritis yaitu radang saraf dengan gejala kejang dan gangguan penglihatan adanya persaingan antara piridoksin dengan Isoniazid (INH) yang memiliki rumus molekul yang sama (Tanhoantjay and Rahardja, 2002). Metode dan Penelitian ini merupakan penelitian survei deskriptif dan pengumpulan Subjek datanya dilakukan secara prospektif. Data yang diperoleh dianalisis dengan analisis deskriptif. Populasi dalam penelitian ini ialah sekelompok atau sejumlah individu yang menderita tuberkulosis paru di Puskesmas Melong Asih yang masih melakukan pengobatan di bulan Maret-Mei 2013.
Kriteria pasien yang menjadi responden yaitu berusia antara 15-50
tahun, tidak mengkonsumsi obat lain, dan tidak menderita penyakit lain. Sampel yang terpilih dan memenuhi syarat penelitian secara purposive sebanyak 55 sampel. Hasil 1. Sebagian besar pasien tuberkulosis di Puskesmas Melong Asih sebesar 73% sedang melakukan pengobatan tahap lanjutan, sedangkan yang sedang melakukan pengobatan tahap intensif, yaitu 27%. Akan tetapi, baik pasien yang sedang melakukan pengobatan tahap lanjut maupun tahap intensif, seluruhnya mengalami keluhan efek samping obat. 2. Hasil kajian efek samping, distribusi keluhan efek samping baik pasien yang sedang melakukan pengobatan tahap intensif maupun tahap lanjutan, keduanya mengalami mual dan gangguan pencernaan diakibatkan efek samping dari berbagai macam obat dalam kombinasi FDC OAT. 3. Dari hasil kajian, penanganan terhadap keluhan efek samping telah sesuai dengan pedoman nasional penanggulangan tuberkulosis tahun 2007 yang ada di Puskesmas Melong Asih. 4. Penanganan yang dilakukan berupa penyampaian informasi obat diminum sebelum tidur diterima oleh 93 % pasien intensif dan sebanyak 95% pada pasien lanjutan. 5. Pemberian Vit B6 oleh petugas sebanyak 73% pada pasien intensif dan sebanyak 87 % pada pasien lanjutan. 6. Hasil penelitian menunjukkan responden yang mendapat penyampaian informasi tersebut hanya 67% pada pasien intensif dan 70% pada pasien lanjutan yang mendapat penjelasan mengenai warna merah pada urin. 7. Penanganan yang jarang didapat oleh responden yaitu pemberian antihistamin sebagai penanganan terhadap keluhan gatal yang terjadi, yaitu sebanyak 33% pada pasien intensif dan sebanyak 37% pada pasien lanjutan yang mengalami keluhan ini. Hal ini disebabkan, keluhan gatal dan kemerahan kulit ini jarang terjadi kepada pasien. Kesimpulan Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa hampir seluruh pasien tuberkulosis di Wilayah Kerja Puskesmas Melong Asih mengalami efek samping karena mengkonsumsi obat tuberkulosis. Dari hasil analisis terdapat kesesuaian antara “Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis” tahun 2007 dengan penanganan yang dilakukan. Penanganan yang dilakukan yaitu melalui pemberian informasi dan pemberian terapi obat sebagai penanganan efek samping yang dirasakan oleh pasien.
DAFTAR PUSTAKA
1. Departemen Kesehatan RI. 2007. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis
edisi 2. Departemen Kesehatan RI. Jakarta. 2. Departemen Kesehatan RI. 2005. Pharmaceutical Care untuk penyakit Tuberkulosis. Departemen Kesehatan RI. Jakarta. 3. Dinas Kesehatan Kota Cimahi. 2011. Data penyakit TB paru P2PM Kota Cimahitahun 2011. Dinkes Kota Cimahi. Cimahi. 4. Harries and Dye. 2006. Centennial Review Tuberculosis. Annuals of Tropical Medicine & Parasitology. Vol. 100. Nos. 5 and 6. 415–431. 5. Kaminemi, et al. 2011. A rapid assessment and response approach to review and enhance Advocacy. Communication and Social Mobilisation for Tuberculosis control in Odisha state. India. BMC Public Health 2011. 11:463. 6. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2002. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis Cetakan Kedelapan. 7. Manurung. 2009. Buku Seri Asuhan Keperawatan pada Sistem Pernafasan. Trans Info Media, Jakarta. 8. Masniari, et al. 2007. Faktor-faktor yang mempengaruhi kesembuhan TB Paru. Jurnal Respirasi Indonesia 2007 volume 27 (3). diakses tanggal 19 Januari 2013. 9. Silva, et al. 2009. Factors Associated with Mortality in Hospitalized Patients with Newly Diagnosed Tuberculosis. Lung (2010) 188:33–41. 10. Swaminathan and Narendran. 2008. HIV and Tuberculosis in India. Journal of Biosci 33 527–537. 11. Tan, H. T and Rahardja, K. 2007. Obat-Obat Penting. Elex Media Komputindo. Jakarta. 12. World Health Organization. 2011. Tuberculosis. WHO Media Centre. Available at http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs104/en/