Anda di halaman 1dari 4

NAMA : MUHAMMAD IQBAL NUARI FITRA

NIM : 710016161

GENESA ENDAPAN BAUKSIT

Batuan Asal dan Proses Terbentuknya Bauksit

Endapan laterit Bauksit


Bauksit (Al2O3.2H2O) memiliki sistem kristal oktahedral, terdiri dari 35-65% Al2O3, 2-
10% SiO2, 2-20% Fe2O3, 1-3% TiO2 dan 10-30% H2O. Sebagai bijih alumina, bauksit
mengandung sedikitnya 35% Al2O3, 5% SiO2, 6% Fe2O3, dan 3% TiO2. Bauksit terbentuk dari
batuan yang mempunyai kadar aluminium tinggi, kadar besi rendah dan sedikit kadar kuarsa
bebas. Pada saat batuan mengalami pelapukan kimiawi unsur kimia silika (Si) terlarut dan
terlepas dari ikatan kristal begitu juga sebagian unsur besi. Alumina, Titanium dan mineral
oksidasi terkonsentrasi sebagai endapan residu. Batuan yang dapat memenuhi persyaratan itu
antara lain nephelin sienit, batuan lempung/serpih. Batuan itu akan mengalami proses lateritisasi
(proses pertukaran suhu secara terus menerus sehingga batuan mengalami pelapukan). Valeton
(1972)
Secara komersial bauksit terjadi dalam tiga bentuk, yaitu:
1. Pissolitic atau oolitic disebut pula “kemel” yang berukuran diameter dari sentimeter, sebagai
amorfous trihydrate.
2. Sponge ore (Arkansas), porous, merupakan sisa dari batuan asal dengan komposisi utama
mineral gibsit.
3. Amorphous atau bijih lempung. Clay symposium (1952)

Klasifikasi Endapan Bauksit


Berdasar letak depositnya, menurut Valeton (1972) bauksit klasifikasikan menjadi empat
tipe, yaitu:
1. Deposit bauksit residual
Asosiasi dengan kemiringan lereng yang yang menengah sampai hamper datar pada
batuan nephelin syenit. Permukaan bauksit kemiringannya lebih dari 50 dan batasan yang
umum adalah 250. Pada batuan nephelin syenit bagian bawah berstruktur granitic.
2. Deposit bauksit koluvial
Deposit diselubungi oleh kaolinit, nephelin, dan sienit. Deposit ini terletak di bawah
lempung dan termasuk swamp bauxite dengan tekstur pisolitik dan oolitik yang masih
terlihat jelas serta berada di daerah lembah.
3. Deposit bauksit alluvial pada perlapisan
Deposit membentuk perlapisan silang siur, dipisahkan dengan gravel yang bertekstur
pisolitik
4. Deposit bauksit alluvial pada konglomerat kasar
Deposit tipe ini umumnya menutupi bauksit boulder dengan konglomerat kasar, terutama
dari lempung karbonat dan pasir.

Berdasarkan kriteria lapisan tanah yang ideal dalam pengendapan bauksit, terdapat 3 jenis
lapisan tanah (Valeton (1972), yaitu :
1. Latosol : Tanah yang terbentuk dari batuan asal
2. Andosol : Tanah mineral yang berasal bukan dari batuan asal biasanya dari abu gunung
api yang kaya akan Al+ dengan Gibbsite sebagai Aluminum.
3. Catena : Tanah yang ada bersama sama berkembang pada saat bersamaan dibawah
kondisi yang berbeda.

Batuan seperti nepheline, syenite, granidorite, dan lain-lain, adalah batuan yang cocok untuk
membentuk mineral aluminium hidrat. Batuan asal tersebut selanjutnya akan mendapatkan
proses lateritisasi karena proses perubahan temperatur secara terus menerus, sehingga pada
kondisi ini batuan akan mudah lapuk dan hancur. Pada musim hujan, air akan dan membawa
elemen yang mudah larut, tetapi untuk elemen yang tidak larut akan tinggal di batuan yang
selanjutnya membentuk residu, jika residu tersebut kaya aluminium maka inilah yang disebut
bauksit laterit. Proses pengendapan bauksit membutuhkan daerah yang stabil, dimana proses
erosi vertikal tidak aktif lagi. Kondisi ini biasanya terjadi di daerah "peneplain", tetapi tetap
harus memerlukan sirkulasi air tanah untuk mengangkut elemen tersebut.

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pembentukan Bauksit


Beberapa faktor yang mempengaruhi pengendapan bauksit seperti yang disebutkan oleh Alcomin
(1974), adalah sebagai berikut:

1. Sumber batuan yang kaya akan unsur-unsur Al.


2. Wilayah Sub tropis dengan lingkungan penguapan yang tinggi.
3. Suhu harian rata-rata >25ºC.
4. Topografi bergelombang.
5. Daerah Stabil (old continental/stadium tua).
6. Formasi batuan yang berada diatas mata air permanen.

Beberapa faktor eksternal juga dapat mempercepat proses pelapukan seperti struktur geologi,
frekuensi curah hujan dan suhu harian yang tinggi (daerah subtropis), dan juga asam organik.
Yang terakhir ini berasal dari tanaman yang akan menurunkan pH tanah menjadi <4. Pada pH <4
dan pH>9 elemen Al2O3 akan dilepaskan, tetapi SiO2 hanya akan terlepas pada pH> 9 - pH 10.
Karena pH normal air tanah adalah 7 maka pada kedalaman tertentu akan terjadi pelepasan
Al2O3 dan SiO2, hal ini sudah tentu terkait dengan topografi yaitu pada kondisi slope yang
pendek.

Unsur-unsur lain seperti Ca, Na, K dan Mg akan diangkut oleh air tanah melalui sistem drainase
pada daerah rendah ke daerah yang cekung. Sedimentasi residu Al2O3SiO3 dan garam Fe pada
pH antara 4 dan 9 disebabkan oleh normalisasi pH tanah pada kedalaman tertentu. Pada kondisi
pH 4-9, silika dari feldspar alkali akan bercampur dengan air (H2O) membentuk silikat alumina
hidrat dengan Al2O3 SiO3 dan H2O.

Di daerah subtropis, dekomposisi dari kombinasi silikat akan berjalan lebih cepat sehingga
akumulasi dari oksida besi dan aluminium akan membentuk kongkresi bauksit. Bentuk variasi
dari kongkresi diantaranya adalah sub-rounded, tabular, memperlihatkan bentuk anhedral dalam
matriks lempung, serta terkadang berupa lempung pasiran. Transportasi elemen terlarut dan
sedimentasi residu sangat dipengaruhi oleh topografi. Di daerah dengan morfologi gelombang
rendah dan stadium tua akan menghasilkan sirkulasi air tanah yang baik sebagai media
transportasi elemen, tetapi dengan syarat erosi vertikal tidak terjadi lagi. Jensen dan Bateman,
1981 menjelaskan bahwa bauksit terbentuk sebagai sisa sedimentasi pada atau dekat permukaan.
Sedimentasi terbentuk dari hasil akumulasi mineral aluminium silikat yang bebas massa kuarsa.
Dalam proses konsentrasi tersebut, terjadi perubahan volume hingga konsentrasi mencapai nilai
komersial untuk ditambang.
Mineralisasi Selama Proses Pembentukan Bauksit
Dalam bauksit ada preferensi untuk neomineralisasi hidroksida, oksida terhidrasi dan oksida Al,
Fe dan Ti, tetapi dalam hal ini lapisan silikat dan kuarsa pun dapat terbentuk. Pembebasan unsur-
unsur dari mineral atau batuan diatur oleh:

1. Obligasi dalam kisi kristal mineral yang akan hancur;


2. Kelarutan pada fase mineral sekunder;
3. pH dan Eh dari larutan;
4. Pengisian elemen, misalnya, Fe;
5. Suhu dan konsentrasi pelapukan larutan;
6. Ion lain dalam pelapukan larutan.

Anda mungkin juga menyukai