Anda di halaman 1dari 10

Kata Pengantar

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, Sang Pencipta
alam semesta, manusia, dan kehidupan beserta segala isinya, karena berkat izin -Nya penulis
dapat menyelesaikan makalah ini.
Topik pada makalah ini adalah bakteri Bakteri Treponema pallidum, khususnya
mengarah pada pembahasan mengenai bakteri penyebab sfilis atau raja singa yang
menyerang seluruh antibodi tubuh. Penulis mengumpulkan data-data dari berbagai sumber
seperti buku maupun internet.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih terdapat banyak
kekurangan, untuk itu Penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari para
pembaca demi peningkatan kualitas makalah.

BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG

Sifilis merupakan penyakit akibat bakteri Treponema yang prototype dan merupakan
Treponematosis yang paling umum terjadi di Negara berkembang. Treponema pallidum
menginfeksi hampir semua jaringan tubuh, mengakibatkan manifestasi klinik yang sangat
bervariasi. Walaupun penularan nonveneral dapat terjadi, kebanyakan kasus sifilis tersebar
melalui kontak seksual dalam bermacam-macam bentuk. Treponema pallidum tidak dapat
dibedakan dengan metode morfologi. Treponema pallidum tidak dapat ditumbuhkan in
vitro, kenyataan tersebut menyebabkan membatasi penelitian organisme dan sindrome klinik
yang disebabkannya.
Hal yang melatar belakangi penulis menyusun sebuah makalah dengan judul
“Treponema pallidum” adalah untuk memenuhi tugas perkuliahan dan agar para mahasiswa
fakultas kedokteran umum Universitas Malahayati dapat mengetahui sejarah, klasifikasi,
morfologi, serta beberapa penyakit yang disebabkan oleh Treponema pallidum
B. RUMUSAN MASALAH
Bertitik tolak dari latar belakang di atas maka penulis merumuskan permasalahan sebagai
berikut :
1. Apa klasifikasi dan morfologi bakteri Treponema pallidum?
2. Apa saja penyakit yang disebabkan oleh bakteri Treponema pallidum?
3. Untuk mengetahui patogenitas dari Treponema pallidum

C. TUJUAN MASALAH

1. Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Parasitologi,


2. Mengetahui aspek atau kerugian yang di timbulkan oleh bakteri Treponema pallidum,
3. Mempelajari pengetahuan tentang bakteri Treponema pallidum, sehingga dapat di gunakan
dalam kehidupan sehari-hari.

BAB II
PEMBAHASAN

KLASIFIKASI
Kingdom : Eubacteria
Phylum : Spirochaetes
Class : Spirochaetes
Ordo : Spirochaetales
Familia : Treponemataceae
Genus : Treponema
Spesies : Treponema pallidum

MORFOLOGI, STRUKTUR DAN FISIOLOGI

Treponema pallidum merupakan bakteri gram negatif,


berbentuk spiral yang ramping dengan lebar kira-kira 0,2 μm
dan panjang 5-15 μm. Lengkung spiralnya/gelombang secara
teratur terpisah satu dengan lainnya dengan jarak 1 μm, dan
rata-rata setiap kuman terdiri dari 8-14 gelombang. Organisme
ini aktif bergerak, berotasi hingga 900 dengan cepat di sekitar
endoflagelnya bahkan setelah menempel pada
sel melalui ujungnya yang lancip. Aksis panjang spiral biasanya lurus
tetapi kadang-kadang melingkar, yang membuat organisme tersebut
dapat membuat lingkaran penuh dan kemudian akan kembali lurus
ke posisi semula. Spiralnya sangat tipis sehingga tidak dapat dilihat
secara langsung kecuali menggunakan pewarnaan imunofluoresensi
atau iluminasi lapangan gelap dan mikroskop elektron (gambar 2).

Struktur Treponema pallidum terdiri dari membran sel bagian dalam,


dinding selnya dilapisi oleh peptidoglikan yang tipis, dan membran
sel bagian luar.Flagel periplasmik (biasa disebut dengan endoflagel)
ditemukan didalam ruang periplasmik, antara dua membran (gambar
3). Organel ini yang menyebabkan gerakan tersendiri bagi
Treponema pallidum seperti alat pembuka tutup botol
(Corkscrew).13 Filamen flagel memiliki sarung/ selubung dan struktur
inti yang terdiri dari sedikitnya empat polipeptida utama. Genus
Treponema juga memiliki filamen sitoplasmik, disebut juga dengan
fibril sitoplasmik. Filamen bentuknya seperti pita, lebarnya 7-7,5 nm.
Partikel protein intramembran membran bagian luar Treponema
pallidum sedikit. Konsentrasi protein yang rendah ini diduga
menyebabkan Treponema pallidum dapat menghindar dari respons
imun pejamu . Treponema pallidum merupakaan salah satu bakteri
yang patogen terhadap manusia (parasit obligat intraselular) dan
sampai saat ini tidak dapat dikultur secara invitro. Dahulu Treponema
pallidum dianggap sebagai bakteri anaerob obligat, sekarang telah
diketahui bahwa Treponema pallidum merupakan organisme
mikroaerofilik, membutuhkan oksigen hanya dalam konsentrasi
rendah (20%). Kuman ini dapat mati jika terpapar dengan oksigen,
antiseptik, sabun, pemanasan, pengeringan sinar matahari dan
penyimpanan di refrigerator.17,18 Bakteri ini berkembang biak
dengan pembelahan melintang dan menjadi sangat invasif, patogen
persisten dengan aktivitas toksigenik yang kecil dan tidak mampu
bertahan hidup diluar tubuh host mamalia. Mekanisme biosintesis
lipopolisakarida dan lipid Treponema pallidum sedikit. Kemampuan
metabo-lisme dan adaptasinya minimal dan cenderung kurang, hal
ini dapat dilihat dari banyak jalur seperti siklus asam trikarboksilik,
komponen fosforilasi oksidatif dan banyak jalur biosintesis lainnya.
Keseimbangan penggunaan dan toksisitas oksigen adalah kunci
pertumbuhan dan ketahanan Treponema pallidum. Organisme ini
juga tergantung pada sel host untuk melindunginya dari radikal
oksigen, karena Treponema pallidum membutuhkan oksigen untuk
metabolisme tetapi sangat sensitif terhadap efek toksik
oksigen.15,19 Treponema pallidum akan mati dalam 4 jam bila
terpapar oksigen dengan tekanan atmosfer 21%.20,21 Keadaan
sensitivitas tersebut dikarenakan bakteri ini kekurangan superoksida
dismutase, katalase, dan oxygen radical scavengers.19 Super-oksida
dismutase yang mengkatalisis perubahan anion superoksida menjadi
hidrogen peroksida dan air, tidak ditemukan pada kuman ini.
Treponema pallidum tidak dapat menular melalui benda mati seperti
bangku, tempat duduk toilet, handuk, gelas, atau benda-benda lain
yang bekas digunakan/dipakai oleh pengindap, karena pengaruh
suhu dan rentang pH. Suhu yang cocok untuk organisme ini adalah
30-370C dan rentang pH
PENYAKIT YANG DI SEBABKAN TREPONEMA PALIDUM
1.Penyakit Sifilis

Pengertian Penyakit sifilis


Sifilis adalah penyakit kelamin yang disebabkan oleh infeksi Treponema
pallidum, menular melalui hubungan seksual atau secara transmisi vertikal. Sifilis
bersifat kronik, sistemik dan menyerang hampir semua alat tubuh (Saiful, 2000).
Schaudinn dan Hoffman (1905), berhasil menemukan penyebab sifilis yaitu
Treponema pallidum. Organisme ini termasuk dalam ordo Spirochaetales, famili
Spirochaetaceae dan genus Treponema dengan tingkat virulensi yang tinggi
Treponema pallidum berbentuk spiral yang teratur rapat dengan jumlah lekukan
sebanyak 8 – 24. Panjangnya berkisar 6 – 15 μm dengan lebar 0,15 μm. Apabila
difiksasi, Treponema pallidum terlihat seperti gelombang dengan panjang gelombang
sebesar 1,1μm dan amplitudo 0,2 – 0,3 mm (Djuandi. A, 2000).

Gejala dan Tanda

Lesi primer (Chancre=ulcus durum) biasanya muncul 3 minggu setelah


terpajan. Lesi biasanya keras (indurasi), tidak sakit, terbentuk ulcus dengan
mengeluarkan eksudat serosa di tempat masuknya mikroorganisme. Masuknya
mikroorganisme ke dalam darah terjadi sebelum lesi primer muncul, biasanya
ditandai dengan terjadinya pembesaran kelenjar limfe (bubo) regional, tidak sakit,
keras non fluktuan. Infeksi juga dapat terjadi tanpa ditemukannya ulcus durum yang
jelas, misalnya kalau infeksi terjadi di rectum atau cervik. Walaupun tidak diberi
pengobatan ulcus akan hilang sendiri setelah 4-6 minggu. Sepertiga dari kasus yang
tidak diobati akan mengalami stadium generalisata, stadium dua, di mana muncul
erupsi kulit yang kadangkala disertai dengan gejala kontitusional tubuh. Timbul
makolo popular biasanya pada telapak tangan dan telapak kaki diikuti dengan limfa
denopati. Erupsi sekunder ini merupakan gejala klasik dari Sifilis yang akan hilang
spontan dalam beberapa minggu atau sampai 12 bulan kemudian. Penderita stadium
erupsi sekunder ini, sepertiga dari mereka yang tidak diobati akan masuk ke dalam
fase laten selama berminggu-minggu bahkan selama bertahun-tahun.
Pada awal fase laten sering muncul lesi infeksius yang berulang pada selaput
lendir. Terserangnya Susunan Syaraf Pusat (SSP) ditandai dengan gejala meningitis
sifilitik akut dan berlanjut menjadi sifilis meningovaskuler dan akhirnya timbul
paresis dan tabes dorsalis. Periode laten ini kadangkala berlangsung seumur hidup.
Pada kejadian lain yang tidak dapat diramalkan, 5-20 tahun setelah infeksi terjadi lesi
aorta yang sangat berbahaya (sifilis kardiovaskuler) atau guma dapat muncul di kulit,
saluran pencernaan tulang atau pada permukaan selaput lendir.
Stadium awal sifilis jarang sekali menimbulkan kematian atau disabilitas
yang serius, sedangkan stadium lanjut sifilis memperpendek umur, menurunkan
kesehatan dan menurunkan produktivitas dan efisiensi kerja. Mereka yang terinfeksi
sifilis dan pada saat yang sama juga terkena infeksi HIV cenderung akan menderita
sifilis SSP.
Infeksi pada janin terjadi pada ibu yang menderita sifilis stadium awal pada
saat mengandung bayinya dan ini sering sekali terjadi sedangkan frekuensinya makin
jarang pada ibu yang menderita stadium lanjut sifilis pada saat mengandung bayinya.
Infeksi pada janin dapat berakibat aborsi, stillbirth, atau kematian bayi karena lahir
prematur atau lahir dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) atau mati karena
menderita penyakit sistemik. Infeksi congenital dapat berakibat munculnya
manifestasi klinis yang muncul kemudian berupa gejala neurologis terserangnya SSP.
Dan kadangkala infeksi konginital dapat mengakibatkan berbagai kelainan fisik yang
dapat menimbulkan stigmasasi di masyarakat seperti gigi Hutchinson, saddlenose
(hidung pelana kuda), saber shins (tulang kering berbentuk pedang), keratitis interstitialis dan
tuli. Sifilis congenital kadangkala asimtomatik, terutama pada
minggu-minggu setelah lahir (James Chin, 2006).

Cara Penularan
Cara penularan sifilis adalah dengan cara kontak langsung yaitu kontak
dengan eksud. Sifilis tiat infeksius dari lesi awal kulit dan selaput lendir pada saat
melakukan hubungan seksual dengan penderita sifilis. Lesi bisa terlihat jelas ataupun
tidak terlihat jelas. Pemajanan hampir seluruhnya terjadi karena hubungan seksual.
Penularan karena mencium atau pada saat menimang bayi dengan sifilis konginetal
jarang sekali terjadi. Infeksi transplasental terjadi pada saat janin berada dalam
kandungan ibu menderita sifilis.
Transfusi melalui darah donor bisa terjadi jika donor menderita sifilis pada
stadium awal. Penularan melalui barang-barang yang tercemar secara teoritis bisa
terjadi namun kenyataannya boleh dikatakan tidak pernah terjadi. Petugas kesehatan
pernah dilaporkan mengalami lesi primer pada tangan mereka setelah melakukan
pemeriksaan penderita sifilis dengan lesi infeksius (James Chin, 2006).

. Cara Pencegahan
Adapun cara pencegahan penyakit sifilis adalah sebagai berikut:
1. Selalu menjaga higienis (kebersihan/kesehatan) organ ginetalia.
2. Jangan lupa menggunakan kondom bila melakukan hubungan seks.
3. Mintalah jarum suntik baru setiap kali menerima pelayanan medis yang
menggunakan jarum suntik.

Frambusia
1. Identifikasi
Penyakit frambusia atau patek adalah suatu penyakit kronis, relaps (berulang),
nonvenereal treponematosis, lesinya berupa lesi kulit primer dan sekunder yang sangat
menular dan lesi yang tidak menular adalah lesi tersier (lanjut) yang destruktif. Lesi awal
yang tipikal (patek induk) yaitu berupa papilloma yang timbul pada wajah dan ekstremitas
(biasanya pada kaki) muncul dalam beberapa minggu atau bulan, biasanya tidak nyeri
kecuali jika ada infeksi sekunder. Proliferasinya lambat dan dapat membentuk lesi
frambusia (raspberry) atau lesi dengan ulcus (ulceropapilloma). Diseminasi sekunder
atau papilloma satelit timbul sebelum atau segera setelah lesi awal sembuh, lesi ini timbul
dan tumbuh bergerombol serta sering disertai dengan periostitis pada tulang panjar (saber
shin) dan jari (polidaktilitis) dan gejala konstitusional yang ringan. Papilloma dan
hyperkeratosis pada telapak tangan dan kaki dapat timbul baik pada stadium awal atau
lanjut : lesi tersebut menimbulkan rasa nyeri yang hebat dan biasanya menimbulkan
disabilitas. Lesi akan sembuh spontan tetapi dapat timbul kembali pada tempat lain selama
fase awal dan lanjut.
Stadium akhir memiliki ciri-ciri berupa lesi destruktif pada kulit dan tulang, terjadi pada
10 – 20% dari penderita yang tidak mendapatkan pengobatan, biasanya muncul setelah 5
tahun atau lebih setelah terinfeksi. Penularan secara kongenital tidak ada dan infeksi
jarang sekali terjadi dan jika sampai terjadi maka infeksi biasanya berakibat fatal dan
menimbulkan kecacatan. Tidak seperti pada infeksi oleh sifilis, frambusia tidak
menyerang otak, mata, aorta atau alat-alat pada abdomen.
Diagnosa ditegakkan dengan pemeriksaan dengan mikroskop lapangan gelap atau
pemeriksaan mikroskopik langsung FA dari eksudat yang berasal dari lesi primer atau
sekunder. Test serologis nontrepanomal untuk sifilis misalnya VDRL (Venereal Disease
Research Laboratory), RPR (Rapid Plasma Reagin) reaktif pada stadium awal penyakit
menjadi non reaktif setelah beberapa tahun kemudian, walaupun tanpa terapi yang
spesifik, dalam beberapa kasus penyakit ini memberikan hasil yang terus reaktif pada titer
rendah seumur hidup. Test serologis trepanomal, misalnya FTA-ABS (Fluorescent
Trepanomal Antibody – Absorbed), MHA-TP (Microhemagglutination assay for antibody
to T. pallidum) biasanya tetap reaktif seumur hidup.
573
2 Penyebab penyakit: Treponema pallidum, subspesies pertenue dari spirochaeta
3 Distribusi penyakit
Terutama menyerang anak-anak yang tinggal didaerah tropis di pedesaan yang panas,
lembab, lebih sering ditemukan pada laki-laki. Prevalensi frambusia secara global
menurun drastis setelah dilakukan kampanye pengobatan dengan penisilin secara masal
pada tahun 1950-an dan 1960-an, namun penyakit frambusia muncul lagi di sebagian
besar daerah katulistiwa dan afrika barat dengan penyebaran fokus-fokus infeksi tetap di
daerah Amerika latin, kepulauan Karibia, India, Asia Tenggara dan Kepulauan Pasifik
Selatan.
4. Reservoir: Manusia dan mungkin primata kelas tinggi
5. Cara penularan: Prinsipnya berdasarkan kontak langsung dengan eksudat pada lesi awal
dari kulit orang yang terkena infeksi. Penularan tidak langsung melalui kontaminasi akibat
menggaruk, barang-barang yang kontak dengan kulit dan mungkin juga melalui lalat yang
hinggap pada luka terbuka, namun hal ini belum pasti. Suhu juga mempengaruhi
morfologi, distribusi dan tingkat infeksi dari lesi awal.
6. Masa inkubasi: Dari 2 hingga 3 minggu
7. Masa penularan: Masa penularan bervariasi dan dapat memanjang yang muncul secara
intermiten selama beberapa tahun barupa lesi basah. Bakteri penyebab infeksi biasanya
sudah tidak ditemukan pada lesi destruktif stadium akhir.
8. Kerentanan dan kekebalan: Tidak ada bukti adanya kekebalan alamiah atau adanya
kekebalan pada ras tertentu. Infeksi menyebabkan timbulnya kekebalan terhadap reinfeksi
dan dapat melindungi orang tersebut terhadap infeksi dari kuman golongan treponema lain
yang patogen.
9. Cara – cara pemberantasan
A. Upaya pencegahan: Walaupun penyebab infeksi sulit dibedakan dengan teknik yang
ada pada saat ini. Begitu pula perbedaan gejala-gejala klinis dari penyakit tersebut
sulit ditemukan. Dengan demikian membedakan penyakit treponematosisi satu sama
lainnya hanya didasarkan pada gambaran epidemiologis dan faktor linkungan saja.
Hal-hal yang diuraikan pada butir-butir berikut ini dapat dipergunakan untuk
manangani penyakit frambusia dan penyakit golongan treponematosis non venereal
lainnya.
1) Lakukanlah upaya promosi kesehatan umum, berikan pendidikan kesehatan
kepada masyarakat tentang treponematosis, jelaskan kepada masyarakat untuk
memahami pentingnya menjaga kebersihan perorangan dan sanitasi-sanitasi yang
baik, termasuk penggunaan air dan sabun yang cukup dan pentingnya untuk
meningkatkan kondisi sosial ekonomi dalam jangka waktu panjang untuk
mengurangi angka kejadian.
2) Mengorganisir masyarakat dengan cara yang tepat untuk ikut serta dalam upaya
pemberantasan dengan memperhatikan hal-hal yang spesifik diwilayah tersebut;
574
periksalah seluruh anggota masyarakat dan obati penderita dengan gejala aktif atau
laten. Pengobatan kontak yang asimtomatis perlu dilakukan dan pengobatan
terhadap seluruh populasi perlu dilakukan jika prevalensi penderita dengan gejala
aktif lebih dari 10%. Survei klinis secara rutin dan surveilans yang
berkesinambungan merupakan kunci sukses upaya pemberantasan.
3) Survey serologis untuk penderita laten perlu dilakukan terutama pada anak-anak
untuk mencegah terjadinya relaps dan timbulnya lesi infektif yang menyebabkan
penularan penyakit pada komunitas tetap berlangsung.
4) Menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan yang mamadai untuk dapat melakukan
diagnosa dini dan pengobatan dini sebagai bagian dari rencana kampanye
pemberantasan di masyarakat (lihat butir 9A2 di atas). Hendaknya fasilitas
diagnosa dan pengobatan dini terhadap frambusia ini merupakan bagian yang
terintegrasi pada fasilitas pelayanan kesehatan setempat yang permanen.
5) Lakukan penanganan terhadap penderita cacat dan penderita dengan gejala lanjut.
B. Pengawasan penderita, kontak dan lingkungan sekitarnya
1) Laporan kepada instansi kesehatan yang berwenang: Di daerah endemis tertentu
dibeberapa negara tidak sebagai penyakit yang harus dilaporkan, kelas 3B (lihat
laporan tentang penularan penyakit) membedakan treponematosis venereal & non
venereal dengan memberikan laporan yang tepat untuk setiap jenis, adalah hal
yang penting untuk dilakukkan dalam upaya evaluasi terhadap kampanye
pemberantasan di masyarakat dan penting untuk konsolidasi penanggulangan pada
periode selanjutnya.
2) Isolasi: Tidak perlu; hindari kontak dengan luka dan hindari kontaminasi
lingkungan sampai luka sembuh.
3) Disinfeksi serentak: bersihkan barang-barang yang terkontaminasi dengan
discharge dan buanglah discharge sesuai dengan prosedur.
4) Karantina: Tidak perlu
5) Imunisasi terhadap kontak: Tidak perlu
6) Investigasi terhadap kontak dan sumber infeksi: Seluruh orang yang kontak dengan
penderita harus diberikan pengobatan, bagi yang tidak memperlihatkan gejala aktif
diperlakukan sebagai penderita laten. Pada daerah dengan prevalensi rendah, obati
semua penderita dengan gejala aktif dan semua anak-anak serta setiap orang yang
kontak dengan sumber infeksi.
7) Pengobatan spesifik: Penisilin, untuk penderita 10 tahun ke atas dengan gejala aktif
dan terhadap kontak, diberikan injeksi dosis tunggal benzathine penicillin G
(Bicillin) 1,2 juta unit IM; 0,6 juta unit untuk penderita usia dibawah 10 tahun.
C. Upaya penanggulangan wabah: Lakukan program pengobatan aktif untuk masyarakat
di daerah dengan prevalensi tinggi. Tujuan utama dari program ini adalah: 1)
pemeriksaan terhadap sebagian besar penduduk dengan survei lapangan; 2)
pengobatan terhadap kasus aktif yang diperluas pada keluarga dan kelompok
masyarakat sekitarnya berdasarkan bukti adanya prevalensi frambusia aktif; 3) lakukan
survei berkala dengan tenggang waktu antara 1 – 3 tahun sebagai bagian integral dari
pelayanan kesehatan masyarakat pedesaan disuatu negara.
575
D. Implikasi bencana: Tidak pernah terjadi penularan pada situasi bencana tetapi potensi
ini tetap ada pada kelompok pengungsi didaerah endemis tanpa fasilitas sanitasi yang
memadai.
E. Tindakan Internasional: Untuk melindungi suatu negara dari risiko timbulnya
reinfeksi yang sedang melakukan program pengobatan massal aktif untuk masyarakat,
maka negara tetangga di dekat daerah endemis harus melakukan penelitian untuk
menemukan cara penanganan yang cocok untuk penyakit frambusia. Terhadap
penderita yang pindah melewati perbatasan negara, perlu dilakukan pengawasan (lihat
sifilis bagian I, 9E). Manfaatkan Pusat Kerjasama WHO.
DAFTAR PUSTAKA
William, 2000, http://www.sexuallytransmitteddiseases.htm, diakses tanggal 23
Maret 2008
Oswari, E., 1995, Penyakit dan Penanggulangannya, 236-237, Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta Anonim, 2001, http://www.calicutmedical.org/2001;1(1)e6.htm,
diakses tanggal 23 Maret 2008

Anda mungkin juga menyukai