Anda di halaman 1dari 18

Makalah

PTIRIASIS VERSIKOLOR

Oleh
Erika Resti Prahastika, S.Ked.
Devia Amalia, S.Ked.
Patima Sitompul, S.Ked.
Synthia Audri, S.Ked.
Helvie Rahmadaniati, S.Ked.
M. Ilham Satya Nugraha, S.Ked.
Elisabeth Stefanny, S.Ked.
Fitria Masturah, S.Ked.
Hawari Martanusa, S.Ked.

Pembimbing
dr. Fitrianti

PUSKESMAS DEMPO PALEMBANG


BAGIAN/DEPARTEMEN DERMATOLOGI DAN VENEREOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2018
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur bagi Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmat dan karunia-Nya, akhirnya
makalah yang berjudul “Ptiriasis Versikolor” ini dapat diselesaikan dengan baik. Makalah ini
ditujukan sebagai salah satu referensi untuk melakukan kegiatan promosi kesehatan dalam masa
kepaniteraan di Puskesmas Dempo Palembang.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada dr. Fitrianti selaku pembimbing dalam
makalah ini dan dokter-dokter internship di Puskesmas Dempo yang telah memberikan bimbingan
dalam penyusunan makalah ini. Penulis juga mengucapakan terima kasih kepada dr. Meiri Iryani,
M.Kes selaku kepala Puskesmas Dempo.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih memiliki banyak kekurangan, untuk itu saran
dan kritik yang membangun sangat diharapkan penulis demi kebaikan di masa yang akan datang.

Palembang, Oktober 2018

Penulis

ii
DAFTAR HALAMAN
KATA PENGANTAR......................................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................................................... 6
BAB III KESIMPULAN................................................................................................................................... 17
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................................................... 18

iii
BAB I
PENDAHULUAN

Pitiriasis versikolor (PV) atau lebih dikenal dengan panu adalah infeksi jamur

superfisial yang ditandai perubahan pigmen kulit akibat kolonisasi stratum korneum oleh

jamur lipofilik dimorfik dari flora normal kulit, Malassezia furfur. Pityrosporum

orbiculare dan Pityrosporum ovale dapat menyebabkan penyakit jika bertransformasi

menjadi fase miselium sebagai Malassezia furfur. Dari semua jenis Malassezia, hanya M.

pachydermatis yang membutuhkan lingkungan kaya lipid, seperti kulit manusia atau

media kultur yang diperkaya lipid, karena tidak mampu mensintesis asam lemak jenuh

rantai menengah-panjang. Malassezia menghasilkan berbagai senyawa yang

mengganggu melanisasi menyebabkan perubahan pigmentasi kulit.1

Penyakit ini ditemukan di seluruh dunia (kosmopolit), terutama di daerah tropis

yang beriklim panas dan lembap, termasuk Indonesia. Prevalensinya mencapai 50% di

negara tropis. Penyakit ini menyerang semua ras, angka kejadian pada laki-laki lebih

banyak daripada perempuan, dan mungkin terkait pekerjaan dan aktivitas yang lebih

tinggi. Pitiriasis versikolor lebih sering menginfeksi dewasa muda usia 15-24 tahun, saat

aktivitas kelenjar lemak lebih tinggi.1

Lesi khas pitiriasis versikolor berupa makula, plak, atau papul folikular dalam

berbagai warna, hipopigmentasi, hiperpigmentasi, sampai eritematosa, berskuama halus

di atasnya, dikelilingi kulit normal. Skuama sering sulit terlihat. Untuk membuktikan

skuama yang tidak tampak, dapat dilakukan peregangan atau penggoresan lesi dengan

kuku jari tangan sehingga skuama tampak lebih jelas, dikenal sebagai evoked scale sign,

4
finger nail sign, Besnier’s sign, scratch sign, coup d’ongle sign atau stroke of the nail

sign. Peregangan atau penggoresan lesi akan meningkatkan kerapuhan stratum korneum

kulit yang terinfeksi pitiriasis versikolor, sehingga akan muncul tanda klinis yang berguna

untuk membantu menegakkan diagnosis, terutama jika pemeriksaan mikologis tidak

tersedia dan diagnosis klinis tidak pasti.1

Penyakit ini sangat menarik oleh karena keluhannya bergantung pada tingkat

ekonomi daripada kehidupan penderita. Bila penderita adalah orang dengan golongan

ekonomi lemah (misalnya: tukang becak, pembantu rumah tangga) penyakit ini tidak

dihiraukan. Tetapi pada penderita dengan ekonomi menengahkeatas yang mengutamakan

penampilan maka penyakit ini adalah penyakit yang sangat bermasalah.

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Pityriasis versikolor adalah penyakit infeksi pada superfisial kulit dan berlangsung

kronis yang disebabkan oleh jamur Malassezia furfur. Penyakit ini biasanya tidak

memberikan keluhan subyektif, namun tampak adanya bercak berskuama halus berwarna

putih sampai coklat hitam pada kulit yang terinfeksi. Prevalensi penyakit ini tinggi

pada daerah tropis yang bersuhu hangat dan lembab.2,3

Pityriasis versikolor yang disebabkan oleh Malasezia furfur Robin (BAILLON

1889) adalah penyakit jamur superfisial yang kronik, biasanya tidak memberikan keluhan

subyektif, berupa bercak berskuama halus yang berwarna putih sampai coklat hitam,

terutama meliputi badan dan kadang-kadang dapat menyerang ketiak, lipat paha, lengan,

tungkai atas, muka dan kulit kepala yang berambut.5

2.2 Etiologi
Penyakit ini disebabkan oleh jamur Malasezia furfur. Malassezia furfur (dahulu

dikenal sebagai Pityrosporum orbiculare, Pityrosporum ovale) merupakan jamur lipofilik

yang normalnya hidup di keratin kulit dan folikel rambut manusia saat masa pubertas dan

di luar masa itu. Sebagai organisme yang lipofilik, Malassezia furfur memerlukan lemak

(lipid) untuk pertumbuhan in vitro dan in vivo. Secara in vitro, asam amino asparagin

menstimulasi pertumbuhan organisme, sedangkan asam amino lainnya, glisin,

menginduksi (menyebabkan) pembentukan hifa. Pada dua riset yang terpisah, tampak

bahwa secara in vivo, kadar asam amino meningkat pada kulit pasien yang tidak terkena

panu. Jamur ini juga ditemukan di kulit yang sehat, namun baru akan memberikan gejala

6
bila tumbuh berlebihan. Beberapa faktor dapat meningkatkan angka terjadinya pityriasis

versikolor, diantaranya adalah turunnya kekebalan tubuh, faktor temperatur, kelembaban

udara, hormonal dan keringat.4

2.3 Faktor Predisposisi


Suhu yang tinggi, kulit berminyak, hiperhidrosis, faktor herediter, pengobatan

dengan glukokortikoid, dan defisiensi imun. Pemakaian minyak seperti minyak kelapa

merupakan predisposisi terjadinya Pityriasis versikolor pada anak-anak.4

Faktor predisposisi lain adalah:1

1. Faktor endogen: malnutrisi, immunocompromised, penggunaan kontrasepsi oral,

hamil, luka bakar, terapi kortikosteroid, adrenalektomi, Cushing syndrome.

2. Faktor eksogen: kelembapan udara, oklusi oleh pakaian, penggunaan krim ataulotion,

dan rawat inap.

2.4 Epidemiologi
Pityriasis versikolor lebih sering terjadi di daerah tropis dan mempunyai

kelembaban tinggi. Walaupun kelainan kulit lebih terlihat pada orang berkulit gelap,

namun angka kejadian pityriasis versikolor sama di semua ras. Beberapa penelitian

mengemukakan angka kejadian pada pria dan wanita dalam jumlah yang seimbang. Di

Amerika Serikat, penyakit ini banyak ditemukan pada usia 15-24 tahun, dimana kelenjar

sebasea (kelenjar minyak) lebih aktif bekerja. Angka kejadian sebelum pubertas atau

setelah usia 65 tahun jarang ditemukan.1,5

2.5 Manifestasi Klinis

7
Biasanya tidak ada keluhan (asimtomatis), tetapi dapat dijumpai gatal pada keluhan

pasien. Pasien yang menderita Pityriasis versikolor biasanya mengeluhkan bercak

pigmentasi dengan alasan kosmetik. Predileksi pityriasis vesikolor yaitu pada tubuh bagian

atas, lengan atas, leher, abdomen, aksila, inguinal, paha, genitalia. Bentuk lesi tidak teratur,

berbatas tegas sampai difus dengan ukuran lesi dapat milier, lentikuler, numuler sampai

plakat. Ada dua bentuk yang sering dijumpai:4

1. Bentuk makuler: berupa bercak yang agak lebar, dengan squama halus diatasnya, dan

tepi tidak meninggi.

2. Bentuk papuler: seperti tetesan air, sering timbul disekitar rambut.

Gambar 1 Pityriasis versicolor menunjukkan lesi hiperpigmentasi dalam lesi Kaukasia (kiri
atas) dan hipopigmentasi dalam Aborijin Australia (kanan atas dan bawah ).

2.6 Patogenesis
Pada kulit terdapat flora normal yang berhubungan dengan timbulnya pityriasis

versicolor yaitu Pityrosporum orbiculare yang berbentuk bulat atau Pityrosporum ovale

yang berbentuk oval. Malassezia furfur merupakan fase spora dan miselium. Malassezia

berubah dari bentuk blastospore ke bentuk mycelial. Hal ini dipengaruhi oleh faktor

8
predisposisi. Malassezia memiliki enzim oksidasi yang dapat merubah asam lemak pada

lipid yang terdapat pada permukaan kulit menjadi asam dikarboksilat. Asam dikarboksilik

ini menghambat tyrosinase pada melanosit epidermis dan dapat mengakibatkan

hipomelanosit. Tirosinase adalah enzim yang memiliki peranan penting dalam

pembentukan melanin. Malassezia Furfur dapat menginfeksi pada individu yang sehat

sebagaimana ia dapat menginfeksi individu dengan immunocompromised, misalnya pada

pasien kanker atau AIDS.4

Malassezia furfur dapat dikultur dari kulit yang terinfeksi maupun yang normal dan

dianggap bagian dari flora normal, terutama di daerah tubuh manusia yang kaya dengan

sebum. Hasil peningkatan kelembaban, suhu dan ketegangan CO2 tampaknya menjadi

faktor penting yang berkontribusi terhadap infeksi. Malassezia furfur adalah dimorfik,

organisme lipofilik yang tumbuh secara in vitro hanya dengan tambahan asam lemak C12-

C14 seperti minyak zaitun dan lanolin. Dalam kondisi yang tepat, ia berubah dari jamur

saprofit menjadi bentuk miselium yang didominasi parasit, yang menyebabkan penyakit

klinis. Faktor predisposisi transisi miselium termasuk, lingkungan yang lembab,

hiperhidrosis, kontrasepsi oral, penggunaan kortikosteroid sistemik, penyakit Cushing,

imunosupresi, serta keadaan malnutrisi.9

Organisme yang menginfeksi biasanya hadir di lapisan atas stratum korneum, dan

dengan penggunaan mikroskop elektron bisa dilihat bahawa jamur ini menyerang tidak

hanya antara tetapi dalam sel-sel berkeratin. Jumlah korneosit jelas menunjukkan

pergantian sel meningkat pada kulit yang terinfeksi. Ada beberapa mekanisme yang

dipostulasikan untuk perubahan dalam pigmentasi, termasuk produksi asam dikarboksilat

yang dihasilkan oleh spesies Malassezia (asam azelaic misalnya) yang menyebabkan

9
penghambatan kompetitif tirosinase dan mungkin efek sitotoksik langsung pada melanosit

hiperaktif. 9

Bercak hiperpigmentasi kulit terjadi karena peningkatan berlebihan dalam ukuran

melanosom dan perubahan dalam distribusi mereka di epidermis, memberikan kawasan

yang terkena warna kulit yang lebih gelap dari normal. Lesi hipopigmentasi pula dapat

diakibatkan dari penghambatan enzim dopa-tyrosinase oleh fraksilipid, karena jamur

menghasilkan asam azelaic di lokasi cedera yang terinfeksi, yang menghambat tirosinase,

mengganggu melanogenesis.9

2.7 Penegakan Diagnosis


1. Anamnesis

Penderita biasanya mengeluhkan tampak bercak putih pada kulitnya. Keluhan gatal

ringan muncul terutama saat berkeringat, namun sebagian besar pasien

asimptomatik.2

2. Pemeriksaan fisik

Lesi berupa makula hipopigmentasi atau berwarna-warni, berskuama halus,

berbentuk bulat atau tidak beraturan dengan batas tegas atau tidak tegas. Skuama

biasanya tipis seperti sisik dan kadangkala hanya dapat tampak dengan menggores kulit

(finger nail sign). Predileksi di bagian atas dada, lengan, leher, perut, kaki, ketiak, lipat

paha, muka dan kepala. Penyakit ini terutama ditemukan pada daerah yang tertutup

pakaian dan bersifat lembab.2

3. Pemeriksaan KOH 20%

10
Pemeriksaan ini memperlihatkan kelompok sel ragi bulat berdinding tebal dengan

miselium kasar, sering terputus-putus (pendek-pendek), yang akan lebih mudah dilihat

dengan penambahan zat warna tinta parker blue-black atau biru laktofenol. Gambaran

ragi dan miselium tersebut sering dilukiskan sebagai “meat ball and spageti” .

Bahan-bahan kerokan kulit diambil dengan cara mengerok bagian kulit yang

mengalami lesi. Sebelumnya kulit dibersihkan dengan kapas alcohol 70%, lalu dikerok

dengan skapel steril dan jatuhnya ditampung dalam lempeng-lempeng steril. Sebagian

dari bahan tersebut diperiksa langsung dengan KOH 20% yang di beri tinta parker biru

hitam, dipanaskan sebentar, ditutup dengan gelas penutup dan diperiksa di bawah

mikroskop. Bila penyebabnya memang jamur, maka akan terlihat garis yang memiliki

indeks bias lain dari sekitarnya dan jarak-jarak tertentu dipisahkan oleh sekat-sekat atau

seperti butir-butir yang bersambung seperti kalung. Pada ptyriasis versicolor hifa

tampak pendek-pendek, bercabang, terpotong-potong, lurus atau bengkok dengan

spora yang berkelompok.

Gambar 2.
Gambaran ragi dan miselium sering disebut “spaggeti and meatball”
4. Pemeriksaan dengan sinar wood

11
Pemeriksaan dengan sinar wood, dapat memberikan perubahan warna seluruh daerah

lesi sehingga batas lesi lebih mudah dilihat. Daerah yang terkena infeksi akan

memperlihatkan flouresensi warna kuning keemasan sampai orange.

Gambar 3
Pemeriksaan dengan wood Lamp
2.8 Diagnosis Banding
Diagnosis Banding meliputi ruam-ruam putih pada kulit seperti vitiligo dan
pitiriasis alba.
1. Vitiligo
Vitiligo adalah suatu hipomelanosis yang didapat bersifat progresif, seringkali familial
ditandai dengan makula hipopigmentasi pada kulit, berbatas tegas dan asimtomatis.
Makula hipomelanosis pada vitiligo yang khas berupa bercak putih seprti kapur,
bergaris tengah beberapa milimeter sampai beberapa sentimeter, berbentuk bulat atau
lonjong dengan tepi berbatas tegas dan kulit pada tempat tersebut normal dan tidak
mempunyai skuama. Vitiligo mempunyai distribusi yang khas. Lesi terutama terdapat
pada daerah terpajan (muka, dada bagian atas, dorsum manus), daerah intertriginosa
(aksila, lipat paha), daerah orifisium (mulut, hidung, mata, rektum), pada bagian

12
ekstensor permukanaa tulang yang menonjol (jari-jari, lutut, siku). Pada pemeriksaan
histopatologi tidak ditemukan sel melanosit dan reaksi dopa untuk melanosit negatif.

Gambar 4
Tempat predileksi dari vitiligo
Pada pemeriksaan dengan lampu Wood makula amelanotik pada vitiligo tampak
putih berkilau, hal ini membedakan lesi vitiligo dengan makula hipomelanotik pada
kelainan hipopigmentasi lainnya.
Penatalaksanaan vitiligo dapat diberikan:8
a. Tabir surya untuk melindungi kulit yang terlihat agar tidak mengalami reaksi
terbakar surya dan tidak terjadi tanning pada kulit yang normal. Yang
dianjurkan adalah tabir surya dengan SPF lebih dari 30.
b. Kosmetik penutup untuk menyembunyikan lesi vitiligo sehingga tidak
tampak. Merek yang tersedia misalnya Covermark (Lydia O’Leary),
Dermablend, Vitadye dan Dy-o-Derm. Biasanya warna disesuaikan dengan
warna kulit dan tidak mudah hilang.
c. Kortikosteroid topikal pemakaian kortikosteroid berlandaskan pada teori
autoimun. Jika tidak ada respon selam 2 bulan maka terapi dianggap tidak akan
berhasil. Evaluasi perlu dilakukan setiap bulan untuk mencegah timbulnya
atropi kulit dan telangiektasia
d. Pemakaian psoralen denga UVA Psoralen secara topikal ataupun sistemik
yang diikuti oleh pajanan terhadap sinar UVA (PUVA) menyebabkan
proliferasi sel-sel pigmen di dalam umbi rambut dan perpindahan sel-sel
pigmen tersebut kedaerah kulit yang putih (hipopigmentasi)

13
e. Minigrafting dapat digunakan pada vitiligo segmental yang stabil dan tidak
dapat diobati dengan teknik yang lain.
f. Bleaching terapi ini digunakan untuk vitiligo yang luas, gagal dengan terapi
PUVA, atau menolak PUVA. Yang digunakan adalah Monobenzylether of
hydroquinon 20% cream, dioleskan 2 kali sehari. Biasanya dibutuhkan waktu
9-12 bulan agar terjadi depigmentasi.8

A B
Gambar 5
Vitiligo pada regio fasial (A) dan regio ekstremitas inferior (B)

2. Pitiriasis Alba
Pitiriasis alba sering dijumpai pada anak berumur 3-16 tahun (30-40%). Wanita dan
pria sama banyak. Lesi berbentuk bulat oval. Pada mulanya lesi berwarna merah muda
atau sesuai warna kulit dengan skuama halus diatasnya. Setelah eritema menghilang
lesi yang dijumpai hanya hipopigmentasi dengan skuama halus. Pada stadium ini
penderita datang berobat terutama pda orang dengan kulit berwarna. Bercak biasanya
multiple 4 sampai 20. Pada anak-anak lokasi kelainan pada muka (50-60%), paling
sering disekitar mulut, dagu, pipi serta dahi. Lesi daat dijumpai pada ekstremitas dan
badan. Lesi umumnya asimtomatik tetapi dapat juga terasa gatal dan panas.8
Pada pemeroksaan histopatologi tidak ditemukan melanin di stratum basal dan terdapat
hiperkeratosis dan parakeratosis. Kelaianan ini dapat dibedakan dari vitiligo dengan
adanya batas yang tidak tegas dan lesi yang tidak amelanotik serta pemeriksaan
menggunakan lampu wood. Kelainan hipopigmentasi ini dapat terjadi akibat
perubahan-perubahan pasca inflamasi dan efek penghambatan sinar ultra violet oleh
epidermis yang mengalami hipereratosis dan parakeratosis.

14
Terapi pitiriasis alba kadang tidak memuaskan namun penyakit ini dapat menyembuh
sendiri seiring dengan meningkatnya usia, namun pernah dilaporkan lesi yang menetap
hingga dewasa. Terap yang dapat digunakakn berupa kortikosteroid topikal. Untuk lesi
pititriasis alba yang luas dapat digunakan PUVA.8

Gambar 6
Pitiriasis alba pada regio fasial tampak batas yang kurang jelas

2.9 Pengobatan
Pengobatan pityriasis versicolor dapat diterapi secara topical maupun sistemik.

Tingginya angka kekambuhan merupakan masalah, dimana mencapai 60% pada tahun

pertama dan 80% setelah tahun kedua. Oleh sebab itu diperlukan terapi profilaksis untuk

mencegah rekurensi :

1. Pengobatan topical

2. Pengobatan harus dilakukan secara menyeluruh, tekun dan konsisten. Obat yang dapat

digunakan ialah :6

a. Shampo selenium sulfida 2,5% digunakan 2-3 minggu sekali atau shampo

ketokonazol 2% selama 3 hari berturut-turut. Terbinafin topikal 1% dua kali per

hari selama seminggu cukup efektif.

15
b. Turunan azol, misalnya : mikonazol, klotrimazol, isokanazol dan ekonazol dalam

bentuk topical

c. Larutan natrium tiosulfas 25%, dioleskan 2 kali sehari sehabis mandi selama 2

minggu (Djuanda, 2013)

3. Pengobatan sistemik

Pengobatan sistemik diberikan pada kasus pityriasis versicolor yang luas atau jika

pemakaian obat topical tidak berhasil. Obat yang dapat diberikan adalah :6,7

a. Ketokonazol
Dosis : 200 mg perhari selama 10 hari
b. Flukonazol
Dosis : dosis tunggal 300 mg setiap minggu, selama 2 minggu
c. Itraconazol
Dosis : 200 mg perhari selama 5-7 hari.

4. Terapi hipopigmentasi:7
a. Liquor carbonas detergent 5%, salep pagi/malam
b. Krim kortikosteroid menengah pagi dan malam
c. Jemur matahari kurang lebih 10 menit antara jam 10.00 – 15.00

2.10 Prognosis
Perjalanan penyakit berlangsung kronik, namun umumnya memiliki prognosis

baik. Lesi dapat meluas jika tidak diobati dengan benar dan faktor predisposisi tidak

dieliminasi. Masalah lain adalah menetapnya hipopigmentasi, diperlukan waktu yang

cukup lama untuk repigmentasi kembali seperti kulit normal. Hal itu bukan kegagalan

terapi, sehingga penting untuk memberikan edukasi pada pasien bahwa bercak putih

tersebut akan menetap beberapa bulan setelah terapi dan akan menghilang secara perlahan.1

16
BAB III
KESIMPULAN

Pityriasis versikolor adalah infeksi ringan yang sering terjadi disebabkan oleh Malasezia

furfur dan pityrosporum orbiculare. Penyakit jamur kulit ini adalah penyakit kronis yang ditandai

oleh bercak putih sampai coklat yang bersisik, makula dikulit, skuama halus disertai rasa gatal.

Faktor predisposisi penyakit ini adalah suhu yang tinggi, kulit berminyak, hiperhidrosis, faktor

herediter, pengobatan dengan glukokortikoid, defisiensi imun, pengangkatan glandula adrenal,

penyakit Cushing, kehamilan, malnutrisi, luka bakar, terapi steroid, dan penggunaan kontrasepsi

oral.

Angka kejadian pada pria dan wanita dalam jumlah yang seimbang. Penyakit ini banyak

ditemukan pada usia 15-24 tahun, dimana kelenjar sebasea (kelenjar minyak) lebih aktif bekerja.

Predileksi pityriasis vesikolor yaitu pada tubuh bagian atas, lengan atas, leher, abdomen, aksila,

inguinal, paha, genitalia. Pada anamnesis dikeluhkan gatal ringan, adanya bercak/macula berwarna

putih (hipopigmentasi) atau kecoklatan (hiperpigmentasi) dengan rasa gatal yang akan muncul saat

berkeringat. Pada pemeriksaan fisik ditemukan bercak-bercak berwarna-warni, bentuk tidak

teratur -teratur, batas jelas-difus. Sering didapatkan lesi bentuk folikular atau lebih besar, atau

bentuk nummular yang meluas membentuk plakat. Kadang-kadang dijumpai bentuk campuran

(folikular dengan nummular, folikular dengan plakat ataupun folikular atau nummular dengan

plakat). Periksaan penunjang yang dapat dilakukan pada penyakit ini adalah pemeriksaan dengan

KOH 10% dan lampu wood. Pengobatan pada penyakit ini menggunakan pengobatan topikal,

sistemik dan terapi hipopigmentasi. Prognosis baik bila pengobatan dilakukan menyeluruh, tekun

dan konsisten.

17
DAFTAR PUSTAKA

1. Tan Sukmawati, Reginata G. 2015. Uji Provokasi Skuama pada Pitiriasis Versikolor.
Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin, Fakultas Kedokteran Universitas
Tarumanagara. CDK-229/ vol. 42 no. 6. Jakarta, Indonesia
2. Djuanda, A. Hamzah, M. Aisah, S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, 5th Ed.
Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2007.
3. James, W.D. Berger, T.G. Elston, D.M. Andrew’s Diseases of the Skin: Clinical
Dermatology. 10th Ed. Saunders Elsevier. Canada. 2000.
4. Johnson. R.A, Suurmond. D . 2007. Color Atlas And Synopsis of Clinical Dermatology.
Dalam: Fitzpatrick TB, Wolff K, Johnson RA, Suurmond D, penyunting. Dermatology
in general medicine. Edisi ke-5. New York: McGraw-Hill. h. 729
5. Budimulja, Unandar. 2006. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta : Balai Penerbit
FKUI
6. Gupta Aditya K, Folley Kelly A. 2015. Antifungal Treatment for Pityriasis Versicolor.
Journal of Fungi. Canada. Received: 24 December 2014 / Accepted: 4 March 2015 /
Published: 12 March 2015
7. Murtiastutik D, Ervianti E. 2009. Atlas Penyakit Kulit & Kelamin. Dep/SMF Kesehatan
Kulit dan Kelamin FK UNAIR/RSUD Dr. Soetomo Surabaya. Ed, 2. h.80-81
8. Ortonne JP, Bahadoran P. 2003. /hypomelanosis and Hypermelanosis. Dalam: Freedberg
IM, Eisen AZ, Wolf K,. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. Sixth Edition. Mc
Graw-Hill. New York 836-862.
9. Kundu, R.V. and A. Garg. 2012. Yeast Infections: Candidiasis, Tinea (Pityriasis)
Versicolor, and Malassezia (Pityrosporum) Folliculitis, in Fitzpatrick's Dermatology In
General Medicine, M. Lowell A. Goldsmith, MPH, et al., Editors. McGraw-Hill. p. 3280-
3285.

18

Anda mungkin juga menyukai