Anda di halaman 1dari 3

KASUS APLIKASI MODEL SOSIAL PADA IBU HAMIL HIV/AIDS

Tren gangguan kesehatan jiwa saat ini banyak dilatar belakangi oleh penyalahgunaan

alkohol, zat adiktif, dan beberapa kondisi penyakit seperti penyakit kronis maupun penyakit

infeksi salah satunya adalah HIV/AIDS. Dari sekian banyak penderita sebagian besar adalah

pada kelompok ibu hamil dengan resiko penularan pada janin hampir mencapai 91%.

Kondisi inilah yang nantinya akan berdampak kepada kesehatan jiwa wanita , umumnya

mereka yang memiliki kecemasan yang tinggi akan resiko tertularnya HIV/AIDS kepada si

anak yang ada dalam kandungannya.

Infeksi HIV telah tersebar hampir merata diseluruh dunia yang menyebabkan

permasalahan masyarakat khususnya masalah kesehatan di negara berkembang. Indonesia

adalah negara dengan epidemi rendah HIVAIDS pada masyarakat umum, tapi terkonsentrasi

pada populasi tertentu yang mempunyai faktor risiko penularan, seperti masyarakat yang

mempunyai perilaku seks berisiko tidak aman dan masyarakat penyalahgunaan Napza suntik

(Penasun).

Dari sekian banyak kasus yang telah dilaporkan, hampir sebagian besar ibu hamil hidup

dengan HIV/AIDS dan tentunya kemungkinan besar anak yang nantinya dilahirkan tertular

HIV/AIDS. Tentu kondisi tersebut akan berdampak pada kesehatan jiwa wanita. Kesehatan

jiwa wanita sangat mempengaruhi kesehatan wanita. Pada usia produktif gangguan kesehatan

jiwa wanita sering berhubungan dengan perannya sebagai ibu, istri, dan pekerja. Terlebih lagi

gangguan jiwa ini dapat disebabkan karena adanya faktor resiko yang terjadi selama
kehamilan akibat dari HIV/AIDS seperti janin akan tertular HIV. Hal ini mengakibatkan

perubahan psiokologis pada ibu hamil dengan HIV/AIDS seperti adanya ambivalensi,

perasaan ragu-ragu akan kehamilannya, depresi, kehawatiran yang berlebihan terhadap janin,

bahkan dapat juga terjadi post partum blues. Ibu hamil dengan HIV mengalami peningkatan

depresi dan kekhawatiran terhadap stigma masyarakat

Gangguan kesehatan jiwa pada wanita hamil dengan HIV/AIDS biasanya akan

mengalami peningkatan depresi atau kekhawatiran terhadap stigma lingkungan, dimana

penyakit ini identik dengan multi sexual partner,wanita perokok atau riwayat konsumsi

alkohol maupun penyalahgunaan zat.Pengucilan sosial atau isolasi social terhadap penderita

sering menyertai kondisi ini. Dari kondisi tersebut akan memunculkan stressor dan

membangkitkan kecemasan atau lebih parahnya akan menimbulkan depresi.

Contoh kasus :

1. Ny. R (26), warga Surabaya, mengalami kehamilan dengan HIV/AIDS. Setelah

dilakukan wawancara, Ny. R mengatakan selama masa kehamilannya menunjukkan

respon yang baik yaitu tidak mengalami mual muntah yang berkepanjangan

“Selama hamil tidak ada keluhan. Mual muntah aja waktu awal bulan, sampe 4

bulan sudah enggak. Nggak sampai lemes, biasa, kalo pagi muntahnya”ujarnya. Selain

itu, selama masa kehamilan Ny. R tidak banyak mengalami kenaikan berat badan,

masih bisa melakukan aktifitas fisik dengan baik, respon emosi sedih dan cemas

berkaitan dengan kehamilannya.


Selama masa kehamilannya, Ny. R menunjukkan respon emosi sedih mengetahui

kehamilannya dengan HIV/AIDS. Ny R merasa putus asa dan tidak ada harapan.

Walaupun pada akhirnya Ny. R pasrah dengan apa yang terjadi. “Kayak udah tidak

karuan mbak, sedih, bingung, kan saya tau itu penyakit mematikan. Tapi ya udah

pasrah aja mbak, mau gimana lagi.,” tuturnya.

Selain menunjukkan respon emosi sedih, Ny. R juga menunjukkan respon emosi

cemas apabila janin yang dikandungnya akan tertular HIV/AIDS. ”Kalau ditanya takut

sih saya takut mbak., ya itu takut kalau dedeknya ketularan. Saya bener- bener gak

bisa ngebayangin mbak, saya lemes kalo mbayangin itunya apalagi katanya HIV itu

mematikannya ya mbak”, ujarnya tersedu. Selain cemas akan resiko tertular HIV ke

janin didalam kandungannya, Ny. R mengatakan merasa cemas apabila kabar tentang

kehamilannya dengan HIV/AIDS diketahui oleh tetangga sekitar. Ny R menyebutkan

selama 5 bulan terakhir ini dirinya banyak mengurung diri didalam rumah agar kabar

kehamilannya dengan HIV/AIDS tidak diketahui tetangga, karena Ny. R menyadari

kehamilan dengan HIV/AIDS akan mendapat stigma buruk dari masyarakat sekitar.

Apalagi menurut pengetahuannya, HIV/AIDS merupakan penyakit yang bisa

ditularkan dengan berganti ganti pasangan seks. Ny. R sangat takut mendapat stigma

buruk itu, terlebih lagi Ny. R selama ini meyakini hanya setia pada suaminya saat ini.

Anda mungkin juga menyukai