Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH MANAGEMENT MUTU PELAYANAN

KESEHATAN

KELOMPOK 5

AGUS ERY SETIAWAN (N 201 15 107)


DWI SITI OKTANIA (N 201 15 086)
SITI NURFAIZAH (N 201 15 0 )
CHRISYAN IMAUEL (N 201 15 096)
FAUZIAH (N 201 15 081)

PRODI KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
rahmat dan berkat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan
baik. Makalah ini menjelaskan tentang ‘Benchmark danGugusKendaliMutu
(GKM)’.
Kami mengucapkan terimakasih kepada pihak terkait yang telah berperan
dalam penyusunan makalah ini terutama kepada dosen mata kuliah Managemen
Mutu Pelayanan Kesehatan ibu drg. Hermiyanti, M.Kes yang sudah memberikan
tugas ini. Kami juga berterima kasih kepada teman-teman yang sudah berperan
dalam membantu penyelesaian makalah ini.
Kami sangat menyadari bahwa masih sangat banyak kekurangan yang
terdapat pada makalah ini. Oleh karna itu kami selaku penyusun sangat
mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca untuk perbaikan makalah ini
kedepannya.
Terimah kasih, semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada para
pembacanya.

Palu, April 2018

Kelompok 5
DAFTAR ISI

Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ..........................................................................................
B. Rumusan Masalah .....................................................................................
C. Tujuan .......................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
A. Definisi, Tujuan, Manfaat, Dan Asas GKM .............................................
B. CiriPelaksanaan GKM, Struktur Organisasi .............................................
C. Langkah-Langkah GKM ...........................................................................
D. Definisi, Tujuan, Manfaat, Dan Alasan Dilakukannya Benchmark .........
E. Sasaran, Jenis, Dan Cara Melaksanakan Benchmark ...............................
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan .............................................................................................
B. Saran .......................................................................................................
Daftar Pustaka
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam era industrialisasi yang semakin kompetitif sekarang ini,
setiap pelaku bisnis yang ingin memenangkan kompetisi dalam dunia
industri akan memberikan perhatian penuh pada kualitas. Perhatian penuh
kepada kualitas akan memberikan dampak positif kepada bisnis melalui
dua cara, yaitu dampak terhadap biaya produksi dan dampak terhadap
pendapatan (Gaspersz, 2001). Sejarah menunjukkan bahwa kebangkitan
Jepang dalam bidang industri setelah kekalahannya dalam Perang Dunia II
dimulai dengan sistem kualitas modern. Profesor W.E. Deming dan J.M.
Juran memperkenalkan kepada Jepang teknologi pengendalian mutu, yang
pada hakekatnya merupakan suatu pengendalian mutu komprehensif
secara statistik (Paramita, 1989). Di Jepang, QC (Quality Control) ini
diperluas menjadi Total Quality Control (pengendalian mutu terpadu)
yang dalam pelaksanaannya dilakukan dengan Quality Control Circle atau
Gugus Kendali Mutu (Musri, 2001).
Menurut Musri (2001), Gugus Kendali Mutu (GKM) adalah
sekelompok pekerja kecil daripada wilayah kerjanya yang secara sukarela
dan berkala mengadakan kegiatan pengendalian mutu dengan cara
mengidentifikasikan, menganalisa dan mencari pemecahan masalah.
Karena GKM berkembang di Jepang, maka beberapa pengamat
(Broeckner & Hess; Van Wassenhove; Defrank, Matteson, Schweiger,
Ivanchevich, dalam Ariyoto, 1989) menganggap bahwa GKM
menyandang sesuatu yang bersifat budaya, sehingga sulit dikembangkan
di negara dengan budaya lain. Namun, beberapa peneliti lainnya (Lawlwer
III & Mohan, Ingle; Hutchins; Meyer & Scott; Schonberger; Wheelwright,
dalam Ariyoto, 1989) menganggapnya tidak demikian. Di dalam situasi
budaya barat pun GKM akan mampu hidup, asalkan beberapa persyaratan
dipenuhi. Pada tahun 2007, PT PDP mulai memberlakukan GKM karena
adanya kebijakan dari manajemen tentang perbaikan kualitas.
GKM diberlakukan pada bagian Production Engineering,
Production, Warehouse, Quality Control. Pada bulan Mei 2007 sampai
pada bulan Juli 2007, diadakan training dan sosialisasi ke operator serta
pembahasan masalah (pada bulan Juli akhir). Dari bagian-bagian tersebut
maka terbentuklah 13 grup GKM. Pada saat GKM diberlakukan, terdapat
banyak masalah yang dihadapi oleh fasilitator–fasilitator yang memberi
training kepada karyawannya. Masalah–masalah yang muncul di antaranya
adalah para karyawan kurang mengerti akan metode GKM yang masih
baru, sebagian besar anggota masih pasif, tidak semua orang mengerti
akan masalah yang dihadapi karena adanya perbedaan latar belakang
pekerjaan, produksi yang semakin tinggi dan tidak ada waktu untuk
membuatnya meningkat, dan sebagainya. Dikhawatirkan dari masalah–
masalah yang muncul akan mengakibatkan kinerja dan kepuasan kerja
karyawan menurun. Oleh karena itu, dalam penelitian ini, tujuan yang
ingin dicapai adalah untuk: (1) mengetahui apakah GKM berpengaruh atau
tidak terhadap kinerja karyawan; (2) mengetahui apakah GKM
berpengaruh atau tidak terhadap kepuasan kerja pekerja; dan (3)
mengetahui apakah kepuasan kerja berpengaruh atau tidak terhadap
kinerja pekerja.
Benchmarking adalah suatu proses yang biasa digunakan dalam
manajemenn atau umumnya manajemen strategis, dimana suatu unit atau
bagian atau organisasi mengukur dan membandingkan kinerjanya terhadap
aktivitas atau kegiatan serupa unit atau bagian atau organisasi lain yang
sejenis baik secara internal maupun eksternal. Dari hasil benchmarking,
suatu organisasi dapat memperoleh gambaran dalam (insight) mengenai
kondisi kinerja organisasi sehingga dapat mengadopsi best practice untuk
meraih sasaran yang diinginkan. Kegiatan benchmarking tidaklah harus
peristiwa yang dilakukan satu kali waktu, namun bisa juga merupakan
kegiatan berkesinambungan sehingga organisasi dapat memperoleh
manfaat dalam meraih praktek aktifitas organisasi yang terbaik untuk
mereka.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yaitu:
1. Apa pengertian, tujuan, manfaat, asas, ciri, struktur, tugas, serta langkah
dalam gugus kendali mutu?
2. Apa pengertian, tujuan, manfaat, alasan, sasaran, jenis, dan cara
pelaksanaan Benchmark?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian, tujuan, manfaat, asas, ciri, struktur,
tugas, serta langkah dalam gugus kendali mutu?
2. Untuk mengetahui pengertian, tujuan, manfaat, alasan, sasaran, jenis,
dan cara pelaksanaan Benchmark?
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi, tujuan, manfaat dan asas GKM


1. Definisi GKM
Pengertian GKM di dalam perusahaan adalah sekelompok kecil
karyawan yang terdiri dari 3-8 orang dari unit kerja yang sama, yang
dengan sukarela secara berkala dan berkesinambungan mengadakan
pertemuan untuk melakukan kegiatan pengendalian mutu di tempat
kerjanya dengan menggunakan alat kendali mutu dan proses pemecahan
masalah.
Definisi lain GKM adalah sejumlah karyawan dengan pekerjaan
yang sejenis yang bertemu secara berkala untuk membahas dan
memecahkan masalah-masalah pekerjaan dan lingkungannya dengan
tujuan meningkatkan mutu usaha dengan menggunakan perangkat kendali
mutu.
2. Tujuan
1. Meningkatkan keterlibatan karyawan anggota pada persoalan-
persoalan pekerjaan dan paya pemecahannya.
2. Menggalang kerjasama kelompok (teamwork) yang lebih efektif.
3. Meningkatkan kemampuan memecahkan masalah.
4. Meningkatkan pengembangan pribadi dan kepemimpinan.
5. Menanamkan kesadaran tentang pencegahan masalah.
6. Mengurangi kesalahan-kesalahan dan meningkatkan mutu kerja.
7. Meningkatkan motivasi karyawan.
8. Meningkatkan komunikasi dalam kelompok.
9. Menciptakan hubungan atasan-bawahan yang lebih serasi.
10. Meningkatkan kesadaran tentang keselamatan kerja.
11. Meningkatkan pengendalian dan pengurangan biaya.
3. Manfaat
1. Secara Umum
a. Perbaikan mutu dan peningkatan nilai tambah
b. Peningkatan produktivitas sekaligus penurunan biaya
c. Peningkatan kemampuan menyelesaikan pekerjaan sesuai target
d. Peningkatan moral kerja dengan mengubah tingkah laku
e. Peningkatan hubungan yang serasi antara atasan dan bawahan
f. Peningkatan ketrampilan dan keselamatan kerja
g. Peningkatan kepuasan kerja
h. Pengembangan tim (gugus kendali mutu)
2. Bagi Karyawan
a. Kesempatan untuk meningkatkan kemampuan pribadi.
b. Kesempatan untuk menemukan dan memecahkan masalah yang
belum mendapat perhatian orang lain.
c. Latihan menganalisis masalah dengan mempergunakan metode
metode statistik yang praktis.
d. Lebih memahami teknik-teknik pengendalian kualitas.
e. Mendorong peningkatan kreativitas.
3. Bagi Organisasi / Perusahaan
a. Sarana untuk meningkatkan produktivitas.
b. Kualitas hasil kerja pelayanan dan jasa menjadi lebih baik.
c. Membangkitkan semangat dan mengembangkan rasa memiliki,
bertanggung jawab dan selalu mawas diri dari seluruh karyawan.
d. Mengurangi kesalahan serta memperbaiki mutu.
4. Asas GKM
1) Asas-asas Pokok GKM
a) Asas Pembangunan Manusia
Sejarah GKM adalah sejarah yang bertolak dari upaya
pemecahan masalah dengan penempatan peranan manusia yang
lebih bermakna, khususnya para pekerja pelaksana dalam
pemecahan masalah pekerjaan. Titik tolak falsafah pembangunan
manusia (people building philosophy) yang tanpa batas ini
hendaknya senantiasa dipertahankan agar dalam menghadapi
berbagai masalah produktivitas, asas ini tidak ditinggalkan
sehingga GKM akan tetap menjadi seperti apa yang dicita-
citakan.
b) Asas Dinamika Kelompok dan Kerjasama Kelompok (Group
Dynamic and Teamwork)
Upaya dan karya GKM adalah upaya dan karya bersama
(kelompok), artinya kemajuan dan keberhasilan GKM adalah
bertumpu pada sumber daya kekuatan-kekuatan kelompok yang
saling menunjang (human synergistic) dan saling mengindahkan
(win-win style), sehingga semua pihak yang berkepentingan
terhadap keberhasilan GKM hendaknya senantiasa ikut serta
dalam mengarahkan dan memelihara kelompok atau gugus ini,
sehingga akan tetap bertahan menjadi kelompok dan bukan
sejumlah orang yang dikumpulkan semata-mata.
2) Asas-asas Umum GKM
a) Asas Informalitas
Organisasi GKM adalah organisasi yang informal atau tidak
resmi, artinya tidak terikat pada struktur organisasi formal yang
ada, yang mungkin saja akan membatasi sekali geraakan GKM.
Namun demikian, pimpinan perusahaan sangat berkepentingan dan
harus merestui (mendukung) sepenuhnya atas terbentuknya GKM
sekalipun pimpinan perusahaan tidak ikut campur dalam
menetapkan sasaran, kegiatan dan mekanisme kerja gugus ini.
b) Asas Kesukarelaan
Keikutsertaan seseorang karyawan dalam GKM adalah
diundang, yang hendaknya berdasarkan kesukarelaan semata-mata,
sehingga pada dasarnya karyawan bisa saja tidak ikut serta dalam
GKM sampai ia merasa dirugikan atau merasa membutuhkan
sendiri.
c) Asas Keterlibatan Total
Dengan kemampuan apapun, tanpa perkecualian, tiap
karyawan yang menjadi anggota GKM hendaknya dilibatkan atau
melibatkan diri dalam kebersamaan dan segala upaya memecahkan
permasalahan yang ditetapkan secara bersama-sama oleh gugus.
d) Asas Memadukan
GKM dalam kegiatannya memadukan pengelolaan sumber
daya kelompok manusia dan sumber daya non manusia secara
seimbang dengan senantiasa memperhatikan proses kelompoknya
(synergistic decision making), mengingat manusia adalah sekaligus
sebagai sumber daya dan sebagai pengelola sumber daya tersebut
yang sangat berbeda hakekatnya dengan sumber daya yang lain.
e) Asas Belajar Bersama secara Berkesinambungan
GKM adalah kelompok yang memecahkan masalah secara
terus-menerus dan sambil belajar bersama serta berkembang
bersama baik di dalam maupun di luar pertemuan gugus.
Pertemuan gugus yang satu ke pertemuan lain adalah kegiatan yang
berkesinambungan sehingga tidak akan terjadi masalah yang tanpa
penyelesaian. Bagi GKM, berkesinambungan adalah jauh lebih
penting daripada jumlah masalah yang dirampungkan, sebab
kesinambungan lebih menjamin mutu pekerjaan dan kepuasan kerja
gugus.
f) Asas Kegunaan
Dalam upaya pemecahan masalah, GKM menganut asas
kegunaan praktis, artinya keberhasilan upaya pemecahan
masalahnya akan diukur terutama dari segi praktisnya.
g) Asas Keterbukaan
Kepentingan GKM adalah kepentingan semua pihak dan
kemajuan yang maksimal hanya akan dicapai jika ada keterbukaan
untuk saling belajar dari semua pihak, lebih-lebih antar gugus,
sehingga asas keterbukaan ini perlu senantiasa dipelihara dan
dipertahankan oleh pihak manapun.
h) Asas Loyalitas pada Organisasi
Kesetiaan atau loyalitas karyawan anggota gugus yang
dituntut adalah kesetiaan pada organisasi perusahaannya, bukan
pada pribadi, baik atasan, pucuk pimpinan maupun pemiliknya.
Ketergantungan pada pribadi seseorang akan sangat mengganggu
kemantapan stabilitas) kegiatan anggotanya.
B. Ciri pelaksanaan GKM, struktur organisasi dan tugas dalam GKM
a. Ciri pelaksanaan GKM
1) Partisipasi
Yaitu keterlibatan dari seluruh karyawan yang ada dari tingkat
pimpinan paling atas sampai pada karyawan pelaksana dalam
melalukan perbaikan mutu yang dilakukan secara berkerjasama. Jika
partisipasi total sudah dilaksanakan, berarti komitmen sudah
diwujudkan. Yang dimaksud komitmen adalah, adanya dukungan dan
keterlibatan pimpinan dan karyawan yang konsisten.
2) Menggunakan statistik
Metode Statistik yang diperlukan sangat sederhana dan mudah
dipelajari. Statistik menjadi penting dalam penerapan GKM karena
setiap orang harus berbicara dengan fakta dan data sehingga mudah
untuk bertanggung jawab dari setiap pengendalian, dengan tidak
dengan perkiraan atau kemungkinan- kemungkinan. Ini dimaksudkan
agar analisa semakin tajam dan memudahkan melalukan evaluasi.
3) Pengendalian PDCA
Yang dimaksud pengendalian adalah memutar roda PDCA.
Hasil yang baik adalah karena perencanaan yang baik. Tidak ada hasil
yang baik tanpa perencanaan. Banyak perusahaan yang tetap bertahan
( survive ) dan mempunyai daya saing mulai dengan budaya PDCA
ini.
P = Plan , rencanakan.
D = Do , kerjakan sesuai rencana.
C = Check , periksa hasilnya.
A = Action, tindakan.
Didalam system manjemen TQC, masalah adalah sesuatu yang
kita terima, kita proses dan kita hasilkan, yang masing- masing
mempunyai tingkat ukuran, atau yang disebut mutu. Dengan demikian
pengertian masalah adalah, mutu dari seluruh bidang kegiatan.
Penilaian terhadap mutu biasanya dilakukan hanya setelah orang
melihat hasil akhir yang dicapai, sehingga perhatian yang dicurahkan
untuk mencapai penilaian yang baik hanya pada kegiatan akhir.
b. Struktur organisasi GKM
1. Fasilitator
a) Memberi pelatihan kepada pimpinan dan anggota GKM
b) Koordinator GKM
c) Mediator antara GKM dengan pucuk pimpinan Perushaan
2. Pimpinan(Leader) GKM
a) Memimpin secara aktif
b) Mendorong para kariawan agar aktif
c) mengelola jalannya kerja
d) Bertanggung jawab terhadap kegiatan GKM
e) Bersama fasilitator memberikan pelatihan kepada anggota GKM
3. Advisor
Orang yang dilibatkan sebagai narasumber karena keahliannya (expert)
4. Thema Leader
Pemimpin circle dengan tema yang sedang berjalan.
5. Notulen
Dokumentasi setiap pertemuan
6. Anggota GKM
Adalah para staf puskesmas
c. Langkah – langkah dalam GKM
Sebenarnya delapan langkah untuk menyelesaikan masalah yang
sedang dihadapi oleh GKM merupakan siklus PDCA yaitu Plan (rencana),
Do (mengerjakan), Check (memeriksa), Action (tindakan). Hal ini sebagai
berikut:
a) Langkah 1 : Menentukan Masalah
Tema merupakan kejadian atau masalah yang perlu ditanggulangi
oleh GKM yang diambil dari masalah yang berkembang di lingkungan
kerja GKM. Cara penentuan tema bisa dilakukan 2 cara :
a. Mengambil salah 1 masalah tema) yang menjadi prioritas dari
beberapa masalah yang ada di lokasi kerja gugus. Hal-hal yang
mendasari prioritas ini misalnya masalah tersebut mempunyai
peluang besar kontribusinya terhadap mutu usaha (cost, kualitas
produk, safety, dsb).
b. Mengambil 1 masalah (tema) yang ada di lokasi kerja gugus yang
menjadi kesepakatan dari semua anggota gugus.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penentuan tema (penilaian
masalah)
a. Menyangkut bidang kerja dan mengacu pada kebijaksanaan
manajemen (perusahaan).
b. Mampu dipecahkan oleh gugus, terutama pada awal
terbentuknya gugus, sebaiknya memilih tema yang relatif
mudah.
c. Masalah (tema) yang dipilih harus spesifik (tidak terlalu luas),
sehingga siapapun bisa mengerti dengan jelas dengan membaca
tema tersebut.
b) Langkah 2 : Menentukan Penyebab Masalah
Menentukan penyebab dibagi menjadi 2 tahap yaitu :
a. Menentukan semua penyebab yang mungkin berpengaruh terhadap
masalah. Untuk menentukan semua penyebab ini bisa digunakan
alat diagram Tulang Ikan (Ishikawa) dengan teknik sumbang saran
yang melibatkan semua anggota gugus.
b. Memilih penyebab yang paling mungkin (dominan) di antara
semua penyebab yang ada (point no. 1). Untuk memilih penyebab
yang dominan ini bisa dilakukan 2 cara sesuai dengan karakteristik
penyebabnya.Jika penyebab-penyebab tersebut pengaruhnya bisa
dikuantitatifkan, maka bisa menggunakan diagram pareto sehingga
akan dipilih penyebab yang berpengaruh paling besar, atau bisa
menggunakan diagram tebar sehingga akan diketahui penyebab-
penyebab yang benar-benar memberikan pengaruh terhadap
masalah.
Jika penyebab-penyebab tersebut pengaruhnya tidak bisa
dikuantitatifkan (kualitatif), pemilihan penyebab yang dominan
bisa dilakukan melalui kesepakatan yang melibatkan semua
anggota gugus.
Perlu diingat juga bahwa sering dijumpai dari penyebab-
penyebab yang sudah dikumpulkan sangat sulit untuk menentukan
penyebab yang dominan. Oleh karena itu, pemilihan penyebab
yang dominan ini bisa diabaikan dan semua penyebab yang sudah
dkumpulkan tadi langsung dibuat rencana penanggulangannya
(rencana perbaikan).
c) Langkah 3: Menentukan akar penyebab masalah
Langkah 3 inimenentukanakar penyebab yang berpengaruh
terhadap masalah dengan menggunakan alat diagram tukang ikan
untuk mementukan semua penyebabnya.
d) Langkah 4 : Merencanakan Perbaikan
Langkah ke-4 ini bertujuan mencari pemecahan untuk
menghilangkan semua penyebab (penyebab yang dominan) yang
sudah ditentukan sebelumnya. Merencanakan langkah perbaikan di
dalam GKM dapat ditentukan dengan teknik sumbang saran
(penyampaian ide) dari semua anggota gugus dengan tetap mengacu
pada pemilihan langkah perbaikan yang paling efektif dan efisien.
Untuk memudahkan penjabarannya, merencanakan langkah
perbaikan bisa menggunakan prinsip 1H-5W yaitu How, What, Why,
Where, Who, dan When.
e) Langkah 5 : Melaksanakan Perbaikan
Langkah ke-5 ini adalah melaksanakan semua rencana
perbaikan yang sudah disepakati dan dibahas dengan matang oleh
semua anggota gugus.
Dalam melaksanakan perbaikan ini perlu dijelaskan juga
tentang pentingnya kesungguhan dan partisipasi penuh dari semua
anggota gugus sesuai tugas yang sudah dibagikan dan diharapkan juga
semua pelaksanaan dari rencana perbaikan bisa diselesaikan sesuai
dengan waktu yang disepakati.
f) Langkah 6 : Memeriksa Hasil Perbaikan
Setelah semua rencana sudah dilaksanakan dengan benar
sesuai dengan yang disepakati, maka langkah selanjutnya adalah
memeriksa hasil dari perbaikan tersebut, untuk mengukur apakah
semua perbaikan yang dilakukan oleh gugus bisa menanggulangi
penyebab yang mempengaruhi suatu masalah.
Cara memeriksa hasil perbaikan ini bisa dilakukan dengan
membandingkan kondisi masalah sebelum perbaikan dan kondisi
masalah setelah perbaikan atau dengan membandingkan data yang
menggambarkan masalah sebelum perbaikan dan data yang
menggambarkan setelah perbaikan.
Penyajian data yang menggambarkan masalah setelah
perbaikan hendaknya menggunakan alat yang sama dengan penyajian
data yang menggambarkan masalah sebelum perbaikan. Jika
sebelumnya menggunakan diagram pareto, maka setelah perbaikan
harus menggunakan diagram pareto. Alat-alat lain yang digunakan di
langkah ke-6 selain diagram pareto adalah lembar periksa, histogram
dan peta kendali.
g) Langkah 7 : Membuat Standarisasi
Setelah langkah perbaikan yang dilakukan sudah diperiksa dan
bisa mengatasi penyebab masalah yang dihadapi, langkah berikutnya
perlu dibuatkan standarisasi yang bisa dijadikan acuan kerja di lokasi
kerja gugus dan ditujukan pula untuk mencegah masalah yang muncul
sebelumnya akan terulang lagi. Jika perlu standarisasi ini juga bisa
disebarluaskan kepada lokasi kerja yang lain yang sejenis dengan
lokasi kerja gugus. Standarisasi yang dibuat bisa meliputi standar
untuk cara kerja (metode), manusia (operator/mekanik), material,
mesin dan lingkungan kerja.
h) Langkah 8 : Menentukan Masalah Berikutnya
Pada dasarnya merencanakan langkah berikutnya adalah
menentukan masalah selanjutnya yang akan diselesaikan oleh gugus
dan prinsipnya sama dengan penentuan tema masalah seperti di
langkah pertama yaitu masalah yang dipilih untuk diselesaikan bisa
melalui 2 cara yaitu :
a. Memilih masalah yang paling prioritas dari masalah-masalah yang
ada di lokasi kerja
b. Memilih masalah melalui kesepakatan semua anggota gugus
C. Definisi, tujuan, manfaat dan alasan dilakukannya benchmark
1. Definisi Bencmark
Banchmarting merupakan upaya untuk mengetahui tentang
bagaimana dan mengapa suatu perusahaan yang memimpin suatu industri
dapat melaksanakan tugasnya secara lebih baik dibandingkan dengan yang
lain.
Benchmarking yang sebenarnya akan mendorong kita untuk melihat
jauh ke dalam proses-proses di pesaing kita (atau sejawat kita) yang
sejenis, yang barangkali diimplementasikan dengan lebih baik dan terbukti
memberikan kualitas hasil atau keluaran yang lebih baik. Juga
benchmarking ini dapat membantu untuk mendapatkan jalan pintas untuk
mencapai tujuan (target), dengan meniru maka banyak hal dapat dihemat,
antara lain kita dapat lebih mempersingkat proses pembelajaran (learning
process), mengurangi kemungkinan kegagalan karena bisa belajar dari
kegagalan dan kesalahan orang lain.
2. Tujuan Benhmark
Adapun tujuan dari benchmark ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk menilai dan meninjau ulang ekonomis, efisiensi, efektivitas, serta
kelemahan dan kekurangan yang terdapat dalam fungsi tersebut terkait
dengan kondisi yang terjadi.
2. Untuk mengambil tindakan yang bersifat preventif, artinya untuk
menilai apakah ada situasi dalam perusahaan yang potensial dapat
menjadi masalah di masa depan meskipun pengamatan spintas mungkn
menunjukan bahwa situasi demikian tidak dihadapi perusahaan.
3. Untuk membanndingkan hasil kerja perusahaan secara keseluruhan atau
berbagai komponen dengan standar yang mencakup berbagai bidang
kegiatan dan berbagai sasaran perusahaan yang ditetapkan sebelumnya.
4. Untuk menjadi yang tterbaik dalam melakukan aktifitas dan proses.
Banchmarting juga seharusnya juga melakukan perbandingan dengan
para pesaingnya atau industri lainnya.
5. Untuk meningkatkan kinerja organisasi agar mampu bersaing dengan
organisasi lain dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.
3. Manfaat Benchmark
1) Menciptakan pemahaman yang lebih baik
2) Meningkatkan kesadaran akan perubahan kebutuhan pelanggan
3) Mendorong inovasi
4) Mengembangkan realistis, tujuan peregangan
5) Membuat rencana tindakan yang realistis
4. Alasan Dilakukannya Benchmark
Patok duga (benchmarking) muncul pada awal 1980, tetapi baru
tahun 1990 mulai popular sebagai alat untuk meningkatkan kinerja
perusahaan. Patok duga merupakan suatu proses belajar secara sistematika
dan terus menerus untuk menganalisis tata kerja terbaik untuk
menciptakan dan mencapai tujuan dengan prestasi kelas dunia, dengan
membandingkan setiap bagian dari suatu perusahaan dengan perusahaan
pesaing yang paling unggul dalam kelas dunia.
D. Jenis, dan cara melaksanakan benchmark
1. Jenis Benchmark
Pada dasarnya terdapat empat jenis patok duga yaitu :
1) Internal Benchmarking
Internal benchmarking merupakan investigasi patok duga yang
paling mudah diterapkan yaitu dengan membandingkan operasi-
operasi di antara fungsi-fungsi dalam organisasi itu sendiri. Dengan
demikian Internal Benchmarking dapat dikatakan sebagai suatu paket
upaya perbaikan terus-menerus untuk mengidentifikasi praktek bisnis
terbaik yang ada dalam lingkungan perusahaan sendiri. Sebagai
contoh, bila praktek bisnis di salah satu anak perusahaan atau unit
bisnis setelah diteliti memiliki informasi yang terbaik, maka sifat-sifat
tertentu yang unggul ini kemudian ditularkan kepada anak perusahaan
yang lain atau unit bisnis lain yang berada dalam kelompok
perusahaan yang sama.
2) Competitive Benchmarking
Competitive Benchmarking merupakan tingkatan yang lebih
lanjut dari Internal Benchmarking. Competitive Benchmarking
berfungsi untuk memposisikan produk perusahaan terhadap produk
pesaing. Competitive Benchmarking diterapkan untuk menciptakan
atau meningkatkan daya saing serta mampu memperbaiki posisi
produk dalam pasar yang kompetitif. Melalui Competitive
Benchmarking akan diperoleh informasi tentang performansi terbaik
dari pesaing, dimana informasi ini dapat dipergunakan oleh
perusahaan untuk menciptakan produk yang lebih baik dari yang baik.
3) Fungsional Benchmarking
Fungsional Benchmarking merupakan jenis patok duga yang
tidak harus membatasi pada perbandingan terhadap pesaing langsung.
Fungsional Benchmarking dapat melakukan investigasi pada
perusahaan-perusahaan yang unggul dalam industri yang tidak sejenis.
Bagaimanapun relevansi dari perbandingan pada Fungsional
Benchmarking perlu dipertahankan melalui pendefenisian
karakteristik performansi yang harus serupa dengan fungsi-fungsi dari
perusahaan.
4) Generic Benchmarking
Generic Benchmarking merupakan jenis patok duga dimana
beberapa fungsi bisnis dan proses adalah sama tanpa memperdulikan
ketidakserupaan atau ketidaksejenisan diantara industri-industri.
Generic Benchmarking membutuhkan konseptualisasi yang
komperhensi, serta merupakan jenis patok duga yang paling sulit.
Generic Benchmarking merupakan perluasan dari Fungsional
Benchmarking.
2. Cara melaksanakan
Benchmark dapat dilakukan perusahaan untuk meningkatkan
mutu suatu proses. ini merupakan proses meniru atau belajar dari pihak
lain atau mitra benchmark tang telah sukses menerapkan proses yang
sama. Proses benchmark akan menghasilkan peningkatan mutu yang
dilakukan secara proaktif oleh manajemen. Inilah beberapa tahap yang
harus dilakukan oleh perusahaan:
a. Menentukan apa yang akan ditiru
Dalam tahap ini perusahaan mencari mitra yang mempunyai proses
operasi yang sama, kemudian menentukan metode untuk
mengumpulkan data kinerja. Data awal kinerja internal perusahaan
di analisis terlebih dahulu sebelum mempelajari kinerja mitra
benchmark. Mitra benchmark dipilih dalam industri yang sama dan
dianggap unggul dalam sebagian atau seluruh prosesnya. Misalnya
ingin melakukan perbaikan tentang manajemen gudang, maka
perusahaan dapat memilih mitra yang dikenal memiliki sistem
manajemen gudang yang efektif untuk menyimpan dan mencari
item secara cepat dengan menggunakan aplikasi yang canggih.
b. Mengunjungi mitra benchmark
Sebelum dilakukan kunjungan dibentuk tim benchmark yang terdiri
dari beberapa bagian yang terkait dengan proses yang akan
ditingkatkan. Perusahaan melakukan kunjungan ke pihak mitra
untuk melihat langsung penerapan proses. dari data yang dimiliki
maka perusahaan dapat mempelajari kesenjangan kinerja dengan
proses yang lebih baik.
c. Analisis kelayakan penerapan
Berdasarkan data yang dikumpulkan selama kunjungan.
Perusahaan melakukan analisis kelayakan penerapan dan
pengaruhnya terhadap proses internal. Apabila hasil analisis
menunjukan bahwa perubahan untuk proses baru tersebut layak dan
mendapatkan dukungan manajemen, maka perusahaan menyusun
rencana penerapan. Ukuran kinerja kemudian ditetapkan sehingga
kondisi kinerja awal dan kondisi kinerja yang ditargetkan dapat
disetujui oleh manajemen.
d. Menerapkan Hasil Benchmarking
Dalam penerapan hasil benchmark perlu disusun prosedur dengan
standar kinerja baru. Prosedur ini disosialisasikan dan diberikan
pelatihan kepada seluruh karyawan yang terkait dengan penerapan
proses. Peningkatan dapat berupa kecepatan waktu atau kinerja
lainnya yang dirancang lebih baik sehingga roses yang tadinya
dianggap lemah diharapkan menjadi lebih baik. Proses baru ini
harus dikomunikasikan dengan efektif dalam perusahaan untuk
mendapat dukungan dari setiap pelaksana proses.
e. Evaluasi Penerapan Hasil Benchmark
Setelah kurang lebih sebulan diterapkan manajemen diwajibkan
mengukur kinerja proses baru dibandingkan proses sebelumnya.
Tindakan perbaikan dapat dilakukan untuk memastikan penerapan
proses sesuai rencana. indikator kinerja atau sasaran mutu proses
dievaluasi untuk menetapkan keberhasilan proses benchmark.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
1. GKM adalah sejumlah karyawan dengan pekerjaan yang sejenis yang
bertemu secara berkala untuk membahas dan memecahkan masalah-
masalah pekerjaan dan lingkungannya dengan tujuan meningkatkan mutu
usaha dengan menggunakan perangkat kendali mutu,tujuanya antara lain
Meningkatkan keterlibatan karyawan anggota pada persoalan-persoalan
pekerjaan dan paya pemecahannya.Manfaatnya, Perbaikan mutu dan
peningkatan nilai tambah. Langkah untuk menyelesaikan masalah yang
sedang dihadapi oleh GKM merupakan siklus PDCA yaitu Plan (rencana),
Do (mengerjakan), Check (memeriksa), Action (tindakan).
2. Banchmarting merupakan upaya untuk mengetahui tentang bagaimana dan
mengapa suatu perusahaan yang memimpin suatu industri dapat
melaksanakan tugasnya secara lebih baik dibandingkan dengan yang lain.
Tujuannya Untuk menilai dan meninjau ulang ekonomis, efisiensi,
efektivitas, serta kelemahan dan kekurangan yang terdapat dalam fungsi
tersebut terkait dengan kondisi yang terjadi. Manfaat menciptakan
pemahaman yang lebih baik. Benchmark dapat dilakukan perusahaan
untuk meningkatkan mutu suatu proses. ini merupakan proses meniru atau
belajar dari pihak lain atau mitra benchmark tang telah sukses menerapkan
proses yang sama. Proses benchmark akan menghasilkan peningkatan
mutu yang dilakukan secara proaktif oleh manajemen
3.2 Saran
Dalam perbaikan mutu dalam sebuah institusi sebaiknya menerapkan konsep
GKM dimana dalam penerapanya menerapkan konsep PDAC PDCA yaitu
Plan (rencana), Do (mengerjakan), Check (memeriksa), Action (tindakan)
agar dapat membantuh dalam memecahkan masalah dan peningkatan mutu
selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Barra, Ralph J, 2002, Putting Quality Circles to Work, terjemahan Agus Maulana,
Penerbit Erlangga, Jakarta. Chia, Johny Sik Leung, Olga I Coucer dan Cyril
Canney, 2003, Gugus Kendali Mutu, Terjemahan Anassidik, Penerbit Bumi
Aksara, Jakarta. Headquarters, QC, JUSE, 2003, Gugus Kendali Mutu,
Terjemahan Rochmulyati Hamzah Penerbit Binaman Pressindo, Jakarta. Hutchins,
David, 2003, Quality Control Circles in Management, Japanase Style, Penerbit
Djambatan, Jakarta Ibrahim, Budi, 2007, Total Quality Management, Penerbit
Djambatan, Jakarta Pusat Produktivitas Nasional, 2000, Departemen Karyawan
Republik Indonesia. Pengantar Produktivitas, Edisi Revisi, Jakarta Nasution,
Mulya, 2004, Pengantar Bisnis, Penerbit Djambatan, Jakarta Ndraha, talizidulu,
2005 , Pengantar Teori Pengembangan Sumber Daya Manusia, Rineka Cipta ,
Jakarta Ravianto,J, 2004, Manajemen Produksi dan Produktivitas, Penerbit Bina
Pustaka Idaman, Jakarta Rivai, Veethzal, 2009, Manajemen Sumber Daya
Manusia Untuk Perusahaan, Penerbit Rajawali Pers, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai