Bab I
Bab I
PENDAHULUAN
Masa tumbuh kembang anak adalah periode yang sangat riskan bagi setiap kehidupan
anak, sehingga perlu mendapat perhatian dari semua aspek yang mendukung maupun yang
yang dapat berakibat terhadap pertumbuhan dan perkembangan adalah Cerebral palsy
(CP).CP adalah gangguan perkembangan yang diperkenalkan pertama kali oleh William
Little pada tahun 1861 dan dikenal dengan Little’s disease. CP adalah sindroma postur dan
gangguan motorik yang nonprogresif yang menyebabkan terbatasnya aktivitas dan seringkali
disertai gangguan kognitif atau defisit visual. Hal itu disebabkan oleh adanya kerusakan otak
nonprogresif atau disfungsi perkembangan otak pada saat janin maupun bayi.1,2
CP bukan penyakit yang berdiri sendiri tetapi nama yang diberikan untuk variasi dari
sindrom kerusakan saraf motorik yang terjadi sekunder dan menjadi lesi dalam
perkembangan otak. Kerusakan otak bersifat permanen dan tidak dapat disembuhkan tetapi
dampak dari CP dapat diperkecil.3 Etiologi CP dibagi menjadi tiga: Pranatal (Infeksi
TORCH, keracunan, radiasi sinar X), Natal (anoksia, perdarahan otak, prematur, ikterus),
Postnatal (trauma kapitis, ensefalitis, meningitis dan luka parut pasca bedah).4 Faktor risiko
terjadinya CP antara lain jenis kelamin, ras, genetik, sosioekonomi, riwayat obstetri, penyakit
Angka kejadian penderita CP, menurut studi kasus yang dilakukan para peneliti,
terjadi pada 3,6 per 1.000 anak atau sekitar 278 anak. Studi kasus yang dilakukan di negara
Georgia, dan Wisconsin menyebutkan angka yang cukup sama, yaitu 3,3 per 1.000 anak di
Wisconsin, dan 3,8 per 1.000 anak di Georgia .6 American Academi for Cerebral Palsy
1|Page
mengemukakan klasifikasi CP sebagai berikut : klasifikasi neuro motorik yaitu spastic,
atetosis, rigiditas, ataxia, tremor dan mixed. Klasifikasi distribusi topografi keterlibatan
Fisioterapi atau juga rehabilitasi medis merupakan salah satu disiplin ilmu dan bagian
dari tenaga kesehatan yang mempunyai peran untuk mewujudkan derajat kesehatan yang
optimal, intervensi yang diberikan adalah yang berhubungan dengan gerak dan fungsi.
Fisioterapi juga juga bertanggung jawab dalam upaya meningkatkan kesehatan yang optimal,
baik dari segi promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Dalam lingkup tumbuh kembang
anak fisioterapi mempunyai peran penting yaitu memberikan pelayanan secara optimal pada
tahapan tumbuh kembang anak, baik pada anak dengan tumbuh kembang yang normal
2|Page
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Cerebral palsy adalah suatu gangguan atau kelainan yang terjadi pada suatu kurun
waktu dalam perkembangan anak, mengenai sel-sel motorik di dalam susunan saraf pusat,
bersifat kronik dan tidak progresif akibat kelainan atau cacat pada jaringan otak yang belum
selesai pertumbuhannya. Yang pertama kali memperkenalkan penyakit ini adalah William
John Little (1843), yang menyebutnya dengan istilah cerebral diplegia, sebagai akibat
prematuritas atau afiksia neonatorum. Sir William Olser adalah yang pertama kali
kelompok gangguan motorik yang menetap, tidak progresif, yang terjadi pada anak
kecil yang disebabkan oleh kerusakan otak akibat trauma lahir atau patologi intra
uterine. Gangguan ini ditandai dengan perkembangan motorik yang abnormal atau
terlambat, seperti paraplegi spastik, hemiplegia atau tetraplegia, yang sering disertai
gerakan atau fungsi motor tidak normal dan timbul sebagai akibat kecelakaan, luka atau
penyakit pada susunan saraf yang terdapat pada rongga tengkorak. Pengertian selengkapnya
dapat dikutip dari the united cerebral palsy association, cerebral palsy menyangkut gambaran
klinis yang diakibatkan oleh luka pada otak, terutama pada komponen yang menjadi
penghalang dalam gerak sehingga keadaan anak yang dikategorikan cerebral palsy (CP) dapat
3|Page
digambarkan sebagai kondisi semenjak kanak-kanak dengan kondisi nyata, seperti lumpuh,
lemah, tidak adanya koordinasi atau penyimpangan fungsi gerak yang disebabkan oleh
Begitu banyak penyebab cerep, jumlah pasti dari berbagai penelitian tidak
sepenuhnya sama. Namun, ada kesamaan luar biasa dalam prevalensi di seluruh dunia, dari
Swedia pada tahun 1980 dengan prevalensi 2,4 per 1000 dan 2,5 per 1000 diawal 1990-an,
dalam menghitung daripada perbedaan jelas dalam prevalensi. Sebuahlaporan dari Inggris,
banyak perubahan dalam prevalensi selama 40 terakhir tahun. Namun, pola cerebral palsy
telah bergeser lebih ke arah diplegia dan spastik quadriplegia dan jauh dari hemiplegia dan
perawatan kebidanan yang lebih baik dan beberapa peningkatan kejadian dari korban yang
selamat dari neonatal unit perawatan intensif. Juga, kelahiran kembar telah meningkat dengan
meningkatnya umur maternal, dan ini kelahiran kembar memiliki risiko jauh lebih tinggi
mengembangkan CP. Dilaporkan prevalensi per kehamilan untuk kelahiran tunggal adalah
0,2%, 1,5% untuk kembar, untuk kembar tiga 8,0%, dan untuk kembar empat 43%.5
Pada KONIKA V Medan (1981), R. Suhasim dan Titi Sularyo melaporkan 2,46% dari
jumlah penduduk Indonesia menyandang gelar cacat, dan di antaranya ± 2 juta adalah anak.
CP merupakan jenis cacat pada anak yang terbanyak dijumpai. Di Jaipur, Meenakshi Sharma
dkk (1981) menyelidiki 219 CP, 150 di antaranya adalah laki-laki dan 69 perempuan. Terdiri
4|Page
dari 42 anak umur kurang 1 tahun, 113 antara 1 - 5 tahun, 52 antara 5 - 10 tahun dan 12 di
atas 10 tahun. Angka kejadiannya sekitar 1 – 5 per 1000 anak. Laki-laki lebih banyak dari
pada wanita. Sering terdapat pada anak pertama, mungkin anak pertama lebih sering
mengalami kesulitan pad waktu dilahirkan. Angka kejadiannya lebih tinggi pada bayi BBLR
dan anak kembar. Umur ibu sering lebih dari 40 tahun, lebih- lebih pada multipara.5
Cerebral palsy tidak disebabkan oleh satu penyebab. Cerebral palsy merupakan
yang berbeda. Untuk mengetahui penyebab CP perlu digali mengenai hal bentuk cerebral
palsy, riwayat kesehatan ibu dan anak serta onset penyakitnya. Sekitar 10-20% di USA
anak penderita cerebral palsy disebabkan karena penyakit setelah lahir (prosentase
tersebut akan lebih tinggi pada negara-negara yang belum berkembang). CP juga bisa
terjadi karena kerusakan otak pada bulan-bulan pertama atau tahun-tahun pertama
kehidupan yang merupakan sisa dari infeksi otak, misalnya miningitis, bakteri atau
encephalitis virus atau merupakan hasil dari trauma kepala yang sering diakibatkan
CP kongenital, pada satu sisi lainnya tampak pada saat kelahiran. Pada banyak kasus,
penyebab CP kongenital sering tidak diketahui. Diperkirakan terjadi dengan kejadian spesifik
pada masa kehamilan atau sekitar kelahiran dimana terjadi kerusakan motorik pada otak yang
6,7
sedang bekembang.
1.Prenatal
a.Malformasi kongenital.
5|Page
b.Infeksi dalam kandungan yang dapat menyebabkan kelainan janin(misalnya; rubela,
virus lainnya).
c.Radiasi.
d.Toksik gravidarum.
e.Asfiksia dalam kandungan (misalnya: solusio plasenta, plasenta previa, anoksi maternal,
2.Natal
Faktor natal yaitu segala faktor yang menyebabkan cerebral palsy mulai dari lahir
a.Anoksia / hipoksia.
Brain injury, Terdapat pada keadaan presentasi bayi abnormal, CPD,partus lama, plasenta
- Pendarahan batang otak, terjadi gangguan pernapasan dan gangguan sirkulasi menyebabkan
anoksia.
- Pendarahan pada ruang subdural, terjadi tekanan pada korteks serebri menyebabkan
kelumpuhan spastis.
c. Ikterus.
d. Prematuritas.
Resiko perdarahan otak disebabkan faktor pembuluh darah, pembekuan, dan enzim terbentuk
6|Page
3. Postnatal
Post natal dimulai dari bulan pertama kehidupan sampai 2 tahun atau sampai 5 tahun
kehidupan, atau sampai 16 tahun. Setiap kerusakan pada jaringan otak yang mengganggu
perkembangan. Penyebab postnatal cerebral palsy mungkin tumpang tindih dengan prenatal
dan neonatal .
a.Trauma kapitis.
c. Kern icterus.
Masalah vaskuler atau respirasi bayi selama persalinan merupakan tanda awal yang
menunjukkan adanya masalah kerusakan otak atau otak bayi tidak berkembang secara
Resiko cerebral palsy lebih tinggi diantara bayi dengan berat <2500gram dan bayi
lahir dengan usia kehamilan <37 minggu. Resiko akan meningkat sesuai dengan rendahnya
e. Kehamilan ganda.
7|Page
f. Malformasi SSP.
malformasi sistem saraf pusat yang nyata. Misalnya lingkar kepala abnormal (microcefali).
g. Pendarahan maternal
pada saat masa akhir kehamilan. Pendarahan vaginal selama bulan ke 9-10 kehamilan
Cerebral palsy dapat diklasifikasikan berdasarkan gejala dan tanda klinis neurologis.
Spastik diplegia, untuk pertama kali di deskripsikan oleh Little (1860), merupakan salah sa
tu bentuk penyakit yang dikenal selanjutnya sebagai cerebral palsy. Hingga saat ini cerebral
palsy diklasifikasikan berdasarkan kerusakan gerakan yang terjadi dan dibagi dalam 4
a. CP Spastik
(darah dikorteks), anak mengalami kelumpuhan yang kaku, refleksnya menggigil, misalnya
refleks moro (salah satu refleks bayi) yang sering terjadi, baik dirangsang maupun tidak dan
ada refleks yang menetap padahal seharusnya hilang diusia tertentu tapi masih ada,
misalnya refleks menggenggam pada bayi. Normalnya menghilang diusia 3-4 bulan, tapi
terkena, yaitu:
1) Monoplegi
Kelumpuhan empat anggota gerak tapi salah satu anggota gerak lebih hebat dari sebelumnya.
8|Page
2) Quadriplegia
kelumpuhan pada keempat gerakan anggota geraknya, dua kaki dan dua tangan
lumpuh.
3) Diplegia
gerak bawah. Misalnya, tungkai bawah tapi dapat pula kedua anggota gerak atas.
4) Hemiplegi
Kelumpuhan pada satu sisi tubuh dan anggota gerak yang dibatasi oleh garis
tengah yang didepan atau dibelakang, misalnya tangan kiri, kaki kiri. Pergerakan anggota
gerak berkurang, fleksi (menekuk) lengan pada siku, lengan tetap mengepal.
b. Koreo-Attentoid
Dikenal juga dengan istilah cerebral palsy diskrinetik atau gerak, jadi tangan anak
c. Aktaksik
yang dapat terlihat saat anak belajar duduk. Kerusakan otaknya disereberum (daerah otak
kecil).
d. Distonia
Ada yang ototnya kaku dan ada juga yang lemas. Kerusakan otaknya berada
pada bagian korteks (bagian lapisan luar otak) dan di ganglia basalis.
e. Campuran
9|Page
Merupakan jenis cerebral palsy dengan semua gabungan jenis diatas, kerusakan ini bisa
Gangguan motorik berupa kelainan fungsi dan lokalisasi serta kelainan bukan motorik
yang menyulitkan gambaran klinis cerebral palsy. Kelainan fungsi motorik terdiri dari:
1. Spastisitas
Terdapat peninggian tonus otot dan reflek yang disertai dengan klonus dan reflek babinski
yang positif . Tonus otot yang meninggi itu menetap dan tidak hilang meskipun penderita
dalam keadaan tidur.peninggian tonus ini tidak sama derajatnya pada suatu gabungan otot ,
karena itu tampak sikap yang khas dengan kecendrungan terjadi kontraktur, misalnya lengan
dalam aduksi, fleksi pada sendi siku dan pergelangan tangan dalam pronasi serta jari jari
dalam fleksi sehingga posisi ibu jari melintang di telapak tangan. Tungkai dalam sikap
aduksi, fleksi pada sendi paha dan lutut,kaki dalam fleksi plantar dan telapak kaki berputar ke
dalam. Tonic neck reflex dan refleks neonatal menghilang pada waktunya. Kerusakan
biasanya terletak di traktus kortikospinalis. Golongan spastisitas ini meliputi 2/3 -3/4
penderita cerebral palsy. Bentuk kelumpuhan spastisitas tergantung pada letak dan besarnya
10 | P a g e
2. Tonus otot yang berubah
Bayi pada golongan ini pada usia bulan pertama tampak flasit dan berbaring seperti
kodok yang terlentang, sehingga tampak seperti kelainan pada ’lower motor neuron’.
Menjelang umur 1 tahun barulah terjadi perubahan tonus otot dari redah hingga tinggi. Bila
dibiarkan berbaring tampak flasid dan sikapnya seperti kodok terlentang. Tetapi bila
dirangsang atau mulai diperiksa tonus ototnya berubah menjadi spastis. Refleks otot yang
normal dan refleks babinski negatif. Tetapi yang khas ialah refleks neonatal dan tonic neck
reflex’ menetap. Kerusakan biasanya terletak di batang otak dan disebabkan oleh asfiksia
perinatal atau ikterus. Golongan ini meliputi 10 – 20% dari kasus ‘cerebral palsy’.1,2
3.Koreo-atetosis
Kelainan yang khas ialah sikap yang abnormal dengan pergerakan yang terjadi
dengan sendirinya ( ‘involuntary movement’) . Pada 6 bulan pertama tampak bayi flasId, tapi
sesudah itu barulah muncul kelainan tersebut. Refleks neonatal menetap dan tampak adanya
perubahan tonus otot. Dapat timbul juga gejala spastisitas dan ataksia. Kerusakan terletak di
ganglia basal dan di sebabkan oleh asfiksia berat atau ikterus kern pada masa neonatus.
4. Ataksia
Ataksia ialah gangguan koordinasi. Bayi dalam golongan ini biasanya flasid dan
mulai belajar duduk. Mulai berjalan sangat lambat dan semu pergerakan canggung dan kaku.
5. Gangguan pendengaran
Terdapat pada 5-10% anak dengan cerebral palsy. Gangguan berupa kelainan
neurogen terutama persepsi nada tinggi, sehingga sulit menangkap kata kata. Terdapat pada
golongan koreo-atetosis.
11 | P a g e
6. Gangguan bicara
Disebabkan oleh gangguan pendengaran atau retardasi mental. Gerakan yang terjadi
dengan sendirinya di bibir dan lidah menyebabkan sukar mengontrol otot otot tersebut
sehingga anak sulit membentuk kata kata dan sering tampak berliur.
7. Gangguan mata
Gangguan mata biasanya berupa strabismus konvergen dan kelainan refraki. Pada
keadaan asfiksia yang berat dapat terjadi katarak. Hampir 25% penderita cerebral palsy
a. Gangguan motorik
Hipertonus muncul pada kelompok otot, tonus dapat terjadi secara berubah-ubah yang
dapat menyebabkan terjadinya gerakan yang tidak disadari. Refleks primitif masih tetap
muncul, seperti:
12 | P a g e
Merupakan refleks mempertahankan posisi leher / kepala. Timbul bila kita
membaringkan bayi secara telentang. Ketika dibaringkan dan wajahnya dipaling ke salah
satu arah, misalnya kanan, tangannya akan membentuk posisi seperti pemain anggar dalam
posisi siap, tangan kanannya lurus dan tangan kiri ditekuk. Refleks ini sering juga disebut
fencing reflex (posisi pemain anggar). Menghilang saat bayi berusia 3-4 bulan.
Cara pemeriksaan:
Pasien terlentang , kepala dalam mid-posisi dan kedua lengan dan kedua tungkai ekstensi.
Interpretasi :
a. Reaksi negatif = Tidak ada reaksi dari anggota badan pada salah satu sisi
b. Reaksi positif = Kedua lengan dan kedua tungkai ekstensi pada arah sisi wajah, atau
peningkatan tonus ekstensor, fleksi lengan dan tungkai sisi yang berlawanan, atau
Bila tak ada respons, menunjukkan ada kelainan pada susunan saraf. Sebaliknya bila gerak
13 | P a g e
Cara Pemeriksaan : Anak telungkup dipangkuan pemeriksa Kemudian kepala anak di
flexi kan atau di ekstensikan. Positif jika saat kepala diflexikan maka ke dua lengan flexi
dan tungka ekstensi. Positif jika kepala di ekstensikan maka kedua lengan ekstensi dan
tungkai fleksi. Reflek ini muncul ketika bayi usia 4 – 6 bulan dan menghilang pada umur
10 bulan.
3. Neck Righting
dirotasikan ke salah satu sisi. Positif jika tubuh mengikuti perputaran kepala. Mulai
dari shoulder, trunk dan pelvis. Reflek ini harusnya hilang Pada usia 4-6 Bulan
4. Reflek Moro
Refleks ini timbul bayi terkejut, umumnya karena ia merasa akan jatuh atau
karena ada suara yang sangat keras. Reaksi yang timbul setelah terkejut adalah
membuka kedua lengan dan tungkainya dan kepala bergerak ke belakang. Terkadang
terlebih dahulu saat dikejutkan. Refleks ini mulai menghilang antara usia 3-6 bulan.
14 | P a g e
Cara pemeriksaan : letakkan bayi di tempat tidur, fisioterapis lalu bertepuk tangan
dengan suara yg sedikit keras, lalu perhatikan reaksi bayi, apakah reaksi moro
muncul/tidak.
5. Reflek Parachute
kepalanya ketika akan terjatuh. Bentuknya adalah lengan bayi akan memanjang jika
dia akan jatuh ke depan, sehingga dapat melindungi saat dia sedang belajar berjalan.
Muncul usia 4-9 bulam dan menetap. Muncul karena adanya rangsangan visual dan
15 | P a g e
Cara melakukan:
jatuh
b. Self Care
Pasien pada umumnya mengalami kesulitan dalam melakukan aktifitas sehari-hari, seperti
makan, berpakaian, dan berhias. Pasien juga membutuhkan bantuan untuk mencapai
kemandirian.
c. Productivitas
melakukan pekerjaan rumah. Pada usia sekolah, pasien sering mengalami kesulitan dengan
pekerjaan di sekolah seperti membaca dan menulis. Pada usia dewasa mungkin
16 | P a g e
2.7 Diagnosis Cerebral Palsy
Diagnosis dini dan tepat adanya lesi di otak sangat penting sebagai dasar dalam
seleksi prosedur-prosedur terapeutik yang akan diambil. Pada anamnesis perlu diketahui
mengenai riwayat prenatal, persalinan dan post natal yang dapat dikaitkan dengan adanya lesi
otak. Tahap-tahap perkembangan fisik anak harus ditanyakan, umpamanya kapan mulai
involunter, ataksia dan lain-lain. Adanya refleks fisiologik seperti refleks moro dan tonic neck
reflex pada anak usia 4 bulan harus dicurigai adanya CP, demikian pula gangguan
penglihatan, pendengaran, bicara dan menelan, asimetri dari kelompok otot-otot, kontraktur
gagal berkembang)
R- Reflexes (peningkatan refleks tendon atau refleks babinski menetap) Abnormalitas empat
Pemeriksaan Khusus
17 | P a g e
keperluan penanganan penderita, diperlukan beberapa pemeriksaan
2) Pungsi lumbal harus dilakukan untuk menyingkirkan suatu proses degeneratif. Pada CP
3) Pemeriksaan Elektro Ensefalografi dilakukan pada penderita kejang atau pada golongan
diperlukan.
pneumoensefalografi.8,9,10
2.8 Penanganan
setiap penderita perlu rencana penanganan yang khusus, disesuaikan dengan derajat berat
hasil yang maksimal, penderita CP perlu ditangani oleh suatu team yang terdiri dari: dokter
anak, ahli saraf, ahli jiwa, ahli bedah tulang, ahli fisioterapi, occupational therapist, guru luar
biasa, orang tua penderita dan bila perlu ditambah dengan ahli mata, ahli THT dan lainnya
mendapatkan terapi yang sesuai dengan kecacatannya. Evaluasi terhadap tujuan perlu dibuat
18 | P a g e
oleh masing-masing terapist. Tujuan yang akan dicapai perlu juga disampaikan kepada orang
perawatan yang cocok serta ikut pula melakukan perawatan tadi di lingkungan -hidupnya
sendiri. Fisio terapi bertujuan untuk mengembangkan berbagai gerakan yang diperlukan
untuk memperoleh keterampilan secara independent untuk aktivitas sehari-hari. Fisio terapi
ini harus segera dimulai secara intensif. Untuk mencegah kontraktur perlu diperhatikan posisi
penderita sewaktu istirahat atau tidur. Bagi penderita yang berat dianjurkan untuk sementara
perlu dididik sesuai dengan tingkat inteligensinya, di Sekolah Luar Biasa dan bila mungkin di
sekolah biasa bersama-sama dengan anak yang normal. Di Sekolah Luar Biasa dapat
dilakukan speech therapy dan occupational therapy yang disesuaikan dengan keadaan
penderita. Mereka sebaiknya diperlakukan sebagai anak biasa yang pulang ke rumah dengan
kendaraan bersanrm-sama sehingga tidak merasa diasingkan, hidup dalam suasana normal.
Orang tua janganlah melindungi anak secara berlebihan dan untuk itu pekerja sosial dapat
Oleh karena gangguan tingkah laku dan adaptasi sosial sering menyertai CP, maka
psiko terapi perlu diberikan, baik terhadap penderita maupun terhadap keluarganya.
3) Koreksi operasi.
Bertujuan untuk mengurangi spasme otot, menyamakan kekuatan otot yang antagonis,
dilakukan pada tipe spastik dari pada tipe lainnya. Juga lebih sering dilakukan pada anggota
gerak bawah dibanding -dengan anggota gerak atas. Prosedur operasi yang dilakukan
19 | P a g e
disesuaikan dengan jenis operasinya, apakah operasi itu dilakukan pada saraf motorik,
4) Obat-obatan.
neuro-motorik dan untuk mengontrol serangan kejang . Pada penderita CP yang kejang.
pemberian obat anti kejang memeerkan hasil yang baik dalam mengontrol kejang, tetapi pada
CP tipe spastik dan atetosis obat ini kurang berhasil. Demikian pula obat muskulorelaksan
kurang berhasil menurunkan tonus otot pada CP tipe spastik dan atetosis . Pada penderita
dengan kejang diberikan maintenance anti kejang yang disesuaikan dengan karakteristik
Pada keadaan tonus otot yang berlebihan, obat golongan benzodiazepine, misalnya :
valium, librium atau mogadon dapat dicoba. Pada keadaan choreoathetosis diberikan artane.
Tofranil (imipramine) diberikan pada keadaan depresi. Pada penderita yang hiperaktif dapat
diberikan dextroamphetamine 5 - 10 mg pada pagi hari dan 2,5 - 5 mg pada waktu tengah
Hari.
1. Pelayanan Fisioterapi
mengembangkan maupun memulihkan fungsi dan gerak organ tubuh dengan menggunakan
berbagai peralatan fisik, elektroterapeutik dan mekanis melakukan penanganan baik secara
maupun manual melalui berbagai macam pelatihan. Penanganan fisioterapi pada kasus
Cerebral Palsy yaitu dengan mengejar suatu keterlambatan tahap perkembangan motorik
kasar sesuai usia anak, guna mencapai manfaat yang maksimal dan menguntungkan
untuk tahap perkembangan yang berkelanjutan. Tujuan dari fisioterapi disini adalah
20 | P a g e
membantu anak mencapai perkembangan terpenting secara maksimal bagi sang anak, yang
berarti bukan untuk menyembuhkan penyakit Cerebral Palsy. Hal ini harus dikomunikasikan
sejak dari awal antara fisioterapis dengan pengasuhnya agar tujuan terapi tercapai. Fisioterapi
juga membantu anak belajar untuk menggerakkan tubuhnya dengan cara/gerakan yang tepat
(appropriate ways). Misalnya hypertonus pada anak dengan Cerebral Palsy dapat
menyebabkan pasien berjalan dengan cara yang salah yang dapat mengganggu posturnya, hal
Tujuan fisioterapi adalah untuk mengajarkan pada anak gerakan fisik yang tepat.
Untuk itu diperlukan seorang fisioterapis yang ahli dan berpengetahuan dalam masalah yang
sering terjadi pada anak Cerebral Palsy seperti spastisitas, keterbatasan gerak pada sendinya,
gerak involunter, serta pemahamam mengenai pola dan posisi gerak anak; seperti pada saat
Fisioterapi dapat dilakukan dua minggu sekali untuk terapi, tetapi terlebih dahulu
anak dalam seminggu. Di sini peran orangtua sangat diperlukan karena merekalah yang
nantinya paling berperan dalam melakukan latihan dirumah selepas diberikan terapi. Untuk
itu sangat dianjurkan untuk orangtua atau pengasuh mendampingi anak selama sesi terapi
agar mereka mengetahui jenis komponen terapi apa yang harus dilakukan dirumah.
Metode yang digunakan untuk melakukan intervensi fisioterapi dalam kasus Cerebral
21 | P a g e
Bobath yaitu suatu teknik yang dikembangkan oleh Karel dan Bertha Bobath pada
tahun 1997. Metoda yang didasarkan pada neurologi dan reflek-reflek primitif dan fasilitasi
dari keseimbangan yang lebih tinggi dari reflek righting yang dipersiapkan untuk
keterampilannya. Metode ini khususnya ditujukan untuk menangani gangguan system saraf
pusat pada bayi dan anak-anak. Agar lebih efektif, penanganan harus dimulai secepatnya,
sebaiknya sebelum anak berusia 6 bulan. Hal ini sesungguhnya masih efektif untuk anak pada
usia yang lebih tua, namun ketidaknormalan akan semakin tampak seiring dengan
bertambahnya usia anak dengan cerebral palsy dan biasanya membawa terapi pada kehidupan
I. Fasilitasi
Teknik ini berupa pembuatan suatu gerakan khusus yang terjadi secara otomatis untuk
memperoleh gerakan dasar yang otomatis dan disadari.Upaya untuk mempermudah reaksi-
reaksi automatik dan gerak motorik yang sempurna pada tonus otot normal. Tekniknya
Tujuannya :
Fasilitasi Berguling
22 | P a g e
Posisi pasientidur terlentang, terapis duduk bawah pasien, Pegang tungkai bagian kanan
(bisa kanan maupun kiri), kemudian kaki kiri di posisikan lurus dan kaki kanan di tekuk
terapis kemudian memberikan dorongan pada tungkai kanan. Frekuensi latihan 2 kali
Posisi pasien duduk ,terapis di sebelah belakang pasien . Fiksasi pada bagian elbow Key
point of control pada bagian elbow, kemudian memberi stimulasi pada pasien untuk
memberi tekanan pada wrist . Frekuensi latihan 2 kali setiap minggu, dilakukan 3 sesi
Posisi pasien berada didepan terapis, terapis duduk di belakang pasien untuk
menyangga tubuh pasien. Key point of control pada tungkai atas pasien kanan kiri,
23 | P a g e
kemudian memberi stimulasi kepada pasien untuk menjaga keseimbangan dengan
II. Inhibisi
Suatu upaya untuk menghambat dan menurunkan tonus otot. Tekniknya disebut
Reflex Inhibitory Paternt. Perubahan tonus postural dan patern menyebabkan dapat bergerak
lebih normal dengan menghambat pola gerak abnormal menjadi sikap tubuh yang normal
dengan menggunakan teknik “Reflex Inhibitory Pattern”. Dengan Inhibiting Pattern yaitu
pengaturan posisi penderita untuk mengurangi bentuk-bentuk aktivitas refleks abnormal dan
Posisi pasien tidur terlentang,posisi terapis duduk di samping kiri pasien fiksasi pada bagian
elbow key point of control pada bagian wrist dengan gerakan fleksi ekstensi secara pasif
ke inferior. Frekuensi latihan 2 kali setiap minggu, dilakukan 3 sesi latihan, dan
24 | P a g e
Gambar 2.9 Inhibisi Flexor Elbow (Bobath, 1972)
Posisi pasien duduk long sitting, terapis duduk di belakang pasien sekaligus
menyangga tubuh pasien key point of control pada kedua lutut bagian medial, kemudian
terapis menggerakkan tungkai keluar dan mendorong pasien ke depan sehingga posisi pasien
duduk tegak. Frekuensi latihan 2 kali setiap minggu. dilakukan 3 sesi latihan, dan
Posisi pasien duduk long sitting, seseorang dibelakang pasien untuk meyangga tubuh
pasien. Terapis berada disebelah caudal pasien, key point of control pada tumit dan jari
jari kaki pasien, kemudian terapis menggerakkan kaki ke arah dorsi fleksi. Frekuensi
latihan 2 kali setiap minggu, dilakukan 3 sesi latihan, dan pengulangan 8 kali tiap sesi
latihan.
25 | P a g e
Gambar 2.11 Inhibisi plantar fleksor ankle
III. Stimulasi
Diberikan untuk merangsang arah gerak yang kita kehendaki bertujuan untuk
menimbulkan reaksi gerakan pada anak. Stimulasi terdiri dari dua bentuk yaitu :
Yaitu upaya untuk menimbulkan reaksi yang diharapkan pada anak lewat verbal.
Yaitu upaya untuk memperkuat dan meningkatkan tonus otot melalui propioseptif dan
taktil. Berguna untuk meningkatkan reaksi pada anak, memelihara posisi dan pola gerak yang
dipengaruhi oleh gaya gravitasi secara automatic. Tapping: ditujukan pada group otot
antagonis dari otot yang spastic. Placcing dan Holding: Penempatan pegangan. Placcing
Tujuan :
26 | P a g e
IV. Intervensi
sikap seimbang terutama pada posisi duduk ride sitting yaitu posisi duduk kangkang atau
menunggangi suatu benda. Dimana untuk mempertahankan posisi duduk stabil diperlukan
adanya head kontrol, trunk kontrol serta pe;vic kontrol yang baik. Pada seorang anak kita
dapat melakukan terapi latihan dengan prinsip dari cephalo ke caudal. Oleh karena itu kita
perlu melatih head kontrol terlebih dahulu sebagai awal dari latihan yang diberikan untuk
dalam melakukan kegiatan sehari-hari (Activity Daily Living) dan fungsi produktif.
Adalah salah satu bagian rehabilitasi secara teknis yang diberikan kepada anak dengan
kondisi Cerebral Palsy melalui perancangan dan pembuatan alat bantu guna memulihkan dan
Merupakan segala macam uapaya untuk membantu anak dengan kondisi Cerebral Palsy
maupun penyandang disabilitas pada umumnya untuk dapat terintegrasi kembali dalam
27 | P a g e
masyarakat. Hal yang paling dapat terlihat dari pelayanan ini adalah diberikannya pendidikan
kemampuan masing-masing.
28 | P a g e
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Cerebral Palsy merujuk kepada beberapa kondisi yang erat kaitanya dengan defisit
sistem saraf pusat yang bersifat tidak progresif dan didapat pada awal kehidupan. Masalah
pada Cerebral Palsy biasanya didapat pada awal kelahiran. Cerebral Palsy bersifat permanen
kerusakan yang bersifat tidak progresif dalam satu atau beberapa lokasi di otak yang
immature.
Penanganan fisioterapi pada kasus Cerebral Palsy yaitu dengan mengejar suatu
keterlambatan tahap perkembangan motorik kasar sesuai usia anak, guna mencapai manfaat
yang maksimal dan menguntungkan untuk tahap perkembangan yang berkelanjutan. Tujuan
dari fisioterapi disini adalah membantu anak mencapai perkembangan terpenting secara
maksimal bagi sang anak, yang berarti bukan untuk menyembuhkan penyakit Cerebral Palsy.
Hal ini harus dikomunikasikan sejak dari awal antara fisioterapis dengan pengasuhnya agar
Metoda yang diberikan untuk kasus Cerebral Palsy adalah metode Bobath atau Neuro
Karel dan Bertha Bobath pada tahun 1997. Metode ini khususnya ditujukan untuk menangani
gangguan sistem saraf pusat pada bayi dan anak-anak. Metode Bobath pada kasus Cerebral
Palsy mempunyai beberapa teknik, yaitu Inhibisi, Key Point of Control , Fasilitasi, dan
Stimulasi Propriosepsi.
29 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA
Psikologia.2014:9;57-64.
(Cited 2016 Aug 24). Available From Https: //www. Researchgate .Net / Publication /
236457421.
3. Berker N, Yalcin S. The Help Guide To Cerebral Palsy. 2nd Ed. Washington:Merril
Corporation;2010.7.
2000.115-7
6. Center Of Disease Control .2009 . Data Show in 1 In 278 Children Have Cerebral
7. Sunusi, Sudading dan Nara P. 2007 . Cerebral Palsy ; Diakses tanggal 24/3/2013 dari
http:/www.google.co.id
8. Latief, abdul dkk. 2007. Ilmu kesehatan anak. Jakarta : bagian ilmu kesahatan anak
10. Campbell S, Linden DWV, Palisano RJ. Physical Therapy for Children. Philadelphia.
1999.
11. Levitt, Sophie. Treatment of Cerebral Palsy and Motor Delay. London. Blackwell
Science. 1995
30 | P a g e