Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Masa tumbuh kembang anak adalah periode yang sangat riskan bagi setiap kehidupan

anak, sehingga perlu mendapat perhatian dari semua aspek yang mendukung maupun yang

mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak. Berbagai penyakit/kelainan pada anak

yang dapat berakibat terhadap pertumbuhan dan perkembangan adalah Cerebral palsy

(CP).CP adalah gangguan perkembangan yang diperkenalkan pertama kali oleh William

Little pada tahun 1861 dan dikenal dengan Little’s disease. CP adalah sindroma postur dan

gangguan motorik yang nonprogresif yang menyebabkan terbatasnya aktivitas dan seringkali

disertai gangguan kognitif atau defisit visual. Hal itu disebabkan oleh adanya kerusakan otak

nonprogresif atau disfungsi perkembangan otak pada saat janin maupun bayi.1,2

CP bukan penyakit yang berdiri sendiri tetapi nama yang diberikan untuk variasi dari

sindrom kerusakan saraf motorik yang terjadi sekunder dan menjadi lesi dalam

perkembangan otak. Kerusakan otak bersifat permanen dan tidak dapat disembuhkan tetapi

dampak dari CP dapat diperkecil.3 Etiologi CP dibagi menjadi tiga: Pranatal (Infeksi

TORCH, keracunan, radiasi sinar X), Natal (anoksia, perdarahan otak, prematur, ikterus),

Postnatal (trauma kapitis, ensefalitis, meningitis dan luka parut pasca bedah).4 Faktor risiko

terjadinya CP antara lain jenis kelamin, ras, genetik, sosioekonomi, riwayat obstetri, penyakit

yang diderita ibu, primipara, malnutrisi, BBLR, skor APGAR.5

Angka kejadian penderita CP, menurut studi kasus yang dilakukan para peneliti,

terjadi pada 3,6 per 1.000 anak atau sekitar 278 anak. Studi kasus yang dilakukan di negara

Georgia, dan Wisconsin menyebutkan angka yang cukup sama, yaitu 3,3 per 1.000 anak di

Wisconsin, dan 3,8 per 1.000 anak di Georgia .6 American Academi for Cerebral Palsy

1|Page
mengemukakan klasifikasi CP sebagai berikut : klasifikasi neuro motorik yaitu spastic,

atetosis, rigiditas, ataxia, tremor dan mixed. Klasifikasi distribusi topografi keterlibatan

neuromotorik : diplegia, hemiplegia, triplegia,quadriplegia.7

Fisioterapi atau juga rehabilitasi medis merupakan salah satu disiplin ilmu dan bagian

dari tenaga kesehatan yang mempunyai peran untuk mewujudkan derajat kesehatan yang

optimal, intervensi yang diberikan adalah yang berhubungan dengan gerak dan fungsi.

Fisioterapi juga juga bertanggung jawab dalam upaya meningkatkan kesehatan yang optimal,

baik dari segi promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Dalam lingkup tumbuh kembang

anak fisioterapi mempunyai peran penting yaitu memberikan pelayanan secara optimal pada

tahapan tumbuh kembang anak, baik pada anak dengan tumbuh kembang yang normal

maupun pada anak dengan hambatan pada tumbuh kembang.10

2|Page
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Cerebral Palsy

Cerebral palsy adalah suatu gangguan atau kelainan yang terjadi pada suatu kurun

waktu dalam perkembangan anak, mengenai sel-sel motorik di dalam susunan saraf pusat,

bersifat kronik dan tidak progresif akibat kelainan atau cacat pada jaringan otak yang belum

selesai pertumbuhannya. Yang pertama kali memperkenalkan penyakit ini adalah William

John Little (1843), yang menyebutnya dengan istilah cerebral diplegia, sebagai akibat

prematuritas atau afiksia neonatorum. Sir William Olser adalah yang pertama kali

memperkenalkan istilah cerebral palsy, sedangkan Sigmund Freud menyebutnya dengan

istilah Infantile Cerebral Paralysis.8

Menurut kamus Kedokteran (Dorlan, 2005) Cerebral palsy adalah setiap

kelompok gangguan motorik yang menetap, tidak progresif, yang terjadi pada anak

kecil yang disebabkan oleh kerusakan otak akibat trauma lahir atau patologi intra

uterine. Gangguan ini ditandai dengan perkembangan motorik yang abnormal atau

terlambat, seperti paraplegi spastik, hemiplegia atau tetraplegia, yang sering disertai

dengan retardasi mental, kejang atau ataksia.9

The American Academy of Cerebral Palsy mendefinisikan yaitu berbagai perubahan

gerakan atau fungsi motor tidak normal dan timbul sebagai akibat kecelakaan, luka atau

penyakit pada susunan saraf yang terdapat pada rongga tengkorak. Pengertian selengkapnya

dapat dikutip dari the united cerebral palsy association, cerebral palsy menyangkut gambaran

klinis yang diakibatkan oleh luka pada otak, terutama pada komponen yang menjadi

penghalang dalam gerak sehingga keadaan anak yang dikategorikan cerebral palsy (CP) dapat

3|Page
digambarkan sebagai kondisi semenjak kanak-kanak dengan kondisi nyata, seperti lumpuh,

lemah, tidak adanya koordinasi atau penyimpangan fungsi gerak yang disebabkan oleh

patologi pusat kontrol gerak diotak.1,2

2.2 Epidemiologi Cerebral Palsy

Begitu banyak penyebab cerep, jumlah pasti dari berbagai penelitian tidak

sepenuhnya sama. Namun, ada kesamaan luar biasa dalam prevalensi di seluruh dunia, dari

Swedia pada tahun 1980 dengan prevalensi 2,4 per 1000 dan 2,5 per 1000 diawal 1990-an,

2,3 per1000 dari Atlanta, dan 1,6 per 1000 di Cina.

Mengingat kesulitan dalam membuat diagnosis yang spesifik, dan

terutamamenemukan kasus ringan, angka-angka mungkin mencerminkan lebih banyakvariasi

dalam menghitung daripada perbedaan jelas dalam prevalensi. Sebuahlaporan dari Inggris,

yang merupakan perwakilan dari banyak penelitian,menunjukkan bahwa belum ada

banyak perubahan dalam prevalensi selama 40 terakhir tahun. Namun, pola cerebral palsy

telah bergeser lebih ke arah diplegia dan spastik quadriplegia dan jauh dari hemiplegia dan

perubahan athetosis.Hal ini mungkin mencerminkan perawatan medis meningkat dengan

perawatan kebidanan yang lebih baik dan beberapa peningkatan kejadian dari korban yang

selamat dari neonatal unit perawatan intensif. Juga, kelahiran kembar telah meningkat dengan

meningkatnya umur maternal, dan ini kelahiran kembar memiliki risiko jauh lebih tinggi

mengembangkan CP. Dilaporkan prevalensi per kehamilan untuk kelahiran tunggal adalah

0,2%, 1,5% untuk kembar, untuk kembar tiga 8,0%, dan untuk kembar empat 43%.5

Pada KONIKA V Medan (1981), R. Suhasim dan Titi Sularyo melaporkan 2,46% dari

jumlah penduduk Indonesia menyandang gelar cacat, dan di antaranya ± 2 juta adalah anak.

CP merupakan jenis cacat pada anak yang terbanyak dijumpai. Di Jaipur, Meenakshi Sharma

dkk (1981) menyelidiki 219 CP, 150 di antaranya adalah laki-laki dan 69 perempuan. Terdiri

4|Page
dari 42 anak umur kurang 1 tahun, 113 antara 1 - 5 tahun, 52 antara 5 - 10 tahun dan 12 di

atas 10 tahun. Angka kejadiannya sekitar 1 – 5 per 1000 anak. Laki-laki lebih banyak dari

pada wanita. Sering terdapat pada anak pertama, mungkin anak pertama lebih sering

mengalami kesulitan pad waktu dilahirkan. Angka kejadiannya lebih tinggi pada bayi BBLR

dan anak kembar. Umur ibu sering lebih dari 40 tahun, lebih- lebih pada multipara.5

2.3 Etiologi Cerebral Palsy

Cerebral palsy tidak disebabkan oleh satu penyebab. Cerebral palsy merupakan

serangkaian penyakit dengan masalah mengatur gerakan, tetapi memiliki penyebab

yang berbeda. Untuk mengetahui penyebab CP perlu digali mengenai hal bentuk cerebral

palsy, riwayat kesehatan ibu dan anak serta onset penyakitnya. Sekitar 10-20% di USA

anak penderita cerebral palsy disebabkan karena penyakit setelah lahir (prosentase

tersebut akan lebih tinggi pada negara-negara yang belum berkembang). CP juga bisa

terjadi karena kerusakan otak pada bulan-bulan pertama atau tahun-tahun pertama

kehidupan yang merupakan sisa dari infeksi otak, misalnya miningitis, bakteri atau

encephalitis virus atau merupakan hasil dari trauma kepala yang sering diakibatkan

karena kecelakaan lalu lintas, jatuh dan penganiayaan anak.6.7

CP kongenital, pada satu sisi lainnya tampak pada saat kelahiran. Pada banyak kasus,

penyebab CP kongenital sering tidak diketahui. Diperkirakan terjadi dengan kejadian spesifik

pada masa kehamilan atau sekitar kelahiran dimana terjadi kerusakan motorik pada otak yang
6,7
sedang bekembang.

Penyebab cerebral palsy dapat dibagi dalam tiga periode yaitu:

1.Prenatal

Faktor prenatal dimulai saat masa gestasi sampai saat lahir.

a.Malformasi kongenital.

5|Page
b.Infeksi dalam kandungan yang dapat menyebabkan kelainan janin(misalnya; rubela,

toksoplamosis, sifilis, sitomegalovirus, atau infeksi

virus lainnya).

c.Radiasi.

d.Toksik gravidarum.

e.Asfiksia dalam kandungan (misalnya: solusio plasenta, plasenta previa, anoksi maternal,

atau tali pusat yang abnormal).

2.Natal

Faktor natal yaitu segala faktor yang menyebabkan cerebral palsy mulai dari lahir

sampai satu bulan kehidupan.

a.Anoksia / hipoksia.

Brain injury, Terdapat pada keadaan presentasi bayi abnormal, CPD,partus lama, plasenta

previa, infeksi plasenta, SC dan partus dengan menggunakan instrument tertentu.

b.Perdarahan intra cranial (otak).

- Pendarahan batang otak, terjadi gangguan pernapasan dan gangguan sirkulasi menyebabkan

anoksia.

- Pendarahan pada ruang subarachnoid, terjadi penyumbatan LCS menyebabkan hidrosefalus.

- Pendarahan pada ruang subdural, terjadi tekanan pada korteks serebri menyebabkan

kelumpuhan spastis.

c. Ikterus.

- Kerusakan jaringan otak karena bilirubin.

- Gangguan pada ganglia basalis akibat masuknya bilirubin.

d. Prematuritas.

Resiko perdarahan otak disebabkan faktor pembuluh darah, pembekuan, dan enzim terbentuk

belum sempurna mengakibatakan pendarahan.

6|Page
3. Postnatal

Post natal dimulai dari bulan pertama kehidupan sampai 2 tahun atau sampai 5 tahun

kehidupan, atau sampai 16 tahun. Setiap kerusakan pada jaringan otak yang mengganggu

perkembangan. Penyebab postnatal cerebral palsy mungkin tumpang tindih dengan prenatal

dan neonatal .

Berikut penyebab cerebral palsy post natal:

a.Trauma kapitis.

b.Infeksi misalnya : meningitis bakterial, abses serebri, tromboplebitis, ensefalomielitis.

c. Kern icterus.

2.4 Faktor resiko cerebral palsy

Faktor-faktor resiko yang menyebabkan kemungkinan terjadinya cerebral palsy

semakin besar antara lain yaitu:6,7

a. Letak lahir sungsang.

b. Proses persalinan sulit.

Masalah vaskuler atau respirasi bayi selama persalinan merupakan tanda awal yang

menunjukkan adanya masalah kerusakan otak atau otak bayi tidak berkembang secara

normal. Komplikasi tersebut dapat menyebabkan kerusakan otak permanen.

c. Apgar score rendah.

Apgar score yang rendah hingga 10-20 menit setelah kelahiran.

d. BBLR dan prematuritas.

Resiko cerebral palsy lebih tinggi diantara bayi dengan berat <2500gram dan bayi

lahir dengan usia kehamilan <37 minggu. Resiko akan meningkat sesuai dengan rendahnya

beratlahir dan usia kehamilan.

e. Kehamilan ganda.

7|Page
f. Malformasi SSP.

Sebagian besar bayi-bayi yang lahir dengan cerebral palsy memperlihatkan

malformasi sistem saraf pusat yang nyata. Misalnya lingkar kepala abnormal (microcefali).

g. Pendarahan maternal

pada saat masa akhir kehamilan. Pendarahan vaginal selama bulan ke 9-10 kehamilan

dan peningkatan jumlah protein dalam urineberhubungan dengan peningkatan resiko

terjadinya cerebral palsypada bayi. 6,7

2.5 Jenis-Jenis Cerebral Palsy

Cerebral palsy dapat diklasifikasikan berdasarkan gejala dan tanda klinis neurologis.

Spastik diplegia, untuk pertama kali di deskripsikan oleh Little (1860), merupakan salah sa

tu bentuk penyakit yang dikenal selanjutnya sebagai cerebral palsy. Hingga saat ini cerebral

palsy diklasifikasikan berdasarkan kerusakan gerakan yang terjadi dan dibagi dalam 4

kategori, yaitu: 1,2

a. CP Spastik

Merupakan bentuk CP terbanyak (70-80%). Kerusakan terjadi di traktus kortikospinalis

(darah dikorteks), anak mengalami kelumpuhan yang kaku, refleksnya menggigil, misalnya

refleks moro (salah satu refleks bayi) yang sering terjadi, baik dirangsang maupun tidak dan

ada refleks yang menetap padahal seharusnya hilang diusia tertentu tapi masih ada,

misalnya refleks menggenggam pada bayi. Normalnya menghilang diusia 3-4 bulan, tapi

pada anak cerebral palsy ini muncul atau tetap ada.

CP Spastik dibagi berdasarkan jumlah ekstremitas yang

terkena, yaitu:

1) Monoplegi

Kelumpuhan empat anggota gerak tapi salah satu anggota gerak lebih hebat dari sebelumnya.

8|Page
2) Quadriplegia

kelumpuhan pada keempat gerakan anggota geraknya, dua kaki dan dua tangan

lumpuh.

3) Diplegia

Kelumpuhan dua anggota gerak yang berhubungan, biasanya kedua anggota

gerak bawah. Misalnya, tungkai bawah tapi dapat pula kedua anggota gerak atas.

4) Hemiplegi

Kelumpuhan pada satu sisi tubuh dan anggota gerak yang dibatasi oleh garis

tengah yang didepan atau dibelakang, misalnya tangan kiri, kaki kiri. Pergerakan anggota

gerak berkurang, fleksi (menekuk) lengan pada siku, lengan tetap mengepal.

b. Koreo-Attentoid

Dikenal juga dengan istilah cerebral palsy diskrinetik atau gerak, jadi tangan anak

atau kakinya bergerak melengkung-melengkung, sikapnya abnormal dan geraknya

infolumenter dengan sendirinya. Refleks neonatalnya menetap. Kerusakan terjadi di

ganglia basalis (darah yang mengatur gerakan).

c. Aktaksik

Gangguan koordinasi, gerakannya melengkung juga, tapi biasanya gangguan ditulang

belakangnya, lehernya kaku dan tampak melengkung. Gangguan ini biasanya

menunjukkan perkembangan motorik yang terlambat sehingga kehilangan keseimbangan

yang dapat terlihat saat anak belajar duduk. Kerusakan otaknya disereberum (daerah otak

kecil).

d. Distonia

Ada yang ototnya kaku dan ada juga yang lemas. Kerusakan otaknya berada

pada bagian korteks (bagian lapisan luar otak) dan di ganglia basalis.

e. Campuran

9|Page
Merupakan jenis cerebral palsy dengan semua gabungan jenis diatas, kerusakan ini bisa

terjadi didaerah otak mana saja.

2.6 Manifestasi Klinis

Gangguan motorik berupa kelainan fungsi dan lokalisasi serta kelainan bukan motorik

yang menyulitkan gambaran klinis cerebral palsy. Kelainan fungsi motorik terdiri dari:

1. Spastisitas

Terdapat peninggian tonus otot dan reflek yang disertai dengan klonus dan reflek babinski

yang positif . Tonus otot yang meninggi itu menetap dan tidak hilang meskipun penderita

dalam keadaan tidur.peninggian tonus ini tidak sama derajatnya pada suatu gabungan otot ,

karena itu tampak sikap yang khas dengan kecendrungan terjadi kontraktur, misalnya lengan

dalam aduksi, fleksi pada sendi siku dan pergelangan tangan dalam pronasi serta jari jari

dalam fleksi sehingga posisi ibu jari melintang di telapak tangan. Tungkai dalam sikap

aduksi, fleksi pada sendi paha dan lutut,kaki dalam fleksi plantar dan telapak kaki berputar ke

dalam. Tonic neck reflex dan refleks neonatal menghilang pada waktunya. Kerusakan

biasanya terletak di traktus kortikospinalis. Golongan spastisitas ini meliputi 2/3 -3/4

penderita cerebral palsy. Bentuk kelumpuhan spastisitas tergantung pada letak dan besarnya

kerusakan yaitu :1,2

- Monoplegia/monoparesis : kelumpuhan ke empat anggota gerak ,tetapi salah satu

anggota gerak lebih hebat dari yang lainnya.

- Hemiplegia/hemiparesis : kelumpuhan lengan dan tungkai di pihak yang sama

- Diplegia/diparesis : kelumpuhan ke empat anggota gerak tetapi tungkai

lebih hebat daripada lengan

- -Tetraplegia/tetraparesis : kelumpuhan ke empat anggota gerak tetapi lengan

lebih atau sama hebatnya dibandingkan dengan tungkai

10 | P a g e
2. Tonus otot yang berubah

Bayi pada golongan ini pada usia bulan pertama tampak flasit dan berbaring seperti

kodok yang terlentang, sehingga tampak seperti kelainan pada ’lower motor neuron’.

Menjelang umur 1 tahun barulah terjadi perubahan tonus otot dari redah hingga tinggi. Bila

dibiarkan berbaring tampak flasid dan sikapnya seperti kodok terlentang. Tetapi bila

dirangsang atau mulai diperiksa tonus ototnya berubah menjadi spastis. Refleks otot yang

normal dan refleks babinski negatif. Tetapi yang khas ialah refleks neonatal dan tonic neck

reflex’ menetap. Kerusakan biasanya terletak di batang otak dan disebabkan oleh asfiksia

perinatal atau ikterus. Golongan ini meliputi 10 – 20% dari kasus ‘cerebral palsy’.1,2

3.Koreo-atetosis

Kelainan yang khas ialah sikap yang abnormal dengan pergerakan yang terjadi

dengan sendirinya ( ‘involuntary movement’) . Pada 6 bulan pertama tampak bayi flasId, tapi

sesudah itu barulah muncul kelainan tersebut. Refleks neonatal menetap dan tampak adanya

perubahan tonus otot. Dapat timbul juga gejala spastisitas dan ataksia. Kerusakan terletak di

ganglia basal dan di sebabkan oleh asfiksia berat atau ikterus kern pada masa neonatus.

Golongan ini meliputi 5 – 15% dari kasus cerebral palsy

4. Ataksia

Ataksia ialah gangguan koordinasi. Bayi dalam golongan ini biasanya flasid dan

menunjukan perkembangan motorik yang terlambat . Kehilangan keseimbangan tampak bila

mulai belajar duduk. Mulai berjalan sangat lambat dan semu pergerakan canggung dan kaku.

Kerusakan terletak di cereblum.terdapat kira kira 5% dari kasus cerebral palsy.

5. Gangguan pendengaran

Terdapat pada 5-10% anak dengan cerebral palsy. Gangguan berupa kelainan

neurogen terutama persepsi nada tinggi, sehingga sulit menangkap kata kata. Terdapat pada

golongan koreo-atetosis.

11 | P a g e
6. Gangguan bicara

Disebabkan oleh gangguan pendengaran atau retardasi mental. Gerakan yang terjadi

dengan sendirinya di bibir dan lidah menyebabkan sukar mengontrol otot otot tersebut

sehingga anak sulit membentuk kata kata dan sering tampak berliur.

7. Gangguan mata

Gangguan mata biasanya berupa strabismus konvergen dan kelainan refraki. Pada

keadaan asfiksia yang berat dapat terjadi katarak. Hampir 25% penderita cerebral palsy

menderita kelainan mata.

Selain gangguan-gangguan yang telah disebutkan di atas, terdapat pula gangguan

motorik, self care, productivity, dan leisure.

a. Gangguan motorik

Hipertonus muncul pada kelompok otot, tonus dapat terjadi secara berubah-ubah yang

dapat menyebabkan terjadinya gerakan yang tidak disadari. Refleks primitif masih tetap

muncul, seperti:

1. symmetrical tonic neck reflex (STNR)

Gambar 2.1 symmetrical tonic neck reflex

12 | P a g e
Merupakan refleks mempertahankan posisi leher / kepala. Timbul bila kita

membaringkan bayi secara telentang. Ketika dibaringkan dan wajahnya dipaling ke salah

satu arah, misalnya kanan, tangannya akan membentuk posisi seperti pemain anggar dalam

posisi siap, tangan kanannya lurus dan tangan kiri ditekuk. Refleks ini sering juga disebut

fencing reflex (posisi pemain anggar). Menghilang saat bayi berusia 3-4 bulan.

Cara pemeriksaan:

Pasien terlentang , kepala dalam mid-posisi dan kedua lengan dan kedua tungkai ekstensi.

Kemudian palingkan kepala ke salah satu sisi

Interpretasi :

a. Reaksi negatif = Tidak ada reaksi dari anggota badan pada salah satu sisi

b. Reaksi positif = Kedua lengan dan kedua tungkai ekstensi pada arah sisi wajah, atau

peningkatan tonus ekstensor, fleksi lengan dan tungkai sisi yang berlawanan, atau

peningkatan tonus fleksor

Bila tak ada respons, menunjukkan ada kelainan pada susunan saraf. Sebaliknya bila gerak

refleks itu menetap kemungkunan ada kelainan otak.

2. STNR (Simetrical Tonic Neck Refleks)

Gambar 2.2 Simetrical Tonic Neck Refleks

13 | P a g e
Cara Pemeriksaan : Anak telungkup dipangkuan pemeriksa Kemudian kepala anak di

flexi kan atau di ekstensikan. Positif jika saat kepala diflexikan maka ke dua lengan flexi

dan tungka ekstensi. Positif jika kepala di ekstensikan maka kedua lengan ekstensi dan

tungkai fleksi. Reflek ini muncul ketika bayi usia 4 – 6 bulan dan menghilang pada umur

10 bulan.

3. Neck Righting

Gambar 2.3 Neck Righting

Cara Pemeriksaan : Anak dalam posisi terlentang. Kemudian kepala

dirotasikan ke salah satu sisi. Positif jika tubuh mengikuti perputaran kepala. Mulai

dari shoulder, trunk dan pelvis. Reflek ini harusnya hilang Pada usia 4-6 Bulan

4. Reflek Moro

Refleks ini timbul bayi terkejut, umumnya karena ia merasa akan jatuh atau

karena ada suara yang sangat keras. Reaksi yang timbul setelah terkejut adalah

membuka kedua lengan dan tungkainya dan kepala bergerak ke belakang. Terkadang

tangannya menggapai benda-benda yang ada di dekatnya. Biasanya akan menangis

terlebih dahulu saat dikejutkan. Refleks ini mulai menghilang antara usia 3-6 bulan.

14 | P a g e
Cara pemeriksaan : letakkan bayi di tempat tidur, fisioterapis lalu bertepuk tangan

dengan suara yg sedikit keras, lalu perhatikan reaksi bayi, apakah reaksi moro

muncul/tidak.

Gambar 2.4 Moro Reflex

5. Reflek Parachute

Merupakan reflex protektif alamiah yang dimiliki bayi untuk melindungi

kepalanya ketika akan terjatuh. Bentuknya adalah lengan bayi akan memanjang jika

dia akan jatuh ke depan, sehingga dapat melindungi saat dia sedang belajar berjalan.

Muncul usia 4-9 bulam dan menetap. Muncul karena adanya rangsangan visual dan

saraf keseimbangan pada telinga.

Gambar 2.5 Reflek Parachute

15 | P a g e
Cara melakukan:

 (forward) telungkup dalam gendongan dan di arahkan ke depan, seolah-olah akan

jatuh

 (sideward) bayi duduk dan perlahan di dorong ke satu sisi

 (backward) seperti side ward, tapi di dorong ke belakang

Perhatikan bagaimana reaksi dari kedua lengannya.

b. Self Care

Pasien pada umumnya mengalami kesulitan dalam melakukan aktifitas sehari-hari, seperti

makan, berpakaian, dan berhias. Pasien juga membutuhkan bantuan untuk mencapai

kemandirian.

c. Productivitas

Pasien pada umumnya membutuhkan bantuan untuk melaksanakan tanggung jawab

melakukan pekerjaan rumah. Pada usia sekolah, pasien sering mengalami kesulitan dengan

pekerjaan di sekolah seperti membaca dan menulis. Pada usia dewasa mungkin

membutuhkan bantuan untuk memilih pilihan pekerjaan.9,10,11

16 | P a g e
2.7 Diagnosis Cerebral Palsy

Diagnosis dini dan tepat adanya lesi di otak sangat penting sebagai dasar dalam

seleksi prosedur-prosedur terapeutik yang akan diambil. Pada anamnesis perlu diketahui

mengenai riwayat prenatal, persalinan dan post natal yang dapat dikaitkan dengan adanya lesi

otak. Tahap-tahap perkembangan fisik anak harus ditanyakan, umpamanya kapan mulai

mengangkat kepala, membalik badan, duduk, merangkak, berdiri dan berjalan.

Pada pemeriksaan fisik diperhatikan adanya spastisitas lengan/tungkai, gerakan

involunter, ataksia dan lain-lain. Adanya refleks fisiologik seperti refleks moro dan tonic neck

reflex pada anak usia 4 bulan harus dicurigai adanya CP, demikian pula gangguan

penglihatan, pendengaran, bicara dan menelan, asimetri dari kelompok otot-otot, kontraktur

dan tungkai yang menyilang menyerupai gunting.5

CP dapat ddiagnosis menggunakan kriteria Levine (POSTER). POSTER terdiri dari :5

P - Posturing/ Abnormal Movement (Gangguan posisi tubuh atau gangguan bergerak)

O- Oropharyngeal problems (Gangguan menelan)

S- Strabismus (Kedudukan bola mata tidak sejajar)

T- Tone ( Hipertonus atau Hipotonus)

E- Evolution maldevelopment (refleks primitif menetap atau refleks protective equilibrium

gagal berkembang)

R- Reflexes (peningkatan refleks tendon atau refleks babinski menetap) Abnormalitas empat

dari enam kategori diatas dapat menguatkan diagnosis CP.

Pemeriksaan Khusus

Untuk menyingkirkan diagnosis banding maupun untuk

17 | P a g e
keperluan penanganan penderita, diperlukan beberapa pemeriksaan

khusus. Pemeriksaan yang sering dilakukan, ialah :

1) Pemeriksaan mata dan pendengaran segera dilakukan setelah diagnosis CP ditegakkan.

2) Pungsi lumbal harus dilakukan untuk menyingkirkan suatu proses degeneratif. Pada CP

likuor serebrospinalis normal.

3) Pemeriksaan Elektro Ensefalografi dilakukan pada penderita kejang atau pada golongan

hemiparesis baik yang berkejang maupun yang tidak.

4) Foto kepala (X-ray) dan CT Scan.

5) Penilaian psikologik perlu dilakukan untuk menentukan tingkat pendidikan yang

diperlukan.

6) Pemeriksaan metabolik untuk menyingkirkan penyebab lain retardasi mental. Selain

pemeriksaan di atas, kadang-kadang diperlukan pemeriksaan arteriografi dan

pneumoensefalografi.8,9,10

2.8 Penanganan

Penanganan penderita CP biasanya berlangsung lama, bertahun-tahun, dan untuk

setiap penderita perlu rencana penanganan yang khusus, disesuaikan dengan derajat berat

ringannya CP, kemampuan motorik/mental penderita secara individu. Untuk memperoleh

hasil yang maksimal, penderita CP perlu ditangani oleh suatu team yang terdiri dari: dokter

anak, ahli saraf, ahli jiwa, ahli bedah tulang, ahli fisioterapi, occupational therapist, guru luar

biasa, orang tua penderita dan bila perlu ditambah dengan ahli mata, ahli THT dan lainnya

Pada umumnya penanganan penderita CP meliputi :9,10

1) Reedukasi dan rehabilitasi

Dengan adanya kecacatan yang bersifat multifaset, seseorang penderita CP perlu

mendapatkan terapi yang sesuai dengan kecacatannya. Evaluasi terhadap tujuan perlu dibuat

18 | P a g e
oleh masing-masing terapist. Tujuan yang akan dicapai perlu juga disampaikan kepada orang

tua/famili penderita, sebab dengan demikian ia dapat merelakan anaknya mendapat

perawatan yang cocok serta ikut pula melakukan perawatan tadi di lingkungan -hidupnya

sendiri. Fisio terapi bertujuan untuk mengembangkan berbagai gerakan yang diperlukan

untuk memperoleh keterampilan secara independent untuk aktivitas sehari-hari. Fisio terapi

ini harus segera dimulai secara intensif. Untuk mencegah kontraktur perlu diperhatikan posisi

penderita sewaktu istirahat atau tidur. Bagi penderita yang berat dianjurkan untuk sementara

tinggal di suatu pusat latihan.

Fisioterapi dilakukan sepanjang hidup penderita. Selain fisio terapi, penderita CP

perlu dididik sesuai dengan tingkat inteligensinya, di Sekolah Luar Biasa dan bila mungkin di

sekolah biasa bersama-sama dengan anak yang normal. Di Sekolah Luar Biasa dapat

dilakukan speech therapy dan occupational therapy yang disesuaikan dengan keadaan

penderita. Mereka sebaiknya diperlakukan sebagai anak biasa yang pulang ke rumah dengan

kendaraan bersanrm-sama sehingga tidak merasa diasingkan, hidup dalam suasana normal.

Orang tua janganlah melindungi anak secara berlebihan dan untuk itu pekerja sosial dapat

membantu di rumah dengan melihat seperlunya.

2) Psiko terapi untuk anak dan keluarganya

Oleh karena gangguan tingkah laku dan adaptasi sosial sering menyertai CP, maka

psiko terapi perlu diberikan, baik terhadap penderita maupun terhadap keluarganya.

3) Koreksi operasi.

Bertujuan untuk mengurangi spasme otot, menyamakan kekuatan otot yang antagonis,

menstabilkan sendi-sendi dan mengoreksi deformitas. Tindakan operasi lebih sering

dilakukan pada tipe spastik dari pada tipe lainnya. Juga lebih sering dilakukan pada anggota

gerak bawah dibanding -dengan anggota gerak atas. Prosedur operasi yang dilakukan

19 | P a g e
disesuaikan dengan jenis operasinya, apakah operasi itu dilakukan pada saraf motorik,

tendon, otot atau pada tulang.

4) Obat-obatan.

Pemberian obat-obatan pada CP bertujuan untuk memperbaiki gangguan tingkah laku,

neuro-motorik dan untuk mengontrol serangan kejang . Pada penderita CP yang kejang.

pemberian obat anti kejang memeerkan hasil yang baik dalam mengontrol kejang, tetapi pada

CP tipe spastik dan atetosis obat ini kurang berhasil. Demikian pula obat muskulorelaksan

kurang berhasil menurunkan tonus otot pada CP tipe spastik dan atetosis . Pada penderita

dengan kejang diberikan maintenance anti kejang yang disesuaikan dengan karakteristik

kejangnya, misalnya luminal, dilantin dan sebagainya.

Pada keadaan tonus otot yang berlebihan, obat golongan benzodiazepine, misalnya :

valium, librium atau mogadon dapat dicoba. Pada keadaan choreoathetosis diberikan artane.

Tofranil (imipramine) diberikan pada keadaan depresi. Pada penderita yang hiperaktif dapat

diberikan dextroamphetamine 5 - 10 mg pada pagi hari dan 2,5 - 5 mg pada waktu tengah

Hari.

2.9 Rehabilitasi Medik Pada Pasien Cerebral Palsy

1. Pelayanan Fisioterapi

Pelayanan fisioterapi merupakan pelayaan kesehatan untuk memelihara,

mengembangkan maupun memulihkan fungsi dan gerak organ tubuh dengan menggunakan

berbagai peralatan fisik, elektroterapeutik dan mekanis melakukan penanganan baik secara

maupun manual melalui berbagai macam pelatihan. Penanganan fisioterapi pada kasus

Cerebral Palsy yaitu dengan mengejar suatu keterlambatan tahap perkembangan motorik

kasar sesuai usia anak, guna mencapai manfaat yang maksimal dan menguntungkan

untuk tahap perkembangan yang berkelanjutan. Tujuan dari fisioterapi disini adalah

20 | P a g e
membantu anak mencapai perkembangan terpenting secara maksimal bagi sang anak, yang

berarti bukan untuk menyembuhkan penyakit Cerebral Palsy. Hal ini harus dikomunikasikan

sejak dari awal antara fisioterapis dengan pengasuhnya agar tujuan terapi tercapai. Fisioterapi

juga membantu anak belajar untuk menggerakkan tubuhnya dengan cara/gerakan yang tepat

(appropriate ways). Misalnya hypertonus pada anak dengan Cerebral Palsy dapat

menyebabkan pasien berjalan dengan cara yang salah yang dapat mengganggu posturnya, hal

ini disebut sebagai kompensasi.9,10,11

Tanpa fisioterapi sebagian banyak anak dengan Cerebral Palsy menyesuaikan

gerakannya untuk mengkompensasi pola spastisitas yang dimilikinya, jika

berkelanjutan akan timbul nyeri atau salah postur.

Tujuan fisioterapi adalah untuk mengajarkan pada anak gerakan fisik yang tepat.

Untuk itu diperlukan seorang fisioterapis yang ahli dan berpengetahuan dalam masalah yang

sering terjadi pada anak Cerebral Palsy seperti spastisitas, keterbatasan gerak pada sendinya,

gerak involunter, serta pemahamam mengenai pola dan posisi gerak anak; seperti pada saat

terlentang, berguling, telungkup, merayap, duduk, ke duduk, merangkak, berlutut, berdiri,

ke berdiri, dan berjalan.

Fisioterapi dapat dilakukan dua minggu sekali untuk terapi, tetapi terlebih dahulu

fisioterapi melakukan pemeriksaan dan menyesuaikan dengan kebutuhan yang dibutuhkan

anak dalam seminggu. Di sini peran orangtua sangat diperlukan karena merekalah yang

nantinya paling berperan dalam melakukan latihan dirumah selepas diberikan terapi. Untuk

itu sangat dianjurkan untuk orangtua atau pengasuh mendampingi anak selama sesi terapi

agar mereka mengetahui jenis komponen terapi apa yang harus dilakukan dirumah.

Metode yang digunakan untuk melakukan intervensi fisioterapi dalam kasus Cerebral

Palsy adalah metode Bobath.

21 | P a g e
Bobath yaitu suatu teknik yang dikembangkan oleh Karel dan Bertha Bobath pada

tahun 1997. Metoda yang didasarkan pada neurologi dan reflek-reflek primitif dan fasilitasi

dari keseimbangan yang lebih tinggi dari reflek righting yang dipersiapkan untuk

keterampilannya. Metode ini khususnya ditujukan untuk menangani gangguan system saraf

pusat pada bayi dan anak-anak. Agar lebih efektif, penanganan harus dimulai secepatnya,

sebaiknya sebelum anak berusia 6 bulan. Hal ini sesungguhnya masih efektif untuk anak pada

usia yang lebih tua, namun ketidaknormalan akan semakin tampak seiring dengan

bertambahnya usia anak dengan cerebral palsy dan biasanya membawa terapi pada kehidupan

sehari-hari sangat sulit dicapai.9,10,11

Prinsip Metode Bobath

I. Fasilitasi

Teknik ini berupa pembuatan suatu gerakan khusus yang terjadi secara otomatis untuk

memperoleh gerakan dasar yang otomatis dan disadari.Upaya untuk mempermudah reaksi-

reaksi automatik dan gerak motorik yang sempurna pada tonus otot normal. Tekniknya

disebut “Key Point of Control”.

Tujuannya :

a. Untuk memperbaiki tonus postural yang normal

b. Untuk memelihara dan mengembalikan tonus postural normal

c. Untuk memudahkan gerakan-gerakan yang disengaja

Beberapa contoh fasilitasi untuk meningkatkan kemampuan motorik:

 Fasilitasi Berguling

22 | P a g e
Posisi pasientidur terlentang, terapis duduk bawah pasien, Pegang tungkai bagian kanan

(bisa kanan maupun kiri), kemudian kaki kiri di posisikan lurus dan kaki kanan di tekuk

terapis kemudian memberikan dorongan pada tungkai kanan. Frekuensi latihan 2 kali

setiap minggu, dilakukan 3 sesi latihan.

Gambar 2.6 Fasilitasi Berguling (Bobath, 1972)

 Fasilitasi fleksor elbow

Posisi pasien duduk ,terapis di sebelah belakang pasien . Fiksasi pada bagian elbow Key

point of control pada bagian elbow, kemudian memberi stimulasi pada pasien untuk

memberi tekanan pada wrist . Frekuensi latihan 2 kali setiap minggu, dilakukan 3 sesi

latihan, dan pengulangan 8 kali tiap sesi latihan.

Gambar 2.7 Fasilitasi Flexor Elbow (Bobath, 1972)

 Fasilitasi untuk menjaga keseimbangan pada posisi duduk.

Posisi pasien berada didepan terapis, terapis duduk di belakang pasien untuk

menyangga tubuh pasien. Key point of control pada tungkai atas pasien kanan kiri,

23 | P a g e
kemudian memberi stimulasi kepada pasien untuk menjaga keseimbangan dengan

base of support yang benar.

Gambar 2.8 Fasilitasi keseimbangan pada posisi duduk (Bobath, 1972)

II. Inhibisi

Suatu upaya untuk menghambat dan menurunkan tonus otot. Tekniknya disebut

Reflex Inhibitory Paternt. Perubahan tonus postural dan patern menyebabkan dapat bergerak

lebih normal dengan menghambat pola gerak abnormal menjadi sikap tubuh yang normal

dengan menggunakan teknik “Reflex Inhibitory Pattern”. Dengan Inhibiting Pattern yaitu

pengaturan posisi penderita untuk mengurangi bentuk-bentuk aktivitas refleks abnormal dan

untuk mengatasi tonus postural yang abnormal.

Beberapa Contoh Inhibisi Untuk Mengurangi Spastisitas

 Inhibisi fleksor elbow

Posisi pasien tidur terlentang,posisi terapis duduk di samping kiri pasien fiksasi pada bagian

elbow key point of control pada bagian wrist dengan gerakan fleksi ekstensi secara pasif

ke inferior. Frekuensi latihan 2 kali setiap minggu, dilakukan 3 sesi latihan, dan

pengulangan 8 kali tiap sesi latihan.

24 | P a g e
Gambar 2.9 Inhibisi Flexor Elbow (Bobath, 1972)

 Inhibisi Adduktor dan Endorator HIP

Posisi pasien duduk long sitting, terapis duduk di belakang pasien sekaligus

menyangga tubuh pasien key point of control pada kedua lutut bagian medial, kemudian

terapis menggerakkan tungkai keluar dan mendorong pasien ke depan sehingga posisi pasien

duduk tegak. Frekuensi latihan 2 kali setiap minggu. dilakukan 3 sesi latihan, dan

pengulangan 8 kali tiap sesi latihan.

Gambar 2.10 Inhibisi Adduktor dan Endorator HIP

 Inhibisi plantar fleksor ankle

Posisi pasien duduk long sitting, seseorang dibelakang pasien untuk meyangga tubuh

pasien. Terapis berada disebelah caudal pasien, key point of control pada tumit dan jari

jari kaki pasien, kemudian terapis menggerakkan kaki ke arah dorsi fleksi. Frekuensi

latihan 2 kali setiap minggu, dilakukan 3 sesi latihan, dan pengulangan 8 kali tiap sesi

latihan.

25 | P a g e
Gambar 2.11 Inhibisi plantar fleksor ankle

III. Stimulasi

Diberikan untuk merangsang arah gerak yang kita kehendaki bertujuan untuk

menimbulkan reaksi gerakan pada anak. Stimulasi terdiri dari dua bentuk yaitu :

a. Stimulasi verbal berupa aba-aba dan suara

Yaitu upaya untuk menimbulkan reaksi yang diharapkan pada anak lewat verbal.

b. Stimulasi non verbal berupa rangsangan propioseptif dan taktil

Yaitu upaya untuk memperkuat dan meningkatkan tonus otot melalui propioseptif dan

taktil. Berguna untuk meningkatkan reaksi pada anak, memelihara posisi dan pola gerak yang

dipengaruhi oleh gaya gravitasi secara automatic. Tapping: ditujukan pada group otot

antagonis dari otot yang spastic. Placcing dan Holding: Penempatan pegangan. Placcing

Weight Bearing: Penumpukan berat badan.

Tujuan :

a. Memperbaiki dan mencegah postur dan pola gerakan abnormal.

b. Mengajarkan postur dan pola duduk yang normal.

26 | P a g e
IV. Intervensi

Untuk melatih keseimbangan duduk diperlukan serangkaian latihan yang menunjang

sikap seimbang terutama pada posisi duduk ride sitting yaitu posisi duduk kangkang atau

menunggangi suatu benda. Dimana untuk mempertahankan posisi duduk stabil diperlukan

adanya head kontrol, trunk kontrol serta pe;vic kontrol yang baik. Pada seorang anak kita

dapat melakukan terapi latihan dengan prinsip dari cephalo ke caudal. Oleh karena itu kita

perlu melatih head kontrol terlebih dahulu sebagai awal dari latihan yang diberikan untuk

meningkatkan keseimbangan duduk anak

2. Pelayanan Okupasi Terapi

Okupasi Terapi dimaksutkan untuk, memulihkan fungsi, mengembangkan dan

memelihara maupun mengupayakan adaptasi terutama untuk mengembangkan kemandirian

dalam melakukan kegiatan sehari-hari (Activity Daily Living) dan fungsi produktif.

3. Pelayanan Ortosis – Prostesis

Adalah salah satu bagian rehabilitasi secara teknis yang diberikan kepada anak dengan

kondisi Cerebral Palsy melalui perancangan dan pembuatan alat bantu guna memulihkan dan

memelihara fungsi atau bahkan sebagai pengganti anggota gerak.

4. Pelayanan Terapi Wicara

Terapi wicara dimaksudkan untuk mengupayakan optimalisasi fungsi menelan,

komunikasi dan berbicara melalui berbagai macam pelatihan stimulasi, fasilitasi .

5. Pelatihan kewirausahaan untuk pasien cerebral palsyPelayanan Sosial Medik

Merupakan segala macam uapaya untuk membantu anak dengan kondisi Cerebral Palsy

maupun penyandang disabilitas pada umumnya untuk dapat terintegrasi kembali dalam

27 | P a g e
masyarakat. Hal yang paling dapat terlihat dari pelayanan ini adalah diberikannya pendidikan

ketrampilan (vocational training) kepada penyandang disabilitas sesuai minat dan

kemampuan masing-masing.

28 | P a g e
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Cerebral Palsy merujuk kepada beberapa kondisi yang erat kaitanya dengan defisit

sistem saraf pusat yang bersifat tidak progresif dan didapat pada awal kehidupan. Masalah

pada Cerebral Palsy biasanya didapat pada awal kelahiran. Cerebral Palsy bersifat permanen

tetapi tidak mengubah kerusakan neurodevelomnetal yang disebabkan kecacatan atau

kerusakan yang bersifat tidak progresif dalam satu atau beberapa lokasi di otak yang

immature.

Penanganan fisioterapi pada kasus Cerebral Palsy yaitu dengan mengejar suatu

keterlambatan tahap perkembangan motorik kasar sesuai usia anak, guna mencapai manfaat

yang maksimal dan menguntungkan untuk tahap perkembangan yang berkelanjutan. Tujuan

dari fisioterapi disini adalah membantu anak mencapai perkembangan terpenting secara

maksimal bagi sang anak, yang berarti bukan untuk menyembuhkan penyakit Cerebral Palsy.

Hal ini harus dikomunikasikan sejak dari awal antara fisioterapis dengan pengasuhnya agar

tujuan terapi tercapai.

Metoda yang diberikan untuk kasus Cerebral Palsy adalah metode Bobath atau Neuro

Development Treatment (NDT) yaitu suatu teknik yang dikembangkan oleh

Karel dan Bertha Bobath pada tahun 1997. Metode ini khususnya ditujukan untuk menangani

gangguan sistem saraf pusat pada bayi dan anak-anak. Metode Bobath pada kasus Cerebral

Palsy mempunyai beberapa teknik, yaitu Inhibisi, Key Point of Control , Fasilitasi, dan

Stimulasi Propriosepsi.

29 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA

1. Valentina TD. Penyesuaiaan Psikologis Orangtua Dengan Anak Cerebral Palsy.

Psikologia.2014:9;57-64.

2. Marret S, Vanhule C, Laquerrine A. Pathophysiology Of Cerebral Palsy.2013 April

(Cited 2016 Aug 24). Available From Https: //www. Researchgate .Net / Publication /

236457421.

3. Berker N, Yalcin S. The Help Guide To Cerebral Palsy. 2nd Ed. Washington:Merril

Corporation;2010.7.

4. Passat J. Kelainan Perkembangan.Buku Ajar Neurologi Anak.Jakarta: IDAI;

2000.115-7

5. Mardiani E. Faktor-Faktor Risiko Prenatal Dan Perinatal Kejadian Cerebral Palsy

(Tesis). (Semarang): Universitas Diponegoro; 2006.

6. Center Of Disease Control .2009 . Data Show in 1 In 278 Children Have Cerebral

Palsy. Diakses tanggal 15/5/2013, dari http://www.cdc.gov

7. Sunusi, Sudading dan Nara P. 2007 . Cerebral Palsy ; Diakses tanggal 24/3/2013 dari

http:/www.google.co.id

8. Latief, abdul dkk. 2007. Ilmu kesehatan anak. Jakarta : bagian ilmu kesahatan anak

fakultas kedokteran universitas Indonesia

9. Dorland, W.A Newman. 2005. Kamus Kedokteran Dorland; Edisi 28.Jakarta:

Buku Kedokteran EGC

10. Campbell S, Linden DWV, Palisano RJ. Physical Therapy for Children. Philadelphia.

1999.

11. Levitt, Sophie. Treatment of Cerebral Palsy and Motor Delay. London. Blackwell

Science. 1995

30 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai