Disusun oleh :
Hilda Tri Damayanti, S.Ked
17360107
Pembimbing :
dr. Fonda Octarianingsih, Sp.OG
Pembimbing Penyaji
Hasil: Terdapat 1013 total persalinan selama studi dilakukan, dan di antaranya
terdapat 183 (18,06%) kasus preeklamsia dengan tanda perburukan. Dari penelitian
ini didapatkan 67,76% pasien berada di rentang umur 20-35 tahun dan mayoritas dari
pasien tersebut adalah multiparitas; dan 41,53% adalah persalinan preterm pada 28-
336 minggu gestasi dan diikuti 24,59% persalinan preterm pada 34-36 6 minggu
mengalami komplikasi, baik pada ibu maupun bayinya. Didapatkan pula 1 kematian
maternal dan 15 kematian fetus dalam rahim. Terdapat sekitar 73,77% kasus yang
komplikasi secara signifikan berhubungan dengan persalinan preterm. Selain itu, usia
maternal dan status paritas dengan preeklamsia dengan tanda perburukan dan
signifikan berhubungan dengan persalinan preterm. Selain itu, umur maternal dan
PENDAHULUAN
kondisi negara tersebut. Hal ini menunjukkan kesenjangan yang sangat besar antara
kaya dan miskin, perkotaan dan daerah pedesaan di antara negara-negara di dunia.
World Health Organization (WHO) berusaha mengurangi angka kematian ibu (AKI)
data dari Departemen Kesehatan Indonesia, preeklamsia merupakan satu dari tiga
hipertensi dengan tekanan darah lebih atau sama dengan 140/90 dan/atau proteinuria
lebih atau sama dengan positif 1. Tanda-tanda ini muncul pada usia kehamilan 20
tanda perburukan dikenal sebagai hipertensi dengan tekanan darah lebih atau sama
dengan 160/110 dan/atau proteinuria lebih atau sama dengan positif 2. Onsetnya
mirip dengan preeklamsia. Faktor risiko preeklamsia multifaktorial. Beberapa faktor
risiko yang telah diidentifikasi antara lain kehamilan mola, nuliparitas, usia kurang
dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun, hamil lebih dari satu janin, hipertensi kronis,
diabetes mellitus dan penyakit ginjal. Selain itu, preeklamsia juga dipengaruhi oleh
Insiden preeklamsia realtif stabil antara 4 dan 5 kasus per 10.000 kelahiran
hidup di negara maju. Di negara berkembang, insiden preeklamsia ada sekitar 3,9%.
Sementara itu, di RS Dr. Cipto Mangunkusumo sebagai pusat rujukan rumah sakit di
Indonesia, insiden preeklamsia pada tahun 2008-2009 sebesar 16,3%.4 AKI bervariasi
mulai dari 0% hingga 4%. Peningkatan kematian ibu karena komplikasi melibatkan
berbagai sistem tubuh, seperti perdarahan intraserebral dan edema paru. Preeklamsia
juga berdampak pada bayi yang berakhir dengan kematian bayi. Angka kematian
kurang dari 75% eklampsia terjadi pada antepartum dan 25% pada postpartum.
Hampir semua kasus (95%) eklampsia antepartum terjadi pada trimester ketiga.5
wanita Hispanik, 11% pada wanita Afrika-Amerika. Insiden pada nulipara mencapai
3-10%, berat badan ibu mempengaruhi risiko preeklamsia 4,3% hingga 13,3%.6
Wanita dengan preeklamsia di kehamilan pertama mereka memiliki risiko lebih besar
METODE
preeklamsia dengan tanda perburukan yang tercatat antara bulan Juli dan Desember
perangkat lunak SPSS. Kita menggunakan chi square untuk menentukan risiko relatif
Karakteristik N %
Usia (tahun) <20 10 5,46
>35 49 26.78
>5 0 0
Usia gestasi 20-276 8 4,37
34-366 45 24.59
37-416 76 41.53
>=42 2 1.09
Eklampsia 7 3.83
dan Eklampsia
IUGR 19 10.38
Apgar rendah
Mati 1 0.55
Mati 15 8.20
Terdapat 183 kasus preeklamsia dengan tanda perburukan di antara 1.013 wanita
hamil yang tercatat datang ke Unit Gawat Darurat RS Dr. Cipto Mangunkusumo.
Mayoritas preeklamsia dengan kasus tanda perburukan terjadi di antara usia 20-35
tahun dan multiparitas (65,57%). Hampir setengah dari wanita (41,53%) berada di
usia kehamilan aterm, diikuti oleh usia 28 – 366 minggu kehamilan sekitar 28,42%,
dan 24,59% wanita berada di usia kehamilan 34 - 366 minggu. Mayoritas preeklamsia
dengan kasus tanda perburukan tidak memiliki komplikasi baik pada ibu atau bayi;
hanya ada 27 kasus yang mengalami sindrom HELLP, 7 kasus dengan eklampsia, dan
5 kasus dengan sindrom HELLP dan eklampsia. Dalam hal komplikasi bayi, hanya
17,48% bayi lahir dengan komplikasi yang terdiri dari intrauterine growth
retardation (IUGR), skor APGAR yang buruk, IUGR dan skor APGAR buruk dalam
dengan persentase 10,38%, 5,46%, 1,46%; masing-masing. Dalam studi ini, terdapat
satu kematian ibu dengan karakteristik usia kurang dari 20 tahun, primigravida, aterm
dengan sindrom HELLP dan edema paru. Bayi itu dilahirkan melalui operasi seksio
sesarea dengan skor APGAR yang buruk. Selain itu, terdapat 15 kasus kematian fetus
dalam rahim (IUFD). Sementara itu, sekitar 73,77% perempuan dengan preeklamsi
komplikasi janin; sedangkan, usia ibu muda (<20 tahun) memiliki kecenderungan
meningkatkan risiko 2,2 kali mengalami komplikasi janin (ditunjukkan pada Tabel 3).
komplikasi.
Tabel 2. Hubungan antara Komplikasi Janin dan Ibu pada Preeklamsia dengan Tanda
Perburukan
Komplikasi Komplikasi
0,004-0,481 0,050
< 20 tahun 4 6 10 2,156
Komplikasi Komplikasi
Dengan 2,158 0,014-0,03 0,014
17 46 63
Tanpa 1
15 105 120
Total
32 151 183
DISKUSI
Jumlah pasien preeklamsia dengan tanda perburukan yang datang ke Rumah Sakit Dr.
Cipto Mangunkusumo dari bulan Juli hingga Desember 2014 adalah 183 dari 1.013
wanita hamil. Persentase sekitar 18,06%. Dibandingkan dengan periode tahun 2008-
2009 yang hanya 16,3%, itu berarti itu ada peningkatan sekitar 2% dalam 5 tahun. 4
Hal ini mungkin disebabkan oleh kemunduran kondisi kesehatan wanita hamil di
Jakarta. Selain itu, di era Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), terdapat peningkatan
Dari karakteristik, dominasi usia wanita berada di antara usia 20 dan 35 tahun
(67,76%) dan tentu saja, jumlah komplikasi ibu dan janin karena preeklamsia
dominan dalam kelompok usia tersebut, seperti sindrom HELLP (70,37%), eklampsia
(85,71%), 80% eklampsia dan Sindrom HELLP. Sedangkan, komplikasi janin terdiri
dari IUGR, skor APGAR yang buruk, IUGR dengan skor APGAR buruk adalah
masing-masing 73,68%, 60%, 100% dalam kelompok usia 20-35 tahun. Meskipun
usia ibu tidak berhubungan secara signifikan dengan komplikasi preeklamsia dengan
mengalami komplikasi preeklamsia dengan tanda perburukan sekitar 1,2 kali lebih
besar dibandingkan usia 20-35 tahun. Selain itu, usia ibu memiliki hubungan
cenderung meningkatkan risiko 2.2 kali memiliki komplikasi janin. Hal tersebut
cukup masuk akal sesuai dengan kebiasaan di ibu kota, banyak wanita menunda
hubungan antara paritas dan komplikasi ibu pada preeklamsia, meskipun paritas
berhubungan dengan komplikasi janin. Ini mungkin terjadi karena faktor lain yang
memiliki pengaruh lebih banyak pada wanita hamil dibandingkan paritas saja.
Dari penelitian, sebagian besar wanita berada pada usia kehamilan aterm.
antenatal care (ANC) atau kurangnya fasilitas screening di layanan kesehatan primer.
Pasien preeklamsia yang datang ke unit gawat darurat rumah sakit Dr. Cipto
perburukan ialah sindrom HELLP (14,57%), eklampsia (3,82%) dan sindrom HELLP
kebawah, dan jumlah anak. Pada wanita dengan preeklamsia, komplikasi bisa terjadi
rahim pada trisemester kedua selama tahun 2014. Dari kasus IUFD, 12 kasus
preeklamsia dengan sindrom HELLP saja menyebabkan satu IUFD. Eklampsia dan
regresi linier, juga ditemukan bahwa tidak ada hubungan antara komplikasi
KESIMPULAN
Di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo, terdapat 183 kasus preeklamsia dengan
tanda perburukan di antara 1.013 pasien yang datang ke unit gawat darurat dari bulan
Juli hingga Desember 2014. Wanita preeklamsia dengan tanda perburukan dikaitkan
dengan persalinan prematur. Selain itu, usia dan paritas wanita memiliki hubungan