Anda di halaman 1dari 13

Journal Reading

The Characteristics of Preeclampsia with Severe Features

Disusun oleh :
Hilda Tri Damayanti, S.Ked
17360107

Pembimbing :
dr. Fonda Octarianingsih, Sp.OG

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR ILMU OBSTETRI GINEKOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UMUM UNIVERSITAS MALAHAYATI
RUMAH SAKIT PERTAMINA BINTANG AMIN HUSADA
BANDAR LAMPUNG
2018
LEMBAR PENGESAHAN

Telah Dipersentasikan Tugas Jurnal Reading Berjudul :


“The Characteristics of Preeclampsia with Severe Features”
Dipersentasikan pada November 2018

Bandar Lampung, November 2018

Pembimbing Penyaji

dr. Fonda Octarianingsih, Sp.OG Hilda Tri Damayanti, S.ked


Karakteristik Preeklamsia dengan Tanda Perburukan

Tujuan: Untuk mendeskripsikan karakteristik preeklamsia dengan tanda perburukan

dan faktor risikonya.

Metode: Penelitian ini merupakan penelitian retrospektif mengenai karakteristik

preeklamsia dengan tanda perburukan pasien-pasien obstetri dan ginekologi di RS Dr.

Cipto Mangunkusumo dari bulan Juli 2014 sampai Desember 2014

Hasil: Terdapat 1013 total persalinan selama studi dilakukan, dan di antaranya

terdapat 183 (18,06%) kasus preeklamsia dengan tanda perburukan. Dari penelitian

ini didapatkan 67,76% pasien berada di rentang umur 20-35 tahun dan mayoritas dari

pasien tersebut adalah multiparitas; dan 41,53% adalah persalinan preterm pada 28-

336 minggu gestasi dan diikuti 24,59% persalinan preterm pada 34-36 6 minggu

gestasi. Mayoritas pasien dengan preeklamsia dengan tanda perburukan tidak

mengalami komplikasi, baik pada ibu maupun bayinya. Didapatkan pula 1 kematian

maternal dan 15 kematian fetus dalam rahim. Terdapat sekitar 73,77% kasus yang

dilahirkan melalui seksio sesarea. Preeklamsia dengan tanda perburukan dengan

komplikasi secara signifikan berhubungan dengan persalinan preterm. Selain itu, usia

maternal dan status paritas dengan preeklamsia dengan tanda perburukan dan

komplikasi terhadap bayi.


Kesimpulan: Preeklamsia dengan tanda perburukan dengan komplikasi secara

signifikan berhubungan dengan persalinan preterm. Selain itu, umur maternal dan

status paritas secara siginifikan berhubungan dengan preeklamsia dengan tanda

perburukan dan komplikasi terhadap bayi.

Kata kunci: faktor risiko, komplikasi, perburukan, preeklamsia.

PENDAHULUAN

Angka kematian ibu merupakan sebuah indikator kesehatan yang menggambarkan

kondisi negara tersebut. Hal ini menunjukkan kesenjangan yang sangat besar antara

kaya dan miskin, perkotaan dan daerah pedesaan di antara negara-negara di dunia.

World Health Organization (WHO) berusaha mengurangi angka kematian ibu (AKI)

di seluruh dunia, termasuk Indonesia melalui Millennium Development Goals

(MDGs) dilanjutkan dengan Sustainable Development Goals (SDGs).1 Berdasarkan

data dari Departemen Kesehatan Indonesia, preeklamsia merupakan satu dari tiga

penyebab tersering kematian ibu.2 Preeklamsia didefinisikan sebagai suatu sindrom

hipertensi dengan tekanan darah lebih atau sama dengan 140/90 dan/atau proteinuria

lebih atau sama dengan positif 1. Tanda-tanda ini muncul pada usia kehamilan 20

minggu dan berakhir hingga 12 minggu postpartum. Sedangkan, preeklamsia dengan

tanda perburukan dikenal sebagai hipertensi dengan tekanan darah lebih atau sama

dengan 160/110 dan/atau proteinuria lebih atau sama dengan positif 2. Onsetnya
mirip dengan preeklamsia. Faktor risiko preeklamsia multifaktorial. Beberapa faktor

risiko yang telah diidentifikasi antara lain kehamilan mola, nuliparitas, usia kurang

dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun, hamil lebih dari satu janin, hipertensi kronis,

diabetes mellitus dan penyakit ginjal. Selain itu, preeklamsia juga dipengaruhi oleh

paritas, genetik, dan faktor lingkungan.1,3

Insiden preeklamsia realtif stabil antara 4 dan 5 kasus per 10.000 kelahiran

hidup di negara maju. Di negara berkembang, insiden preeklamsia ada sekitar 3,9%.

Sementara itu, di RS Dr. Cipto Mangunkusumo sebagai pusat rujukan rumah sakit di

Indonesia, insiden preeklamsia pada tahun 2008-2009 sebesar 16,3%.4 AKI bervariasi

mulai dari 0% hingga 4%. Peningkatan kematian ibu karena komplikasi melibatkan

berbagai sistem tubuh, seperti perdarahan intraserebral dan edema paru. Preeklamsia

juga berdampak pada bayi yang berakhir dengan kematian bayi. Angka kematian

perinatal berkisar dari 10% sampai 28%. Prematuritas, retardasi pertumbuhan,

peningkatan risiko solusio plasenta sering menyebabkan kematian perinatal. Sekitar

kurang dari 75% eklampsia terjadi pada antepartum dan 25% pada postpartum.

Hampir semua kasus (95%) eklampsia antepartum terjadi pada trimester ketiga.5

Insiden preeklamsia terjadi pada 5% populasi wanita kulit putih, 9% populasi

wanita Hispanik, 11% pada wanita Afrika-Amerika. Insiden pada nulipara mencapai

3-10%, berat badan ibu mempengaruhi risiko preeklamsia 4,3% hingga 13,3%.6

Wanita dengan preeklamsia di kehamilan pertama mereka memiliki risiko lebih besar

untuk mengalami preeklamsia di kehamilan berikutnya. Merokok selama kehamilan


berhubungan dengan penurunan risiko hipertensi dalam kehamilan.6 Oleh karena itu,

penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan karakteristik preeklamsia dengan

tanda perburukan dan faktor risikonya.

METODE

Penelitian ini merupakan tinjauan rekam medis retrospektif tentang preeklamsia

dengan tanda perburukan di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo. Seluruh

preeklamsia dengan tanda perburukan yang tercatat antara bulan Juli dan Desember

2014 dikumpulkan dan ditinjau. Kita melakukan analisis statistik menggunakan

perangkat lunak SPSS. Kita menggunakan chi square untuk menentukan risiko relatif

antara beberapa variabel independen dan komplikasi janin.

Tabel 1. Karateristik Preeklamsia dengan Tanda Perburukan di Rumah Sakit

Dr. Cipto Mangunkusumo

Karakteristik N %
Usia (tahun) <20 10 5,46

20-35 124 67.76

>35 49 26.78

Paritas <1 63 34.43

2-5 120 65.57

>5 0 0
Usia gestasi 20-276 8 4,37

(minggu) 28-336 52 28,42

34-366 45 24.59

37-416 76 41.53

>=42 2 1.09

Komplikasi ibu Tidak ada 144 78.69

Sindrom HELLP 27 14.75

Eklampsia 7 3.83

Sindrom HELLP 5 2.73

dan Eklampsia

Komplikasi janin Tidak ada 151 82.52

IUGR 19 10.38

Skor Apgar rendah 10 5.46

IUGR dan skor 3 1.64

Apgar rendah

Mortalitas ibu Hidup 182 99.45

Mati 1 0.55

Mortalitas janin Hidup 168 91.80

Mati 15 8.20

Cara persalinan Per vaginam 48 26.23

Seksio sesarea 135 73.77


HASIL

Terdapat 183 kasus preeklamsia dengan tanda perburukan di antara 1.013 wanita

hamil yang tercatat datang ke Unit Gawat Darurat RS Dr. Cipto Mangunkusumo.

Mayoritas preeklamsia dengan kasus tanda perburukan terjadi di antara usia 20-35

tahun dan multiparitas (65,57%). Hampir setengah dari wanita (41,53%) berada di

usia kehamilan aterm, diikuti oleh usia 28 – 366 minggu kehamilan sekitar 28,42%,

dan 24,59% wanita berada di usia kehamilan 34 - 366 minggu. Mayoritas preeklamsia

dengan kasus tanda perburukan tidak memiliki komplikasi baik pada ibu atau bayi;

hanya ada 27 kasus yang mengalami sindrom HELLP, 7 kasus dengan eklampsia, dan

5 kasus dengan sindrom HELLP dan eklampsia. Dalam hal komplikasi bayi, hanya

17,48% bayi lahir dengan komplikasi yang terdiri dari intrauterine growth

retardation (IUGR), skor APGAR yang buruk, IUGR dan skor APGAR buruk dalam

dengan persentase 10,38%, 5,46%, 1,46%; masing-masing. Dalam studi ini, terdapat

satu kematian ibu dengan karakteristik usia kurang dari 20 tahun, primigravida, aterm

dengan sindrom HELLP dan edema paru. Bayi itu dilahirkan melalui operasi seksio

sesarea dengan skor APGAR yang buruk. Selain itu, terdapat 15 kasus kematian fetus

dalam rahim (IUFD). Sementara itu, sekitar 73,77% perempuan dengan preeklamsi

dengan tanda perburukan melahirkan melalui operasi seksio sesarea.

Tabel 2 menunjukkan bahwa ada hubungan signifikan antara komplikasi janin

dan ibu pada preeklamsia dengan tanda perburukan.


Berdasarkan statistik, usia ibu memiliki hubungan signifikan dengan

komplikasi janin; sedangkan, usia ibu muda (<20 tahun) memiliki kecenderungan

meningkatkan risiko 2,2 kali mengalami komplikasi janin (ditunjukkan pada Tabel 3).

Tabel 4 menggambarkan bahwa ada hubungan signifikan antara paritas dan

komplikasi janin; sedangkan nulliparitas dianggap sebagai faktor risiko untuk

komplikasi.

Tabel 2. Hubungan antara Komplikasi Janin dan Ibu pada Preeklamsia dengan Tanda

Perburukan

Komplikasi Janin Total RR CI 95% p-value


Dengan Tanpa
Ibu
Komplikasi Komplikasi
Dengan 2,215 0,035-0,303 0,014
12 27 39
Tanpa 1
20 124 144
Total
32 151 183

Tabel 3. Hubungan antara Komplikasi Janin dan Usia Ibu

Usia Ibu Janin Total RR CI 95% p-value


Dengan Tanpa

Komplikasi Komplikasi
0,004-0,481 0,050
< 20 tahun 4 6 10 2,156

20-35 tahun 23 101 124 1


0,55 0,026-0,224 0,118
> 35 tahun 5 44 49

Total 32 151 183


Tabel 4. Hubungan antara Komplikasi Janin dan Paritas

Paritas Janin Total RR CI 95% p-value


Dengan Tanpa

Komplikasi Komplikasi
Dengan 2,158 0,014-0,03 0,014
17 46 63
Tanpa 1
15 105 120
Total
32 151 183

DISKUSI

Jumlah pasien preeklamsia dengan tanda perburukan yang datang ke Rumah Sakit Dr.

Cipto Mangunkusumo dari bulan Juli hingga Desember 2014 adalah 183 dari 1.013

wanita hamil. Persentase sekitar 18,06%. Dibandingkan dengan periode tahun 2008-

2009 yang hanya 16,3%, itu berarti itu ada peningkatan sekitar 2% dalam 5 tahun. 4

Hal ini mungkin disebabkan oleh kemunduran kondisi kesehatan wanita hamil di

Jakarta. Selain itu, di era Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), terdapat peningkatan

kesadaran orang untuk mencari pengobatan di puskesmas sehingga jumlah kasus

terdiagnosis, terutama preeklamsia meningkat di rumah sakit.

Dari karakteristik, dominasi usia wanita berada di antara usia 20 dan 35 tahun

(67,76%) dan tentu saja, jumlah komplikasi ibu dan janin karena preeklamsia

dominan dalam kelompok usia tersebut, seperti sindrom HELLP (70,37%), eklampsia

(85,71%), 80% eklampsia dan Sindrom HELLP. Sedangkan, komplikasi janin terdiri
dari IUGR, skor APGAR yang buruk, IUGR dengan skor APGAR buruk adalah

masing-masing 73,68%, 60%, 100% dalam kelompok usia 20-35 tahun. Meskipun

usia ibu tidak berhubungan secara signifikan dengan komplikasi preeklamsia dengan

tanda perburukan, wanita usia kurang dari 20 tahun memiliki kecenderungan

mengalami komplikasi preeklamsia dengan tanda perburukan sekitar 1,2 kali lebih

besar dibandingkan usia 20-35 tahun. Selain itu, usia ibu memiliki hubungan

signifikan dengan komplikasi janin; sedangkan, wanita kurang dari 20 tahun

cenderung meningkatkan risiko 2.2 kali memiliki komplikasi janin. Hal tersebut

cukup masuk akal sesuai dengan kebiasaan di ibu kota, banyak wanita menunda

kehamilan mereka demi karier.

Kehamilan dalam tiap kelompok paritas harus diwaspadai menjadi

preeklamsia. Berdasarkan perhitungan statistik, hasil menunjukkan tidak ada

hubungan antara paritas dan komplikasi ibu pada preeklamsia, meskipun paritas

berhubungan dengan komplikasi janin. Ini mungkin terjadi karena faktor lain yang

memiliki pengaruh lebih banyak pada wanita hamil dibandingkan paritas saja.

Dari penelitian, sebagian besar wanita berada pada usia kehamilan aterm.

Mungkin karena kurangnya kesadaran di kalangan wanita hamil untuk melakukan

antenatal care (ANC) atau kurangnya fasilitas screening di layanan kesehatan primer.

Pasien preeklamsia yang datang ke unit gawat darurat rumah sakit Dr. Cipto

Mangunkusumo umumnya tanpa komplikasi. Komplikasi preeklamsia dengan tanda

perburukan ialah sindrom HELLP (14,57%), eklampsia (3,82%) dan sindrom HELLP

dan eklampsia (2,73%). Analisis statistik menunjukkan bahwa komplikasi kehamilan


preterm terkait dengan insiden preeklamsia dengan tanda perburukan. Analisis

masalah karena kurangnya kesadaran untuk melakukan ANC, masyarakat ekonomi

kebawah, dan jumlah anak. Pada wanita dengan preeklamsia, komplikasi bisa terjadi

dilihat pada dominasi sindrom HELLP di kehamilan ke 28-336 minggu sebanyak

8,74% dari total insiden preeklamsia.

Preeklamsia menyebabkan satu kematian ibu dan 15 kematian fetus dalam

rahim pada trisemester kedua selama tahun 2014. Dari kasus IUFD, 12 kasus

didapatkan pada wanita dengan preeklamsia tanpa komplikasi; sementara, komplikasi

preeklamsia dengan sindrom HELLP saja menyebabkan satu IUFD. Eklampsia dan

sindrom HELLP berkontribusi pada 2 pasien dengan IUFD. Dalam perhitungan

regresi linier, juga ditemukan bahwa tidak ada hubungan antara komplikasi

preeklamsia dan IUFD. Komplikasi maternal pada preeklamsia sebaiknya tidak

dikaitkan dengan IUFD. Sesungguhnya, IUFD sendiri dikaitkan dengan prematuritas.

KESIMPULAN

Di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo, terdapat 183 kasus preeklamsia dengan

tanda perburukan di antara 1.013 pasien yang datang ke unit gawat darurat dari bulan

Juli hingga Desember 2014. Wanita preeklamsia dengan tanda perburukan dikaitkan
dengan persalinan prematur. Selain itu, usia dan paritas wanita memiliki hubungan

signifikan dengan tanda perburukan preeklamsia dan komplikasi pada bayi.

Anda mungkin juga menyukai