PENDAHULUAN
Perdarahan obstetri dapat terjadi setiap saat, baik selama kehamilan, persalinan,
maupun masa nifas. Oleh karena itu, setiap perdarahan yang terjadi dalam masa
kehamilan, persalinan dan nifas harus dianggap sebagai suatu keadaan akut dan
serius, karena dapat membahayakan ibu dan janin. Setiap wanita hamil, dan nifas
yang mengalami perdarahan, harus segera dirawat dan ditentukan penyebabnya,
untuk selanjutnya dapat diberi pertolongan dengan tepat. Prognosis dan
penatalaksanaan kasus perdarahan selama kehamilan dipengaruhi oleh umur
kehamilan, banyaknya perdarahan, keadaan fetus dan sebab perdarahan. Karena pada
kedua kelainan ini cepat menyebabkan terjadinya syok.1
WHO memperkirakan bahwa ada lebih dari 585.000 kasus kematian ibu pada
tahun 1990 diseluruh dunia, dimana 25%-nya akibat perdarahan pasca persalinan.2
Walaupun inversio uteri adalah kasus yang jarang, tetapi masih merupakan salah satu
penyebab dari perdarahan pasca persalinan dini. Inversio uteri adalah suatu keadaan
dimana fundus uteri terputar balik keluar, baik sebagian atau seluruhnya ke dalam
uterus atau ke dalam vagina, bahkan dapat juga keluar vagina. Pada keadaan yang
ekstrim, kita dapat menjumpai endometrium yang berwarna keunguan dengan
plasenta yang masih melekat.3
Berdasarkan sejarahnya inversio uteri dilaporkan pertama kali dalam
kepustakaan Ayuverde, yaitu sisem kesehatan Hindu (2500-600 SM). Hippocrates
adalah orang yang pertama kali mengetahui dan menamakan inversio uteri (460-370
SM). Arvicenna (980-1037 SM) adalah seorang dokter Arab, yaitu orang yang
pertama kali mendeskripsikan dengan jelas diagnosis banding antara inversio uteri
dengan prolapsus uteri.4,5
Angka kejadian yang pasti dari beberapa peneliti mendapatkan angka yang
berbeda dan bervariasi berkisar antara 1:1000 sampai 1:15.000. Menurut Mc Cullagh
memperkirakan 1 kasus dari 30.000 kelahiran, sedangkan Mochtar R mencatat 1 dari
1
20.000 kelahiran, dan Watson juga mencatat 1 dari 20.000 kelahiran, Hakimi
mencatat 1:5000 sampai dengan 1:10.000 kelahiran. Di India kejadiannya 1 dari
8.573 persalinan, di Inggris 1 dari 27.992 persalinan, di Amerika 1 dari 23.127
persalinan, di Canada 1 dari 3737 persalinan dan di Peramcis 1 dari 20000
persalinan.6,7,8,9,10,11
Para ahli sepakat bahwa inversio uteri merupakan kasus yang serius dan
merupakan kasus kedaruratan obstetri, oleh karena dapat menimbulkan syok bahkan
sampai menimbulkan kematian. Walaupun ada beberapa kasus inversio uteri dapat
terjadi tanpa gejala yang berarti, tetapi tidak jarang kasus tersebut menimbulkan
keadaan yang serius dan fatal, dimana angka mortalitasnya cukup tinggi yaitu 15-
70% dari jumlah kasus. Upaya pencegahan dengan cara penatalaksanaan kala III yang
baik yaitu dengan cara memperhatikan saat dan cara yang tepat untuk melepaskan
plasenta, melalui tarikan yang ringan pada tali pusat setelah kontraksi uterus atau
setelah ada tanda-tanda lepasnya plasenta. Serta mengenal secara dini dan
penatalaksanaan yang adekuat dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian.4
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Fundus uteri, adalah bagain uterus proksimal di atas muara tuba uterina
yang mirip dengan kubah , di bagian ini tuba Falloppii masuk ke uterus.
Fundus uteri ini biasanya diperlukan untuk mengetahui usia/lamanya
kehamilan
2. Korpus uteri, adalah bagian uterus yang utama dan terbesar. Korpus uteri
menyempit di bagaian inferior dekat ostium internum dan berlanjut sebagai
serviks. Pada kehamilan, bagian ini mempunyai fungsi utama sebagai
tempat janin berkembang. Rongga yang terdapat di korpus uteri disebut
kavum uteri (rongga rahim).
3. Serviks uteri, serviks menonjol ke dalam vagina melalui dinding
anteriornya,dan bermuara ke dalamnya berupa ostium eksternum. Serviks
uteri terdiri dari :
3
· Pars vaginalis servisis uteri yang dinamakan porsio
· Pars supravaginalis servisis uteri yaitu bagian serviks yang berada di
atas vagina
2. Myometrium/Otot-otot polos
Lapisan otot polos di sebelah dalam berbentuk sirkuler dan di sebelah luar
berbentuk longitudinal. Di antara kedua lapisan itu terdapat lapisan otot
oblik, berbentuk anyaman, lapisan ini paling kuat dan menjepit pembuluh-
4
pembuluh darah yang berada di sana. Myometrium merupakan bagian yang
paling tebal. Terdiri dari otot polos yang disusun sedemikian rupa hingga
dapat mnedorong isinya keleuar saat persalinan. Di antara serabut-serabut
otot terdapat pembuluh-pembuluh darah, pembuluh lympa dan urat saraf.
Otot uterus terdiri dari 3 bagain :
3. Perimetrium
5
Gambar 1. Anatomi Uterus11
6
3. Ligamentum rotundum sinistrum et dekstrum, yakni ligamentum yang
menhaan uterus dalam antefleksi dan berjalan dari sudut fundus uteri kiri
dan kanan, ke daerah inguinal kiri dan kanan. Pada kehamilan kadang-
kadang terasa sakit di daerah inguinal pada waktu berdiri cepat karena
uterus berkontraksi kuat dan ligamentum rotundum menjadi kencang serta
mengadakan tarikan pada daerah inguinal. Pada persalinan ia pun terba
kencang dan terasa sakit bila dipegang.
4. Ligamentum latum sinistrum et dekstrum, yakni ligamentum yang
meliputi tuba, berjalan dari uterus kea rah sisi, tidak banyak mengandung
jaringan ikat. Sebenarnya ligamentum ini adalah bagian dari peritoneum
viserale yang meliputi uterus dan kedua tuba dan berbentuk sebagai lipatan.
Di bagian dorsal, ligamentum ini ditemukan indung telur ( ovarium
sinistrum et dekstrum ). Untuk memfiksasi uterus, ligamentum latum ini
tidak banyak artinya.
5. Ligamentum infundibulo-pelvikum, yakni ligamentum yang menahan
tuba Falloppii berjalan dari arah infundibulum ke dinding pelvis. Di
dalamnya ditemukan urat-urat saraf, saluran-saluran limfe, arteria dan vena
ovarica.
7
Gambar 2. Ligamentum yang Memfiksasi Uterus11
8
2.2 FISIOLOGI PERSALINAN KALA TIGA
Persalinan kala tiga, otot uterus (miometrium) berkontraksi mengikuti
penyusutan volume rongga uterus setelah lahirnya bayi. Penyusutan ini
menyebabkan berkurangnya ukuran tempat perlekatan plasenta. Karena
tempat perlekatan semakin kecil, sedangkan ukuran plasenta tidak berubah
maka plasenta akan terlipat, menebal dan kemudian lepas dari dinding uterus.
Setelah lepas, plasenta akan turun ke bagian bawah uterus atau kedalam
vagina.12
9
bekuan darah retroplasenta terbentuk. Berat bekuan darah ini menambah
tekanan pada plasenta dan selanjutnya membantu pemisahan. 12
Kontraksi uterus yang selanjutnya akan melepaskan keseluruhan
plasenta dari uterus dan mendorongnya keluar vagina disertai dengan
pengeluaran selaput ketuban dan bekuan darah retroplasenta. 12
1. Metode Schultze
Metode yang lebih umum terjadi, plasenta terlepas dari satu titik dan
merosot ke vagina melalui lubang dalam kantung amnion, permukaan
fetal plasenta muncul pada vulva dengan selaput ketuban yang mengikuti
dibelakang seperti payung terbalik saat terkelupas dari dinding uterus.
10
Permukaan maternal plasenta tidak terlihat dan bekuan darah berada
dalam kantung yang terbalik, kontraksi dan retraksi otot uterus yang
menimbulkan pemisahan plasenta juga menekan pembuluh darah dengan
kuat dan mengontrol perdarahan. Hal tersebut mungkin terjadi karena ada
serat otot oblik di bagian atas segmen uterus.
11
2.3 DEFINISI INVERSIO UTERI
Inversio uteri adalah keadaan dimana fundus uteri terbalik sebagian
atau seluruhnya masuk ke dalam kavum uteri. dapat keluar melalui kanalis
servikalis sehingga menonjol ke dalam vagina.2 Pada inversio uteri bagian
atas uterus memasuki kavum uteri, sehingga fundus uteri sebelah dalam
menonjol ke dalam kavum uteri. Peristiwa ini jarang sekali ditemukan, terjadi
tiba-tiba dalam kala III persalinan atau segera setelah plasenta keluar.5
2.4 EPIDEMIOLOGI
Inversio uteri adalah suatu kejadian emergency obstetrik yang sangat
jarang terjadi. Insiden dalam terjadinya inversio uteri adalah sebanyak 1 :
20.000 persalinan. Jika terjadi haruslah di tangani dengan cepat karena dapat
menyebabkan terjadinya kematian akibat pendarahan yang banyak.5
Insiden sangat bervariasi sekitar 1 per 1.584 persalinan hingga
sedikitnya 1 per 20.000 kelahiran dalam studi berbasis populasi baru-baru ini
di Belanda. Mortalitas karena inversio uterus telah dilaporkan setinggi 15 %.
Namun, di negara-negara dengan sumber daya yang banyak, hingga sekarang
sangat jarang, mungkin karena identifikasi sebelumnya dan manajemen yang
tepat. Ini sangat jarang terjadi pada pasien yang tidak hamil, hanya 150 kasus
yang dilaporkan di Amerika Serikat antara 1887 dan 2006.6
Para ahli sepakat bahwa inversio uteri merupakan kasus yang serius
dan kasus kedaruratan obstetri, oleh karena dapat menimbulkan syok bahkan
sampai menimbulkan kematian. Walaupun ada beberapa kasus inversio uteri
dapat terjadi tanpa gejala yang berarti tetapi tidak jarang kasus tersebut
menimbulkan keadaan yang serius dan fatal, dimana angka mortalitasnya
cukup tinggi yaitu 15-70% dari jumlah kasus.7
12
2.5 KLASIFIKASI 7
a. Berdasarkan waktu kejadian :
- Inversio akut, terjadi segera setelah persalinan
- Inversio subakut, terbentuknya cincin kontriksi pada servik.
- Inversio kronik, lebih dari 4 minggu pasca persalinan.
b. Berdasarkan derajat kelainan :
- Derajat satu (inkomplit), korpus uteri tidak melewati kanalis
servikalis.
- Derajat dua (komplit), korpus uteri keluar melalui cincin servik tetapi
tidak mencapai introitus vagina.
13
- Derajat tiga (totalis), korpus uteri mencapai atau keluar introitus
vagina.
c. Berdasarkan Etiologi :
- Inversio Uteri Non Obstetri : biasanya disebabkan oleh mioma uteri
submukosum atau neoplasma yang lain
- Inversio Uteri Obstetri : inversio uteri tersering yang terjadi setelah
persalinan.
- Spontan : grande multipara, atoni uteri, kelemahan alat kandungan,
tekanan intra abdominal yang tinggi (mengejan dan batuk).
- Tindakan : cara Crade yang berlebihan, tarikan tali pusat, manual
plasenta yang dipaksakan, perlekatan plasenta pada dinding rahim.
2.6 ETIOLOGI
Meskipun pada umumnya berhubungan dengan penarikan tali pusat
yang berlebihan pada manaejeman aktif kala III, penyebab inversio uteri tetap
tidak dapat dijelaskan. Penyebab inversio uterus mungkin bersifat endogen
atau eksogen. Penyebab endogen meliputi perpanjangan dinding uterus yang
berlebihan karena adanya plasenta akreta, koil pada tali pusar, tali pusar yang
berlebihan, kehamilan multipel, janin sangat besar, dan polihidramnion;
Namun, penyebab ini jarang terjadi.5,8
14
Namun, sebagian besar kasus inversio uterus bersifat eksogen, dan
kondisinya sering disebabkan oleh kekuatan luar, seperti penarikan tali pusat
yang berlebihan pada kalai III persalinan, manuver crede yang kasar , dan
pelepasan plasenta manual. Dikatakan juga bahwa hal yang sangat berperan
pada kejadian inversio uteri adalah tali pusat yang kokoh dan tidak mudah
terlepas dari plasenta, dikombinasikan dengan tekanan pada fundus dan uterus
yang berelaksasi, termasuk segmen bawah uterus dan serviks uteri. Dan pada
beberapa kasus ditemukan karena lemahnya ligamen atau karena kelainan
kongenital dari uterus itu sendiri.5,8
Namun yang paling sering terjadi karena kesalahan dalam manajeman
aktif kala tiga yang melibatkan tekanan fundal dan atau daya tarik tali pusat
yang berlebihan yang dilakukan sebelum pemisahan plasenta. Turunan ke
bawah pada fundus, biasanya dikombinasikan dengan atonia uteri, dapat
menyebabkan inversio uterus parsial atau total. Penarikan plasenta terlalu
cepat saat melakukan manual plasenta. Hal ini juga dapat terjadi tanpa
kesalahan pada saat manejemn aktif kala III saat terjadi tekanan intra-
abdomen mendadak saat rahim rileks, seperti batuk atau 7 muntah. Tali pusar
pendek, implantasi fundus plasenta, plasenta yang tidak patuh, dan anomali
rahim merupakan faktor penyebabnya. Beberapa ahli juga berpendapat bahwa
penggunaan magnesium sulfat sesaat sebelum terjadinya persalinan bisa
menaikkan resiko terjadinya inveriso uteri, tetapi belum banyak penelitian
ilmiah yang mendukung argumen ini.7,8
Sehingga diketahui bahwa Penyebab inversio uterus paling sering
sebagai akibat dari kesalahan dalam manajemen aktif kala III persalinan,
dengan traksi prematur pada tali pusar dan / atau tekanan fundal sebelum
plasenta telah berpisah. Faktor lain yang terlibat termasuk adalah nulipara,
penggunaan magnesium sulfat selama persalinan, pengangkatan plasenta
manual setelah persalinan per vaginam atau pada operasi caesar sebelum
pemisahan plasenta lengkap. Tekanan tekanan abdomen yang tiba-tiba dengan
15
batuk, bersin, atau dorongan tali pusar pendek. Dan dapat juga terjadi jika
adanya atonia uteri, serviks yang masih membuka lebar. Dan adanya kekuatan
yang menarik fundus ke bawah (misalnya karena plasenta akreta, inkreta dan
perkreta, yang tali pusatnya ditarik keras dari bawah) atau ada tekanan dari
fundus uteri dari atas (manuver crede).11
2.7 PATOFISIOLOGI
Mekanisme patofisiologis yang mendasari inversio uteri yang
sebenarnya masih belum diketahui. Secara klinis, faktor utama yang
mempengaruhi untuk inversio uteri adalah plasenta yang berimplantasi di
fundus, lemah dan lunaknya endometrium di lokasi implantasi plasenta, serta
dilatasi serviks segera post partum. Dalam beberapa kasus, terdapatnya tali
pusat yang pendek dan tarikan tali pusat yang berlebihan juga berkontribusi
untuk inversio uteri.5,8
Inversio uteri adalah keadaan dimana fundus uteri terbalik sebagian
atau seluruhnya masuk. Ini adalah merupakan komplikasi kala III persalinan
yang sangat ekstrem. Inversio uteri terjadi dalam beberapa tingkatan, mulai
dari bentuk ekstrem berupa terbaliknya terus sehingga bagian dalam fundus
uteri keluar melalui servik dan berada diluar seluruhnya ke dalam kavum
uteri.5,8
Untuk menghasilkan suatu inversio, uterus harus melanjutkan
kontraksi pada waktu yang tepat untuk memaksa fundus sebelumnya terbalik
atau massa fundus plasenta, terbalik ke arah segmen bawah uterus. Jika
serviks berdilatasi kekuatan kontraksi cukup dan cukup kuat, dinding
endometrium melalui itu, menghasilkan inversi lengkap. Jika situasi kurang
ekstrem dari dinding itu, fundus sendiri terjebak dalam rongga rahim,
menghasilkan inversi parsial.5,8
Dalam kasus-kasus kronis atau yang lambat ditangani, bisa
menyebabkan nekrosis jaringan. Hal ini dikarenakan serviks menghalangi
16
aliran vena dan arteri, menyebabkan terjadinya edema. Jadi, penanganan
inversio uteri menjadi lebih sulit. Oleh karena servik mendapatkan pasokan
darah yang sangat banyak, maka inversio uteri yang total dapat menyebabkan
renjatan vasovagal dan memicu terjadinya perdarahan pasca persalinan yang
masif akibat atonia uteri yang 10 menyertainya. Inversio Uteri dapat terjadi
pada kasus pertolongan persalinan kala III aktif khususnya bila dilakukan
tarikan talipusat terkendali pada saat masih belum ada kontraksi uterus dan
keadaan ini termasuk klasifikasi tindakan iatrogenik.5,8
17
Mengingat kasus ini jarang didapatkan dan kadang-kadang tanpa
gejala yang khas maka perlu ketajaman pemeriksaan dengan cara :13
a. Meningkatkan derajat kecurigaan yang tinggi
b. Palpasi abdomen segera setelah persalinan
c. Periksa dalam
d. Menyingkirkan kemungkinan adanya ruptur uteri
2.9 DIAGNOSIS
A. Anamnesis8,14
Pasien sering datang dengan pendarahan setelah melahirkan.
Pendarahan dapat terjadi dengan atau tanpa adanya rasa nyeri. Kadang
pasien dengan riwayat melahirkan dibantu oleh dukun beranak apalagi
jika terjadi penarikan secara paksa terhadap tali pusat. Selalunya pasien
datang dalam kondisi yang sudah lemas. Pasien juga mengeluh adanya
massa merah yang menonjol keluar dari jalan lahir.
B. Pemeriksaan fisik8,14
Pasien dalam keadaan lemas dan gangguan hemodinamik.
Tekanan darah mulai turun dan tekanan nadi kurang lebih 20 mmhg,
denyut jantung menjadi lebih cepat demikian juga dengan frekuensi
nafas.
Saat di palpasi tinggi fundus uteri dapat di raba sebagian atau
sudah tidak dapat teraba lagi. Jika tinggi fundus uteri masih teraba
kemungkinannya dapat di rasakan seperti adanya lekukan ke dalam.
Kemudian dilakukan pemeriksaan dalam di mana untuk melihat adakah
pendarahan datangnya dari robekan rahim, sisa plasenta atau plasenta
yang masih belum keluar. Dan dapat juga diperoleh hasil dimana fundus
uteri teraba di segmen uterus bagian bawah atau di dalam vagina
18
C. Pemerikaan Penunjang8,14
Pada saat setelah pengeluaran plasenta tidak terabanya fundus
uteri dan jika dicurigai sebagai inversi uterus, ultrasonografi harus
dilakukan. Dan untuk sebagai konfirmasi diagnosis jika dari hasil
pemeriksaan fisis tidak jelas. Antara modilitas yang dapat di gunakan
adalah USG.
Gambaran transabdominal dalam potongan transverse di panggul
bawah, rahim tampak sebagai tanda target dengan fundus yang bagian
dalam hiperekhoik, yang dikelilingi lingkaran hipoechoic. Menunjukkan
fundus dikelilingi oleh cairan hypoekhoik dimana cairan ini berada di
antara fundus dan dinding vagina.. Endometrium sejajar di tepi dari
fundus yang inversio.
Gambaran transabdominal pada potongan sagital, uterus tampak
sebagai gambaran cermin terbalik dari uterus yang normal. Kadang juga
dikatakan dibeberapa pustaka menunjukkan bayangan cermin rahim
dengan pseudostripe endometrium yang ditunjukkan oleh dua
permukaan serosa yang berlawanan. Fundus uteri berada di vagina
dengan cairan di fornik vagina. Kedua permukaan serosa berlawanan
menggambarkan garis endometrium atau garis semu.
19
Gambar 7. USG Inversio Uteri8,14
2.10 PENATALAKSANAAN
Tatalaksana sebaiknya harus dilakukan secara cepat :15
Hipotensi dan hipovolemi membutuhkan penggantian darah dan cairan
yang cepat. Langkah ini sebaiknya mengikuti guideline Royal Collage of
Obstetricians and Gyinaecologists (RCOG). Empat komponen utama
tatalaksana yang harus diperiksa dalam waktu yang bersamaan yaitu : 15
- Komunikasi
- Resusitasi
- Memonitor dan investigasi
- Memastikan berhentinya perdarahan
Reposisi uterus secara cepat sangat penting untuk inversio akut pada
persalinan. Mengukur reposisi uterus dapat termasuk : 15
- Persiapan tatalaksana kemungkinan laparatomi
20
- Indikasi administrasi tokolitik yaitu ; hal ini dapat meyebabkan agregasi
perdarahan :
1) Nitrogliserin 0,25-0,5 mg/iv
2) Terbutalin 0,1-0,25 mg/iv perlahan
3) Magnesium sulfat 4-6 gram/iv selama 20 menit
- Mencoba reposisi uterus. Hal ini harus dilakukan secara manual dan cepat
karena penundaan dapat mengakibatkan reposisi lebih sulit.
a. Metode Johnson
Reposisi uterus harus dilakukan secara perlahan mendorong ke
atas menuju umbilikus. Pertahankan bimanual kompresi uterus dan
masase hingga kontraksi uterus baik dan perdarahan berhenti.14
21
b. Metode Jones
Gunakan telunjuk untuk melakukan reposisi fundus uteri
sehingga dapat mencapai posisi semula pada intra uterine. Dorong
fundus kearah umbilikus dapat memungkinkan ligamentum uterus
menarik uterus kembali ke posisi semula. Bila dengan upaya reposisi
tersebut plasenta masih melekat jangan lakukan pelepasan plasenta,
tetapi baru di lakukan setelah reposisi berhasil dengan baik. Ini karena
jika plasenta di lepaskan maka dapat memicu terjadinya pendarahan
yang hebat. 15
22
- Jika gagal, penggantian hidrostatik harus dilakukan dibawa pengaruh
anestesi spinal atau anestesi umum : 15
a. Teknik O’Sullivan menggunakan infus saline hangat ke dalam vagina,
kemudian membuat aliran air dengan menggunakan tangan operator
dan vulva. Teknik modifikasi yang berhasil yaitu dengan
menggunakan cup 23acuum dan TURP untuk meningkatkan tekanan
hidrostatik.
23
Anestesi umum atau relaksan uterus dapat diberhentikan dan dapat
diganti dengan oksitosin, ergometrin atau prostaglandin. Antibiotik dapat
dimulai dan stimulan dapat dilanjutkan minimal 24 jam. Ibu harus dimonitor
secara ketat setelah reposisi untuk mencegah reinversi.15
- Teknik Huntington
Dinding abdomen di buka dan bagian inversio uteri akan
terlihat. Dua allis forcep akan di gunakan untuk mengambil bagian
fundus uteri dan forceps di tamponekan pada fundus. Di lakukan
sedemikian rupa supaya uterus tadi dapat di keluarkan dari cincin
kontraksi dan dapat di reposisikan kepada keadaan yang normal
kembali.7
24
Gambar 11. Teknik Huntington7
b. Transvaginal
Teknik Kustner (forniks anterior) dan teknik Spinelli (teknik
posterior). Merupakan teknik operasi melalui transvaginal di mana fundus
uteri di ganti melalui pemotongan servik anterior dan posterior.7
Pada beberapa kasus dan biasanya pada kasus dengan penyulit
perdarahan obstetrik yang parah, tindakan histerektomi pascapartum
mungkin dapat menyelamatkan nyawa. Operasi dapat dilakukan dengan
laparotomi setelah pelahiran pervaginam, atau dilakukan bersamaan
dengan sectio sesaria (disebut histerektomi sectio sesaria).7
Penghambat utama histerektomi sesarea adalah kehawatiran akan
peningkatan pengeluaran darah dan kemungkinan kerusakan kerusakan
saluran kemih. Faktor utama komplikasi tampaknya adalah apakah operasi
dilakukan secara elektif atau darurat. Morbiditas yang berkaitan dengan
histerektomi darurat meningkat. Pengeluaran darah pada umumnya
banyak dan hal ini berkaitan dengan indikasi operasi. Jika dilakukan atas
indikasi perdarahan, pengeluaran darah hampir selalu besar. Lebih dari 90
25
persen wanita yang menjalani histerektomi pasca partum darurat
membutuhkan tranfusi.7
2.11 KOMPLIKASI
Gangguan miksi dan stress inkotenesi, apabila seluruh uterus tertarik
ke bawah ini menyebabkan fascia dinding depan vagina mengendor dan
vesika urinaria akan terdorong ke belakang. Selain itu uretra juga turut ke
bawah bersama dengan penurunan cavum uteri.16
Inkarserasi usus dapat terjadi karena ruang yang kosong antara cavum
dauglas terisi usus halus atau sigmoid masuk ke dalam karena dinding uterus
sudah menonjol keluar.16
26
2.12 PROGNOSIS
Walaupun inversio uteri kadang-kadang terjadi tanpa banyak gejala
dan penderita tetap dalam keadaan baik, tetapi sebaliknya dapat pula terjadi
keadaan darurat sampai terjadi kematian penderita baik karena syoknya
sendiri ataupun karena perdarahannya. Kematian karena kasus inversio uteri
cukup tinggi yaitu 15-75% dari kasus. Oleh karena itu makin cepat dan tepat
diagnosis ditegakkan dan segera dilakukan tindakan reposisi, maka
prognosisnya makin baik. Sebaliknya makin lambat diatasi maka
prognosisnya menjadi buruk dan penundaan dari penatalaksaannya dapat
meningkatkan angka kematian. Akan tetapi bila penderita dapat bertahan
dengan keadaan tersebut setelah 48 jam maka prognosisnya berangsur-angsur
menjadi baik.17
27
BAB III
KESIMPULAN
Inversio uteri merupakan kasus yang jarang dijumpai, walaupun demikian kita
haruscukup tanggap pada keadaan syok postpartum dengan perdarahn yang tidak
sesuai. Penyebab inversio uteri lebih sering spontan yang berkaitan dengan
abnormalitas uterus. Selain itu inversio uteri dapat juga disebabkan oleh penanganan
persalinan yang salah. Pembagian inversio uteri adalah inversio uteri inkomplit,
komplit dan totalis, dan dapat timbul akut, subakut dan kronis. Tindakan pada kasus
inversio uteri adalah meliputi perbaikan keadaan umum dengan infus, transfusi dan
antibiotik, reposisi manual secara Johnson, dan bila gagal dilanjutkan dengan
tindakan operatif. Operasi dapat perabdominal dengan teknik Houltain dan hatington
dan dapat juga pervaginam dengan teknik Spinelli atau Kustner, atau pada keadaan
tertentu dapat dilakukan histerektomi pervaginam. Prognosis penderita tergantung
dari kecepatan dan ketepatan diagnosis serta penanganan kasus, makin dini makin
prognosisnya semakin baik.
28
DAFTAR PUSTAKA
1. Bagian Obstetri & Ginekologi. Obstetri Patologi. Bagian Obstetri & Ginekologi
Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran Bandung. Bandung. Elstar offset.
2000.
2. Diidy GA. Post partum haemorrhage: New management option. Clin Obstet
Ginecol 2002: hal 32-33
3. Eastman Nj, Hellman LM. Inversion of the uterus. In: William obstetrics. 18th
ed, New York: Appleton & Lange. 2001. hal 1005-10
4. Setiawan, SD., Ratna DP. P4 A0 Perdarahan Pasca Persalinan ec Inversio
Uteri dan Syok Hipovolemik dengan Histerektomi. Jurnal Medula Unila. 2017
April ; 7(2)
5. Ida A et all. Succesfull Reduction of Acute Puerpural Uterine Inversion with
the Use of a Bakri Postpartum Ballon. Medical Journal. 2017.
6. Heyl PS, Stubblefield PG, Phillippe M. Recurrent inversion of the puerperal
uterus managed with 15(s)-15-methyl prostaglandin F2α and uterine packing.
Obstet Gynecol 2009; 63: hal 263-264
7. Leal, Monteiro RF .Total and Acute Uterine Inversion after delivery: a case
report. Journal Medical Case Report.2014
8. Doumotchis SK, Arulkumaran S. Editor. Emergencies In Obsetrics and
Gynaecology Second Edittion. London: Oxford University Press; 2016. p. 167-
169
9. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, et all. Obstetrical Hemorrhage.
Dalam: Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, et all. Williams Obstetrics.
Edisi ke-23. New York. McGraw Hill. 2010. hal 757 – 801
10. Witteveen T., van Stralen G., Zwart J. Puerperal Uterine Inversion in the
Netherland : A Nationwide Cohort Study. Acta Obtet Gynecol Scand.
Netherland. 2013
29
11. Karkata MK. Perdarahan Pascapersalinan dalam: Saifuddin
AB,Prof.DR.drMPH,SpOG(K) dkk, editor. Ilmu Kebidanan Sarwono
Prawirohardjo Edisi Keempat. Jakarta : PT Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo. 2014. h. 522-529
12. Depkes.(2008). Pelatihan Klinik Asuhan Persalinan Normal.Jakarta: USAID
13. Baskett TF. Acute Uterine Inversion. Journal of medicine. 2012
14. Rodiani, Susianti, Gemayangsura .P2A0 Post Partum Hemorrhagic Post
Partum Et Causa Inversio Uteri, Syok Hemoragik dan Anemia Berat. Penelitian
RS Sardjito. 2017
15. Payne J. Uterine Inversion. Emergency Medicine and Trauma. UK. Medical
Professionals. 2015.
16. RS Gibbi, BY Karlan, AF Harney et all. Post Partum Hemorrhage. Dalam : RS
Gibbi, BY Karlan, AF Harney et all. Danforth's Obstetrics and Gynecology.
Edisi ke-10. New York. Lippincott Williams & Wilkins, 2008
17. Leal, Monteiro RF .Total and Acute Uterine Inversion after delivery. 2014
30