Anda di halaman 1dari 27

1

BAB 1
PENDAHULUAN

Scan kandung empedu adalah prosedur radiologi khusus digunakan untuk

menilai fungsi dan struktur dari kandung empedu. Prosedur ini juga dapat disebut

sebagai scan hepato-bilier karena hepar sering diperiksa bersamaan karena

kedekatannya dan hubungan fungsional dekat dengan kandung empedu.

Scan kandung empedu adalah jenis prosedur radiologi nuklir. Ini berarti

bahwa jumlah kecil zat radioaktif digunakan selama prosedur untuk membantu

dalam pemeriksaan kandung empedu. Zat radioaktif, yang disebut radionuklida

(radiofarmaka atau radioaktif pelacak), diserap oleh jaringan kandung empedu

normal.

Radionuklida yang digunakan dalam kantong empedu scan biasanya

berupa teknesium. Setelah diserap ke dalam jaringan kandung empedu,

radionuklida memancarkan jenis radiasi, yang disebut radiasi gamma. Radiasi

gamma terdeteksi oleh scanner, yang memproses informasi ke dalam gambar

kantong empedu.

Dengan mengukur perilaku radionuklida dalam tubuh selama scan nuklir,

dokter dapat menilai dan mendiagnosa berbagai kondisi, seperti obstruksi saluran

empedu dari batu empedu, tumor, abses, hematoma, pembesaran organ, atau kista.

Scan nuklir juga dapat digunakan untuk menilai fungsi organ.

Daerah di mana radionuklida terkumpul dalam jumlah yang lebih besar

disebut "hot spot." Daerah yang tidak menyerap radionuklida dan muncul kurang

terang pada gambar scan disebut sebagai "cold spot."


2

Penyakit kandung empedu mungkin disebabkan oleh infeksi atau

penyumbatan di dalam kantong empedu atau saluran sistem hati / kantong empedu

(cabang bilier). Jika kantong empedu terinfeksi atau terhalang, radionuklida tidak

dapat masuk ke kantong empedu. Jika ada penyumbatan di dalam pohon bilier,

bagian dari radionuklida akan berhenti pada titik obstruksi.

Prosedur terkait lainnya yang dapat digunakan untuk mendiagnosa masalah

kantong empedu termasuk foto polos abdomen, computed tomography (CT scan)

dari hati dan saluran empedu, USG abdomen, kolesistografi atau endoscopic

retrograde cholangiopancreatography (ERCP).


3

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi kandung empedu

Empedu yang di sekresi secara terus menerus oleh hati masuk ke saluran

empedu yang kecil dalam hati. Saluran empedu yang kecil bersatu membentuk

dua saluran yang lebih besar yang keluar dari permukaan hati sebagai duktus

hepatikus komunis. Duktus hepatikus bergabung dengan duktus sistikus

membentuk duktus koledokus.7,8

Kandung empedu (Vesica fellea) adalah kantong berbentuk buah pear

yang terletak pada permukaan visceral hepar, panjangnya sekitar 7 – 10 cm.

Kapasitasnya sekitar 30-50 cc dan dalam keadaan terobstruksi dapat

menggembung sampai 300 cc. Vesica fellea dibagi menjadi fundus, corpus dan

collum. Fundus berbentuk bulat dan biasanya menonjol dibawah pinggir inferior

hepar yang dimana fundus berhubungan dengan dinding anterior abdomen

setinggi ujung rawan costa IX kanan. Corpus merupakan bagian terbesar dari

kandung empedu. Corpus bersentuhan dengan permukaan visceral hati dan

arahnya keatas, belakang dan kiri. Collum adalah bagian yang sempit dari

kandung empedu. Collum dilanjutkan sebagai duktus cysticus yang berjalan

dalam omentum minus untuk bersatu dengan sisi kanan ductus hepaticus comunis

membentuk duktus koledokus. Peritoneum mengelilingi fundus vesica fellea

dengan sempurna menghubungkan corpus dan collum dengan permukaan visceral

hati. 8
4

Pembuluh arteri kandung empedu adalah arteri cystica, cabang arteri

hepatica kanan. Vena cystica mengalirkan darah langsung kedalam vena porta.

Sejumlah arteri yang sangat kecil dan vena – vena juga berjalan antara hati dan

kandung empedu.

Pembuluh limfe berjalan menuju ke nodi lymphatici cysticae yang terletak

dekat collum vesica fellea. Dari sini, pembuluh limfe berjalan melalui nodi

lymphatici hepaticum sepanjang perjalanan arteri hepatica menuju ke nodi

lymphatici coeliacus. Saraf yang menuju ke kandung empedu berasal dari plexus

coeliacus.

Gambar 2.1. Gambaran anatomi kandung empedu (Emedicine, 2007)

2.2 Fisiologi

Salah satu fungsi hati adalah untuk mengeluarkan empedu, normalnya

antara 600-1200 ml/hari. Kandung empedu mampu menyimpan sekitar 45 ml

empedu. Diluar waktu makan, empedu disimpan untuk sementara di dalam

kandung empedu, dan di sini mengalami pemekatan sekitar 50 %.8


5

Menurut Guyton &Hall, 1997 empedu melakukan dua fungsi penting yaitu :

1. Empedu memainkan peranan penting dalam pencernaan dan absorpsi

lemak, karena asam empedu yang melakukan dua hal antara lain : asam

empedu membantu mengemulsikan partikel-partikel lemak yang besar

menjadi partikel yang lebih kecil dengan bantuan enzim lipase yang

disekresikan dalam getah pankreas, Asam empedu membantu transpor

dan absorpsi produk akhir lemak yang dicerna menuju dan melalui

membran mukosa intestinal.

2. Empedu bekerja sebagai suatu alat untuk mengeluarkan beberapa produk

buangan yang penting dari darah, antara lain bilirubin, suatu produk akhir

dari penghancuran hemoglobin, dan kelebihan kolesterol yang di bentuk

oleh sel- sel hati.

3. Empedu dibentuk oleh sel-sel hati ditampung di dalam kanalikuli.

Kemudian disalurkan ke duktus biliaris terminalis yang terletak di dalam

septum interlobaris. Saluran ini kemudian keluar dari hati sebagai duktus

hepatikus kanan dan kiri. Kemudian keduanya membentuk duktus biliaris

komunis. Pada saluran ini sebelum mencapai doudenum terdapat cabang

ke kandung empedu yaitu duktus sistikus yang berfungsi sebagai tempat

penyimpanan empedu sebelum disalurkan ke duodenum.7,8

Garam – garam empedu dalam cairan empedu penting untuk emulsifikasi

lemak dalam usus halus dan membantu pencernaan dan absorbsi lemak. Proses

koordinasi kedua aktifitas ini disebabkan oleh dua hal yaitu:


6

a) Hormonal: Zat lemak yang terdapat pada makanan setelah sampai

duodenum akan merangsang mukosa sehingga hormon Cholecystokinin

akan terlepas. Hormon ini yang paling besar peranannya dalam kontraksi

kandung empedu.

b) Neurogen:

 Stimulasi vagal yang berhubungan dengan fase Cephalik dari sekresi

cairan lambung atau dengan refleks intestino-intestinal akan

menyebabkan kontraksi dari kandung empedu.

 Rangsangan langsung dari makanan yang masuk sampai ke duodenum

dan mengenai Sphincter Oddi. Sehingga pada keadaan dimana kandung

empedu lumpuh, cairan empedu akan tetap keluar walaupun sedikit.

Pengosongan empedu yang lambat akibat gangguan neurologis maupun hormonal

memegang peran penting dalam perkembangan inti batu.

Komposisi Cairan Empedu

Komponen Dari Hati Dari Kandung Empedu

Air 97,5 gm % 95 gm %

Garam Empedu 1,1 gm % 6 gm %

Bilirubin 0,04 gm % 0,3 gm %

Kolesterol 0,1 gm % 0,3 – 0,9 gm %

Asam Lemak 0,12 gm % 0,3 – 1,2 gm %

Lecithin 0,04 gm % 0,3 gm %

Elektrolit - -
7

a. Garam Empedu

Asam empedu berasal dari kolesterol. Asam empedu dari hati ada dua

macam yaitu : Asam Deoxycholat dan Asam Cholat.

b. Bilirubin

Bila terjadi pemecahan sel darah merah berlebihan misalnya pada malaria

maka bilirubin yang terbentuk sangat banyak.

2.3 Kolelitiasis

2.3.1 Defenisi

Batu empedu adalah penyakit dengan keadaan dimana terdapat atau

terbentuk batu empedu, bisa terdapat dalam kandung empedu (cholecystolithiasis)

atau dalam duktus choledochus (choledocholithiasis).7

2.3.2 Epidemiologi

Insiden kolelitiasis di negara barat adalah 20% dan banyak menyerang

orang dewasa dan usia lanjut. Angka kejadian di Indonesia diduga tidak berbeda

jauh dengan angka di negara lain di Asia Tenggara dan sejak tahu 1980-an

agaknya berkaitan erat dengan cara diagnosis dengan ultrasonografi.

2.3.3 Faktor Resiko

Individu tertentu memiliki risiko lebih tinggi terkena batu empedu

dibandingkan yang lain. Perempuan lebih mungkin mengembangkan batu empedu

dibandingkan pria. Ekstra estrogen dapat meningkatkan kadar kolesterol dalam

empedu dan mengurangi kontraksi kandung empedu, yang dapat menyebabkan

batu empedu terbentuk. Wanita mungkin memiliki estrogen ekstra karena


8

kehamilan, terapi sulih hormon, atau pil KB. Obesitas, orang yang mengalami

obesitas, terutama perempuan, mengalami peningkatan risiko mengembangkan

batu empedu. Obesitas meningkatkan jumlah kolesterol dalam empedu, yang

dapat menyebabkan pembentukan batu. Orang-orang di atas usia 40 lebih

mungkin untuk mengembangkan batu empedu dibandingkan orang yang lebih

muda. Orang dengan riwayat keluarga batu empedu memiliki risiko lebih tinggi.

Indian Amerika memiliki faktor genetik yang meningkatkan jumlah kolesterol

dalam empedu mereka. Bahkan, Indian Amerika memiliki tingkat tertinggi dari

batu empedu di Amerika Serikat hampir 65% wanita dan 30% pria memiliki batu

empedu.8

2.3.5 Patogenesis

a. Batu Kolesterol

Empedu yang di supersaturasi dengan kolesterol bertanggung jawab bagi

lebih dari 90 % kolelitiasis di negara Barat. Sebagian besar empedu ini merupakan

batu kolesterol campuran yang mengandung paling sedikit 75 % kolesterol

berdasarkan berat serta dalam variasi jumlah fosfolipid, pigmen empedu, senyawa

organik dan inorganik lain. 7

Menurut Meyers & Jones, 1990 Proses fisik pembentukan batu kolesterol terjadi

dalam empat tahap:

• Supersaturasi empedu dengan kolesterol.

• Pembentukan nidus.

• Kristalisasi/presipitasi.
9

• Pertumbuhan batu oleh agregasi/presipitasi lamelar kolesterol dan senyawa

lain yang membentuk matriks batu.

b. Batu Kalsium bilirubinat (pigmen coklat)

Disebut juga batu lumpur atau batu pigmen, sering ditemukan berbentuk

tidak teratur, kecil-kecil, dapat berjumlah banyak. Umumnya batu pigmen coklat

ini terbentuk di saluran empedu dalam empedu yang terinfeksi. Batu pigmen

coklat biasanya ditemukan dengan ukuran diameter kurang dari 1 cm, berwarna

coklat kekuningan, lembut dan sering dijumpai di daerah Asia. Batu ini terbentuk

akibat faktor stasis dan infeksi saluran empedu. Stasis dapat disebabkan karena

disfungsi sfingter Oddi, striktur, operasi bilier, dan parasit. Pada infeksi empedu,

kelebihan aktivitas β-glucuronidase bakteri dan manusia (endogen) memegang

peran kunci dalam patogenesis batu pigmen pada pasien di negara timur.

Hidrolisis bilirubin oleh enzim tersebut akan membentuk bilirubin tak

terkonjugasi yang akan mengendap sebagai calcium bilirubinate. Enzim β-

glucuronidase bakteri berasal dari kuman E. coli dan kuman lainnya di saluran

empedu. Enzim ini dapat dihambat oleh glucarolactone yang konsentrasinya

meningkat pada pasien dengan diet rendah protein dan rendah lemak.1

c. Batu pigmen hitam

Batu tipe ini banyak dijumpai pada pasien dengan hemolisis kronik atau

sirosis hati. Batu pigmen ini terutama terdiri dari derivat polymerized bilirubin.

Patogenesis terbentuknya batu pigmen ini belum jelas. Umumnya batu pigmen

hitam terbentuk dalam kandung empedu dengan empedu yang steril. Batu empedu
10

jenis ini umumnya berukuran kecil, hitam dengan permukaan yang kasar.

Biasanya batu pigmen ini mengandung kurang dari 10% kolesterol.10

2.3.6 Manifestasi Klinis

Penderita batu kandung empedu baru memberi keluhan bila batu tersebut

bermigrasi menyumbat duktus sistikus atau duktus koledokus, sehingga gambaran

klinisnya bervariasi dari yang tanpa gejala (asimptomatik), ringan sampai berat

karena adanya komplikasi.

Dijumpai nyeri di daerah hipokondrium kanan, yang kadang-kadang

disertai kolik bilier yang timbul menetap/konstan. Rasa nyeri kadang-kadang

dijalarkan sampai di daerah subkapula disertai nausea, vomitus dan dyspepsia,

flatulen dan lain-lain. Pada pemeriksaan fisik didapatkan nyeri tekan

hipokondrium kanan, dapat teraba pembesaran kandung empedu dan tanda

Murphy positif. Dapat juga timbul ikterus. Ikterus dijumpai pada 20 % kasus,

umumnya derajat ringan (bilirubin < 4,0 mg/dl). Apabila kadar bilirubin tinggi,

perlu dipikirkan adanya batu di saluran empedu ekstra hepatic.

Sebagian besar (90 – 95 %) kasus kolesititis akut disertai kolelitiasis dan

keadaan ini timbul akibat obstruksi duktus sistikus yang menyebabkan

peradangan organ tersebut.

Batu kandung empedu dapat migrasi masuk ke duktus koledokus melalui

duktus sistikus (koledokolitiasis sekunder) atau batu empedu dapat juga terbentuk

di dalam saluran empedu (koledokolitiasis primer).

Batu saluran empedu (BSE) kecil dapat masuk ke duodenum spontan

tanpa menimbulkan gejala atau menyebabkan obstruksi temporer di ampula vateri


11

sehingga timbul pankreatitis akut dan lalu masuk ke duodenum (gallstone

pancreatitis). BSE yang tidak keluar spontan akan tetap berada dalam saluran

empedu dan dapat membesar. Gambaran klinis koledokolitiasis didominasi

penyulitnya seperti ikterus obstruktif, kolangitis dan pankreatitis.

2.3.7 Diagnosis

Diagnosis batu empedu dapat ditegakkan berdasarkan pemeriksaan

radiologis, terutama pemeriksaan ultrasonografi (USG). Sedangkan pada batu

kandung empedu yang asimtomatik umumnya tidak menunjukkan kelainan pada

pemeriksaan laboratorium. Ultrasonografi merupakan suatu prosedur non-invasif

yang cukup aman, cepat, tidak memerlukan persiapan khusus, relatif tidak mahal

dan tidak melibatkan paparan radiasi, sehingga menjadi pemeriksaan terpilih

untuk pasien dengan dugaan kolik biliaris. Prosedur ini menggunakan gelombang

suara (sound wave) untuk membentuk gambaran (image) suatu organ tubuh.

Indikasi adanya kolesistitis akut pada pemeriksaan USG ditunjukkan dengan

adanya batu, penebalan dinding kandung empedu, cairan perikolesistikus dan

Murphy sign positif akibat kontak dengan probe USG.2,3,6

a. Foto polos abdomen

Pada foto polos abdomen dapat dilihat gas atau kalsium didalam traktus

biliaris. Kira-kira 10-15% batu kantung empedu mengapur (kalsifikasi) dan dapat

diidentifikasi sebagai batu kandung empedu pada foto polos. Mungkin pula

penimbunan kalsium di dalam kandung empedu yang mirip bahan kontras.

Kadang-kadang dinding kandung empedu mengapur (kalsifikasi) yang disebut


12

porcelain gallbladder, yang penting sebab dari hubungan kelainan ini dengan

karsinoma kandung empedu.

Foto polos abdomen biasanya tidak memberikan gambaran yang khas

karena hanya sekitar 10-15% batu kandung empedu yang bersifat radioopak.

Kadang kandung empedu yang mengandung cairan empedu berkadar kalsium

tinggi dapat dilihat dengan foto polos. Pada peradangan akut dengan kandung

empedu yang membesar atau hidrops, kandung empedu kadang terlihat sebagai

massa jaringan lunak di kuadran kanan atas yang menekan gambaran udara dalam

usus besar, di fleksura hepatica.

Gambar 2.2 Foto rongent pada kolelitiasis

Gas dapat terlihat di pusat kandung empedu gambaran berbentuk segitiga

(mercedez-ben sign), gas didalam duktus biliaris menyatakan secara tidak

langsung hubungan abnormal anatara gas kandung empedu atau duktus

choledochus. Ini dapat disebabkan oleh penetrasi ulkus duedeni ke dalam traktus

biliaris atau erosi batu kedalam lambung, duodenum atau kolon. Gas kadang-

kadang terlihat didalam duktus sebagai manifestasi cholangitis disebabkan oleh

organisme pembentuk gas. Gas di dalam kandung empedu dan dindingnya


13

(emphysematous cholecystitis) adalah manifestasi dari infeksi serupa dan

biasanya timbul pada diabetes, sekunder terhadap kemacetan dari arteri kistik

disebabkan diabetic angiopathy.

Gas didalam vena porta, tampak perifer di dalam hepar, menyatakan

secara tidak langsung usus necrosis tetapi itu dapat terjadi dengan cholecystitis

hebat.

b. USG

Batu empedu akan terlihat sebagai gambaran hiperekoik yang bebas pada

kandung empedu serta khas membentuk bayangan akustik dibawahnya. Batu yang

kecil dan tipis kadang-kadang tidak memperlihatkan bayangan akustik. Pada

keadaan yang meragukan perubahan posisi penderita, misalnya duduk, sangat

membantu.

Batu yang terdapat pada duktus koledukus distal kadang sulit dideteksi

karena terhalang oleh udara di dalam usus. Dengan USG punktum maksimum rasa

nyeri pada batu kandung empedu yang ganggren lebih jelas daripada dengan

palpasi biasa.

Gambar 2.3 Hasil USG pada kolelitiasis


14

Pada penderita-penderita yang diduga dengan obstruksi saluran empedu,

USG merupakan pemeriksaan pertama dari serangkaian prosedur pencitraan.

Saluran empedu intra hepatik akan mudah dilihat bila terjadi pelebaran karena

selalu berjalan periportal anterior. Hal ini menjadi sangat penting karena

pelebaran saluran empedu ini kadang-kadang sudah terlihat sebelum bilirubin

darah meningkat.

Bila kita ragu-ragu apakah suatu duktus koledukus melebar atau tidak,

maka pemeriksaan dilakukan setelah penderita diberi makan lemak lebih dahulu.

Pada keadaan obstruksi duktus koledukus, maka setelah fatty meal tersebut akan

terlihat lebih lebar, sedangkan pelebaran fisiologik, misalnya pada usia tua, diman

elastisitas dinding saluran sudah berkurang, maka diameternya akan menjadi lebih

kecil.

Pada dasarnya lebar saluran empedu sangat bergantung pada berat atau

tidaknya obstruksi yang terjadi. Pada penderita-penderita yang mengalami

obstruksi sebagian (partial obstruction) baik disebabkan oleh duktus koledukus,

tumor papila vateri ataukolangitis sklerosis, kadang-kadang tidak memperlihatkan

pelebaran saluran empedu sama sekali, tetapi mungkin saja dijumpai pelebaran

yang berkala.

Pada setiap pelebaran duktus koledukus, pemeriksaan terhadap kaput

pankreas dan duktus pankreatikus wirsungi sangat membantu dalam menentukan

lokasi sumbatan tersebut. Umumnya terhadap penderita-penderita dengan ikterus

yang tidak ditemukan adanya saluran empedu yang melebar, maka dugaan kita

beralih kepada kelainan-kelainan parenkim hati misalnya pada sirosis hati,


15

hepatitis, maupun metastasis, yang pada umumnya dapat dibedakan dari parenkim

hati normal. Kekurangan pengisian kandung empedu menunjukkan adanya

obstruksi duktus sistikus dan tanda-tanda kolesistitis akut.

Koleskintigrafi salah satu prosdur yang dapat mendeteksi obstruksi duktus

biliaris sebelum dilatasi duktus timbul dan dapat dilihat dengang ultrasounografi.

Berguna untuk mendeteksi atresia biliaris pada neonatus dan kebocoran empedu

oleh berbagai penyebab.

Kadang-kadang dijumpai suatu keadaan dimana lokasi obstruksi traktus

biliaris sangat sukar dideteksi, maka pemeriksaan lanjutan seperti kolongiografi

transhepatik (PTC) atau retrograd endoskopik kolangiopankreatikografi (ERCP)

sangat diperlukan.

c. Kolesistografi

Kolesistografi oral ditemukan pertama kali 70 tahun yang lalu dan banyak

diadakan perubahan kontras nontoxic iodinated organic compound diberikan oral

yang diserap didalam usus kecil, diekskresi oleh hati dan dipekatkan di dalam

empedu memberikan kesempatan untuk menemukan batu kandung empedu yang

tidak mengapur sebelum operasi. Dapat pula dideteksi kelainan intra abdominal

lain dari kandung empedu.

Kolesistografi intra vena dikerjakan sebagai pengganti kolesistografi oral.

Bahan kontras di pergunakan adalah iodipamide (biligrafin yang mengandung

iodine 50%). Ultrasonografi kandung empedu (GB-US) telah membuat suatu

pengaruh yang hebat pada diagnosa traktus biliaris. Ini telah menggantikan
16

kolesistografi oral sebagai cara imaging utama karena ini menawarkan bermacam-

macam keuntungan. Tidak mempergunakan sinar x, tidak perlu menelan kontras.

Ultrasonografer memperlihatkan patologi anatomi dari pada

patophysiology, kolesistografi oral memperlihatkan kedua-duanya. Sebab banyak

orang yang mempunyai batu kandung empedu asimptomatik. Ada suatu derajat

tertentu agar batu tampak pada ultrasonografi kandung empedu adalah pasien

mengeluh. Ultrasonografi kandung empedu dapat mendeteksi batu kecil dari pada

kolesistografioral. Ultrasonografi dapat pula untuk menemukan masa intra luminal

selain dari pada batu, seperti adenoma, polip kolestrol dan karsinoma kandung

empedu.

Untuk penderita tertentu, kolesistografi dengan kontras cukup baik karena

relatif murah, sederhana, dan cukup akurat untuk melihat batu radiolusen sehingga

dapat dihitung jumlah dan ukuran batu. Kolesistografi oral akan gagal pada

keadaan ileus paralitik, muntah, kadar bilirubun serum diatas 2 mg/dl, okstruksi

pilorus, dan hepatitis karena pada keadaan-keadaan tersebut kontras tidak dapat

mencapai hati. Pemeriksaan kolesitografi oral lebih bermakna pada penilaian

fungsi kandung empedu.

Gambar 2.4 Hasil kolesistografi pada kolelitiasis


17

d. CT-Scan

CT tidak begitu bernilai dalam mengevaluasi kandung empedu dan sistem

duktus dari pada metoda yang lain, tetapi berguna pada studi neoplasma parenkim

hati. Dalam penentuan gas di dalam vena porta lebih sensitif dari pada foto polos.

CT sensitif dalam mendeteksi kalsifikasi dan menentukan komposisi batu.

Menunjukan batu empedu dan dilatasi saluran empedu.

Gambar 2.5 CT-Scan abdomen atas menunjukkan batu empedu multiple

e. ERCP ( Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreatography)

Yaitu sebuah kanul yang dimasukan ke dalam duktus koledukus dan

duktus pancreatikus, kemudian bahan kontras disuntikkan ke dalam duktus

tersebut. Fungsi ERCP ini memudahkan visualisasi langsung stuktur bilier dan

memudahkan akses ke dalam duktus koledukus bagian distal untuk mengambil

batu empedu, selain itu ERCP berfungsi untuk membedakan ikterus yang

disebabkan oleh penyakit hati (ikterus hepatoseluler dengan ikterus yang

disebabkan oleh obstuksi bilier dan juga dapat digunakan untuk menyelidiki

gejala gastrointestinal pada pasien-pasien yang kandung empedunya sudah

diangkat.ERCP ini berisiko terjadinya tanda-tanda perforasi/ infeksi.


18

Gambar 2.6 ERCP menunjukkan batu empedu di duktus ekstrahepatik (panah

pendek) dan di duktus intrahepatik (panah panjang)

f. Magnetic Resonance Cholangio-pancreatography (MRCP)

Magnetic resonance cholangio-pancreatography atau MRCP adalah

modifikasi dari Magnetic Resonance Imaging (MRI), yang memungkinkan untuk

mengamati duktus biliaris dan duktus pankreatikus. MRCP dapat mendeteksi batu

empedu di duktus biliaris dan juga bila terdapat obstruksi duktus.

Gambar 2.7 Hasil MRCP

Komplikasi dari batu kandung empedu antara lain kolesistitis akut,

kolesistitis kronis, koledokolitiasis, pankreatitis, kolangitis, sirosis bilier sekunder,

ileus batu empedu, abses hepatik dan peritonitis karena perforasi kandung
19

empedu. Komplikasi tersebut akan mempersulit penanganannya dan dapat

berakibat fatal

2.4 Koledokolitiasis

Batu pada duktus sistikus komunis dapat memiliki ukuran yang bervariasi

mulai dari ukuran kecil, besar, dengan jumlah tunggal maupun multipel dan dapat

ditemukan pada 6 – 12 % pasien dengan kolelitiasis dan insidennya akan

meningkat sesuai dengan meningkatnya usia. Adanya batu pada duktus sistikus ini

disebabkan karena migrasi batu dari duktus sistikus. 2

2.4.1 Manifestasi Klinis 2

Koledokolitiasis dapat bersifat asimptomatik dan seringkali ditemukan

secara tidak sengaja. Koledokolitiasis dapat mengakibatkan terjadinya obstruksi

total maupun parsial dan dapat juga bermanifestasi sebagai kolangitis atau

pankreatitis bilier. Nyeri yang ditemukan pada pasien relatif sama dengan nyeri

yang dirasakan pada keadaan kolik bilier. Pada pemeriksaan fisik bisa didapatkan

hasil yang normal namun dapat juga ditemukan adanya nyeri tekan abdomen

kuadran kanan atas atau pada daerah epigastrium disertai juga dengan adanya

ikterus. Keluhan yang dirasakan bisa hilang timbul biasanya berupa nyeri dan

ikterus hilang timbul yang diakibatkan karena adanya batu yang secara sementara

mengimpaksi ampulla dan kemudian berpindah. Untuk batu yang kecil, maka batu

ini dapat melewati ampulla secara spontan disertai dengan menghilangnya gejala-

gejala klinis namun lambat laun batu akan mengimpaksi secara total dan
20

mengakibatkan ikterus progresif. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan

peningkatan bilirubin serum, fosfatase alkali, dan transaminase.

2.4.2 Pemeriksaan penunjang 2

USG abdomen merupakan pemeriksaan radiologis pertama yang berguna

untuk mengidentifikasi adanya batu pada kandung empedu dan menentukan

ukuran duktus sistikus komunis. Pada USG abdomen didapatkan gambaran berupa

pelebaran duktus sistikus komunis > 8 mm. Selain USG abdomen juga dapat

dilakukan pemeriksaan Magnetic Resonance Cholangiography (MRC) yang dapat

memberikan gambaran anatomis yang detail dalam mendeteksi koledokolitiasis

dengan nilai sensitivitas dan spesivisitas sebesar 95 dan 89 %. Selain itu dapat

juga dilakukan pemeriksaan Endoscopic Cholangiography yang merupakan gold

standard untuk mendeteksi adanya koledokolitiasis. Dengan Endoscopic

Cholangiography bisa didaptakan keuntungan yaitu selain dapat digunakan

sebagai sarana diagnostik, juga berguna sekaligus sebagai sarana terapi.

Gambar 2.8 MRCP normal yang menunjukkan duktus sistikus komunis

(panah biru) dan duktus pankreatikus (panah putih)


21

Gambar2.9 MRCP yang menunjukkan 2 buah batu pada duktus sistikus

komunis.

2.5 Kolesistitis

2.5.1 Defenisi

Kolesistitis adalah radang dinding kandung empedu yang disertai keluhan

nyeri perut kanan atas, nyeri tekan dan demam. Berdasarkan etiologinya,

kolesistitis dapat dibagi menjadi:

1. Kolesistitis kalkulus, yaitu kolesistitis yang disebabkan batu

kandung empedu yang berada di duktus sistikus.

2. Kolesistitis akalkulus, yaitu kolesistits tanpa adanya batu empedu.1

Berdasarkan onsetnya, kolesistitis dibagi menjadi kolesistitis akut dan

kolesistitis kronik. Pada kolesistitis akut, terjadi inflamasi akut pada kandung

empedu dengan gejala yang lebih nyata seperti nyeri perut kanan atas, nyeri tekan

dan demam. Sedangkan, kolesistitis kronik merupakan inflamasi pada kandung


22

empedu yang timbul secara perlahan-lahan dan sangat erat hubugannya dengan

litiasis dan gejala yang ditimbulkan sangat minimal dan tidak menonjol.1

2.5.2 Manifestasi Klinis

Pasien kolesistitis akut memiliki riwayat nyeri hebat pada abdomen bagian

atas yang bertahan dalam beberapa jam hingga akhirnya mereka mencari

pertolongan ke unit gawat darurat lokal. Secara umum, pasien kolesistitis akut

juga sering merasa mual dan muntah serta pasien melaporkan adanya demam.

Tanda-tanda iritasi peritoneal juga dapat muncul, dan pada beberapa pasien

menjalar hingga ke bahu kanan atau skapula.6,7

Pada pemeriksaan fisik, biasanya ditemukan nyeri tekan di kuadran kanan

atas abdomen, dan seringkali teraba massa atau teraba penuh. Palpasi kuadran

kanan atas saat inspirasi seringkali menyebabkan rasa tidak nyaman yang berat

yang menyebabkan pasien berhenti menghirup napas, hal ini disebut sebagai tanda

Murphy positif. Terdapat tanda-tanda peritonitis lokal dan demam.6,7

2.5.3 Diagnosis

USG abdomen merupakan prosedur standard dalam menentukan diagnosa

adanya kolesistitis. Pemeriksaan ini relatif sederhana, cepat dan aman bagi pasien

serta dapat dilakukan pada siapa saja termasuk wanita yang sedang hamil.

Sensitivitas USG dalam hal ini bervariasi tergantung dari operator tetapi secara

umum USG memiliki sensitivitas dan spesivisitas yang tinggi untuk mendeteksi

adanya batu empedu dengan ukuran > 2mm. USG abdomen juga sangat

bermanfaat dalam mendiagnosa kolesistitis akut tanpa komplikasi. Gambaran

yang didapatkan pada keadaan ini adalah adanya penebalan dinding kandung
23

empedu (> 5 mm), cairan perikolekistik, distensi kandung empedu > 5 mm.

Ketika kandung empedu sudah dipenuhi oleh batu seluruhnya, batu-batu tersebut

dapat tidak terlihat pada gambaran USG namun masih bisa didapatkan gambaran

acoustic shadow. 1,2

Gambaran USG kandung empedu disertai dengan batu dan acoustic shadow.

Kolesistitis akut

Tanda utama pada kolesistitis akut ialah sering ditemukan batu, penebalan

dinding kandung empedu, hidrops dan kadang-kadang terlihat eko cairan di

sekelilingnya yang menandakan adanya perikolesistitis atau perforasi. Sering

diikuti rasa nyeri pada penekanan dengan transuder yang dikenal sebagai morgan

sign positif atau positif transuder sign.

Kolesistitis kronik
24

Kandung empedu sering tidak atau sukar terlihat. Dinding menjadi sangat

tebal dan eko cairan lebih terlihat hiperekoik. Sering terdapat pada kolesistitis

kronik lanjut dimana kandung empedu sudah mengisut (contracted gallblader).

Kadang-kadang terlihat hanya eko batunya saja yang terlihat pada fossa vessika

felea.

2.6 Kolangitis

Kolangitis merupakan satu dari dua komplikasi utama dari batu duktus

koledokus, sedangkan komplikasi lainnya lagi berupa pankreatitis bilier.

Kolangitis akut merupakan suatu infeksi bakteri yang menyebar dari bawah ke

atas yang disebabkan karena adanya obstruksi parsial maupun total dari duktus

biliaris. Dalam keadaan normal, cairan empedu yang dihasilkan oleh hati bersifat

steril, demikian pula dengan kondisi steril cairan empedu yang disimpan di dalam

kandung empedu dipertahankan dengan aliran empedu yang berkesinambungan

disertai dengan substansi antibakterial yang terdapat di dalam cairan empedu itu

sendiri berupa imunoglobulin. Gabungan antara infeksi bakteri disertai dengan

obstruksi bilier yang umumnya disebabkan karena batu empedu merupakan faktor

yang penting dalam terjadinya kolangitis. Organisme-organisme yang umumnya

menyebabkan kolangitis yaitu antara lain Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae,

Streptococcus faecalis, dan Bacteroides fragilis.

2.6.1 Manifestasi Klinis 2

Kolangitis dapat bermanifestasi sebagai suatu kondisi yang bervariasi

mulai dari keadaan klinis yang ringan, sedang, dapat sembuh spontan sampai
25

dengan suatu keadaan berat dan mengancam jiwa seperti pada keadaan

septikemia. Gejala yang paling umum muncul adalah gejala-gejala yang dikenal

sebagai Charcot triad dan muncul pada dua pertiga dari pasien-pasien yaitu

berupa demam, nyeri epigastrium atau nyeri abdomen kuadran kanan atas, dan

disertai dengan ikterus. Gejala klinis yang muncul dapat berkembang secara

progresif disertai sepsis dan keadaan ini dikenal sebagai Reynolds pentad (adanya

demam, ikterus, nyeri abdomen kuadran kanan atas, syok septik dan perubahan

status mental). Namun demikian keadaan ini juga bisa bermanifestasi sebagai

suatu keadaan yang atipikal yaitu berupa demam yang tidak terlalu tinggi, ikterus

atau nyeri abdomen kanan atas. Keadaaan ini biasanya terjadi pada orang dewasa

yang bila mengalami infeksi ini tidak memberikan gejala yang bermakna sampai

suatu saat jatuh kedalam kondisi sepsis.

Pada pemeriksaan abdomen, hasil yang ditemukan tidak dapat dibedakan

dari keadaan kolesistitis akut. Sedangkan pada pemeriksaan laboratorium bisa

ditemukan adanya leukositosis, hiperbilirubinemia, dan peningkatan fosfatase

alkali serta transaminase.

2.6.2 Pemeriksaan Penunjang 2

Pemeriksaan USG abdomen berguna untuk mendeteksi adanya kolangitis

apabila pada pasien tersebut belum pernah didiagnosa memiliki batu empedu

sebelumnya karena dalam pemeriksaan akan nampak adanya batu empedu disertai

dengan duktus yang berdilatasi. Pemeriksaan radiologis definitif yang juga

berguna untuk diagnosa adalah Endoscopic Retrograde

Cholangiopangcreatography (ERCP), namun apabila ERCP tidak tersedia, dapat


26

dilakukan pemeriksaan Percutaneous Transhepatic Cholangiography (PTC).

Dengan ERCP dan PTC dapat ditentukan level sereta penyebab obstruksi,

memungkinkan pengambilan cairan empedu untuk dikultur, pengambilan batu

empedu apabila terdapat batu empedu, dan drainase cairan empedu dengan kateter

drainase atau dengan stent. CT scan dan MRI juga dapat berguna untuk

menetukan apakah terdapat masssa periampular sebagai penyebab dari dilatasi

duktus.
27

Gambaran ERCP dengan batu empedu pada duktus sistikus komunis

Percutaneous Transhepatic Cholangiography

Anda mungkin juga menyukai