Bab 2 Video Game (1) - Research
Bab 2 Video Game (1) - Research
Tinjauan Pustaka
Manfaat SDQ sebagai penilaian klinis yaitu dapat digunakan pelayanan kesehatan dan
gangguan mental sebagai bagian untuk menilai gangguan pada anak dan remaja, hasilnya
mempengaruhi assesment yang dibuat dan menentukan tenaga profesional apa saja yang
terlibat untuk membantu memecahkan masalah. Manfaat lain adalah sebagai bahan untuk
evaluasi yang dilakukan sebelum dan sesudah intervensi, dan hasil pemeriksaan sensitif
terhadap perubahan yang terjadi akibat intervensi. SDQ dapat diterima di berbagai komunitas
sehingga digunakan sebagai pengambilan data masalah remaja. SDQ mempunyai sensitivitas
63,3% dan spesifitas 94,6% untuk mendeteksi gangguan psikiatrik pada komunitas sehingga
dapat digunakan sebagai alat bantu penelitian di bidang perkembangan,genetik, sosial, klinis,
dan pendidikan. Pada penelitian yang dilakukan Devi, didapatkan pravalensi sebesar 7,1%
dengan gangguan gejala emosional, 12,1 gangguan masalah prilaku, 5,1% gangguan
hiperaktivitas, 3% gangguan masalah antar sesama, dan 5,1% gangguan pro sosial. Putri Devi.
Hubungan Tingkat Kecanduan Gadget dengan Gangguan Emosi dan Perilaku Remaja Usia 11-
12 Tahun. Jurnal Kedokteran Diponegoro. Volume 6, Nomor 2, April 2017 Penilaian SDQ dan
alat skrining lain seperti CBC mempunyai korelasi yang baik dalam membedakan sampel yang
berasal dari komunitas atau klinik dan dapat digunakan sebagai penilaian untuk menyingkirkan
gangguan psikiatri anak usia 4 – 16 tahun.
Dibandingkan dengan CBC, SDQ dapat diselesaikan dalam waktu yang lebih cepat. SDQ juga
lebih baik dalam mendeteksi adanya gangguan hiperaktivitas, inatensi, mengenali masalah
internalisasi dan eksternalisasi, pemeriksaan tepat waktu dapat menjadi dasar untuk intervensi
yang efektif sebelum penyimpangan awal menjadi perilaku maladaptif yang menetap.
Goodman R, Ford T, Simmons H, Gatward R, Meltzer H. Using The Strengths and Difficulties
Questionnaire (SDQ) to screen for child psychiatric disorder in community sample. Br J
Psychiatry. 2000;177.
2.8 Remaja
Masa remaja adalah suatu fase tumbuh kembang yang dinamis dalam kehidupan seorang
individu. Masa yang merupakan periode transisi dari masa anak ke dewasa ini ditandai dengan
percepatan perkembangan fisik, mental, emosional, sosial dan berlangsung pada dekade kedua
masa kehidupan. WHO mendefinisikan remaja merupakan anak usia 10 – 19 tahun. Undang-
Undang No. 4 tahun 1979 mengenai kesejahteraan anak mengatakan remaja adalah individu
yang belum mencapai umur 21 tahun dan belum menikah. Menurut Undang-Undang
Perburuhan, remaja adalah anak yang telah mencapai umur 16-18 tahun atau sudah menikah
dan mempunyai tempat tinggal sendiri. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menganggap
remaja jika sudah berusia 18 tahun yang sesuai dengan saat lulus dari sekolah menengah.
Menurut Undang-Undang Perkawinan No.1 tahun 1974, anak dianggap remaja bila sudah
cukup matang untuk menikah yaitu umur 16 tahun untuk anak perempuan dan 19 tahun unuk
anak laki-laki. Menurut Hurlock remaja adalah anak dalam rentang usia 12-18 tahun.
Berdasarkan batasan yang telah dikemukakan rentang usia remaja sangat bervariasi, akan tetapi
awal dari masa remaja relatif sama sedangkan masa berakhirnya masa remaja lebih bervariasi.
WHO. Adolescent development [Internet]. 2011 [cited 2016 Jan 3]. Available from:
www.who.int/maternal_child_adolescent/topics/adolescence/dev/en/
Soetjiningsih. Pertumbuhan Somatik pada Remaja. In: Tumbuh Kembang Remaja dan
Permasalahannya. Jakarta: Sagung Seto; 2007. p. 1–38.
2.9. Pengaruh Adiksi Game Online Terhadap Masalah Mental Emosional Remaja
Ketertarikan remaja yang berlebihan terhadap game online yang berakibat kepada kacanduan
atau adiksi akan berdampak pada masalah mental emosional. Permainan game online yang
marak di kalangan remaja seperti counter strike, call of duty, point blank, quake, blood, golden
eye 007, unreal tournament dan system shock. Kemudahan mengakses game online dengan
fasilitas menarik yang ditawarkannya serta pengaruh dari teman akan membuat remaja
semakin tertarik bermain game online. Menurut Young siswa-siswi yang sering memainkan
suatu game online, akan menyebabkan ia menjadi ketagihan atau kecanduan. Young, K.
(2009). Understanding Online Gaming Addiction and Treatment Issues for Adolescents. The
American Journal of Family Therapy, 37: 355-372. Remaja yang memperlihatkan gejala
kecanduan game online yang mengarah pada perilaku patologis diantaranya adalah masalah
mental emosional. Gentile D.(2009). Pathological Video-Game Use Among Youth Age
8 to 18. Psychological Science. Game secara otomatis tidak menyebab suatu adiksi.
Disebutkan bahwa ternyata kebanyakan orang yang terlibat dalam game tidak dapat menjaga
dan kehilangan perspektif dan keseimbangan yang seharusnya dapat ia kendalikan. Misalnya
dalam kehidupan pekerjaan, sekolah keluarga, sosial dan game yang ia mainkan. Masalah fisik
dan mental yang kemudian dapat muncul akan makin memperparah ketidak seimbangan ini.
Adiksi game online dapat menyebabkan distorsi waktu, kurang perhatian, hiperaktif, tindakan
kekerasan, emosi negatif, dan perilaku agresif. Christian, Christoph, Mehmet B. H., & Tuncay
A. (2014). Computer Game Addiction in Adolescents and Its Relationship to Chronotype and
Personality. SAGE Open January-March 2014: 1 –9. Ketagihan memainkan game online juga
akan berdampak buruk, terutama dari psikis, segi akademik dan sosialnya. Secara psikis,
pikiran jadi terus menerus memikirkan game yang sedang dimainkan sehingga siswa-siswi
menjadi sulit berkonsentrasi terhadap pelajaran dan sering bolos. Selain itu, menurut Young
game online dapat membuat pecandunya jadi cuek, acuh tak acuh, kurang peduli terhadap hal-
hal yang terjadi di lingkungan sekitar seperti pada keluarga, teman dan orang-orang terdekat.
Young, K. (2009). Understanding Online Gaming Addiction and Treatment Issues for
Adolescents. The American Journal of Family Therapy, 37: 355-372.
Studi pencitraan neurologis atau neuroimaging dapat membedakan area otak tertentu yang
terlibat dan diperlukan dalam pemeliharaan dari adiksi. Pada otak tertentu yang terlibat dan
diperlukan dalam pemeliharaan dari adiksi. Pada tingkat molekuler, adiksi internet memiliki
gambaran defisiensi pada sistem reward dengan menunjukan aktivitas dopamin yang rendah
pada sistem reward di mesokortikolimbik. Pada tingkat sirkuit neuron, game addiction
menyebabkan neuroadaptasi dan perubahan struktural. Neuroadaptasi dilakukan untuk
menyesuaikan dengan perubahan struktural. Biasanya pada otak seorang internet atau game
addiction didapatkan integrasi sensorimotor dan persepsi yang lebih baik. Perubahan struktural
didapati pada serebelum, batang otak, girus singulata kanan, bilateral parahipokampus, lobus
frontal kanan, girus frontal superior kiri, girus temporal inferior kanan dan superior kiri, serta
girus temporal tengah. Perubahan ini menyebabkan peningkatan aktivitas pada area otak yang
terkait dengan adiksi. Juga didapati jumlah area putih dan area abu-abu yang berubah
dibeberapa area otak. Perubahan pada volume striatum menunjukan perubahan pada sistem
reward. Perubahan pada nukleus accumbens dapat mempengaruhi fungsi kognitif, kontrol
motorik, dan motivasi. Perubahan pada kortek orbitofrontal mempengaruhi pemrosesan
emosi,craving,proses pengambilan keputusan yang maladaptif, dan prilaku kompulsif. Kuhn
S, Romanowski A, Schilling C, Lorenz R, Morsen C, Seiferth N, et al. 2011. The neural basis
of vidio gaming. Translational Psychiatry, 1:e53
Kecanduan internet game online dapat mempengaruhi aspek sosial dalam menjalani
kehidupan sehari-hari mulai dari kualitas berinteraksi dengan orangorang terdekat,
pencitraan diri hingga perubahan perilaku individunya. Karena banyaknya waktu yang
dihabiskan di dunia maya menyebabkan siswa-siswi kurang berinteraksi dengan orang lain
dalam dunia nyata. Hal ini terjadi dikarenakan siswa-siswi hanya terbiasa berinteraksi
satu arah dengan komputer membuat perilaku siswa-siswi jadi tertutup, sulit
mengekspresikan diri ketika berada di lingkungan nyata. Kecanduan game online dapat
menyebabkan perubahan pola pikir dan perilaku pada individu tersebut. Hal ini sesuai
dengan teori yang dikemukakan oleh Santrock yang mengatakan bahwa dalam
perkembangannya siswa-siswi khususnya remaja antara usia 11 sampai 15 tahundalam
perkembangannya mengalami perubahan mengenai pola pemikirannya. Dalam usia ini
remaja dapat melakukan pemikiran operasional formal yang lebih abstrak, idealis, dan logis
daripada pemikiran operasional konkret. Remaja terdorong untuk memahami dunianya
karena tindakan yang dilakukannya dan penyesuaian diri biologis. Secara lebih nyata
mereka mengaitkan suatu gagasan dengan gagasan lain. Mereka bukan hanya
mengorganisasikan pengamatan dan pengalaman akan tetapi juga menyesuaikan cara
berfikir mereka untuk menyertakan gagasan baru karena informasi tambahan membuat
pemahaman lebih mendalam. Pada transisi sosial ini remaja mengalami perubahan dalam
hubungan individu dengan manusia lain yaitu dalam emosi, dalam kepribadian, dan dalam
peran dari konteks sosial dalam perkembangan, seperti m embantah orang tua, serangan
agresif terhadap teman sebaya, perkembangan sikap asertif, kebahagiaan remaja dalam
peristiwa tertentu serta peran gender dalam masyarakat merefleksikan peran proses sosial
emosional dalam perkembangannya yang mempengaruhi kecerdasan emosi pada remaja
tersebut. Santrock, J.W. (2007). REMAJA. Jakarta: Erlangga. Selain itu, proses pembentukan
karakter dan kepribadian remaja pun dipengaruhi oleh jenis informasi yang diterima alam
bawah sadarnya. Jika remaja mendapatkan informasi positif, maka informasi positif tersebut
akan tersimpan dalam memori permanennya. Jadi, semakin adiksi seorang remaja bermain
game online maka tingkat masalah mental emosional akan cenderung tinggi. Adiksi game
online pada masa remaja, dapat secara serius mengganggu atau merusak perkembangan
normal. Oleh karena itu, kecanduan game bukan lagi masalah individu, keluarga, atau sekolah,
namun merupakan masalah sosial yang serius yang harus ditangani secara kolaboratif. Salah
satu penanganan terhadap adiksi game online yang berdampak pada masalah mental emosional
yaitu dengan pemberian layanan responsif. Sukkyung Y., Euikyung K., & Donguk L. (2017)
Virtually Real: Exploring Avatar Identification in Game Addiction Among Massively
Multiplayer Online Role-Playing Games (MMORPG) Players. Games and Culture, Vol. 12(1)
56-71.
Terjadi
peningkatan
aktifitas area
putih dan abu-
abu Masalah Mental
Emosional
Perubahan pada
volume striatum
Masalah Mental
Emosional :
1. Gejala emosional
Internet Gaming 2. Masalah perilaku
Disorder 3. Hiperaktivitas
4. Masalah
hubungan antar
sesama
5. Perilaku prososial.
1. Usia
2. Jenis Kelamin
3. Sosial Ekonomi Keluarga