Anda di halaman 1dari 21

BAB II

Tinjauan Pustaka

2.1 Internet Gaming Disorder


2.1.1 Definisi Internet Gaming Disorder
Definisi kecanduan adalah konstruksi sosial yang berhubungan dengan motivational system
yang kemudian mengakibatkan perilaku atau kebiasaan yang tak terkontrol. Selain itu,
kecanduan juga dapat diartikan sebagai suatu sindrom yang ditandai dengan menghabiskan
sejumlah waktu yang terlalu banyak dan hal ini tidak mampu mengontrol kegiatan tersebut.
Istilah kecanduan biasanya dimaksudkan untuk kecanduan zat seperti alkohol dan heroin.
Padahal, kegiatan seperti berjudi, berbelanja, berhubungan seksual, dan jalan-jalan juga bisa
menyebabkan kecanduan. Kecanduan yang tidak dapat dikontrol atau tidak mempunyai
kekuatan untuk menghentikan kegiatan tersebut akan menyebabkan pecandu menjadi lalai
terhadap kegiatan lain. Kecanduan merupakan perilaku yang tidak sehat yang sulit untuk
dihentikan atau diakhiri oleh individu yang bersangkutan.
Uneri, O. S., & Tanıdır, C., 2011. Evaluation of internet addiction in a group of high school
students: A cross-sectional study. Düşünen Adam The Journal of Psychiatry and Neurological
Sciences, 24: 265-272.
Balkan, Emre., 2012. The Relationship between internet addiction and psychological
symptoms. International Journal of Global Education, 1 (2) : 42-49
Pemanfaatan teknologi internet pada internet gaming menunjukkan bahwa internet merupakan
fenomena yang memengaruhi dunia dengan memberikan manfaat dan sekaligus dampak
negatif bagi penggunanya. Beberapa dekade terakhir ini, istilah internet addiction sudah
diterima sebagai salah satu jenis gangguan klinis yang membutuhkan penanganan. Internet
addiction merujuk pada penggunaan teknologi yang tidak terkontrol dan merugikan. Bentuk-
bentuk internet addiction banyak jenisnya antara lain cybersexual addiction, cyber-
relationship addiction, net compulsion, information overload, dan computer addiction. Salah
satu bentuk internet addiction yang banyak dialami remaja dan dewasa saat ini adalah online
game addiction atau internet gaming addiction yang sebelumnya disebut sebagai computer
addiction.
Young, K. (2009). Understanding Online Gaming Addiction and Treatment Issues for
Adolescents. The American Journal of Family Therapy, 37, 355-372.
Internet gaming disorder merupakan salah satu bentuk penggunaan internet yang secara
berkelanjutan berhubungan dengan penggunaan internet yang bersifat patologis. Charlton, J.
P., & Danforth, D. W. (2010).Validating the distinction betweencomputer addiction and
engagement: online game playing andpersonality. Behaviour & InformationTechnology, 29(6),
601-613. Internet gaming kemudian dianggap bisa menyebabkan adiksi oleh pemerintah Cina
dan dibuat beberapa model penanganan. Beberapa penelitian menunjukkan kondisi ini banyak
ditemui di dalam kasus-kasus kesehatan terutama di negara-negara Asia dan beberapa negara
bagian Amerika. Kuss dan Griffiths mendefinisikan adiksi debagai bentuk keterikatan
mendalam terhadap suatu objek (dalam kasus ini adalah internet gaming) dan memengaruhi
kognitif, emosi, dan perilaku yang menyebabkan kerusakan signifikan dalam area berbeda di
dalam kehidupan nyata mereka. Beranuy, M., Carbonell, X., & Mark, D. G. (2013). A
Qualitative Analysis of Online Gaming Addicts in Treatment. Int J Ment Health Addiction, 11,
149–161 Jenis permainan yang menyediakan konten-konten bersifat dewasa, pengalaman yang
serba baru, serta keleluasaan menciptakan persona, menjadikan permainan ini menjadi lebih
mencandu dibandingkan yang lain. Griffiths berpendapat bahwa proses biopsikososial sangat
memengaruhi perkembangan adiksi, seperti yang terjadi di dalam internet gaming addiction.
Berdasarkan DSM-5 internet gaming disorder disebut juga dengan internet use disorder,
internet addiction, atau gaming addiction yang diartikan sebagai independent disorder.
Internet gaming disorder merupakan bentuk penggunaan internet gaming secara berlebihan
dan terus menerus yang mengakibatkan munculnya tanda-tanda atau simptom gangguan
kognitif dan perilaku, termasuk di dalamnya adalah kehilangan kontrol terhadap permainan,
toleransi, dan menarik diri, dan beberapa simptom dari gangguan penggunaan. Individu yang
mengalami gangguan ini akan duduk di depan komputer selama berjam-jam untuk bermain dan
menolak melakukan aktivitas yang lain.
American Psychiatric Association. (2013). Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorders, Fifth Edition. London: American Psychiatric Publishing
Menurut penelitian di korea oleh Na Ri Kim dkk didapatkan pravalensi sebesar 13,8% populasi
masuk ke dalam internet gaming disorder. Kim NR,Hwang Samuel, Choi Jung Soek, et al.
Characteristics and Psychiatric Symptoms of Internet Gaming Disorder among Adults Using
Self-Reported DSM-5 Criteria. 2016. Korean Neuropsychiatric Association
Internet gaming addiction berhubungan dengan berbagai macam simptom psikofisiologis dan
psikiatri dengan berbagai macam dampak negatif. Di dalam DSM-5 dijelaskan bahwa internet
gaming addiction berkaitan dengan berbagai macam dampak negatif, antara lain merusak
hubungan dalam kehidupan nyata, mengganggu aktivitas masa lalu, tidur, pekerjaan,
pendidikan, sosialisasi, dan hubungan. Obsesi terhadap permainan menimbulkan kemunduruan
hubungan di dalam kehidupan nyata, kurang perhatian, agresif dan sikap bermusuhan, stres,
disfungsional koping, prestasi akademik rendah, masalah dengan memori verbal, merasa tidak
bahagia dan sendirian. Selain itu, dampak psikosomatis yang dapat terjadi antara lain masalah
tidur dan beberapa masalah psikosomatis lainnya.
American Psychiatric Association. (2013). Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorders, Fifth Edition. London: American Psychiatric Publishing
Douglas et al dalam penelitiannya didapatkan usia pada remaja 13-20 tahun yang masuk dalam
internet gaming disorder.
Gentile Douglas A, Bailey Kira, Bavelier Daphine, et al. Internet Gaming Disorder in Children
and Adolescents. PEDIATRICS Volume 140, number s2. November 2017
Waktu yang dihabiskan biasanya 8 sampai 10 jam atau lebih per harinya dan sekurang-
kurangnya 30 jam per minggu. Apabila mereka menahan diri untuk tidak menggunakan
komputer dan kembali bermain, mereka akan gelisah dan marah. Mereka sering meninggalkan
makan dan tidur dalam waktu yang lama. Mereka juga menolak kegiatan wajib sehari-hari
seperti sekolah, bekerja, atau kewajiban terhadap keluarga. Sebanyak 10,1 % remaja dengan
internet gaming disorder berasal dari sosial ekonomi yang tinggi. Putri Devi. Hubungan
Tingkat Kecanduan Gadget dengan Gangguan Emosi dan Perilaku Remaja Usia 11-12 Tahun.
Jurnal Kedokteran Diponegoro. Volume 6, Nomor 2, April 2017
American Psychiatric Association. (2013). Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorders, Fifth Edition. London: American Psychiatric Publishing
2.2 Vidio Game
2.2.1 Definisi Vidio Game
Game dan video game merupakan hal yang berbeda. Pengertian dari video game adalah suatu
perangkat lunak (software) yang menyediakan informasi digital dalam bentuk visual maupun
tekstual yang bertujuan untuk memberikan hiburan berbasis komputer bagi gamers. Permainan
ini diperantarai oleh perangkat keras seperti konsol, joystick dan keyboard yang kemudian
ditampilkan pada layar monitor dan melibatkan satu atau beberapa pemain baik itu dalam
bentuk fisik maupun melalui jaringan. Frasca G. Video Games of the Oppressed : Video Games
as a Means for Critical Thinking and Debate. Georgia Institute of Technology 2001.
Game mempunyai makna yang lebih luas dibandingkan video game. Menurut kamus
Macmillan 2009-2011, game merupakan suatu bentuk permainan kompetitif atau olahraga
yang dimainkan sesuai dengan aturan sehingga ada yang menang dan ada pula yang kalah.
Kirriemuir dan McFarlane (2004) mendefinisikan video game/digital game sebagai sesuatu
yang menyediakan informasi digital dalam bentuk visual kepada satu pemain atau lebih,
menerima masukan data dari pemainnya, memproses data yang masuk sesuai peraturan yang
telah diprogram, dan mengubah informasi digital yang disesuaikan untuk pemain. Video game
sendiri telah berkembang jauh sebelum tahun 1970-an. Kirriemuir J, McFarlane A. Literature
review in games and learning. Futurelab Series. 2004.
Ada beberapa pendapat mengenai pembagian tipe video game, tetapi pada dasarnya,
berdasarkan genre permainan, video game dibagi menjadi : action, adventure, compilation,
educational, fighting, home, puzzle, racing, role-playing, shooter, simulation, sports, strategy,
traditional, dan adult game. Rollings A, Adams E. Andrew Rollings and Ernesrt Adams on
Game Design: New Riders 2003.
Video game aksi adalah permainan yang menekankan pada tantangan fisik, kecepatan refleks,
pertarungan/peperangan tempo cepat dan memiliki unsur menghindar dan menghancurkan.
Video game aksi banyak dikembangkan menjadi jenis game yang lain diantaranya jenis aksi
petualangan, pertarungan, dan peperangan. Sedangkan pada video game non aksi pemain lebih
di fokuskan untuk mengatur strategi, memecahkan puzzle, dan mengumpulkan sumber daya
untuk memenangkan permainan. Kelompok game jenis non aksi diantaranya adalah game
balap, olah raga, petualangan, permainan peran, simulasi, teka-teki, dan strategi. Rabin S.
Introduction to Game Development. Hingham: Charles River Media 2010.
2.2.2 Online Game
2.2.2.1 Definisi Online game
Manusia memiliki kebutuhan dasar untuk bertahan hidup. Salah satu kebutuhan dasar tersebut
adalah bermain atau bereaksi.
Potter, P., & Perry, A., 2006. Fundamental of nursing: concepts, process, and practice. ( 4rd
ed). Mosby: Year Book Inc.
Online game adalah permainan yang dapat diakses oleh banyak pemain, dimana mesin-mesin
yang digunakan pemain dihubungkan oleh internet. Online game merupakan aplikasi
permainan yang berupa petualangan, pengaturan strategi, simulasi dan bermain peran yang
memiliki aturan main dan tingkatan-tingkatan tertentu. Online game dapat dimainkan di
komputer, perangkat genggam, atau konsol video game. Bermain online game membuat
pemain merasa senang dan gembira karena kepuasan psikologis. Kepuasan yang diperoleh dari
bermain game tersebut akan membuat pemain semakin tertarik untuk memainkannya.
Jap T, Tiatri S, Jaya E S, Suteja M S., 2013. The development of Indonesian online game
addiction questionnaire. Plos One, 8 (4)
Konsep bermain dapat dibahagi kepada 3 ranah yaitu ranah fisik motorik, ranah kognitif, dan
ranah sosial emosional. Aktivitas fisik motorik dapat dilihat dari kegiatan bermain game di
komputer, yakni gerakan tangan pada keyboard dan mouse serta gerakan otot dan mata pemain.
Aspek kognitif tampak dari bagaimana pemain mengolah informasi informasi dalam online
game, mengambil keputusan dan langkah tindakan berikutnya. Aspek sosial-emosional tampak
ketika pemain mengalami emosi-emosi seperti senang atau sedih atau hal –hal yang berkaitan
dengan penghayatan permainan tersebut.
Murray, J., 1996. Hamlet on the holodeck: the future of narrative in cyberspace. New York:
The Free Press
2.2.2.2 Jenis Online Game
Terdapat beberapa online game , antaranya adalah Massively Multiplayer Online Role Playing
Game (MMORPG), Massively Multiplayer Online Real Time Strategy (MMORTS),
Massively Multiplayer Online First Person Shooter (MMOFPS), Cross-Platform Online Play
(CPOP), Massively Multiplayer Online Browser Game (MMOBG) dan lain-lain.
Young. K. S., 1999. Internet addiction : Symptoms, evaluation, and treatment.
Ramadhani, Ardi,. 2013. Hubungan motif bermain online game dengan perilaku agresivitas
remaja awal (studi kasus di warnet zerowings, kandela dan mutant di samarinda. eJournal Ilmu
Komunikasi, 1 (1) : 136-158.
2.2.2.2.1 Massively Multiplayer Online Role Playing Game(MMORPG)
Massively Multiplayer Online Role Playing Game adalah salah satu jenis online game yang
memainkan tokoh online. Jenis game MMORPG bercirikan pemain memerankan peran tokoh-
tokoh khayalan dan berkolaborasi untuk merajut sebuah cerita bersama. RPG biasanya lebih
berfokus pada kolaborasi dan kehidupan sosial daripada kompetisi. Biasanya pemain tergantu
dalam satu kelompok. Pemain dalam permainan Massively Multiplayer Online Role Playing
Game akan dihadapkan dengan beberapa misi atau tantangan bisa berupa bertempur atau
membunuh karakter pemain lain yang tujuannya untuk meningkatkan level atau kemampuan
dari tokoh atau karakter yang dimainkan. Permainan ini biasanya tidak ada akhirnya karena
levelnya selalu meninggi. Contoh MMORPG yang sangat terkenal di Indonesia adalah RF
online, Dragon Nest, Ran Online, Ragnarok Online, Atlantica Online dan Perfect World.
Young. K. S., 1999. Internet addiction : Symptoms, evaluation, and treatment.
Ramadhani, Ardi,. 2013. Hubungan motif bermain online game dengan perilaku agresivitas
remaja awal (studi kasus di warnet zerowings, kandela dan mutant di samarinda. eJournal Ilmu
Komunikasi, 1 (1) : 136-158.
2.2.2.2.2 Massively Multiplayer Online Real Time Strategy (MMORTS)
Jenis online game tipe MMORTS ini menekankan pada kehebatan strategi pemainnya dengan
ciri khas pemain harus mengelola suatu dunia maya dan mengatur strategi dalam waktu apapun.
Contoh online game berjenis MMORTS adalah Age of Empires, Warchaft dan Star Wars.
Young. K. S., 1999. Internet addiction : Symptoms, evaluation, and treatment.
Ramadhani, Ardi,. 2013. Hubungan motif bermain online game dengan perilaku agresivitas
remaja awal (studi kasus di warnet zerowings, kandela dan mutant di samarinda. eJournal Ilmu
Komunikasi, 1 (1) : 136-158.
2.2.2.2.3 Massively Multiplayer Online First Person Shooter (MMOFPS)
Online game jenis MMOFPS mengambil pandangan orang pertama sehingga seolah-olah
pemain berada dalam permainan tersebut dalam sudut pandang tokoh karakter yang dimainkan.
Permainan online game jenis MMOFPS biasanya mengambil setting peperangan dengan
senjata militer. Contoh online game jenis MMOFPS seperti Counter Strike, Call Of Duty dan
Point Blank.
Young. K. S., 1999. Internet addiction : Symptoms, evaluation, and treatment.
Ramadhani, Ardi,. 2013. Hubungan motif bermain online game dengan perilaku agresivitas
remaja awal (studi kasus di warnet zerowings, kandela dan mutant di samarinda. eJournal Ilmu
Komunikasi, 1 (1) : 136-158.
2.2.2.2.4 Cross-Platform Online Play ( CPOP )
Jenis online game CPOP dapat dimainkan secara online melalui berbagai perangkat berbeda.
Contoh jenis online game CPOP adalah Need for Speed Underground. Jenis game CPOP
bercirikan dapat dimainkan secara online maupun konsol games seperti Play Station 2, Xbox.
Young. K. S., 1999. Internet addiction : Symptoms, evaluation, and treatment.
Ramadhani, Ardi,. 2013. Hubungan motif bermain online game dengan perilaku agresivitas
remaja awal (studi kasus di warnet zerowings, kandela dan mutant di samarinda. eJournal Ilmu
Komunikasi, 1 (1) : 136-158.
2.2.2.2.5 Massively Multiplayer Online Browser Game (MMOBG)
Jenis online game MMOBG ini dimainkan melalui pengaya internet (Browser) seperti Mozilla
firefox, Google Chrome, Opera, Internet Explorer dan lainnya.
Young. K. S., 1999. Internet addiction : Symptoms, evaluation, and treatment.
Ramadhani, Ardi,. 2013. Hubungan motif bermain online game dengan perilaku agresivitas
remaja awal (studi kasus di warnet zerowings, kandela dan mutant di samarinda. eJournal Ilmu
Komunikasi, 1 (1) : 136-158.

2.3. Simptom Internet Gaming Disorder


Kecanduan terhadap internet gaming ini memiliki dua tanda-tanda (simptom) yang pokok
yaitu:
a. Ketergantungan secara psikologis, rasa membutuhkan, modifikasi mood, kehilangan
kontrol;
b. Menyebabkan kerugian sebagai dampak dari perilaku kecanduan. Terdapat juga beberapa
simptom lain yang menyertainya antara lain menarik diri, pemantangan, penyimpangan
kognitif, dan kambuhan.
Beranuy, M., Carbonell, X., & Mark, D. G. (2013). A Qualitative Analysis of Online Gaming
Addicts in Treatment. Int J Ment Health Addiction, 11, 149–161
Adapun beberapa karakteristik kecanduan game internet, yang dijabarkan sebagai berikut:
a. Keasyikan dengan permainan
Adiksi dimulai dengan rasa keasyikan terhadap permainan. Pemain akan berpikir
mengenai permainan di saat offline dan sering berfantasi bermain game ketika seharusnya
berkonsentrasi dengan hal lain. Pemain akan mulai melewatkan deadline, menghindari
pekerjaan atau aktivitas sosial, dan menjadikan internet gaming menjadi prioritas.
Young, K. (2009). Understanding Online Gaming Addiction and Treatment Issues for
Adolescents. The American Journal of Family Therapy, 37, 355-372.
b. Berbohong atau menyembunyikan penggunaan permainan
Beberapa pemain akan menghabiskan siang dan malam untuk online. Mereka bahkan tidak
makan, tidur, atau mandi karena bermain. Mereka berbohong kepada keluarga dan teman
mereka tentang apa yang sebenarnya mereka lakukan di depan komputer agar memperoleh
izin untuk tidak keluar sehingga memiliki banyak waktu bermain game.
Young, K. (2009). Understanding Online Gaming Addiction and Treatment Issues for
Adolescents. The American Journal of Family Therapy, 37, 355-372.
c. Kehilangan ketertarikan dengan aktivitas lain
Ketika adiksi semakin berkembang, pemain akan kehilangan ketertarikan mereka terhadap
hobi dan aktivitas lain karena mereka terlalui menikmati kehidupan di dalam game.
Young, K. (2009). Understanding Online Gaming Addiction and Treatment Issues for
Adolescents. The American Journal of Family Therapy, 37, 355-372.
d. Menarik diri secara sosial
Beberapa pemain mengalami perubahan kepribadian karena semakin kecanduannya
mereka terhadap game. Mereka cenderung akan menarik diri secara sosial karena lebih
memilih menjalin teman di dalam game. Pada beberapa kasus, para pemain menjadi
introvert dan memiliki masalah dalam menjalin hubungan sosial di dunia nyata sehingga
memilih game sebagai tempat yang mau menerimanya.
Young, K. (2009). Understanding Online Gaming Addiction and Treatment Issues for
Adolescents. The American Journal of Family Therapy, 37, 355-372.
e. Pembelaan dan kemarahan
Adiksi terhadap game membuat pemain membela atau mempertahankan kebutuhan
bermain mereka dan akan marah jika dipaksa untuk berhenti. Pemain yang kecanduan
terobsesi mengumpulkan poin dan memperoleh banyak like dari pemain lain.
Young, K. (2009). Understanding Online Gaming Addiction and Treatment Issues for
Adolescents. The American Journal of Family Therapy, 37, 355-372.
f. Ketertarikan secara psikologis
Pemain ingin selalu berada di dalam game dan tidak ingin kehilangannya. Perasaan ini
akan semakin menjadijadi sehingga mereka akan merasa cemas, depresi ketika dipaksa
meninggalkannya. Mereka tidak dapat berkonsentrasi terhadap apapun kecuali kembali
bermain. Pikiran mereka terpusat pada game sehingga mereka seakan mengalami
keterikatan psikologis terhadap game. Mereka berhenti berpikir rasional dan mulai
berperilaku aneh terhadap orang lain di dunia nyata. Yang ada di dalam pikiran mereka
hanya kembali bermain dan akan menjadi sangat marah terhadap siapapun yang
menyuruhnya berhenti.
Young, K. (2009). Understanding Online Gaming Addiction and Treatment Issues for
Adolescents. The American Journal of Family Therapy, 37, 355-372.
g. Menggunakan gaming sebagai jalan melarikan diri
Orang yang kecanduan gaming akan menggunakan dunia online sebagai jalan melarikan
diri secara psikologis. Game menjadi coping dari segala permasalahan yang dihadapi.
Seperti halnya obat-obatan, gaming digunakan untuk menghindari lingkungan yang
menekan dan perasaan yang tidak mengenakan sehingga mereka akan melupakan masalah
mereka. Seseorang yang merasa terisolasi dari dunia nyata akan menjadi orang lain yang
merasa percaya diri melalui game.
Young, K. (2009). Understanding Online Gaming Addiction and Treatment Issues for
Adolescents. The American Journal of Family Therapy, 37, 355-372.
h. Melanjutkan penggunaan meskipun tahu konsekuensinya
Pemain sering ingin menjadi yang terbaik di dalam permainan, semakin naik level
permainan maka akan semakin besar tantangan yang dihadapi. Satu tantangan akan
menghabiskan berjam-jam untuk menyelesaikannya, pemain terobsesi untuk menjadi yang
terbaik. Mereka ingin merasa menjadi kuat dan dikenal oleh pemain lain, meskiun hal
tersebut berdampak terhadap kehidupan nyata mereka.
Young, K. (2009). Understanding Online Gaming Addiction and Treatment Issues for
Adolescents. The American Journal of Family Therapy, 37, 355-372.
Berdasarkan DSM-5 , internet gaming disorder merujuk pada penggunaan internet secara
berlebihan dan terus menerus di dalam permainan, dengan banyak pemain lain, yang
menyebabkan distress yang diindikasikan oleh 5 atau lebih kriteria selama masa 12 bulan.
Kriteris diagnostika tersebut antara lain keasyikan bermain game, tanda-tanda menarik diri,
toleransi (menghabiskan banyak waktu untuk bermain), kurang kontrol diri, kehilangan
ketertarikan, tetap menggunakan meskipun tahu dampak negatifnya, menipu, modifikasi mood,
dan kehilangan hubungan, perkerjaan, dan beberapa aspek penting dalam hidup. Lebih rinci
dijelaskan sebagai berikut:
a. Keasyikan dengan permainan internet. Individu berpikir tentang permainan sebelumnya
atau mengantisipasi permainan selanjutnya, internet gaming menjadi aktivitas utama sehari-
hari; Catatan: gangguan ini berbeda dengan internet gambling, yang masuk ke dalam
internet gambling disorder
b. Tanda-tanda menarik diri ketika internet gaming dijauhkan darinya. (tanda-tanda atau
simptom yang muncul seperti mudah marah, cemas, sedih, tetapi tidak ada tanda-tanda fisik
yang menunjukkan alergi obat);
c. Toleransi, kebutuhan untuk menambah jumlah waktu untuk bermaian internet gaming;
d. Usaha gagal untuk mengontrol keterlibatan diri di dalam internet gaming;
e. Kehilangan ketertarikan terhadap hobi dan kesenangan sebelumnya kecuali internet gaming;
f. Berkelanjutan secara berlebihan menggunakan internet gaming meskipun mengetahui
dampak psikososial yang ditimbulkan;
g. Berbohong terhadap keluarga, terapis menyangkut lamanya bermain internet gaming;
h. Menggunakan internet gaming untuk melarikan diri dari mood negatif (seperti merasa tidak
berdaya, bersalah, dan cemas);
i. Memiliki hubungan yang membahayakan atau hampir kehilangan, pekerjaan, atau
kesempatan karir karena keterlibatannya dalam internet gaming.
Catatan: diagnosa ini hanya berlaku untuk permainan internet yang bukan nongambling.
Penggunaan internet untuk keperluan aktivitas atau profesional bisnis juga tidak termasuk,
begitu pula dengan penggunaan internet untuk kebutuhan sosial (seperti facebook) atau
rekreasi, dan juga penggunaan situs seksual di internet (seperti mengunjungi situs porno) juga
tidak termasuk di dalam gangguan ini.
Internet gaming disorder dapat menjadi lebih ringan atau berat tergantung dari beratnya
gangguan terhadap aktivitas normal. Individu yang mengalami internet gaming disorder ringan
menunjukkan sedikit simptom dan hanya mengalami sedikit gangguan dalam kehidupannya.
Sedangkan yang mengalami gangguan berat, akan lebih banyak menghabiskan waktu berjam-
jam di depan komputer dan lebih banyak masalah di dalam hubungan nya dan kehilangan lebih
banyak kesempatan baik di karir atau pendidikan.
Internet gaming disorder kebanyakan berhubungan dengan permainan internet tertentu, tetapi
juga dapat menyangkut permainan non-internet computerized meskipun jarang ditemukan.
Semakin berkembangnya zaman makan akan semakin banyak jenis permainan yang
berkembang dan internet gaming disorder akan berkembangan menjadi berbagai macam jenis
tergantung jenis permainannya.
American Psychiatric Association. (2013). Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorders, Fifth Edition. London: American Psychiatric Publishing

2.4. Faktor yang memengaruhi terjadinya internet gaming disorder


2.4.1 Gender
Laki-laki dan perempuan sama-sama tertarik pada fantasi online game. Penelitian sebelumnya
menyatakan bahwa laki-laki memiliki risiko lebih besar kecanduan online game dibandingkan
perempuan.
Razieh, J., 2012. The Relationship between internet addiction and anxiety in the universities
students. Interdisciplinary Journal of Contemporary Research in Business, 4 (1): 942-949.
Menurut penelitian Muñoz-Miralles et al didapatkan Internet Gaming Disorder pada laki-laki
sebesar 10,6 %.
Muñoz-Miralles et al. The problematic use of Information and Communication in adolescents
by the cross sectional JOITIC study. BMC Pediatrics (2016) 16:140
2.4.2 Kurangnya kontrol dari orang tua
Kurangnya pengawasan dari orang tua akan memberi kebebasan untuk melakukan hal-hal yang
tidak baik, salah satunya bermain online game.
Young, K. (2009). Understanding Online Gaming Addiction and Treatment Issues for
Adolescents. The American Journal of Family Therapy, 37, 355-372.

2.5 Kriteria kecanduan Online game


Seseorang dapat dikategorikan kecanduan online game apabila rata-rata bermain online game
22,72 jam perminggu dan dapat bermain selama 10 jam tanpa henti.
Ariani, S., 2012. Hubungan kecanduan online game dengan depresi pada remaja laki-laki
pengunjung game centre di kelurahan Jebres (skripsi dipublikasikan). Surakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Sebelas Maret.
Aspek kecanduan game online sebenarnya hampir sama dengan jenis kecanduan yang lain,
akan tetapi kecanduan game online dimasukkan kedalam golongan kecanduan psikologis dan
bukan kecanduan fisik. Terdapat enam komponen yang dapat menentukan seseorang sudah
dapat dikatakan kecanduan. Komponen itu adalah sebagai berikut:
a. Salience (sesuatu yang penting)
Hal ini terjadi jika individu merasa bahwa penggunaan internet merupakan hal yang paling
penting dalam kehidupannya dan mendominasi pikirannya sehingga individu tersebut
menghabiskan waktunya untuk berpikir mengenai internet. Individu akan merasa bahawa ia
sangat membutuhkan internet.
b. Mood modification (perubahan suasana hati)
Dimana perasaan senang dan tenang (seperti menghilangkan stress) saat perilaku kecanduan
muncul apabila keterlibatannya yang tinggi pada saat menggunakan internet.
c. Tolerance (toleransi)
Hal ini merupakan proses dimana terjadi peningkatan jumlah penggunaan internet untuk
mendapatkan efek perubahan dari mood. Demi mencapai kepuasan, jumlah penggunaan
internet meningkat secara mencolok. Kepuasan yang diperoleh dalam menggunakan internet
secara terus-menerus dalam jumlah waktu yang sama akan menurun secara mencolok, dan
untuk memperoleh pengaruh yang sama kuatnya seperti sebelumnya, maka pemakaian secara
berangsur-angsur harus meningkatkan jumlah pemakaian agar tidak terjadi toleransi,
contohnya pemain tidak akan mendapatkan perasaan kegembiraan yang sama seperti jumlah
waktu pertama bermain sebelum mencapai waktu yang lama.
d. Withdrawal symptoms (penarikkan diri)
Perasaan tidak menyenangkan yang terjadi karena penggunaan internet dikurangi atau
dihentikan dan berpengaruh terhadap fisik (seperti pusing, insomnia) atau psikologis seseorang
(misalnya cemas dan mudah marah).
e. Conflict (konflik)
Hal ini mengarahkan pada konflik yang terjadi antara pengguna internet dengan lingkungan
sekitarnya (konflik interpersonal), konflik dalam tugas lainnya (pekerjaan, tugas, kehidupan
sosial, hobi) atau konflik yang terjadi dalam dirinya sendiri yang diakibatkan karena terlalu
banyak menghabiskan waktu bermain internet.
f. Relapse (kambuh kembali)
Hal ini merupakan keadaan dimana orang sebelum sembuh dari perilaku kecanduannya sudah
mengulangi kembali kebiasaannya.
Jadi ada enam komponen tersebut dapat menyatakan pemain game mengalami kecanduan, bila
pengguna memenuhi semua komponen yang ada yaitu sesuatu yang penting, perubahan
suasana hati, toleransi, penarikkan diri, konflik dam kambuh kembali.
Griffiths, M.D. & Davies M. N. O. (2005). Videogame addiction: Does it exist? Handbook of
computer game studies (pp. 359-368). Boston: MIT Press

2.6 Dampak Negatif Online game


Biasanya pemain yang sudah kecanduan online game mengalami gangguan pola tidur. Pemain
akan melewati batas waktu yang harus digunakan untuk tidur. Ada juga pemain yang
menggunakan pil kafein untuk tetap online pada kasus berat. Ini akan mengakibatkan keletihan
dan penurunan daya tahan tubuh. Waktu yang berlamaan bermain online game juga akan
membuat tubuh sedikit melakukan aktivitas atau gerak badan dan meningkatkan risiko carpal
tunnel syndrome, back strain, atau eyestrain. Selain berdampak terhadap kesehatan fisik,
kecanduan online game juga berdampak terhadap hubungan keluarga, penurunan akademis,
depresi dan kecemasan.
Balkan, Emre., 2012. The Relationship between internet addiction and psychological
symptoms. International Journal of Global Education, 1 (2) : 42-49.
Penurunan prestasi akademis juga adalah salah satu akibat dari kecanduan online game.
Rendahnya prestasi yang dimiliki mahasiswa yang kecanduan online game disebabkan oleh
lamanya waktu bermain sehingga menyita waktu untuk belajar, bolos kuliah. Adapun salah
satu komponen yang dapat menyatakan bahwa seseorang mengalami kecanduan online game
yaitu withdrawal symptoms. Withdrawal symptoms adalah perasaan tidak menyenangkan yang
terjadi karena penggunaan internet dikurangi atau tidak dilanjutkan dan berpengaruh pada fisik
(seperti pusing, insomnia) maupun psikis (seperti cemas, mudah marah). Konsentrasi
mahasiswa dalam belajar berkurang adalah salah satu withdrawal symptoms. Contohnya
adalah tubuh mahasiswa berada dalam ruang kuliah tetapi pikiran, rasa penasaran dan
keinginannya berada pada online game. Kurangnya konsentrasi belajar mahasiswa yang
kecanduan disebabkan oleh kurangnya jam tidur. Kekurangan jam tidur dapat menurunkan
konsentrasi di sekolah atau tempat kerja, menurunkan daya tahan tubuh sehingga rentan
terhadap penyakit. Seorang pecandu online game memiliki risiko mengalami kesedihan yang
lebih dalam 12,48 kali lebih tinggi dari pada yang bukan pecandu. Pecandu juga memiliki risiko
2,56 kali lebih tinggi lebih sensitif dari pada yang bukan pecandu. Selain itu, kecanduan online
game memiliki efek terhadap kesehatan psikis 3,23 kali lebih besar dan efek terhadap kesehatan
fisik 14,09 kali lebih besar dibanding yang bukan pecandu.
Achab et al., 2011. Massively multiplayer online Role-Playing Games: comparing
characteristics of addict vs non-addict online recruited gamers in a French adult population.
BMC Psychiatry 2011, 11: 144.

2.7 Masalah Mental Emosional Remaja


2.7.1 Pengertian Masalah Mental Emosional
Perkembangan mental emosional adalah suatu proses perkembangan seseorang dalam usaha
menyesuaikan diri dengan lingkungan dan pengalaman-pengalamannya. Masalah mental
emosional dapat didefinisikan sebagai sesuatu yang menghambat, merintangi, atau
mempersulit seseorang dalam usahanya menyesuaikan diri dengan lingkungan dan
pengalaman–pengalamannya.
Damayanti M. (2011). Masalah Mental Emosional pada Remaja : Deteksi dan Intervensi. Sari
Pediatri 13 (1) pp.hal.45-5.
Masalah mental emosional pada anak dibagi menjadi dua kategori yaitu internalisasi dan
eksternalisasi. Masalah emosional internalisasi termasuk gejala depresi, kecemasan, perilaku
menarik diri, dan digolongkan sebagai emosi yang menghukum diri seperti kesedihan, perasaan
bersalah, ketakutan dan kekhawatiran berlebih. Gejala emosional mempunyai konsekuensi
yang serius, misalnya, menghambat kesuksesan akademik dan hubungan dengan teman sebaya.
Gambaran masalah mental emosional eksternalisasi antara lain: temperamen sulit,
ketidakmampuan memecahkan masalah, gangguan perhatian, hiperaktivitas, perilaku
bertentangan (tidak suka ditegur/diberi masukan positif, tidak mau ikutaturan) dan perilaku
agresif. Keberadaan masalah-masalah tersebut pada usia muda diperkirakan akan
meningkatkan risiko kelainan fisik dan mental pada usia pertengahan. Oleh karena itu sangat
penting untuk dilakukan deteksi dan penanganan masalah emosional sedini mungkin.
Damayanti M. (2011). Masalah Mental Emosional pada Remaja : Deteksi dan Intervensi. Sari
Pediatri 13 (1) pp.hal.45-5.
2.7.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi masalah mental emosional
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi masalah mental dan emosional adalah faktor resiko
dan faktor protektif.
1. Faktor Resiko
Dapat bersifat individual, konstektual ( pengaruh lingkungan ), atau yang dihasilkan melalui
inetraksi antara individu dengan lingkungannya. Faktor risiko yang disertai kerentanan
psikososial, dan resilience pada seorang remaja akan memicu terjadinya gangguan emosi
dan perilaku yang khas pada seorang remaja. Adapun yang termasuk faktor risiko, adalah
sebagai berikut.
a. Faktor Individu
Faktor genetik/konstitusional, berbagai gangguan mental yang mempunyai latar
belakang genetik yang cukup nyata, seperti gangguan tingkah laku, gangguan
kepribadian, dan gangguan psikologik lainnya. Kurangnya kemampuan keterampilan
sosial seperti, menghadapi rasa takut, rendah diri, dan rasa tertekan.
b. Faktor Keluarga
Ketidakharmonisan antara orang tua, orang tua dengan penyalahgunaan zat dan
gangguan mental, pola asuh orang tua yang cenderung tidak empatik dan otoriter,
ketidakdisiplinan.
c. Faktor Sekolah
Bullying / peer victimization adalah bentuk perilaku pemaksaan atau usaha menyakiti
secara psikologik aupun fisik terhadap seseorang/sekelompok orang yang lebih lemah
oleh seseorang/sekelompok orang yang lebih kuat. Hazing adalah kegiatan yang
biasanya dilakukan oleh anggota kelompok “senior” kepada kelompok “junior”.
Bullying dan Hazing merupakan suatu tekanan yang cukup serius pada remaja karena
berdampak negatif terhadap perkembangan remaja. Prevalensi kedua kondisi di atas
diperkirakan sekitar 10 – 26%. Dalam penelitian tersebut dijumpai siswa yang
mengalami bullying menjadi tidak percaya diri, takut datang ke sekolah, kesulitan
berkonsentrai sehingga penurunan prestasi belajar. Bullying dan hazing yang terus
menerus dapat memicu terjadinya depresi dan usaha bunuh diri.
d. Faktor Peristiwa hidup
Kesulitan transisi sekolah, anggota keluarga yang meninggal, trauma emosional,
perceraian orang tua, penyakit kronik pada remaja.
e. Faktor Sosial
Diskriminasi, isolasi, masalah sosial ekonomi (kemiskinan, pengangguran), kurangnya
akses ke pelayanan sosial.
2. Protektif
Faktor protektif merupakan faktor yang memberikan penjelasan bahwa tidak semua remaja
yang mempunyai faktor risiko akan mengalami masalah perilaku atau emosi, atau
mengalami gangguan jiwa tertentu. Rutter menjelaskan bahwa faktor protektif merupakan
faktor yang memodifikasi, merubah, atau menjadikan respons seseorang menjadi lebih
kuat menghadapi berbagai macam tantangan yang datang dari lingkungannya. Faktor
protektif ini akan berinteraksi dengan faktor risiko dengan hasil akhir berupa terjadi atau
tidaknya masalah perilaku atau emosi, atau gangguan mental di kemudian hari. Adapun
termasuk faktor protektif, yaitu :
a. Faktor individu
Temperamen mudah, kemampuan sosial dan emosional yang baik, gaya hidup
optimistik.
b. Faktor Keluarga
Keharmonisan keluarga, dukungan keluarga, hubungan kekeluargaan yang tinggi.
c. Faktor Sekolah
Suasana sekolah yang kondusif atau positif sehingga menimbulkan rasa memiliki dan
hubungan yang baik dengan pihak sekolah.
d. Faktor Sosial
Berpartisipasi dalam organisasi, keamanan ekonomi, kekuatan sosial budaya.

2.7.3 Deteksi dini masalah mental emosional


Deteksi dini masalah mental emosional dapat dinilai atau diukur dengan berbagai macam
instrumen seperti Pediatric Symptom Checklist (PSC), CRAFFT, Child Behaviour Checklist
(CBC), Childrens’s Social Behaviour Questionaire (CSBQ), Computer Based Screening for
Adolescent, dan Strength Difficulties Quesioner (SDQ).
Satgas Remaja IDAI. Masalah Mental Emosional Remaja dalam Bunga Rampai Kesehatan
Remaja. Jakarta: Badan Penerbit Badan Ikatan Dokter Anak Indonesia 2010.
Instrumen SDQ yang akan digunakan pada penelitian ini merupakan kuesioner untuk skrinning
perilaku anak usia 3 – 16 tahun, yang praktis, ekonomis dan mudah digunakan. Kuesioner SDQ
self report bisa diisi sendiri, apabila anak tersebut berusia lebih dari 11 tahun. Untuk anak
berusia kurang dari 11 tahun dapat menggunakan SDQ Parent Report yang diisi oleh orang tua
dan SDQ Teacher Report yang diisi oleh guru.
Goodman R, Ford T, Simmons H, Gatward R, Meltzer H. Using The Strengths and Difficulties
Questionnaire (SDQ) to screen for child psychiatric disorder in community sample. Br J
Psychiatry. 2000;177.
2.7.3.1 Strengths and difficulties questionnaire (SDQ)
SDQ adalah kuesioner singkat yang terdiri dari 25 item yang meliputi 5subskala yaitu masalah
emosional, masalah perilaku, hiperaktif-inatensi, dan masalah dengan teman sebaya serta
perilaku prososial. Masing-masing bagian tersebut terdiri dari lima pertanyaan. Setiap
pertanyaan mengandung tiga jawaban, yaitu : tidak benar, agak benar, dan benar yang dapat
dipilih oleh pengisi kuesioner dengan cara memberi tanda rumput (✓) pada pernyataan yang
sesuai. Setelah kuesioner terisi, jawaban diberi skor sesuai kelompok bagiannya masingmasing
sesuai dengan nilai yang telah ditentukan. Interpretasi hasil yang didapatkan adalah : Normal,
Borderline, atau Abnormal.
Goodman R, Ford T, Simmons H, Gatward R, Meltzer H. Using The Strengths and Difficulties
Questionnaire (SDQ) to screen for child psychiatric disorder in community sample. Br J
Psychiatry. 2000;177.
Tabel 2.1 Intepretasi skor penilaian kuesioner SDQ

Manfaat SDQ sebagai penilaian klinis yaitu dapat digunakan pelayanan kesehatan dan
gangguan mental sebagai bagian untuk menilai gangguan pada anak dan remaja, hasilnya
mempengaruhi assesment yang dibuat dan menentukan tenaga profesional apa saja yang
terlibat untuk membantu memecahkan masalah. Manfaat lain adalah sebagai bahan untuk
evaluasi yang dilakukan sebelum dan sesudah intervensi, dan hasil pemeriksaan sensitif
terhadap perubahan yang terjadi akibat intervensi. SDQ dapat diterima di berbagai komunitas
sehingga digunakan sebagai pengambilan data masalah remaja. SDQ mempunyai sensitivitas
63,3% dan spesifitas 94,6% untuk mendeteksi gangguan psikiatrik pada komunitas sehingga
dapat digunakan sebagai alat bantu penelitian di bidang perkembangan,genetik, sosial, klinis,
dan pendidikan. Pada penelitian yang dilakukan Devi, didapatkan pravalensi sebesar 7,1%
dengan gangguan gejala emosional, 12,1 gangguan masalah prilaku, 5,1% gangguan
hiperaktivitas, 3% gangguan masalah antar sesama, dan 5,1% gangguan pro sosial. Putri Devi.
Hubungan Tingkat Kecanduan Gadget dengan Gangguan Emosi dan Perilaku Remaja Usia 11-
12 Tahun. Jurnal Kedokteran Diponegoro. Volume 6, Nomor 2, April 2017 Penilaian SDQ dan
alat skrining lain seperti CBC mempunyai korelasi yang baik dalam membedakan sampel yang
berasal dari komunitas atau klinik dan dapat digunakan sebagai penilaian untuk menyingkirkan
gangguan psikiatri anak usia 4 – 16 tahun.
Dibandingkan dengan CBC, SDQ dapat diselesaikan dalam waktu yang lebih cepat. SDQ juga
lebih baik dalam mendeteksi adanya gangguan hiperaktivitas, inatensi, mengenali masalah
internalisasi dan eksternalisasi, pemeriksaan tepat waktu dapat menjadi dasar untuk intervensi
yang efektif sebelum penyimpangan awal menjadi perilaku maladaptif yang menetap.
Goodman R, Ford T, Simmons H, Gatward R, Meltzer H. Using The Strengths and Difficulties
Questionnaire (SDQ) to screen for child psychiatric disorder in community sample. Br J
Psychiatry. 2000;177.

2.8 Remaja
Masa remaja adalah suatu fase tumbuh kembang yang dinamis dalam kehidupan seorang
individu. Masa yang merupakan periode transisi dari masa anak ke dewasa ini ditandai dengan
percepatan perkembangan fisik, mental, emosional, sosial dan berlangsung pada dekade kedua
masa kehidupan. WHO mendefinisikan remaja merupakan anak usia 10 – 19 tahun. Undang-
Undang No. 4 tahun 1979 mengenai kesejahteraan anak mengatakan remaja adalah individu
yang belum mencapai umur 21 tahun dan belum menikah. Menurut Undang-Undang
Perburuhan, remaja adalah anak yang telah mencapai umur 16-18 tahun atau sudah menikah
dan mempunyai tempat tinggal sendiri. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menganggap
remaja jika sudah berusia 18 tahun yang sesuai dengan saat lulus dari sekolah menengah.
Menurut Undang-Undang Perkawinan No.1 tahun 1974, anak dianggap remaja bila sudah
cukup matang untuk menikah yaitu umur 16 tahun untuk anak perempuan dan 19 tahun unuk
anak laki-laki. Menurut Hurlock remaja adalah anak dalam rentang usia 12-18 tahun.
Berdasarkan batasan yang telah dikemukakan rentang usia remaja sangat bervariasi, akan tetapi
awal dari masa remaja relatif sama sedangkan masa berakhirnya masa remaja lebih bervariasi.
WHO. Adolescent development [Internet]. 2011 [cited 2016 Jan 3]. Available from:
www.who.int/maternal_child_adolescent/topics/adolescence/dev/en/
Soetjiningsih. Pertumbuhan Somatik pada Remaja. In: Tumbuh Kembang Remaja dan
Permasalahannya. Jakarta: Sagung Seto; 2007. p. 1–38.

2.9. Pengaruh Adiksi Game Online Terhadap Masalah Mental Emosional Remaja
Ketertarikan remaja yang berlebihan terhadap game online yang berakibat kepada kacanduan
atau adiksi akan berdampak pada masalah mental emosional. Permainan game online yang
marak di kalangan remaja seperti counter strike, call of duty, point blank, quake, blood, golden
eye 007, unreal tournament dan system shock. Kemudahan mengakses game online dengan
fasilitas menarik yang ditawarkannya serta pengaruh dari teman akan membuat remaja
semakin tertarik bermain game online. Menurut Young siswa-siswi yang sering memainkan
suatu game online, akan menyebabkan ia menjadi ketagihan atau kecanduan. Young, K.
(2009). Understanding Online Gaming Addiction and Treatment Issues for Adolescents. The
American Journal of Family Therapy, 37: 355-372. Remaja yang memperlihatkan gejala
kecanduan game online yang mengarah pada perilaku patologis diantaranya adalah masalah
mental emosional. Gentile D.(2009). Pathological Video-Game Use Among Youth Age
8 to 18. Psychological Science. Game secara otomatis tidak menyebab suatu adiksi.
Disebutkan bahwa ternyata kebanyakan orang yang terlibat dalam game tidak dapat menjaga
dan kehilangan perspektif dan keseimbangan yang seharusnya dapat ia kendalikan. Misalnya
dalam kehidupan pekerjaan, sekolah keluarga, sosial dan game yang ia mainkan. Masalah fisik
dan mental yang kemudian dapat muncul akan makin memperparah ketidak seimbangan ini.
Adiksi game online dapat menyebabkan distorsi waktu, kurang perhatian, hiperaktif, tindakan
kekerasan, emosi negatif, dan perilaku agresif. Christian, Christoph, Mehmet B. H., & Tuncay
A. (2014). Computer Game Addiction in Adolescents and Its Relationship to Chronotype and
Personality. SAGE Open January-March 2014: 1 –9. Ketagihan memainkan game online juga
akan berdampak buruk, terutama dari psikis, segi akademik dan sosialnya. Secara psikis,
pikiran jadi terus menerus memikirkan game yang sedang dimainkan sehingga siswa-siswi
menjadi sulit berkonsentrasi terhadap pelajaran dan sering bolos. Selain itu, menurut Young
game online dapat membuat pecandunya jadi cuek, acuh tak acuh, kurang peduli terhadap hal-
hal yang terjadi di lingkungan sekitar seperti pada keluarga, teman dan orang-orang terdekat.
Young, K. (2009). Understanding Online Gaming Addiction and Treatment Issues for
Adolescents. The American Journal of Family Therapy, 37: 355-372.

Studi pencitraan neurologis atau neuroimaging dapat membedakan area otak tertentu yang
terlibat dan diperlukan dalam pemeliharaan dari adiksi. Pada otak tertentu yang terlibat dan
diperlukan dalam pemeliharaan dari adiksi. Pada tingkat molekuler, adiksi internet memiliki
gambaran defisiensi pada sistem reward dengan menunjukan aktivitas dopamin yang rendah
pada sistem reward di mesokortikolimbik. Pada tingkat sirkuit neuron, game addiction
menyebabkan neuroadaptasi dan perubahan struktural. Neuroadaptasi dilakukan untuk
menyesuaikan dengan perubahan struktural. Biasanya pada otak seorang internet atau game
addiction didapatkan integrasi sensorimotor dan persepsi yang lebih baik. Perubahan struktural
didapati pada serebelum, batang otak, girus singulata kanan, bilateral parahipokampus, lobus
frontal kanan, girus frontal superior kiri, girus temporal inferior kanan dan superior kiri, serta
girus temporal tengah. Perubahan ini menyebabkan peningkatan aktivitas pada area otak yang
terkait dengan adiksi. Juga didapati jumlah area putih dan area abu-abu yang berubah
dibeberapa area otak. Perubahan pada volume striatum menunjukan perubahan pada sistem
reward. Perubahan pada nukleus accumbens dapat mempengaruhi fungsi kognitif, kontrol
motorik, dan motivasi. Perubahan pada kortek orbitofrontal mempengaruhi pemrosesan
emosi,craving,proses pengambilan keputusan yang maladaptif, dan prilaku kompulsif. Kuhn
S, Romanowski A, Schilling C, Lorenz R, Morsen C, Seiferth N, et al. 2011. The neural basis
of vidio gaming. Translational Psychiatry, 1:e53

Kecanduan internet game online dapat mempengaruhi aspek sosial dalam menjalani
kehidupan sehari-hari mulai dari kualitas berinteraksi dengan orangorang terdekat,
pencitraan diri hingga perubahan perilaku individunya. Karena banyaknya waktu yang
dihabiskan di dunia maya menyebabkan siswa-siswi kurang berinteraksi dengan orang lain
dalam dunia nyata. Hal ini terjadi dikarenakan siswa-siswi hanya terbiasa berinteraksi
satu arah dengan komputer membuat perilaku siswa-siswi jadi tertutup, sulit
mengekspresikan diri ketika berada di lingkungan nyata. Kecanduan game online dapat
menyebabkan perubahan pola pikir dan perilaku pada individu tersebut. Hal ini sesuai
dengan teori yang dikemukakan oleh Santrock yang mengatakan bahwa dalam
perkembangannya siswa-siswi khususnya remaja antara usia 11 sampai 15 tahundalam
perkembangannya mengalami perubahan mengenai pola pemikirannya. Dalam usia ini
remaja dapat melakukan pemikiran operasional formal yang lebih abstrak, idealis, dan logis
daripada pemikiran operasional konkret. Remaja terdorong untuk memahami dunianya
karena tindakan yang dilakukannya dan penyesuaian diri biologis. Secara lebih nyata
mereka mengaitkan suatu gagasan dengan gagasan lain. Mereka bukan hanya
mengorganisasikan pengamatan dan pengalaman akan tetapi juga menyesuaikan cara
berfikir mereka untuk menyertakan gagasan baru karena informasi tambahan membuat
pemahaman lebih mendalam. Pada transisi sosial ini remaja mengalami perubahan dalam
hubungan individu dengan manusia lain yaitu dalam emosi, dalam kepribadian, dan dalam
peran dari konteks sosial dalam perkembangan, seperti m embantah orang tua, serangan
agresif terhadap teman sebaya, perkembangan sikap asertif, kebahagiaan remaja dalam
peristiwa tertentu serta peran gender dalam masyarakat merefleksikan peran proses sosial
emosional dalam perkembangannya yang mempengaruhi kecerdasan emosi pada remaja
tersebut. Santrock, J.W. (2007). REMAJA. Jakarta: Erlangga. Selain itu, proses pembentukan
karakter dan kepribadian remaja pun dipengaruhi oleh jenis informasi yang diterima alam
bawah sadarnya. Jika remaja mendapatkan informasi positif, maka informasi positif tersebut
akan tersimpan dalam memori permanennya. Jadi, semakin adiksi seorang remaja bermain
game online maka tingkat masalah mental emosional akan cenderung tinggi. Adiksi game
online pada masa remaja, dapat secara serius mengganggu atau merusak perkembangan
normal. Oleh karena itu, kecanduan game bukan lagi masalah individu, keluarga, atau sekolah,
namun merupakan masalah sosial yang serius yang harus ditangani secara kolaboratif. Salah
satu penanganan terhadap adiksi game online yang berdampak pada masalah mental emosional
yaitu dengan pemberian layanan responsif. Sukkyung Y., Euikyung K., & Donguk L. (2017)
Virtually Real: Exploring Avatar Identification in Game Addiction Among Massively
Multiplayer Online Role-Playing Games (MMORPG) Players. Games and Culture, Vol. 12(1)
56-71.

2.2 Kerangka Teori

Perubahan Internet Gaming


Struktural Otak Disorder

Terjadi
peningkatan
aktifitas area
putih dan abu-
abu Masalah Mental
Emosional

Perubahan pada
volume striatum

Perubahan sistem Perubahan pada


reward kortek orbitofrontal
2.3. Kerangka Konsep

Masalah Mental
Emosional :
1. Gejala emosional
Internet Gaming 2. Masalah perilaku
Disorder 3. Hiperaktivitas
4. Masalah
hubungan antar
sesama
5. Perilaku prososial.

1. Usia
2. Jenis Kelamin
3. Sosial Ekonomi Keluarga

Anda mungkin juga menyukai