Anda di halaman 1dari 29

ASUHAN KEPERAWATAN SEHAT USIA SEKOLAH DAN REMAJA

MAKALAH

oleh

Kelompok 5

Moh. Selfis Haqiqi NIM 152310101031

Yeti Novitasari NIM 162310101193

Mariatul Rochmawati Nuris Wahyuni NIM 162310101224

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS JEMBER

2018

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat, karunia, serta
taufik dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas makalah dengan judul
“Asuhan Keperawatan Sehat Usia Sekolah Dan Remaja” pada Mata Kuliah
Keperawatan Jiwa dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya. Dan
juga kami berterima kasih pada Ns Emi Wuri Wuryaningsih, M.Kep., Sp.Kep.J
selaku Penanggung Jawab Mata Kuliah Keperawatan Jiwa serta kepada semua
pihak yang secara tidak langsung ikut serta membantu dalam menyelesaikan tugas
ini.
Penulis berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan mengenai konsep dasar serta asuhan keperawatan
kesehatan jiwa pada tahap perkembangan usia sekolah dan remaja. Penulis juga
menyadari bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata
sempurna. Oleh sebab itu, penulis berharap adanya kritik, saran dan usulan demi
perbaikan makalah yang telah penulis buat di masa yang akan datang.

Jember, 15 Maret 2018

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR .....................................................................................i
DAFTAR ISI ...................................................................................................ii
BAB 1. PENDAHULUAN ............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .......................................................................... 2
1.3 Tujuan .............................................................................................. 2
1.4 Peran Perawat ................................................................................ 2
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 3
2.1 Konsep Kesehatan Jiwa ................................................................. 3
2.2 Konsep Tumbuh Kembang ............................................................ 3
2.3 Konsep Kesehatan Jiwa Usia Sekolah dan Remaja .................... 5
2.3.1 Konsep Kesehatan Jiwa Usia Sekolah................................... 6
2.3.2 Konsep Kesehatan Jiwa Remaja............................................ 8
2.4 Indikator Kesehatan Usia Sekolah dan Remaja.......................... 10

BAB 3. ASUHAN KEPERAWATAN ............................................................ 15


3.1 Asuhan Keperawatan Usia Sekolah................................................ 15
3.1.1 Pengkajian................................................................................ 15
3.1.2 Diagnosa, Intervensi, Implementasi dan Evaluasi................... 17
3.2 Asuhan Keperawatan Usia Sekolah................................................ 19
3.2.1 Pengkajian................................................................................ 19
3.2.2 Diagnosa, Intervensi, Implementasi dan Evaluasi.................. 23
BAB 4. PENUTUP .........................................................................................
4.1 Kesimpulan .....................................................................................
4.2 Saran ................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................

iii
Bab 1. Pendahuluan

1.1 Latar Belakang


Pertumbuhan dan perkembangan manusia menjadi transisi terstruktur dalam
masa hidupnya. Usia sekolah adalah salah satu transisi dari masa kanak-kanak
yang sebagian besar waktunya hanya bermain dan bersosialisasi dalam lingkup
keluarga menuju tahap dimana anak mulai mengembangkan keterampilan fisik,
kognitif dan psikososialnya. Perkembangan kognitif anak usia sekolah dimulai
sejak tahap prasekolah, ketika anak mulai meningkatkan kemampuan sosialnya
untuk menghadapi pendidikan formal dan lingkungan yang baru. Tahap ini
memungkinkan terjadinya krisis pada hubungan anak dengan keluarga, teman
sebaya dan dirinya sendiri yang berkaitan dengan tanggungjawab serta standar
baru yang harus dipenuhinya. Sehingga dengan kondisi tersebut, anak usia
sekolah harus dapat beradaptasi dan mengatasi masalah yang muncul untuk
menyelesaikan tugas pada tahap pertumbuhan dan perkembangannya (Potter &
Perry, 2005).
Setelah anak mampu mengatasi tantangan tumbuh kembang pada usia sekolah,
ia akan menjalankan tugas berikutnya pada usia remaja. Usia remaja menjadi
tahap menuju kekedewasaan, dimana pada tahap ini remaja akan mengalami
kebimbangan, kekacauan serta pencarian jati diri. Kebimbangan berkaitan dengan
tekanan emosional sebagai hasil dari kematangan hormon pada diri remaja. Selain
itu, hormon yang dimaksud juga mempengaruhi citra diri serta pola pikir remaja
untuk menghadapi konflik. Kemampuan remaja untuk menggunaan koping akan
membantu proses adaptasi dan pemikiran yang logis akan menyelesaikan masalah
yang dihadapinya. Keterampilan remaja dalam bersosialisasi akan meningkat dan
mempengaruhi hubungannya dengan keluarga maupun teman sebaya. Konflik
yang dialami remaja akan mengarahkannya menuju kemandirian dan menanggung
konsekuensi dari pilihan tindakan yang diambilnya. Sehingga, hal ini memberikan
celah terhadap krisis dan beban kompleks terhadap psikis remaja yang berkaitan
dengan hubungan psikososialnya (Stuart, 2013).
Pada setiap transisi memiliki celah untuk masalah psikiatri, pada anak usia
sekolah dan remaja depresi dan ansietas menjadi masalah utama disamping
masalah psikis lainnya (Davies, 2009). Suatu penelitian menyatakan sekitar
41,3%-45,9% mengalami ansietas dan kesepian (Mubasyiroh, dkk, 2017) dan
sekitar 20% berusaha untuk mengakhiri hidupnya. Usia sekolah cenderung
memiliki masalah yang berkaitan dengan kognitifnya untuk memenuhi tuntutan
pendidikan, termasuk retardasi mental, gangguan belajar, kerusakan sensasi dan
malnutrisi. Sedangkan usia remaja menitikberatkan pada masalah sosial yang
memicu berbagai masalah kesehatan termasuk penyalahgunaan obat untuk
membela dirinya dari masalah, dan usaha bunuh diri yang diawali dari depresi

1
serta isolasi sosial akibat pencapaian sosial yang tidak diperolehnya (Potter &
Perry, 2005). Hal ini memicu terjadinya gangguan pada kesehatan mental yang
akan berdampak pada aspek kesehatan lainnya.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana asuhan keperawatan yang sesuai untuk meningkatkan kesehatan
pada usia sekolah dan usia remaja ?

1.3 Tujuan
Untuk mengetahui asuhan keperawatan yang sesuai untuk meningkatkan
kesehatan pada usia sekolah dan usia remaja

1.4 Peran Perawat


Perawat ikut andil dalam peningkatan kesehatan klien sesuai tahap
perkembangannya sebagai pemberi asuhan keperawatan untuk membantu anak
usia sekolah dan remaja mencapai dan memenuhi tugas tumbuh kembangnya.
Kemudian perawat akan membantu orang tua untuk mengidentifikasi masalah
yang mungkin muncul dan membuat intervensi untuk meminimalkan resiko.
Perawat sebagai konsultan untuk membantu mengatasi masalah klien dan
merangsang klien untuk mengembangkan kopingnya. Serta perawat akan
memberikan pendidikan terkait dengan tindakan beresiko yang mungkin dihadapi
klien. Selain itu, perawat akan menjalankan peran dan fungsinya yang lain dalam
asuhan keperawatan yang terstruktur dan terorganisir.

Bab 2. Tinjauan Pustaka

2
2.1 Konsep Kesehatan Jiwa

Menurut undang-undang no.18 tahun 2014 pasal 1 ayat 1, kesehatan jiwa


adalah keadaan seorang individu yang dapat berkembang secara fisik, mental,
spiritual, dan sosial sehingga seorang individu dapat menyadari kemampuan yang
dimiliki, dapat mengatasi tekanan, dapat bekerja secara produktif, serta dapat
berkontribusi nyata untuk komunitasnya.Karl Menninger mengatakan bahwa
orang dengan sehat jiwa adalah orang yang memiliki kemampuan untuk
menyesuaikan diri pada lingkungan, serta berintegrasi dan berinteraksi dengan
baik, tepat dan bahagia. Menurut WHO (2014), kesehatan jiwa merupakan
keadaan dimana seorang individu mampu menyadari potensi dirinya, dapat
mengatasi tekanan hidup yang normal, dapat bekerja secara produktif, bermanfaat,
dan dapat memberikan kontribusi kepada masyarakat atau lingkungan sosialnya.

WHO (2008) dalam Yusuf (2015) menjabarkan kriteria orang dengan sehat jiwa
adalah orang yang dapat melakukan hal berikut :

a. menyesuaikan diri secara konstruktif pada kenyataan, meskipun


kenyataan tersebut buruk

b. merasa bebas secara relatif dari ketegangan dan kecemasan

c. memperoleh kepuasan dari usahanya dan perjuangan hidup

d. merasa puas untuk memberi daripada menerima

e. berhubungan dengan orang lain secara tolong-menolong dan saling


memuaskan

f. mempunyai daya kasih sayang besar

g. menerima kekecewaan untuk digunakan sebagai pelajaran di kemudian


hari

h. mengarahkan rasa permusuhan dengan cara penyelesaian yang kreatif


dan konstruktif .

2.2 Konsep Tumbuh Kembang

Pertumbuhan dan perkembangan merupakan suatu proses dinamis


sepanjang hayat manusia yang meliputi peningkatan ukuran tubuh bersifat
kuantitatif (tumbuh) dan peningkatan fungsi psikososial, kognitif serta moral yang
bersifat kualitatif (perkembangan). Jika pertumbuhan ditandai dengan perubahan

3
fisik maka perkembangan ditandai dengan perubahan psikofisis yang dipegaruhi
oleh faktor lingkungan dan proses belajar menuju kekedewasaan. Pertumbuhan
manusia memiliki karakteristik pada setiap tahapannya namun terbatas oleh usia
yang kemudian akan mengalami degenerasi. Sedangkan perkembangan memiliki
tahapan dan juga tugas atau capaian psikofisis yang harus dituntaskan pada setiap
rentang usia. Secara umum, tahapan perkembangan manusia terbagi menjadi 6
tahap, yakni: fase prenatal; fase bayi (0-2 tahun); fase anak-anak (2-12 tahun);
fase remaja (13-20 tahun) yang terbagi menjadi tiga tahap yaitu remaja awal (13-
15 tahun), remaja tengah (16-18 tahun), remaja akhir (19-20 tahun); fase dewasa
(21-60 tahun) yang terbagi menjadi 3 bagian yaitu dewasa awal (21-35 tahun),
dewasa tengah (36-50 tahun), dewasa akhir (51-60 tahun); dan fase lanjut usia
(>61 tahun) (Saam & Sri, 2013).

Sepanjang hayatnya manusia akan mendapatkan tugas perkembangan yang


sesuai dengan fase kehidupannya. Dengan adanya karakteristik dari setiap capaian
tugas perkembangan akan memberikan peluang pada petugas kesehatan terutama
perawat untuk mengontrol tugas yang sudah maupun belum tertuntaskan,
sehingga akan lebih mudah dalam perencanaan peningkatan kesehatan sesuai
dengan tahap perkembangannya. Karakteristik dari setiap tahapan dapat
dipandang dari berbagai sudut yang berdasarkan beberapa teori yang telah
dikemukakan oleh Jean Piaget (Perkembangan Kognitif), Lawrence Kohlberg
(Perkembangan Moral), Fowler (Spiritual), Sigmund Freud (Psikoseksual), dan
Erick H. Erickson (Perkembangan Psikososial). Secara umum, Jean Piaget
mengembangkan pengkajiannya dalam 5 tahap besar dengan 6 tahap percabangan
di tahap awal, yakni : Fase sensorimotori (0-2 tahun) yang dibagi menjadi 6 tahap
yaitu Tahap 1 Penggunaan Refleks (0-1 bulan), Tahap 2 Reaksi Sirkuler Primer (1-
4 bulan), Tahap 3 Reaksi Sirkuler dan Sekunder (4-8 bulan), Tahap 4 Koordinasi
Skema Sekunder (8-12 bulan), Tahap 5 Reaksi Sirkuler Tersier (12-18 bulan),
Tahap 6 Penemuan Arti yang Baru (18-24 bulan); Fase Prakonseptual (2-4 tahun);
Fase Pemikiran Intuitif (4-7 tahun); Fase Operasi Konkret (7-11 tahun); Fase
Operasi Formal (11-15 tahun).

Selain Jean Piaget, empat tokoh lainnya, secara umum memaparkan


konsepnya sebagai berikut : Lawrence Kohlberg datang dengan teori
perkembangan moral yang menjadi pengembangan dari teori Piaget, membahas
tiga tahapan dalam perkembangan yang mana tiap fase memiliki dua sub tahapan
yakni Fase Pra Konvensional yang berfokus pada egosentris, Tahap 1 Orientasi
Hukuman dan Kepatuhan (Toodler-7 tahun) dan Tahap 2 Orientasi Relativitas
Instrumental (Pra sekolah-usia sekolah); Fase Konvensional berfokus pada
hubungan sosial, Tahap 1 Orientasi Persetujuan Interpersonal dan Tahap 2
Orientasi Hukum dan Tata Tertib (Remaja dan dewasa); Fase Pasca Konvensional

4
yang bersifat menyeluruh, Tahap 1 Orientasi Legalistik Kontrak Sosial dan Tahap
2 Orientasi Prinsip Etis Universal (Usia pertengahan-lansia). Konsep
perkembangan spiritual oleh Fowler yang terdiri tahapan mitos-fakta, tahapan
tersebut dibagi 6 tahap yakni : Tahap 0 Tidak Terdiferensiasi (0-3 tahun); Tahap 1
Intuitif-Proyektif (4-6 tahun); Tahap 2 Mitos-Fakta (7-12 tahun); Tahap 3 Sintetik-
Konvensional (Remaja atau dewasa); Tahap 4 Individualisasi-Reflektif (>18
tahun); Tahap 5 Pardoksial-Konsolidatif (>30 tahun); dan Tahap 6 Universalizing.
Dua teori berikutnya berkaitan dengan perkembangan psikoseksual dan
psikososial, teori psikoseksual dibahas oleh Sigmund Freud yang
mengelompokkan perkembangan manusia ke dalam lima kelompok besar, yakni:
Fase Oral-Sensori (0-1 tahun); Fase Anal-Muskular (1-3 tahun); Fase Falik (3-6
tahun); Fase Laten (6-12 tahun); dan Fase Genital (>12 tahun). Konsep teori
Psikososial oleh Erik H. Erickson membahas mengenai hubungan manusia dengan
sosialnya sepanjang kehidupannya, Erickson membaginya dalam delapan tahapan
yakni: Trust vs Mistrust (0-18 bulan); Autonomy vs Shame and Doubt (18 bulan-3
tahun); Initiative vs Guilt (3-6 tahun); Industry vs Inferiority (6-12 tahun); Identity
vs Role Confussion (12-18 tahun); Intimacy vs Isolation (18-25 tahun);
Generativity vs Stagnation (25-65 tahun); dan Integriry vs Despair (>65 tahun)
(Sarayati, 2016).

2.3 Konsep Kesehatan Jiwa Usia Sekolah dan Remaja

Sesuai dengan pasal 131 ayat (2) mengenai upaya pemeliharaan kesehatan
jiwa pada anak dilakukan sejak anak masih dalam kandungan, dilahirkan, setelah
dilahirkan, kemudian pada anak pra-sekolah sampai berusia 18 (delapan belas)
tahun, setelah anak sudah beranjak dewasa baru anak tersebut mulai melakukan
imitasi dari orang terdekatnya, mengintegrasikan pola perilaku sebelumnya
menjadi perilaku baru yang lebih baik. Kemudian perkembangan bahasa yang
menjadi pengembangan kemampuan kognitif yang dimulai dengan intepretasi
kalimat baru yang diinduksi oleh kognitif untuk diverbalisasikan dan
dibandingkan dengan realitas yang dihadapinya. Perkembangan kognitif
dilengkapi dengan perkembangan moral yang dijelaskan pada teori dari Sigmund
Freud, Jean Piaget, dan Kohlberg.

Selain itu, setelah usia remaja harus siap dalam menghadapi rintangan
terutama harus dapat mengendalikan suatu masalah dalam keadaan yang
mendesak baik dalam segi kesehatan ,segi ekonomi dan lain-lainya supaya tidak
mempengaruhi serta menganggu kondisi kesehatan jiwanya tersebut, seperti yang
sudah dicantumkan dalam pasal 136 ayat(1) upaya pemeliharaan kesehatan harus
ditujukan untuk menjadi orang dewasa yang sehat dan produktif ,baik sosial

5
maupun ekonomi harus mampu mengendalikan ego yang menjadi jembatan dari
psikoanalisis yang menitikberatkan pada ego atau diri sendiri sebagai unsur yang
mandiri.

Kesehatan jiwa dipandang dari berbagai sudut secara holistik dengan


memadupadankan teori dengan realitas yang ada untuk menentukan intervensi
yang sesuai. Namun, kompetensi ego dipandang sebagai pendekatan yang sesuai
dengan 9 kompetensi yang harus dipenuhi, yakni :

1. menjalin hubungan dekat yang penuh rasa percaya;

2. mengatasi perpisahan dan membuat keputusan yang mandiri;

3. membuat keputusan dan mengatasi konflik interpersonal secara bersama;

4. mengatasi frustasi dan kejadian yang tidak menyenangkan;

5. menyatakan perasaan senang dan merasakan kesenangan;

6. mengatasi penundaan kepuasan;

7. bersantai dan bermain;

8. proses kognitif melalui kata-kata, simbol dan citra (image);

9. membina perasaan adaptif terhadap arah dan tujuan.

2.3.1 Konsep Kesehatan Jiwa Usia Sekolah

a. Teori Perkembangan Kognitif Piaget


Teori Perkembangan Kognitif Piaget dibagi menjadi 4 tahap:
1. Tahap Sensorimotor (0-2 tahun)
2. Tahap Pemikiran Pra-Operasional (2-7 tahun)
3. Tahap Operasi Berfikir Kongkret (7-11 tahun)
4. Tahap Operasi Berfikir Formal (11-dewasa)
Tahap operasi berfikir formal merupakan tahap terakhir perkembangan
kognitif dalam teori Piaget. Tahap ini berlangsung pada usia 11 tahum
(saat pubertas) dan terus berlanjut hingga dewasa. Ciri pada tahap ini
adalah diperolehnya kemampuan untuk berpikir secara abstrak, menalar
secara logis, dan menarik kesimpulan dari informasi yang tersedia.
Seseorang pada tahap ini dapat memahami hal-hal seperti cinta, bukti

6
logis, dan nilai. Tahap ini muncul saat pubertas (saat terjadi berbagai
perubahan besar lainnya), menandai masuknya ke dunia dewasa seacar
fisiologis, kognitif, penalaran moral, perkembangan psikoseksual, dan
perkembangan sosial. Apabila seorang tidak sepenuhnya mencapai
perkembangan sampai tahap ini, maka ia tidak mempunyai ketrampilan
berpikir sebagai orang dewasa dan tetap menggunakan penalaran dari
tahap operasi berpikir konkrit (Yudrik, 2011).

b. Teori Sigmund Freud


Menurut Sunaryo (2010), Freud membagi perkembangan anak menjadi 4 fase
yang dikaitkan dengan dinamika perkembangan dan sebelum memasuki fase
maturitas. Empat fase tersebut diantaranya:
1. Fase Pragenital, pada fase ini dimulai sejak lahir hingga berumur kira-kira 5
tahun.
2. Fase Laten, fase ini dimulai dari umur 6 hingga 12-13 tahun. Laten berarti
terpendan dan tersembunyi. Pada fase ini, impuls cenderung dalam keadaan
terpendam atau tersembunyi sehingga anak lebih mudah untuk dididik. Fase
laten ini merupakan fase integritas dimana anak harus berhadapan dengan
berbagai tuntutan sosial, misalnya pelajaran sekolah, hubungan kelompok
sebaya, nilai konsep, moral dan etika, serta hubungan dengan dunia dewasa.
3. Fase Remaja atau fase pubertas, pada fase ini berlangsung dari umur 12-13
tahun hingga 20 tahun.
4. Fase Genital

c. Teori Eric H. Erickson


Menurut Ericson, tahap perkembangan kepribadian dibagi menjad 8 fase,
yaitu:
1. Fase Trust vs Mistrust ( Infancy (0-1 thn))
2. Fase Otonomy vs shame and doubt (Early childhood (1-3 thn))
3. Fase Inisiatif vs rasa bersalah (Preschool age (4-5 thn))
4. Fase Industry vs Inferiority (School age (6-11 thn))
Usia sekolah berlangsung pada usia 6 tahun hingga 11 tahun. Industry
berarti berkarya, sedangkan inferioity berarti rasa rendah diri. Fase ini
sejajar dengan fase Laten dalam teori Freud. Tahap ini, anak mulai

7
memasuki pendidikan formal dan berusaha merebut perhatian serta
penghargaan atas karyanya. Hal yang sangat penting untuk diketahui pada
tahap ini yaitu anak akan mulai belajar menyelesaikan tugas yang
diberikan guru atau orang lain, timbul rasa tanggung jawab, senang
belajar bersama, dan timbul rasa rendah diri apabila dirinya kurang mampu
dibanding temannya (Sunaryo, 2010).
5. Fase Identitas vs kekacauan identitas (Adolescence (12-10 thn))
6. Fase Keintiman vs Isolasi (Young adulthood ( 21-40 thn))
7. Fase Generativity vs Stagnation Adulthood (41-65 thn))
8. Fase Integritas vs keputusasaan (Senescence (+65 thn))

2.3.2 Konsep Kesehatan Jiwa Remaja

Adolesence atau remaja merupakan suatu masa transisi menuju


kekedewasaan yang ditandai dengan perubahan fisik, emosi dan sosialnya yang
semakin matur. Dalam konsep pertumbuhan dan perkembangannya, masa remaja
terjadi pada rentang usia 12-18/20 tahun. Namun, pada beberapa literatur rentang
tersebut dimulai dari usia 10-20 tahun. Behrman, Kliegman & Jenson (2004)
membagi masa remaja dalam tiga tahapan kehidupan, yakni early adolesence (10-
13 tahun); middle adolesence (14-16 tahun); dan late adolesence (17-20 tahun).
Menurut Sarwono (2006), tiga fase remaja tersebut dijabar sebagai berikut:

a. Remaja Awal (Early Adolesence), merupakan masa keheranan pada awal


transisi usia 10-12 tahun karena terjadi perubahan pada aspek fisik dan psikologis
yang berjalan beriringan. Dampak dari perubahan drastis ini mendorong remaja
untuk memperluas pemikirannya yang sering kali absurd dan masih berorientasi
pada egoisme, sehingga sulit di mengerti.

b. Remaja Madya (Middle Adolesence), remaja (13-15 tahun) mengembangkan


kemampuan sosialnya dan sifat "narastic" atau mencintai diri sendiri dan
cenderung pada teman sebaya yang memiliki tipikal yang sama dengan dirinya.
Selain itu, remaja memiliki kebingungan untuk menetapkan pilihannya

c. Remaja Akhir (Late Adolesence), merupakan masa peleburan (16-19 tahun) dari
fase anak-remaja menuju maturasi yang ditandai dengan lima pencapaian, yakni :

1. Meningkatnya minat terhadap intelektualitas

2. Ego remaja merujuk pada interaksi dengan lingkungan sosialnya untuk


mendapatkan pengalaman baru

8
3. Identitas seksual yang jelas

4. Sikap egosentris tergantikan dengan keseimbangan sosial dengan orang


lain

5. Terdapat penyekat antara dirinya dengan lingkungannya

Transisi remaja pada semua aspek mendorong remaja untuk memperbarui


penampilan, pola sosial dan pola pikirnya untuk menganalisis kondisi tertentu.
Oleh karena itu, diperlukan adaptasi dan penggunaan koping untuk memanajemen
perubahan tersebut, sehingga akan terbentuk identitas remaja yang matur.

Ditinjau dari berbagai konsep teori perkembangan, remaja memiliki


berbagai karakteristik pada setiap konsep. Seperti yang diketahui remaja mulai
mengembangkan pemikirannya dan mempertimbangkan kelogisannya dalam
memandang suatu persoalan, pada konsep teori Piaget, remaja berada pada tahap
“Operasi Formal”. Tahap “Operasi Formal” mewakilkan bagaimana cara pandang
seorang remaja terhadap permasalahan, remaja memiliki kemampuan untuk
mengabstraksi keadaan dan mempertimbangkan tindakan logis yang sesuai secara
efektif. Selain itu, remaja memiliki kemampuan untuk memanipulasi persoalan
kompleks secara bersamaan dengan berorientasi masa depan pada pemilihan
strategi yang tepat dengan membayangkan kejadian yang mungkin akan terjadi
dari tindakan yang diambilnya. Hal inilah yang menyebabkan kebimbangan
remaja dalam mengambil keputusan, namun hal ini dapat menstimulasi
pembentukan identitas diri pada remaja secara signifikan. Perkembangan kognitif
pada remaja berjalan bersama dengan perkembangan moralnya, sesuai dengan
konsep Kohlberg, remaja berada pada fase konvensional yang berfokus pada
hubungan sosial. Remaja mampu meleburkan keterampilan kognitif dan interaksi
dengan sebayanya yang membentuk suatu hubungan yang berikatan dengan
adanya suatu aturan (moral). Remaja memandang suatu peraturan sebagai
kesepakatannya terhadap lingkungan yang saling menguntungkan yang dapat
dimodifikasi sesuai dengan situasi dan memandang peraturan berdasarkan
perspektifnya dalam upaya untuk menghindari masalah (Potter & Perry, 2005).

Perkembangan kognitif dan moral disusul dengan perkembangan spiritual,


Fowler mengkategorikan remaja pada tahap 3 “Sintetik-Konvensional”. Tahap
“Sintetik-Konvensional” mencirikan masa kritis pada remaja dengan
mengobservasi latar belakang spiritual keluarganya, mengevaluasi lingkungan
dengan membanding-bandingkan satu kepercayaan dengan kepercayaan lainnya.
Remaja dapat memberontak terhadap nilai spiritual keluarga dan mencari tahu
serta menarik kesimpulan dari temuannya terhadap spiritual. Hal ini menjadi masa
krisis, dimana remaja membutuhkan bimbingan serta pemantauan untuk

9
meluruskan hasil eksplorasinya sehingga remaja akan memperoleh penguatan atas
spiritualnya (Ariyanto, 2011). Perkembangan psikoseksual dan psikososial juga
berkembang secara progresif pada fase remaja, perkembangan psikoseksual
remaja berada pada tahap puncak teori Freud yakni tahap genital (>13 tahun).
Tahap genital dimulai dengan masa pubertas pada remaja yang ditandai dengan
terjadinya pematangan organ reproduksi dan seksual. Tahap genital
merealisasikan tahap falik pada rana seksualitas yang matur dengan menjalin
hubungan dengan seseorang yang berjenis kelamin berbeda, memusatkan energi
untuk maturisasi dan fungsi seksual yang utuh untuk mengatasi lingkungannya
(Sarayati, 2016). Perkembangan psikososial remaja disebut Erickson sebagai
tahap “Identity vs Role Confussion”, tahap ini berkarakteristik ketika remaja
berusaha untuk memperkenalkan dirinya pada lingkungannya dengan menyatakan
kesiapannya untuk mengaktualisasikan diri dengan percaya diri (Sarayati, 2016).
Selain itu, identitas diri pada remaja sudah terbentuk untuk menjalankan sesuai
dengan perannya. Untuk mendapatkan identitas dirinya, remaja menjalin
hubungan dengan lingkungan sosialnya untuk mengetahui posisinya dalam suatu
strata masyarakat. Selanjutnya, remaja akan menyesuaikan dirinya dengan
lingkungan sehingga kehadirannya dapat diterima dalam kelompok masyrakat
(Ariyanto, 2011).

2.4 Indikator Kesehatan Usia Sekolah dan Remaja

Pada usia sekolah dan remaja memiliki tahap perkembangan yang berbeda
dengan karakteristik dan pencapaian yang berbeda pula. Pencapaian dari setiap
tahapan perkembangan menjadi tugas yang harus diselesaikan untuk mencapai
kesejahteraan. Tugas perkembangan dapat dijadikan sebagai indikator dalam
menilai status kesehatan, sehingga dengan tugas perkembangan yang telah dilalui
maupun dapat ditarik kesimpulan adanya penyimpangan maupun tidak. Sebagai
seorang perawat sangat penting untuk diketahui adanya karakteristik yang harus
dicapai untuk menentukan status kesehatan kliennya. Alat ukur yang dapat
digunakan yaitu dengan form checklist tugas tumbuh kembang yang dapat
berbentuk sebagai berikut:

a. Tabel Karakteristik Perkembangan Usia Sekolah

No. Kemampuan Ya Tidak


Tahap Operasi Berfikir Formal (Teori Piaget)
1. Mampu untuk berpikir secara abstrak

10
2. Mampu untuk menalar secara logis
3. Mampu menarik kesimpulan dari informasi yang
tersedia
4. Mampu memahami cinta
5. Mampu memahami bukti logis
6. Mampu memahami nilai
Fase Laten (Teori Sigmund)
7. Menyukai pelajaran sekolah
8. Mempunyai teman tetap untuk bermain (hubungan
kelompok sebaya)
9. Mampu beribadah (nilai konsep)
10. Moral dan Etika:
a. Mampu mengerjakan ujian sendiri, tanpa
mencontek (moral)
b. Mengetuk pintu dan mengucappkan salam
sebelum masuk ke rumah orang lain (etika)
11. Mempu menyelesaikan pekerjaan rumah tangga secara
sederhana
Fase Industry vs Inferiority (Teori Ericson)
12. Mampu menyelesaikan tugas yang diberikan guru
13. Menyelesaikan tugas tepat waktu ( rasa tanggung
jawab)
14. Senang belajar bersama
15. Merasa rendah diri apabila kurang mampu mengerjakan
tugas

b. Tabel Karakteristik Perkembangan Remaja

No Kemampuan Ya Tidak
Kemampuan Klien
1 Menilai diri sendiri secara obyektif, kelebihan dan
kekurangan
2 Bergaul dengan teman sejenis dan lain jenis
3 Memiliki sahabat untuk teman curhat
4 Mengikuti kegiatan di uar aktivitas rutin (ekstra

11
sekolah, olah raga, seni, pramuka, pengajian)
5 Bertanggung jawab terhadap aktivitas yang dilakukan
6 Memiliki keinginan dan cita-cita masa depan
7 Mampu menentukan suatu keputusan meski tanpa
pesetujuan orang tua
8 Tidak menggunakan narkoba, merokok atau terlibat
perkeahian dalam pergaulan
9 Tidak melakukan tindakan asusila atau seks
komersial/ pribadi
10 Tidak menuntut orang tua secara paksa untuk
memenuhi keinginan remaja yang negatif, misal
kendaraan, senajat api
11 Berperilaku santun, menghormati orang tua dan guru,
bersikap baik dengan teman
12 Memiliki prestasi atau sumber kebanggaan sebagai
wujud aktualisasi diri yang positif
Kemampuan keluarga
1 Memfasilitasi remaja untuk mengikuti kegiatan yang
positif dan bermanfaat
2 Tidak membatasi atau mengekang remaja dalam
pencarian identitas diri dengan alasan yang tidak
rasional
3 Menjadi role model dalam cara berinteraksi sosial
dengan orang lain
4 Menciptakan suasana rumah yang nyaman remaja
untuk pengembangan bakat dan kepribadian remaja
5 Membimbing remaja secara bijak bila remaja terlibat
narkoba, merokok dan perkelahian
6 Menjalin hubungan yang harmonis dengan remaja
7 Menyediakan waktu yang cukup untuk diskusi
dengan remaja, mendengarkan keluhan, harapan dan
cita-citanya
8 Tidak menjadikan remaja sebagai orang yang sangat
junior dan tidak memiliki kemampuan apapun

No Karakteristik Ya Tidak

Remaja Awal (Early Adolesence) 10-12 tahun

1 Mencapai perkembangan fisik dan menggunakan secara


efektif

2 Mencapai peran sosial sebagai pria atau wanita

3 Mulai tertarik pada lawan jenis

12
4 Bersifat egosentris

5 Menggunakan pemikiran yang rasional

Remaja Tengah (Middle Adolesence) 13-15 tahun

6 Mampu menerima keadaan fisiknya.

7 Pola pikir yang deduktif (abstraksi) dan berorientasi


pada masa depan

8 Mengobservasi spiritualitas

9 Beriman dan bertakwa kepada Allah

10 Memperoleh seperangkat nilai dan norma hidup

11 Mampu membina hubungan baik dengan anggota


kelompok yang berlainan jenis

12 Mencapai kemandirian emosional

13 Kemandirian (berpisah dengan orang tua)

14 Kesadaran diri terhadap potensinya

15 Mengaktualisasikan kemampuan diri

16 Membentuk dan menentukan identitas diri

17 Mekanisme koping

Remaja Akhir (Late Adolesence) 16-20 tahun

18 Meningkatnya minat terhadap intelektualitas

19 Mampu membuat keputusan rasional secara mandiri

20 Ego remaja merujuk pada interaksi dengan lingkungan


sosialnya untuk mendapatkan pengalaman baru

21 Memantapkan identitas diri

22 Identitas seksual yang jelas

23 Mencapai kematangan fungsi seksual

24 Sikap egosentris tergantikan dengan keseimbangan


sosial dengan orang lain

13
25 Terdapat penyekat antara dirinya dengan lingkungannya

26 Mempersiapkan kelanjutan studi atau karir

27 Mencapai tingkah laku yang bertanggungjawab

28 Mengembangkan keterampilan intelektual

14
BAB 3. Asuhan Keperawatan
3.1 Asuhan Keperawatan Usia Sekolah
3.1.1 Pengkajian
Identitas
Nama : Kaamilatul Ummah
TTL/Umur : Jember, 21 Agustus 2006 (11 tahun 8 bulan)
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pendidikan : Kelas 6 SD
Suku : Jawa
Status Marital : Belum menikah
Alamat : Jl. Mastrip No. 53, Jember

No. Kemampuan Ya Tidak


Tahap Operasi Berfikir Formal (Teori Piaget)
1. Mampu untuk berpikir secara abstrak 
2. Mampu untuk menalar secara logis 
3. Mampu menarik kesimpulan dari informasi yang 
tersedia
4. Mampu memahami cinta 
5. Mampu memahami bukti logis 
6. Mampu memahami nilai 
Fase Laten (Teori Sigmund)
7. Menyukai pelajaran sekolah 
8. Mempunyai teman tetap untuk bermain (hubungan 
kelompok sebaya)
9. Mampu beribadah (nilai konsep) 
10. Moral dan Etika:
a. Mampu mengerjakan ujian sendiri, tanpa 
mencontek (moral)
b. Mengetuk pintu dan mengucapkan salam

15
sebelum masuk ke rumah orang lain (etika) 
11. Mempu menyelesaikan pekerjaan rumah tangga secara 
sederhana
Fase Industry vs Inferiority (Teori Ericson)
12. Mampu menyelesaikan tugas yang diberikan guru 
13. Menyelesaikan tugas tepat waktu ( rasa tanggung 
jawab)
14. Senang belajar bersama 
15. Merasa rendah diri apabila kurang mampu mengerjakan 
tugas

Pengkajian HEADSS
a. Home
Klien mengatakan memiliki hubungan yang baik dengan keluarga,
utamanya memiliki hubungan yang dekat dengan ibunya. Selain itu, klien
memiliki hubungan yang baik dengan kakak laki-lakinya dan adik perempuannya
yang terpaut usia 2 tahun dibawahnya. Pola asuh keluarga klien menitikberatkan
pada nilai agama.
b. Education
Klien menempuh pendidikan di Madrasah Ibtidaiyah Nurul Islam Jember
kelas 6. Setelah tamat SD, keluarga klien merencanakan akan melanjutkan
belajarnya di Pondok Pesantren Nurul Jadid di Probolinggo. Klien mengatakan
bersedia untuk melanjutkan belajarnya di Pondok Pesantren tersebut. keluarga
klien memfasilitasi klien untuk lebih mengenal pondok pesantren dengan
mengajak klien menghadiri acara yang diadakan oleh pondok pesantren.
c. Activity
Klien merupakan seorang siswi kelas 6 SD. Klien mengatakan aktivitas
rutinnya adalah belajar mulai dari pukul 7 pagi hinggal 12 siang. Setelah sekolah
usai, klien mengikuti bimbingan belajar di sekolahnya hingga pukul 3 sore untuk
mempersiapkan ujian nasional. Klien mengatakan cemas mengahadapi ujian
nasional. Aktivitas di rumah, setelah sholat maghrib klien mengaji dibimbing oleh
ibunya.
d. Drugs
Klien tidak mengetahui mengenai obat-obatan terlarang.
e. Seks

16
Klien mengatakan memiliki hubungan baik dengan teman sebaya yang
berjenis kelamin sama.
f. Self-Harm, Depression, and Self Imagine
Klien mengatakan memiliki hubungan yang baik dengan keluarga dan
teman sebayanya. Klien merasa nyaman pada kondisi lingkungannya. Ketika klien
memiliki masalah, klien akan menceritakan kepada ibunya.

3.1.2 Diagnosa, Intervensi, Implementasi dan Evaluasi


Implementasi Evaluasi
Pengkajian : Terlampir S : Klien mengatakan bahwa ia
menyadari kemungkinan perubahan
lingkungan.
Diagnosa : O : Klien mampu mengatasi tuntutan
yang adekuat
1. Kesiapan meningkatkan koping
2. Ansietas
Intervensi : A : Outcome Dx 1 dan Dx 2 dapat
tercapai
Dx 1
NOC :
a. anggota keluarga bisa saling
mendukung
b. menciptakan lingkungan
dimana anggota keluarga
secara terbuka dapat
mengungkapkan perasaan
NIC :
a. anjurkan hubungan dengan
orang-orang yang memiliki
minat dan tujuan yang sama
b. libatkan keluarga, orang
terdekat, dan teman-teman
c. bantu klien untuk
mengidentifikasi informasi
yang dia paling tertarik untuk
dapatkan
d. bantu klien dalam

17
mengidentifikasi tujuan jangka
pendek dan jangka panjang
yang tepat
Dx 2
NIC :
a. mengidentifikasi pola koping
yang efektif
b. rasa cemas yang disampaikan
secara lisan (sedang)
NOC :
a. bantu klien dalam
mengidentifikasi tujuan jangka
pendek dan jangka panjang
yang tepat
b. dorong klien untuk
mengekspresikan perasaan
cemas, marah, atau sedih
c. temani klien dan berikan
keselamatan dan keamanan
selama periode cemas.
P : Melanjutkan intervensi pada dx 1
dan dx 2

RTL :
Berdasarkan pengkajian yang telah dilakukan pada klien, maka akan
dilakukan pemberian promosi dan pendidikan kesehatan yang berkaitan dengan
peningkatan perkembangan: anak. Sehingga anak usia sekolah mampu
berkembang secara optimal dalam hal bahasa, kognitif, sosial maupun
emosional.3.2 Asuhan Keperawatan Remaja
3.2.1 Pengkajian
Identitas
Nama : Mohammad Arif Kurniawan
TTL/Umur : Surabaya, 21 Juni 1999 (18 tahun 10 bulan)
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam

18
Pendidikan : Strata 1
Suku : Jawa
Status Marital : Belum menikah
Alamat : Dsn. Sambiroto RT. 18 RW. 03 Ds. Sambibulu Kec. Taman - Sidoarjo

No Karakteristik Ya Tidak

Remaja Awal (Early Adolesence) 10-12 tahun

1 Mencapai perkembangan fisik dan menggunakan secara


efektif

2 Mencapai peran sosial sebagai pria atau wanita

3 Mulai tertarik pada lawan jenis

4 Bersifat egosentris

5 Menggunakan pemikiran yang rasional

Remaja Tengah (Middle Adolesence) 13-15 tahun

6 Mampu menerima keadaan fisiknya.

7 Pola pikir yang deduktif (abstraksi) dan berorientasi


pada masa depan

8 Mengobservasi spiritualitas

9 Beriman dan bertakwa kepada Allah

10 Memperoleh seperangkat nilai dan norma hidup

11 Mampu membina hubungan baik dengan anggota


kelompok yang berlainan jenis

12 Mencapai kemandirian emosional

13 Kemandirian (berpisah dengan orang tua)

14 Kesadaran diri terhadap potensinya

15 Mengaktualisasikan kemampuan diri

16 Membentuk dan menentukan identitas diri

17 Mekanisme koping

Remaja Akhir (Late Adolesence) 16-20 tahun

19
18 Meningkatnya minat terhadap intelektualitas √

19 Mampu membuat keputusan rasional secara mandiri √

20 Ego remaja merujuk pada interaksi dengan lingkungan √


sosialnya untuk mendapatkan pengalaman baru

21 Memantapkan identitas diri √

22 Identitas seksual yang jelas √

23 Mencapai kematangan fungsi seksual √

24 Sikap egosentris tergantikan dengan keseimbangan √


sosial dengan orang lain

25 Terdapat penyekat antara dirinya dengan lingkungannya √

26 Mempersiapkan kelanjutan studi atau karir √

27 Mencapai tingkah laku yang bertanggungjawab √

28 Mengembangkan keterampilan intelektual √

No Kemampuan Ya Tidak
Kemampuan Klien
1 Menilai diri sendiri secara obyektif, kelebihan dan √
kekurangan
2 Bergaul dengan teman sejenis dan lain jenis √
3 Memiliki sahabat untuk teman curhat √
4 Mengikuti kegiatan di uar aktivitas rutin (ekstra √
sekolah, olah raga, seni, pramuka, pengajian)
5 Bertanggung jawab terhadap aktivitas yang dilakukan √
6 Memiliki keinginan dan cita-cita masa depan √
7 Mampu menentukan suatu keputusan meski tanpa √
pesetujuan orang tua
8 Tidak menggunakan narkoba, merokok atau terlibat √
perkeahian dalam pergaulan
9 Tidak melakukan tindakan asusila atau seks √
komersial/ pribadi
10 Tidak menuntut orang tua secara paksa untuk √
memenuhi keinginan remaja yang negatif, misal
kendaraan, senajat api
11 Berperilaku santun, menghormati orang tua dan guru, √
bersikap baik dengan teman

20
12 Memiliki prestasi atau sumber kebanggaan sebagai √
wujud aktualisasi diri yang positif
Kemampuan keluarga
1 Memfasilitasi remaja untuk mengikuti kegiatan yang √
positif dan bermanfaat
2 Tidak membatasi atau mengekang remaja dalam √
pencarian identitas diri dengan alasan yang tidak
rasional
3 Menjadi role model dalam cara berinteraksi sosial √
dengan orang lain
4 Menciptakan suasana rumah yang nyaman remaja √
untuk pengembangan bakat dan kepribadian remaja
5 Membimbing remaja secara bijak bila remaja terlibat √
narkoba, merokok dan perkelahian
6 Menjalin hubungan yang harmonis dengan remaja √
7 Menyediakan waktu yang cukup untuk diskusi √
dengan remaja, mendengarkan keluhan, harapan dan
cita-citanya
8 Tidak menjadikan remaja sebagai orang yang sangat √
junior dan tidak memiliki kemampuan apapun

Pengkajian HEADSS
a. Home
Klien mengatakan memiliki hubungan yang baik dengan keluarga, sering
bercengkrama dengan keluarga jika ada masalah maupun tidak ada, baik secara
langsung ketika pulang kerumah maupun berbincang melalui handphone. Klien
memiliki hubungan yang baik dengan kedua kakak laki-lakinya. Jika terjadi
masalah dengan saudara maupun keluarga, klien mengatakan akan
mendistraksikan diri dengan berjalan/main diluar rumah untuk menenangkan diri
dan kemudian kembali ke rumah untuk menyelesaikan masalah.
b. Education
Klien menempuh pendidikan di Fakultas Keperawatan Universitas Jember
dan menginjak semester 2. Klien mengatakan mengatakan memilih pendidikannya
secara sukarela dengan dorongan dari orangtuanya serta termotivasi dari
keluarganya yang berlatarbelakang kesehatan. Klien mengatakan tertarik pada
bidang instrumentator yang berorientasi pada bidang bedah atau kamar operasi,
sehingga klien lebih memilih pembelajaran yang berkaitan dengan bidang
tersebut. Klien mengatakan memiliki hubungan yang baik dengan teman
sebayanya dan seimbang dengan teman yang berjenis kelamin sama maupun
berbeda.
c. Activity

21
Klien merupakan seorang mahasiswa, sehingga klien mengatakan aktivitas
rutinnya adalah perkuliahan dan kegiatan yang senada dengan pendidikannya.
Pada waktu senggang klien akan menghabiskan waktunya dengan diri sendiri
maupun teman sebayanya, seperti berkumpul bersama teman dan juga hangout
bersama. Namun, klien tidak memiliki kegiatan yang berkaitan dengan olahraga.
d. Drugs
Masa remaja adalah masa transisi dan menjadi masa krisis antara masa
anak-anak dan remaja sehingga memiliki kemungkinan untuk mencoba hal-hal
yang baru. Klien mengatakan tidak pernah memiliki keingintahuan atau rasa
tertarik terhadap hal-hal yang berkaitan dengan obat-obatan, rokok maupun
alkohol.
e. Seks
Perkembangan seksual dan pematangan hormon seksual, meningkatkan
perasaan dan perubahan suasana hati maupun perasaan pada remaja. Klien
mengatakan memiliki hubungan baik dengan teman sebaya yang berjenis kelamin
sama, namun tidak sedang menjalin hubungan yang spesial dengan siapapun.
f. Self-Harm, Depression, and Self Imagine
Klien mengatakan memiliki hubungan yang baik dengan keluarga dan
hubungan sosial yang baik pula dengan lingkungan sekitarnya, sehingga klien
menyimpulkan bahwa klien merasa aman pada lingkungannya. Klien mengatakan
tidak ada hal yang menyebabkan ketidaknyamanan pada dirinya. Ketika klien
mengalami suatu masalah, klien mengatakan akan menceritakan hal tersebut pada
teman yang berjenis kelamin berbeda, orangtua maupun keluarga untuk
mendapatkan solusi dan juga ketenangan.

3.2.2 Diagnosa, Intervensi, Implementasi dan Evaluasi


Implementasi Evaluasi
Pengkajian : Terlampir S : Klien mengatakan bahwa ia
bersedia dan mampu untuk
meningkatkan status kesehatannya
dengan peningkatan konsep diri dan
manajemen koping yang sesuai.
Diagnosa : O : Klien nampak memahami dan siap
untuk merealisasikan intervensi untuk
1. Kesiapan meningkatkan konsep diri
meningkatkan kesejahteraan

22
2. Kesiapan meningkatkan koping kesehatannya.
Intervensi : A : Outcome Dx 1 dan Dx 2 dapat
tercapai
Dx 1
NOC :
a. Mencurahkan perasaan negatif
dengan cara yang tidak merusak
b. Mendiskusikan perasaan distres
dengan orang dewasa yang
mendukung
c.Menggunakan pemikiran operasional
formal
NIC :
a. Dukung pasien untuk mengenal dan
mendiskusikan pikiran dan
perasaannya.
b.Fasilitasi pasien untuk
mengidentifikasi pola respon yang
biasa dilakukan untuk situasi yang
bervariasi
c. Bantu pasien untuk
mengidentifikasi sumber motivasi
d. Fasilitasi mengekspresikan diri
dengan kelompoknya
Dx 2
NOC :
a.Modifikasi gaya hidup untuk
mengurangi stres
b.Menggunakan perilaku untuk
mengurangi stres
c.Menggunakan strategi koping yang
efektif
NIC :
a.Dukung pasien untuk

23
mengidentifikasi deskripsi yang
realistik terhadap adanya perubahan
dalam peran
b.Dukung kemampuan mengatasi
situasi secara berangsur-angsur
c.Dukung aktivitas-aktivitas sosial dan
komunitas
d. Eksplorasi bersama pasien
mengenai metode sebelumnya pada
saat menghadapi masalah kehidupan
e.Dukung keterlibatan keluarga,
dengan cara yang tepat
P : Melanjutkan intervensi pada dx 1
dan dx 2

RTL :
Berdasarkan pengkajian yang telah dilakukan pada klien, maka akan
dilakukan pemberian promosi dan pendidikan kesehatan yang berkaitan dengan
perkembangan anak : remaja sesuai dengan kebutuhan klien. Sehingga status
kesehatan klien dapat mencapai kesejahteraan kesehatan dan klien dapat
menghindari masalah yang mungkin terjadi di masa mendatang. Selain itu, tugas
tumbuh kembang pada tahapan remaja dapat tercapai.

DAFTAR PUSTAKA
Ariyanto, Joko Beny. 2011. Analisis Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan
Perilaku Merokok Remaja Pria di SMA Negeri 3 Demak.
http://digilib.unimus.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=jtptunimus-
gdl-jokobenyar-5776 [diakses pada 5 April 2018]
Bulechek, G.M., dkk. 2016. Nursing Interventions Classification (NIC). 6th
Edition. Oxford: Elsevier Inc. Terjemahan oleh Nurjannah, I. dan R.D,
Tumanggor. Nursing Interventions Classification (NIC). Edisi keenam.
Yogyakarta: Mocomedia

24
Davies, Teifion & Craig TKJ. 2009. ABC Kesehatan Mental
https://books.google.co.id/books?
id=gW9Gj8lKmogC&pg=PR4&lpg=PR4&dq=Davies,+Teifion+
%26+Craig+TKJ.2009.ABC+Kesehatan+Mental.+Jakarta:
+EGC&source=bl&ots=qWJenl3I71&sig=RsFdWn3V4P-
8fbZhf4bV7_BTZcw&hl=id&sa=X&ved=0ahUKEwjFkrqxl7XaAhXCerw
KHQ0dC4cQ6AEIKDAA#v=onepage&q&f=false [diakses pada 6 April
2018]
Herdman, T. Heather. 2015. NANDA International Inc. Nursing Diagnoses:
Definitions & Classifications 2015-2017. 10th Edition. Terjemahan oleh
Kelliat, Budi Anna, dkk. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi
2015-2017 .Edisi 10. Jakarta EGC
Jahja, Yudrik. 2011. Psikologi Perkembangan. Jakarta:Prenadamedia.Online.
https://books.google.co.id/books?
id=5KRPDwAAQBAJ&printsec=frontcover&hl=id#v=onepage&q&f=false
.
Moorhead, Sue., dkk. 2016. Nursing Outcomes Classification (NOC). 5th Edition.
Oxford: Elsevier Inc. Terjemahan oleh Nurjannah, I. dan R.D, Tumanggor.
Nursing Outcomes Classification (NOC). Edisi kelima. Yogyakarta:
Mocomedia

Mubasyiroh, Rofingatul, dkk. 2017. Determinan Gejala Mental Emosional Pelajar


SMP-SMA di Indonesia Tahun 2015.
http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/BPK/article/view/5820/5063
[diakses pada 6 April 2018]
Potter, P.A dan A.G Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep,
Proses, dan Praktik. Edisi 4. Volume 1. Diterjemahkan oleh Asih, Yasmin,
dkk.Jakarta : EGC
Saam, Zulfan dan W. Sri. 2013. Psikologi Keperawatan . Edisi Pertama. Jakarta :
Rajawali Pers

25
Sarayati, Safirah. 2016. Analisis Faktor Perilaku Seksual pada Anak SD di SDN
Dukuh Kupang II-489 Kecamatan Dukuh Pakis Kelurahan Dukuh Kupang
Surabaya. http://repository.unair.ac.id/29636/ [diakses pada 5 April 2018]
Stuart, G.W. 2013. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 5. Jakarta : EGC
Sunaryo. 2010. Psikologi untuk Keperawatan. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran
EGC
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Profil Kesehatan Indonesia. 2014
Santrock J.W., 2003. Adolescene Perkembangan Remaja. Jakarta : Penerbit
Erlangga.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan

26

Anda mungkin juga menyukai