Anda di halaman 1dari 23

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Keselamatan Kerja

Masalah Keselamatan Kerja merupakan suatu hal yang sangat penting

dalam lingkungan kerja. Karena dengan lingkungan kerja yang aman, tenang

dan tenteram, maka orang yang bekerja akan bersemangan dan dapat bekerja

secara baik sehingga hasil kerjanya memuaskan.

Keselamatan Kerja menurut Tarwaka adalah keselamatan yang

berkaitan dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan dan proses pengolahan,

landasan kerja dan lingkungan kerja serta cara-cara melakukan pekerjaan dan

proses produksi (Tarwaka, 2008: 4).

Keselamatan Kerja dalam suatu tempat kerja mencakup berbagai

aspek yang berkaitan dengan kondisi dan keselamatan sarana produksi,

manusia dan cara kerja (Soehatman Ramli, 2010: 28). Di dalam Undang-

undang No.1 tahun 1970 telah disebutkan secara jelas dan tegas persyaratan

Keselamatan Kerja yang harus dipenuhi oleh setiap orang atau badan yang

menjalankan usaha, baik formal maupun informal, dimanapun berada di

lingkungan usahanya (Tarwaka, 2008: 4). Persyaratan Keselamatan Kerja

menurut Pasal 3 ayat (1) Undang-undangn Nomor 1 Tahun 1970 tentang

Keselamatan Kerja adalah sebagai berikut.

10
1. Mencegah dan Mengurangi kecelakaan.

2. Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran.

3. Mencegah dan mengurangi bahaya peledakan.

4. Memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri dalam kejadian

kebakaran atau kejadian lainnya.

5. Memberikan pertolongan dalam kecelakaan.

6. Memberikan alat perlindungan diri bagi pekerja.

7. Mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebar luasnya suhu,

kelembapan, debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar

atau radiasi, suara atau getaran.

8. Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja baik fisik,

maupun psikis, peracunan, infeksi, dan penularan.

9. Memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai.

10. Menyelenggarakan suhu dan lembab udara yang baik.

11. Menyelenggarakan penyegaran udara yang baik.

12. Memelihara kebersihan, kesehatan, dan ketertiban.

13. Memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, cara

dan proses kerja.

14. Mengamankan dan memperlancar pengangkutan orang, binatang,

tanaman, atau barang.

15. Mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan.

11
16. Mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar muat, perlakuan,

dan penyimpanan barang.

17. Mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya.

18. Menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan yang

bahayanya menjadi bertambah tinggi.

Dari uraian-uraian tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa

Keselamatan Kerja merupakan kesehatan yang berkaitan dengan mesin,

pesawat, alat kerja, bahan dan proses pengolahan, landasan kerja dan

lingkungan kerja serta cara-cara melakukan pekerjaan dan proses produksi

yang diciptakan untuk melindungi karyawan dan sumber-sumber produksi

agar aktivitas produksi dapat berjalan lancer dan efisien.

B. Kecelakaan Kerja

Kecelakaan merupakan hal yang paling dihindari dari suatu proses

produksi pada perusahaan. Terjadinya kecelakaan kerja dapat mempengaruhi

produktivitas pada suatu perusahaan. Di dalam proses produksi, produktivitas

ditopang oleh tiga pilar utama yaitu Kualitas (Quantity), Kualitas (Quality),

dan Keselamatan (Safety). Produktivitas hanya dapat dicapai jika ketiga unsur

produktivitas di atas berjalan secara seimbang (Soehatman Ramli, 2010: 15).

12
Keselamatan

Produktivitas

Kualitas Kuantitas

Gambar 2.1

Segitiga produktifitas dan K3

Sumber: Soehatman Ramli, 2010

Secara umum penyebab kecelakaan ada dua hal yaitu unsafe action

(faktor manusia) dan unsafe condition (faktor lingkungan).

1. Unsafe Action

Unsafe action dapat disebabkan berbagai hal antara lain sebagai berikut:

a. Posisi kerja yang salah

b. Bekerja melebihi jam kerja

c. Tidak memperhatikan SOP

d. Salah mengartikan terhadap suatu perintah

e. Menjalankan pekerjaan tanpa mempunyai kewenangan

f. Menjalankan pekerjaan yang tidak sesuai keahlian

13
g. Tidak memakai alat pelindung diri (APD)

2. Unsafe Condition

Unsafe condition dapat disebabkan berbagai hal antara lain sebagai berikut:

a. Peralatan kerja yang sudah tidak layak pakai atau kurang memadai

b. Sifat pekerjaan yang mengandung potensi berbahaya

c. Area kerja yang terlalu bising

d. Pencahayaan dan ventilasi yang kurang atau berlebihan

e. Terpapar radiasi

f. Terjadinya reaksi kimia yang menyebabkan api

Dampak dari kecelakaan kerja dirasakan langsung oleh pekerja,

dimana pekerja dapat mengalami cidera dari ringan sampai berat bahkan dapat

menyebabkan kematian. Dampak tidak langsung dirasakan oleh masyarakat

sangat banyak misalnya hilangnyawaktu kerja, produktivitas menurun, dan

lain-lain. Bertolak dari upaya penanggulangan kecelakaan kerja semestinya

dapat diminimalkan. Dan kerugian dari kecelakaan kerja ini seperti gunung es,

yaitu kerugian yang tidak terlihat lebih banyak daripada kerugian yang terlihat.

14
Gambar 2.2

Kerugian yang timbul akibat Kecelakaan Kerja

Sumber: http://ergonomi-fit.blogspot.com/2011/08

C. Kesehatan Kerja

Kesehatan Kerja (Occupational Health) sebagai suatu aspek atau unsur

kesehatan yang erat berkaitan dengan lingkungan kerja dan pekerjaan, yang

secara langsung maupun tidak langsung dapat mempengaruhi efisiensi dan

produktivitas kerja (Tarwaka, 2008: 22).

Menurut Soepomo Kesehatan Kerja adalah aturan-aturan dan usaha-

usaha untuk menjaga buruh dari kejadian atau keadaan perburuhan yang

merugikan kesehatan dan kesusilaan dalam diri seorang itu, Karena itu

melakukan pekerjaan dalam suatu hubungan kerja (Soepomo, 1985: 75).

15
Tidak jauh dari pengertian diatas Mannulang menjelaskan bahwa

Kesehatan Kerja adalah bagian dari ilmu kesehatan yang bertujuan agar

tenaga kerja memperoleh keadaan yang sempurna baik fisik, mental maupun

sosial sehingga memungkinkan dapat bekerja secara optimal (Mannulang,

1990: 87).

Jika disimpulkan bahwa Kesehatan Kerja adalah usaha untuk menjaga

buruh dari kejadian atau keadaan perburuhan yang merugikan kesehatan dan

kesusilaan, baik dalam keadaan yang sempurna fisik, mental maupun social

sehingga memungkinkan dapat bekerja secara optimal serta meningkatkan

efisiensi dan produktivitas kerja. Adapun factor-faktor dari kesehatan kerja

adalah:

1. Lingkungan kerja secara medis

Dalam hal ini lingkungan kerja secara medis dapat dilihat dari sukap

perusahaan dalam menangani hal-hal sebagai berikut:

a. Kebersihan lingkungan kerja

b. Suhu udara dan ventilasi di tempat kerja

c. Sistem pembuangan sampah dan limbah industry

2. Sarana kesehatan tenaga kerja

Upaya-upaya dari perusahaan untuk meningkatkan kesehatan dari

tenaga kerjanya hal ini dapat dilihat dari:

a. Penyedia air bersih

b. Sarana olah raga dan kesempatan rekreasi

16
c. Sarana kamar mandi dan WC

3. Pemeliharaan kesehatan tenaga kerja

a. Pemberian makanan yang bergizi

b. Pelayanan kesehatan tenaga kerja

c. Pemeriksaan kesehatan tenaga kerja

D. Perundang-Undangan K3

1. Undang-Undang Ketenagakerjaan

Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan,

merupakan UU pengganti UU sebelumnya yaitu UU No. 14 Tahun 1964

Tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Mengenai Tenaga Kerja; UU No. 25

Tahun 1997 Tentang Ketenagakerjaan maupun UU No. 11 Tahun 1998

Tentang Perubahan berlakunya UU No.25 Tahun 1997 Tentang

Ketenagakerjaan. UU 13/2003 tersebut mulai berlaku sejak diundangkan

pada tanggal 25 Maret 2003.

Pada Paragraf 5 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja:

a. Pasal 86 dinyatakan bahwa;

1) Setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh

perlindungan atas:

a) Keselamatan dan Kesehatan Kerja

b) Moral dan Kesusilaan

17
c) Perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia

serta nilai-nilai agama

2) Untuk melindungi keselamatan pekerja/buruh guna mewujudkan

produktivitas kerja yang optimal diselenggarakan upaya K3.

b. Pasal 87 (1) dinyatakan bahwa: setiap perusahaan Wajib menerapkan

sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (SMK3) yang

terintegrasi dengan sistem manajemen perusahaan.

Dari kedua pasal tersebut jelas bahwa setiap perusahaan yang

mempekerjakan pekerja/buruh wajib memberikan perlindungan

keselamatan dan kesehatan kerja sesuai dengan peraturan perundang-

undangan yang berlaku kepada tenaga kerja dan keluarganya.

2. Undang-Undang Pengawasan Ketenagakerjaan

Undang-undang Nomor 21 Tahun 2003 tentang Pengesahan

Konvensi ILO Nomor 81 mengenai Pengawasan Ketenagakerjaan dalam

Industri dan Perdagangan dimaksudkan untuk dapat melaksanakan

pengawasan ketenagakerjaan secara efektif sesuai standar yang ditetapkan

oleh International Labour Organisation (ILO).

Konvensi ILO Nomor 81 terdiri dari 4 Bagian dan 39 pasal.

Pokok-pokok isi dari konvensi ini antara lain memuat hal-hal sebagai

berikut:

18
1) Sistem pengawasan ketenagakerjaan di tempat kerja harus diterapkan

dei seluruh tempat kerja berdasarkan peraturan perundangan dan

pengawasannya dilakukan oleh pengawas ketenagakerjaan.

2) Fungsi sistem pengawasan ketenagakerjaan harus menjamin

penegakan hokum mengenai kondisi kerja dan perlindungan tenaga

kerja serta memberikan informasi efektif tentang masalah teknis

kepada pengusaha dan pekerja/buruh.

3) Pengawasan ketenagakerjaan tetap berada di bawah supervisi dan

kontrol pemerintah pusat.

4) Hal-hal lain yang berkaitan dengan persyaratan pegawai pengawas,

tugas dan tanggung jawabnya sebagai pengawas ketenagakerjaan.

3. Undang-Undang Keselamatan Kerja

UU No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja terdiri dari 11

Bab 18 pasal, adalah merupakan UU pokok yang memuat aturan-aturan

dasar dan ketentuam-ketentuan umum tentang keselamatan kerja dalam

segala tempat kerja, baik di darat, di dalam tanah, di permukaan air,

maupun di udara yang berada di wilayah Negara RI (Pasal 2). Sementara

itu perumusan ruang lingkup dalam Undang-undang ini ditentukan atas

dasar 3 hal yaitu:

1) Tempat dimana dilakukan pekerjaan bagi sesuatu usaha

2) Adanya tenaga kerja yang bekerja

19
3) Adanya bahaya dan resiko kerja di tempat kerja

4. Undang-Undang Uap

UU Uap 1930 mulai berlaku sejak diundangkan pada tanggal 1

Januari 1931. UU Uap berisi 32 pasal yang mengatur tentang pesawat uap.

Mengingat pesawat uap adalah suatu peralatan kerja yang bertekanan

tinggi, sehinggs mempunyai resiko terhadap terjadinya peledakan, maka

setiap pengguna pesawat uap haruslah mempunyai ijin dan memenuhi

persyaratan tetentu setelah melalui pemeriksaan dan pengujian sesuai

dengan peraturan perundangan yang berlaku (Pasal 6 s/d 12).

5. Undang-Undang Jaminan

Undang-undang No. 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga

Kerja (Jamsostek) dimaksudkan untuk menggantikan UU NO. 2 Tahun

1951 tentang pernyataan berlakunya UU Kecelakaan No. 33 Tahun 1947

dan Peraturan Pemerintah No. 33 Tahun 1977 tentang Asuransi Sosial

Tenaga Kerja (Astek). UU ini mulai berlaku sejak diundangkan pada

tanggal 17 Februari 1992. Seperti di dalam konsideran UU ini bahwa

dengan semakin meningkatnya peranan tenaga kerja dalam pembangunan

nasional dan semakin meningkatnya penggunaan teknologi di berbagai

sektor kegiatan industri dapat mengakibatkansemakin tinggi resiko yang

mengancam keselamatan, kesehatan dan kesejahteraan tenaga kerja, maka

20
perlu upaya perlindungan tenaga kerja. Pemberian perlindungan tenaga

kerja adalah meliputi pada saat tenaga kerja melakukan pekerjaan dalam

hubungan kerja maupun di luar hubungan kerja melalui program jaminan

social tenaga kerja dengan mekanisme asuransi.

6. Undang-Undang Kesehatan

Di dalam Undang-undang No. 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan,

khususnya pada Pasal 23 dinyatakan bahwa Kesehatan Kerja

diselenggarakan untuk mewujudkan produktivitas kerja yang optimal yang

meliputi pelayanan kesehatan kerja, pencegahan penyakit akibat kerja, dan

syarat kesehatan kerja. Dan setiap tempat kerja wajib menyelenggarakan

kesehatan kerja sesuasi dengan peraturan perundangan yang berlaku.

7. Undang-Undang Higene Perusahaan

Undang-Undang No. 3 Tahun 1969 tentang Persetujuan Konvensi

ILO No. 120 mengenai Higine dalam Perniagaan dan Kantor-Kantor

mulai berlaku sejak diundangkan pada tanggal 25 Februari 1961.

Konverensi ini berlaku bagi:

c. Badan-badan perniagaan.

d. Badan, lembaga, kantor pemberi jasa dimana pekerjanya terutama

melakukan pekerjaan kantor.

21
e. Setiap bagian dari badan, lembaga atau kantor pemberi jasa dimana

pekerjanya terutama melakukan pekerjaan dagang atau kantor, sejauh

mereka tidak tunduk pada UU atau peraturan lain yang bersifat

nasional tentang higene dalam industry, pertambangan, pengangkutan

dan pertanian.

E. Alat Pelindung Diri (APD)

Didalam suatu proses produksi seseorang yang terlibat dalam kegiatan

tersebut tidak akan lepas dari kemungkinan kecelakaan ataupun pengaruh

yang berdampak pada kesehatan. Keselamatan dan kecelakaan kerja adalah

keselamatan yang berkaitan dengan alat kerja, bahan dan proses

pengolahannya, tempat kerja dan lingkungannya serta cara-cara melakukan

pekerjaan (Anizar, 2009: 85). Untuk meminimalisir kecelakaan atau pengaruh

yang berdampak pada kesehatan dari suatu proses produksi, maka pekerja

harus menggunakan Alat Pelindung Diri (APD).

Berdasarkan Pasal 14 huruf c UU No. 1 Tahun 1970 tentang

Keselamatan Kerja, pengusaha/pengurus perusahaan wajib menyediakan APD

secara cuma-cuma terhadap tenaga kerja dan orang lain yang memasuki

tempat kerja. APD yang disediakan oleh pengusaha dan dipakai oleh tenaga

kerja harus memenuhi syarat pembuatan, pengujian dan sertifikat. Tenaga

kerja berhak menolak untuk memakainya jika APD yang disediakan tidak

memenuhi syarat.

22
Dari ketiga pemenuhan persyaratan tersebut, harus diperhatikan factor-

faktor pertimbangan dimana APD harus:

a. Enak dan nyaman dipakai

b. Tidak mengganggu ketenangan kerja dan tidak membatasi ruang gerak

pekerja

c. Memberikan perlindungan yang selektif terhadap segala jenis

bahaya/potensi bahaya

d. Memenuhi syarat estetika

e. Memperhatikan efek samping penggunaan APD

f. Mudah dalam pemeliharaan, tepat ukuran, tepat penyediaan, dan harga

terjangkau.

Tabel 2.1
Alat Pelindung Diri
Faktor bahaya Bagian tubuh yang Alat-alat proteksi
perlu dilindungi diri
Benda berat atau Kepala, betis, Topi logam atau
kekerasan tungkal plastik, lapisan
pelindung (deckker)
dari kain, kulit,
Pergelangan kaki, logam, dsb.
kaki, dan jari kaki. Sepatu stellbox toe
Benda sedang tidak Kepala Topi alumuniaum
terlalu berat. atau plastik.
Benda-benda besar Kepala Topi plastik atau
beterbangan Mata logam.
Goggles (kacamata
yang menutupi
seluruh samping
Muka mata), kacamata
yang sampingnya

23
tertutup.
Tameng plastik.
Jari, tangan, lengan. Sarung tangan kulit
berlengan panjang.
Tubuh Jaket atau jas kulit.
Betis, tungkai, mata Pelindung dari kulit,
kaki. berlapis logam dan
tahan api.
Debu Mata Goggles, kacamata
sisi kanan kiri
Muka tertutup.
Penutup muka dari
Alat pernapasan plastik.

Respirator / msker
khusus
Percikan api atau Kepala Topi plastik berlapis
logam asbes.
Mata Goggles, kacamata
Muka Penutup muka dari
plastik.
Jari, tangan, lengan
Sarung tangan asbes
Betis, tungkai berlengan panjang.
Matakaki, kaki Pelindung dari asbes
Tubuh Sepatu kulit
Jaket asbes/kulit
Gas, asap, fumes Mata Goggles
Muka Penutup muka
Alat pernapasan khusus
Membahayak jiwa
secara langsung: gas
masker khusus
filter.
Tidak
Tubuh membahayakan jiwa
secara langsung: gas
masker bermacam-
Jari, tangan, lengan macam.
Pakaian karet,
plastik atau bahan
lain yang tahan

24
kimiawi.
Betis, tumgkai Sarung plastik, karet
berlengan panjang
Matakaki, kaki dan anggota-
anggota badan itu
diolesi dengan
barrier cream.
Pelindung dari
plastik/karet.
Sepatu yang
konduktif (yang
menyalurkan aliran
listrik) karena
mungkin sekali gas
dan sebagainya itu
eksposif
Cairan dan bahan- Kepala Topi plastik/karet
bahan kimiawi Mata Goggles
Muka Penutup dari plastik.
Alat pernapasan Respirator khusus
tahan kimiawi
Jari, tangan, lengan Sarung plastik/karet
Tubuh Pakaian
Betis, tungkai plastik/karet
Pelindung khusus
Matakai, kakai dari plastik/karet
Sepatu karet, plastij
atau kayu
Panas Kepala Topi asbes
Lain-lain bagian Sarung, pakaian,
pelindung dari asbes
atau bahan lain yang
tahan panas/api
Kaki Sepatu dengan zool
kayu atau bahan lain
yang tahan panas
Mata Goggles dengan
lensa tahan sinar
infrared
Basah dan air Kepala Sarung tangan
plastik, karet
Tubuh berlengan panjang

25
Kaki, tungkai Pakaian khusus
Sepatu bot karet
Terpeleset, jatuh Kaki Sepatu anti slip,
kayu (gabus)
Terpotong, Kepala Topi plastik, logam
tergosok Jari, tangan, lengan Sarung tangan kulit,
dilapisi logam,
berlengan panjang
Tubuh Jaket kulit
Betis, tungkai Celana kulit
Matakaki, kaki Sepatu dilapisi baja,
zool kayu
Dermatitis atau Kepala Topi plastik, karet,
radang kulit pici (kap) kapas
Muka atau wol
Barrier cream,
Jari, tangan, lengan pelindung plastik
Barrier cream,
Tubuh sarung tangan karet,
Betis, tungkai, plastik
matakaki, kaki Penutup karet,
plastik
Sepatu karet, zool
kayu, sandal kayu
(bakiak)
Listrik Kepala Topi plastik, karet
Jari, tangan, lengan Sarung tangan karet
tahan sampai 10.000
volt selama 3 menit
Tubuh, betis, Pelindung
tungkai,matakaki, bahayanya dari
kaki karet
Bahan peledak Kaki Sepatu kayu,
percikan api
Mesin-mesin Kepala Pici, terutama
wanita yang
Jari, tangan, lengan berambut panjang
Tubuh Sarung tangan tahan
api
Jaket dari karet,
plastik, zeildoek

26
Betis, matakaki Celana tahan api
atau dekker
Sinar silau Mata Goggles, kacamata
dengan filter khusus
atau lensa polaroid
Percikan api dan Mata Goggles, penutup
sinar silau pada muka, kaca-mata
pengelasan dengan filter khusus
Muka Penutup muka
dengan kacamata
Tubuh filter khusus
Jaket tahan api
Kaki (asbes) atau kulit
Sepatu dilapisi baja
Penyinaran sedang Kepala Topi khusus
Mata Goggles, kacamata
dengan filter lensa
Muka Pelindung muka
khusus
Penyinaran kuat Kepala Topi khusus
Mata, muka Goggles dengan
filter khusus, dari
logam atau plastic
Penyinaran Jari, tangan, lengan Sarung tangan karet,
radioaktif dilapisi timah hitam
Tubuh Jaket karet atau
kulit, dilapisi timah
hitam
Gas atau aerosol Alat pernapasan Respirator khusus
radioaktif Seluruh badan Pakaian khusus
Gaduh suara Telinga Pelindung khusus:
dimasukan ke
lubang telinga atau
penutup lubang
telinga
Sumber: Anizar, 2009

27
F. Manajemen K3

Agar penerapan K3 pada suatu perusahaan dapat berjalan dengan baik,

maka keselamatan dan kesehatan kerja harus dikelola sebagai mana seperti

aspek-aspek lain seperti, produksi, penggudangan, keuangan, pemasaran,

logistik dan sumber daya manusia. Dengan begitu kejadian yang tidak di

inginkan pada perusahaan yang dapat menimbulkan kerugian dapat di cegah.

Menurut Kepmenaker 05 tahun 1996, Sistem Manajemen K3 adalah

bagian dari sistem manajemen secara keseluruhan yang meliputi struktur

organisasi, perencanaan, tanggung jawab, pelaksanaan, prosedur, proses, dan

sumber daya yang dibutuhkan bagi pengembangan, penerapan, pencapaian,

pengkajian, dan pemeliharaan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja

dalam pengendalian resiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna

terciptanya tempat kerja yang aman efisien dan produktif (Soehatman, 2010:

46).

Penerapan Sistem Manajemen K3 diatur dalam Permenaker RI. No.

Per. 05/MEN/1996 tentang Sistem Manajemen K3. Pada pasal 3 (1 dan 2)

dinyatakan bahwa setiap perusahaan yang mempekerjakan tenaga kerja

sebanyak 100 (seratus) orang atau lebih dan atau mengandung potensi bahaya

yang ditimbulkan oleh karakteristik proses atau bahan produksi yang dapat

mengakibatkan kecelakaan kerja seperti peledakan, kebakaran, pencemaran

28
lingkungan dan penyakit akibat kerja WAJIB menerapkan Sistem Manajemen

K3 (Tarwaka, 2008:81).

Dengan demikian penerapan Sistem Manajemen K3 bertujuan untuk

menciptakan tempat kerja yang aman efisien dan produktif. Kewajiban

penerapan Sistem Manajemen K3 didasarkan pada dua hal yaitu ukuran

besarnya perusahaan dan tingkat potensi bahaya yang ditimbulkan. Meskipun

perusahaan hanya mempekerjakan tenaga kerja kurang dari 100 (seratus)

orang, tetapi apabila tingkat resiko bahayanya besar juga berkewajiban

menerapkan Sistem Manajemen K3 di perusahaannya.

G. Investigasi Kecelakaan Kerja

Setiap perusahaan memang tidak menginginkan kecelakaan kerja

terjadi pada karyawannya, karena dapat menimbulkan kerugian biaya maupun

jiwa. Namun pada kenyataannya kecelakaan kerja sangat sulit untuk dihindari.

Setiap tahunnya pasti terjadi kecelakaan kerja pada setiap perusahaan baik

kecelakaan kerja ringan maupun kecelakaan kerja berat.

Setelah terjadi kecelakaan kerja akan diadakan investigasi di tempat

kejadian untuk mengetahui penyebab kecelakaan kerja itu sendiri. Investigasi

dilakukan dengan kegiatan inspeksi tempat kerja secara khusus, yang

dilakukan setelah terjadinya peristiwa kecelakaan atau insiden yang

menimbulkan penderitaan kepada manusia serta mengakibatkan kerugian dan

29
kerusakan terhadap properti dan aser perusahaann lainnya. Dengan demikian,

investigasi kecelakaan dan inseiden merupakan hal yang sangat penting untuk

dilakukan sesegera mungkin setelah setiap adanya kejadian kecelakaan. Dan

tujuan utama diadakan investigasi adalah untuk mencari apa yang sebenarnya

terjadi dan mendapatkan solusi terbaik guna mengatasi masalah-masalah yang

berkaitan dengan kecelakaan sering terabaikan.

Menurut Bird dan Germain (1986) bahwa pelaksanaan investigasi

kecelakaan/insiden secara efektif antara lain akan dapat:

a. Menjelaskan tentang apa yang terjadi

Investigasi secara cermat dapat menyelidiki hal-hal melalui bukti

konkrit dan mendapatkan pernyataan sebenarnya tentang apa yang sedang

terjadi.

b. Menentukan penyebab sebenarnya

Fakta kesedihan sering menyita waktu investigasi, sehingga investigasi

menjadi dangkal dan kurang berguna. Oleh karena penyebab sebenarnya

tidak dapat diidentivikasi, sehingga investigasi waktu yang diluangkan

untuk investigasi menjadi sia-sia.

c. Menentukan resiko kecelakaan

Investigasi yang baik akan dapat memutuskan kemungkinan

terulangnya kecelakaan yang sama dan kemungkinan potensi kerugian

yang besar. Hal tersebut merupakan dua faktor penting di dalam

30
menentukan jumlah waktu dan biaya yang akan digunakan untuk tindakan

perbaikan.

d. Mengembangkan sarana pengendalian

Sarana pengendalian yang tepat untuk mengurangi atau

menghilangkan resiko, sebagian besar berasal dari hasil investigasi yang

dilakukan dengan sebenarnya dan nyata-nyata dapat memecahkan masalah

yang terjadi.

e. Mendefinisikan arah kecenderungan

Apabila secara signifikan sejumlah laporan dapat dianalisa, maka arah

kecenderungan emergensi akan dapat diidentifikasi dan ditangani sesegera

mungkin.

f. Mendemonstrasikan perhatian

Kejadian kecelakaan akan memberikan suatu gambaran tantangan

secara gamblang terhadap orang-orang agar selalu berhati-hati. Dengan

demikian suatu investigasi harus dilakukan secara cermat dan objektif

(Bird dan Germain dalam Tarwaka, 2008:143).

31
BAB III

DESKRIPSI OBYEK PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Objek Penelitian

Perkembangan dunia industri yang semakin meningkat pesat dengan

adanya pasar bebas serta badai krisis perekonomian yang sangat terasa

dampaknya, memerlukan pemikiran dan pembenahan struktur bisnis

organisasi / perusahaan yang benar-benar mapan.

1. Sejarah Singkat Perusahaan

PT. Indo Veneer Utama adalah perusahaan yang bergerak di

bidang furniture. Perusahaan ini terdiri dari dua line produksi yaitu solid

door yang memproduksi pintu yang dipasarkan local maupun non local,

dan Garden Furniture (GF) yang memproduksi: meja, kursi dan produk

lainnya yang biasa digunakan di luar ruangan (outdoor). Perusahaan ini

beralamatkan di Jl. LU Adisucipto no 1 PO BOX 229 Colomadu-

Surakarta.

Berdiri tanggal 10 November 1975 berdasarkan akte pendirian

No. 37 Notaris Maria Theresia Budi Susanto oleh tiga bersaudara yaitu

Bapak Andi Sutanto, Bapak Gunawan Sutanto, dan Bapak Agus

Sutanto. Sebelum PT INDO VENEER UTAMA berdiri, tiga bersaudara

32

Anda mungkin juga menyukai