Anda di halaman 1dari 14

PERHITUNGAN HARGA POKOK PRODUKSI DALAM MENENTUKAN

HARGA JUAL MELALUI METODE COST PLUS PRICING DENGAN


PENDEKATAN FULL COSTING CHIP PORANG PADA PETANI PORANG DI
DESA JEMBUL

Oleh

Muhammad Safiudin
NIM 5.15.02.03.0.104

Kuliah Kerja Nyata


Fakultas Ekonomi Program Studi Manajemen
Universitas Islam Majapahit

Abstrak
Desa Jembul merupakan desa yang berada di pinggiran hutan kawasan lereng
Gunung Semar yang berbatasan dengan Gunung Anjasmoro, terletak di Kecamatan
Jatirejo, Kabupaten Mojokerto. Desa Jembul memiliki potensi yang luar biasa dalam
wisata seperti Bukit Pelangi, Air Terjun Kabejan, Kolam Renang dan hasil alamnya
seperti Kopi dan yang sedang lagi naik daun adalah Porang. Pengolahan umbi Porang ke
dalam bentuk chip akan menambah harga jual porang tersebut dan tentunya berhubungan
lansung dengan paningkatan laba. Untuk memaksimalkan laba dengan pengeluaran biaya
yang seminimal mungkin dalam pembuatan chip porang. Analisa tersebut berupa
penetapan Harga Pokok Produksi dan penentuan Harga Jual yang tepat.

Kata Kunci : Porang, Harga Pokok Produksi, Full Costing, Harga Jual, Cost Plus
Pricing.
Pendahuluan
Desa Jembul merupakan desa yang berada di pinggiran hutan kawasan lereng
Gunung Semar yang berbatasan dengan Gunung Anjasmoro, terletak di Kecamatan
Jatirejo, Kabupaten Mojokerto. Desa Jembul terletak sekitar 31 Kilometer dari pusat
Pemerintahan Kabupaten Mojokerto, dengan luas wilayah kurang lebih 45 Hektar2. Desa
Jembul hanya memiliki satu Dusun dengan wilayah dua Rukun Warga dan empat Rukun
Tetangga dengan jumlah penduduk yang hanya sekitar 97 KK atau 303 Jiwa. Desa Jembul
memiliki potensi yang luar biasa dalam wisata seperti Bukit Pelangi, Air Terjun Kabejan,
Kolam Renang dan hasil alamnya seperti Kopi dan yang sedang lagi naik daun adalah
Porang.

Tumbuhan porang merupakan salah satu jenis umbi-umbian yang dapat


dibudidayakan dengan pengelolaan sistem agroforestry. Porang sifatnya toleran naungan
yaitu dapat tumbuh pada intensitas naungan minimal 40%, sehingga dapat dikembangkan
sebagai tanaman sela di antara tanaman kayu-kayuan. Umbi porang termasuk salah satu
komoditi ekspor, sehingga mempunyai prospek untuk dibudidayakan. Umbi porang dapat
diolah untuk menjadi bahan pangan, bahan kosmetik, obat-obatan serta bahan baku
industri (Suhartati & Sari, 2015).

Banyak jenis tanaman yang sangat mirip dengan Porang yaitu diantaranya suweg,
dan walur. Secara visual karakter morfologi porang memang tidak terlalu berbeda dengan
suweg dan walur, tetapi apabila dilihat lebih teliti terdapat beberapa perbedaan diantara
ketiganya dan ciri khas tertentu yang dimiliki oleh porang. Ciri pembeda tersebut dapat
digunakan untuk mengidentifikasi bahwa suatu tanaman merupakan porang dan bukan
jenis Amorphophallus lainnya. Ciri pembeda diantara ketiganya meliputi bentuk corak
tangkai, tekstur permukaan tangkai, ada tidaknya bulbil, warna daging umbi, serat umbi,
dan ada tidaknya mata tunas di umbi. Tangkai porang bertekstur halus hingga agak kasar
dan memiliki getah yang dapat menimbulkan rasa gatal. Tangkai suweg memiliki tekstur
agak kasar sedangkan tangkai walur sangatlah kasar. Porang, suweg dan walur memiliki
daun sangat mirip. Tipe daun majemuk menjari dengan helaian daun berbentuk elips,
daun berwarna hijau cerah hingga gelap. Ciri khas yang dimiliki porang, tetapi tidak
dimiliki oleh suweg dan walur ialah bulbil. Daun porang bisa dikenali dengan melihat
titik pangkal daunnya yang memiliki bulatan kecil berwarna hijau cerah hingga coklat
sebagai bakal tumbuhnya bulbil. Titik tersebut mulai terlihat sejak tanaman berusia
kurang lebih 2 bulan (Sulistiyo & Damanhuri, 2015).

Tanaman Porang ini merupakan tanaman penghasil umbi yang banyak hidup di
hutan tropis. Tanaman Porang ini memiliki batang yang tegak, lunak, halus berwarna
hijau atau hitam dengan totol-totol berwarna putih. Batang tanaman porang memiliki
bintil atau biasanya disebut Katak atau Kelintingan oleh warga sekitar, berwarna coklat
kehitaman sebagai alat perkembangbiakan. Tanaman ini dibudidayakan karena memiliki
nilai ekonomi yang cukup menjanjikan. Karena umbi tanaman ini mengandung zat
Glucomanan yang memiliki banyak manfaat di berbagai bidang.

Sekitar > 60 %. Glukomanan tersebut banyak dimanfaatkan di berbagai bidang,


di antaranya adalah sebagai bahan dasar Konyaku dan Shirataki, sebagai bahan perekat
kertas, sebagai pengganti fungsi agar-agar dan gelatin, sebagai bahan pengisi tablet, dan
lain sebagainya (Dewi, Azrianingsih, & Indriyani, 2015).

Di desa Jembul Porang hanya di jual sebatas umbi saja dimana masa penumbuhan
porang tersebut dari mulai bibit berbentuk katak memiliki waktu yang cukup lama yaitu
kurang lebih 3 tahun untuk masa tanam tanpa pemupukan dan perawatan dan jika dengan
menggunakan metode pemupukan dan perawatan akan mempercepat waktu pertumbuhan
kurang lebih 1 – 2 tahun. Hal tersebut membuat ketidakmaksimalan apabila Porang di
jual dalam bentuk umbi. Pengolahan umbi Porang ke dalam bentuk chip akan menambah
harga jual porang tersebut dan tentunya berhubungan lansung dengan paningkatan laba,
selain harga jual dan laba juga akan menambah penghasilan warga yang terlibat sebagai
tenaga kerja dan secara lansung akan menambah nilai kerja warga di Desa Jembul.

Untuk memaksimalkan laba dengan pengeluaran biaya yang seminimal mungkin


dalam pembuatan chip porang, petani desa jembul perlu menganalisa tentang proses
pembuatan chip porang agar dapat menentukan harga jual chip Porang dan juga
mengetahui laba rugi produk tersebut. Analisa tersebut berupa penetapan Harga Pokok
Produksi dan penentuan Harga Jual yang tepat. Harga Pokok Produksi akan memberikan
manfaat untuk penentuan harga jual produk tersebut. Harga Pokok Produksi juga akan
mempengaruhi penghitungan laba rugi dalam proses pembuatan chip porang tersebut.
Pendekatan yang dapat digunakan untuk menentukan Harga Pokok Produksi
diantaranya adalah metode full costing dan metode variable costing. Dalam metode full
costing biaya produksi yang diperhitungkan dalam penentuan harga pokok produksi
adalah biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead pabrik baik
yang berperilaku tetap dan yang berperilaku variabel. Dalam metode variable costing,
biaya produksi yang diperhitungkan dalam penghitungan harga pokok produksi adalah
hanya terdiri dari biaya produksi variabel, yaitu biaya bahan baku, biaya tenaga kerja
langsung, dan biaya overhead pabrik variabel menurut (Mulyadi, Akuntansi Biaya, 2009).

Dari uraian tersebut diatas, maka penulis merasa pentingnya penentuan harga
pokok produksi dalam proses pembuatan chip porang dengan menggunakan full costing
method untuk menentukan harga jual produk, maka dapat dirumuskan permasalahan
sebagai berikut:

1. Bagaiman proses penghitungan harga pokok produksi bedasarkan


pendekatan full costing chip porang pada petani porang di desa Jembul?
2. Bagaiman proses penentuan harga jual berdasarkan metode cost plus
pricing chip porang pada petani porang di desa Jembul?.

Tinjauan Konseptual dan Teoritik


Porang
Porang (Amorphophallus muelleri Blume) merupakan spesies yang dapat tumbuh
baik di Jawa. Spesies ini pertama kali ditemukan di Afrika Barat dan menyebar ke arah
timur melalui Kepulauan Andaman India, menuju Myanmar, Thailand, Cina, Jepang, dan
Indonesia. Porang bernilai ekonomi karena umbinya mengandung glukomanan yang
tinggi, yakni sekitar > 60 %. Glukomanan tersebut banyak dimanfaatkan di berbagai
bidang, di antaranya adalah sebagai bahan dasar Konyaku dan Shirataki, sebagai bahan
perekat kertas, sebagai pengganti fungsi agar-agar dan gelatin, sebagai bahan pengisi
tablet, dan lain sebagainya (Dewi, Azrianingsih, & Indriyani, 2015).

Tanaman Porang ini merupakan tanaman penghasil umbi yang banyak hidup di
hutan tropis. Tanaman Porang ini memiliki batang yang tegak, lunak, halus berwarna
hijau atau hitam dengan totol-totol berwarna putih. Batang tanaman porang memiliki
bintil atau biasanya disebut Katak atau Kelintingan oleh warga sekitar, berwarna coklat
kehitaman sebagai alat perkembangbiakan. Tanaman ini dibudidayakan karena memiliki
nilai ekonomi yang cukup menjanjikan. Karena umbi tanaman ini mengandung zat
Glucomanan yang memiliki banyak manfaat di berbagai bidang.

Banyak jenis tanaman yang sangat mirip dengan Porang yaitu diantaranya suweg,
dan walur. Secara visual karakter morfologi porang memang tidak terlalu berbeda dengan
suweg dan walur, tetapi apabila dilihat lebih teliti terdapat beberapa perbedaan diantara
ketiganya dan ciri khas tertentu yang dimiliki oleh porang. Ciri pembeda tersebut dapat
digunakan untuk mengidentifikasi bahwa suatu tanaman merupakan porang dan bukan
jenis Amorphophallus lainnya. Ciri pembeda diantara ketiganya meliputi bentuk corak
tangkai, tekstur permukaan tangkai, ada tidaknya bulbil, warna daging umbi, serat umbi,
dan ada tidaknya mata tunas di umbi. Tangkai porang bertekstur halus hingga agak kasar
dan memiliki getah yang dapat menimbulkan rasa gatal. Tangkai suweg memiliki tekstur
agak kasar sedangkan tangkai walur sangatlah kasar. Porang, suweg dan walur memiliki
daun sangat mirip. Tipe daun majemuk menjari dengan helaian daun berbentuk elips,
daun berwarna hijau cerah hingga gelap. Ciri khas yang dimiliki porang, tetapi tidak
dimiliki oleh suweg dan walur ialah bulbil. Daun porang bisa dikenali dengan melihat
titik pangkal daunnya yang memiliki bulatan kecil berwarna hijau cerah hingga coklat
sebagai bakal tumbuhnya bulbil. Titik tersebut mulai terlihat sejak tanaman berusia
kurang lebih 2 bulan (Sulistiyo & Damanhuri, 2015).

Umbi porang mempunyai tingkat pertumbuhan yang lambat namun mempunyai


kelebihan berkembang biak yang tinggi, tumbuhan porang mampu berkembang biak
dengan berbagai cara, mulai dari bunganya yang rontok akan menghasilkan benih sampai
dengan katak yang terdapat di sela – sela daun juga mampu untuk tumbuh, dari satu
tumbuhan akan berkembang menjadi puluhan bibit baru tentunya dengan tingkat
pertumbuhan yang berbeda-beda antara cara tumbuh satu dengan yang lain. Tumbuhan
porang merupakan salah satu jenis umbi-umbian yang dapat dibudidayakan dengan
pengelolaan sistem agroforestry. Porang sifatnya toleran naungan yaitu dapat tumbuh
pada intensitas naungan minimal 40%, sehingga dapat dikembangkan sebagai tanaman
sela di antara tanaman kayu-kayuan. Umbi porang termasuk salah satu komoditi ekspor,
sehingga mempunyai prospek untuk dibudidayakan. Umbi porang dapat diolah untuk
menjadi bahan pangan, bahan kosmetik, obat-obatan serta bahan baku industri (Suhartati
& Sari, 2015).

Umbi tanaman porang juga berbeda dari umbi suweg, dan walur. Umbi porang
merupakan umbi tunggal yang umumnya bertekstur halus dan berwarna orange
kekuningan. Umbi suweg berwarna putih, ungu atau merah jambu dan mempunyai mata
tunas lebih dari satu, sedangkan umbi walur berwarna orange kekuningan seperti umbi
porang tetapi mempunyai mata tunas lebih dari satu. Dengan ciri-ciri pembeda diatas,
porang dapat dengan mudah dibedakan dengan jenis Amorphophallus lainnya terutama
dengan melihat ciri khas bulbil yang hanya dimiliki oleh porang, apabila suatu tanaman
tidak memiliki bulbil maka dapat dipastikan tanaman tersebut bukanlah porang (Sulistiyo
& Damanhuri, 2015)

Harga Pokok Produksi


Merupakan jumlah dari keseluruhan total biaya yang di keluarkan untuk
melakukan kegiatan produksi baik biaya lansung maupun biaya tidak lansung. Harga
pokok produk adalah pembebanan biaya yang mendukung tujuan manajerial yang
spesifik. Artinya penentuan harga pokok suatu produk tergantung pada tujuan menejerial
yang spesifik atau yang ingin dicapai. (Hansen & Mowen, 2013). Harga pokok produksi
akan menunjang kemudahan dalam mendapatkan informasi terkait dana yang terlibat dari
suatu proses produksi baik secara lansung maupun tidak lansung, dimana data tersebut
harus berhubungan atau mempunyai pengaruh terhadap proses produksi, dari paparan
data harga pokok produksi akan dapat disimpulkan mengenai besar beban yang di
tanggung oleh pihak produksi.

Biaya-biaya yang terjadi dalam kegiatan manufaktur disebut biaya produksi


(production cost or manufacturing cost). Biaya-biaya yang timbul pada proses produksi
akan mempengaruhi perubahan harga pokok produksi. Baik peningkatan maupun
penurunan biaya-biaya tersebut akan mempengaruhi proses penentuan harga pokok
prosduksi. Biaya-biaya yang biasanya akan mempengaruhi proses produksi yaitu biaya
bahan baku, biaya tenaga kerja dan biaya overhead pabrik. (Dunia & Abdullah, 2011)

Ada beberapa metode atau pendekatan yang di unakan untuk menghitung Harga
Pook Produksi dimana tiap metode akan mempengaruhi hasil akhir penghitungan.
Pendekatan yang dapat digunakan untuk menentukan Harga Pokok Produksi diantaranya
adalah metode full costing dan metode variable costing. Dalam metode full costing biaya
produksi yang diperhitungkan dalam penentuan harga pokok produksi adalah biaya bahan
baku, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead pabrik baik yang berperilaku tetap
dan yang berperilaku variabel. Dalam metode variable costing, biaya produksi yang
diperhitungkan dalam penghitungan harga pokok produksi adalah hanya terdiri dari biaya
produksi variabel, yaitu biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya
overhead pabrik variabel menurut (Mulyadi, Akuntansi Biaya, 2009).

1. Biaya bahan baku

Biaya bahan baku merupakan bahan yang membentuk bagian menyeluruh dari
produk jadi dan dapat dibebankan atau diperhitungkan secara langsung kepada harga
pokok produk (Muchlis, 2013). Biaya dasar yang mempengaruhi sebagaian besar
terhadap hasil produk jadinya. Tanpa biaya bahan baku proses produksi tidak bisa di
lakukan, karena merupakan bahan primer produksi.

2. Biaya tenaga kerja langsung dan tidak lansung.

Biaya tenaga kerja adalah harga yang dibayarkan dalam rangka pemakaian dan
pemamfaatan sumber daya manusia (human resourch) (Muchlis, 2013). Biaya tenaga
kerja lansung timbul dari tindak lanjut manusia dalam melakukan proses produksi yaitu
dalam pengerjaannya tenaga kerja tersebut berperan lansung. Biaya tenaga kerja langsung
adalah konpensasi yang dibayarkan kepada karyawan atau upah tenaga kerja yang secara
langsung bekerja, atau terlibat dalam proses produksi pengolahan bahan baku menjadi
produk jadi. Sedangkan biaya tenaga kerja tidak langsung adalah konpensasi yang
dibayarkan kepada para tenaga kerja yang bekerja di pabrik tetapi tidak terlibat dalam
melakukan pengolahan bahan baku menjadi produk jadi (Muchlis, 2013). Tenaga kerja
tidak lansung kebanyakan dibutuhkan pada saat sebelum dan sesudah dilakukanya
produksi, sebagai tenaga pembantu untuk berjalan lancarnya suatu produksi.

3. Biaya overhead pabrik

Biaya overhead pabrik adalah biaya-biaya yang tidak langsung dalam sebuah
proses produksi dan biaya overhead pabrik umumnya dikonsumsi oleh lebih dari satu
depertemen (Majid, 2013). Biaya ini timbul di sebapkan oleh hal – hal yang tidak secara
lansung dalam proses roduksi akan tetapi mempengaruhi biaya tambahan terhadap proses
berproduksi. Jug termasuk pengeluaran pengeluaran yang tidak di duga sebelumnya pada
saat melakukan produksi.

Tabel Harga Pokok Produksi Dengan Metode Full Costing


FULL COSTING
HPP :
Persediaan awal Rp 000,-
Biaya Produksi :
Biaya bahan Baku Rp 000
Biaya TKL Rp 000
BOP variabel Rp 000
BOP tetap Rp 000 +
Rp 000+
Tersedia Untuk Dijual Rp 000
Persediaan Akhir Rp 000+
Jumlah HPP Rp 000
Sumber : (Daljono, 2011)
Harga Jual
Harga jual adalah sejumlah biaya yang dikelurkan perusahaan untuk
memproduksi suatu barang atau jasa ditambah dengan persentase laba yang diinginkan
perusahaan, karena itu untuk mencapai laba yang diinginkan oleh perusahaan salah satu
cara yang dilakukan untuk menarik minat konsumen adalah dengan cara menentukan
harga yang tepat untuk produk yang terjual (Fitrah & Retnani, 2014)

Cost Plus Pricing atau harga jual barang atau jasa dalam keadaan normal adalah
penentuan harga jual dengan cara menambah laba yang diharapkan di atas biaya penuh
masa yang akan datang untuk memperoleh barang atau jasa (Mulyadi, Sistem Akuntansi,
2001). Cost plus pricing dalam penentuannya di dasarkan pada harga pokok produksi
pembuatan suatu barang dengan cara menambahkan persentase laba yang di inginkan ke
dalam harga pokok produksi.

Tabel Perhitungan Harga Jual


Peghitungan Harga Jual :
Biaya Produksi Rp 000,-
Mark Up x Laba Yang Diharapkan Rp 000,-+
Jumlah Rp 000,-
Volume produk (unit) Rp 000,-:
Harga Jual Per Unit Rp 000,-
Sumber : (Slat, 2013)

Metode Kajian
Metode kajian yang di lakukan oleh peneliti adalah sebagai berikut :

Objek penelitian yang di gunakan peneliti adalah pembuatan chip porang pada
Petani Porang di Desa Jembul, Kec. Jatirejo, Kab. Mojokerto. Pada objek ini penulis akan
mencoba menerapkan penghitungan Harga Pokok Produksi dengan pendekatan full
costing dan penetapan Harga Jual dengan metode cost plus pricing.

Dalam penelitian ini sumber data yang di peroleh berasal dari responden dan
dokumen. Data yang bersumber dari responden berupa pokok permasalahan yang
menjadi topik artikel ini yaitu Harga Pokok Produksi. Metode yang di gunakan untuk
pnegolahan data adalah Wawancara, Studi Kepustakaan dan Dokumenter. Analisis yang
di gunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis deskriptif dengan pendekatan
kuantitatif yaitu analisis data yang merujuk pada penghitungan Harga Pokok Produksi
yang dinyatakan dengan data angka.

Paparan Data
Proses pembuatan chip porang ini sangat sederhana. Pembuat chip porang hanya
butuh ketelatenan saja saat melakukan proses pembuatan agar ukuran chip porang dapat
sesuai seperti yang di harapkan. Apabila ukuran chip terlalu tebal akan menyebabkan
lama dalam masalah pengeringan dan berakibat penjamuran pada chip porang, apabila
ukuran chip terlalu tipis dan kecil akan menyebapkan remuk dan tidak memiliki harga
jual. Pembuatan chip porang hanya memerlukan bahan utama umbi porang.

1. Bahan :
 Umbi Porang (Ukuran minimal sekepal tangan orang dewasa)
2. Bahan Pembantu :
 Karung kemasan
 Sarung tangan
3. Alat – alat :
 Mesin perajang
 Tempat pengeringan

Dalam proses pembuatan chip porang ini, umbi porang di bersihkan dari tanah
yang menempel di kulitnya dengan air kemudian di masukan ke mesin perajang dengan
ukuran ketebalan potongan dibawah 1 cm selanjutnya di taruh di tempat pengeringan
matahari lalu di kemas dalam karung dan siap untuk di kirim.

Pembahasan Hasil
Data Penyusutan Alat – Alat Produksi
HARGA UMUR PENYUSUTAN PER PENYUSUTAN PER
NO JENIS BIAYA NILAI RESIDU
PEROLEHAN EKONOMIS TAHUN HARI
1 Mesin Pemotong Rp 7.000.000 Rp 1.000.000 5 Rp 1.200.000 Rp 3.288
2 Tempat Pengering Rp 2.000.000 Rp - 5 Rp 400.000 Rp 1.096

Dari tabel diatas diketahui bahwa penyusutan mesin pemotong per tahun sebesar
Rp.1.200.000,- dan tempat pengering sebesar Rp.400.000,- per tahun

Penghitungan Harga Pokok Produksi chip porang Menggunakan Metode Full


Costing pada Petani Porang di Desa Jembul
NO JENIS BIAYA KUANTITAS SATUAN BIAYA PER SATUAN JUMLAH
1 Bahan Baku
Umbi Porang 4000 Kg Rp 8.000 Rp 32.000.000
2 Bahan Pembantu
Karung Kemasan 12 Pcs Rp 3.000 Rp 36.000
Sarung Tangan 1 Pack Rp 50.000 Rp 50.000
3 Tenaga Kerja
Biaya Kerja 4 Orang Rp 150.000 Rp 600.000
4 BOP (Biaya Overhead Pabrik)
Biaya Perawatan Alat 5 Hari Rp 1.000 Rp 5.000
Bahan Bakar Mesin Perajang 3 Liter Rp 8.000 Rp 24.000
Oli Mesin Perajang 1 Pemakaian Rp 8.000 Rp 8.000
Biaya Tenaga Kerja Tidak Lansung 1 Pengiriman Rp 300.000 Rp 300.000
Biaya Penyusutan Mesin Perajang 5 Hari Rp 3.288 Rp 16.438
Biaya Penyusutan Tempat Pengering 5 Hari Rp 1.096 Rp 5.479
TOTAL BIAYA Rp 33.044.918
HASIL PER PRODUKSI 720 Kg
HARGA POKOK PRODUKSI PER KILOGRAM Rp 45.896
PEMBULATAN Rp 46.000
Dari tabel diatas diketahui bahwa dalam satu kali produksi memerlukan Biaya sebesar
Rp. 33.044.918,-. Porang mengalami penyusutan sebesar 82% sehingga dari 4000 kg
umbi porang menjadi 720 kg chip per produki dengan harga pokok produksi tiap kilogram
sebesar Rp 46.000,- per Kilogram.

Penentuan Harga Jual chip Porang pada Petani Porang di Desa Jembul
JENIS BIAYA KETERANGAN HASIL
Harga Pokok Produksi (HPP) Rp 33.044.918
Laba (Persentase Laba x HPP) 15% x Rp 33.044.918 Rp 4.956.738
TOTAL HARGA JUAL Rp 38.001.655
HASIL PER UNIT 720 Kg
TOTAL HARGA JUAL PER UNIT Rp 52.780
PEMBULATAN Rp 53.000

Dari tabel di atas di ketahui bahwa Persentase Laba yang di ingin kan sebesar 15% dengan
Harga Pokok Produksi Rp. 33.044.918,-, Total Laba yang di inginkan sebesar Rp.
4.956.738,- menjadikan Total Harga Jual sebesar Rp. 38.001.655,- dengan Harga Jual
sebesar Rp. 53.000,- per Kilogram.

Kesimpulan dan Refleksi


Kesimpulan
Dalam analisis perhitungan harga pokok produksi bedasarkan metode full costing dan
penentuan harga jual chip porang pada petani porang di desa jembul di simpulkan bahwa

1. Dengan Pengolahan Umbi Porang menjadi chip akan menambah nilai harga jual
terhadap Porang tersebut.
2. Dengan Pengolahan Umbi Porang menjadi chip akan menambah nilai pendapatan
warga Desa Jembul pada tenaga kerja proses pembuatan dan pengiriman produk jadi,
juga secara lansung akan mengurangi tingkat pengangguran di Desa Jembul.
3. Hasil penghitungan Harga Pokok Produksi pembuatan chip Porang dalam satu kali
produksi memerlukan biaya sebesar Rp. 33.044.918,-. Porang mengalami penyusutan
sebesar 82% sehingga dari 4000 kg umbi porang menjadi 720 kg chip per produki
dengan harga pokok produksi tiap kilogram sebesar Rp 46.000,- per Kilogram.
4. Hasil penetapan Harga Jual di ketahui bahwa Persentase Laba yang di ingin kan
sebesar 15% dengan Harga Pokok Produksi Rp. 33.044.918,-, Total Laba yang di
inginkan sebesar Rp. 4.956.738,- menjadikan Total Harga Jual sebesar Rp.
38.001.655,- dengan Harga Jual sebesar Rp. 53.000,- per Kilogram.

Refleksi
Penge-chip-an porang membuahkan banyak manfaat kepada Desa Jembul, mulai
dari bertambahnya nilai keuntungan dari yang sebelumnya hanya di jual dalam bentuk
umbi porang, menambah nilai pendapatan warga yang berperan sebagai tenaga kerja di
desa jembul yang secara lansung akan mengurangi nilai pengangguran

Perlu adanya kelanjutan dalam proses pengolahan Umbi Porang, tidak hanya
sebatas dijual lansung melainkan bisa dengan dilakukannya penge-chip-an dan akan lebih
baik lagi apabila proses pengolahan di lanjutkat ke tahap pembubukan, yaitu mengubah
chip porang menjadi bentuk bubuk, hal tersebut akan semakin menambah nilai jual
porang. Potensi porang juga akan semakin meningkat apabila dilakukannya pengolahan
terhadap zat yang terkandung di dalam porang yaitu zat Glukomanan tersebut yang
banyak dimanfaatkan di berbagai bidang, dengan meneliti lebih dalam mengenai zat
Glukomanan nilai harga jual porang akan semakin tinggi.

Perlu adanya perhatian dan pengetahuan lebih lanjut dari pihak pemberdayaan
masyarakat terkait prosedur penetapan harga jual produk mengenai proses penge-chip-an
porang yang ada di Desa Jembul untuk memaksimalkan Hasil Bumi mempunyai prospek
nilai tinggi. Fasilitas dan sarana penunjang maupun sumbangan modal juga di perlukan
una mendorong berjalannya proses produksi chip porang dengan mudah dan lancar.
Daftar Rujukan
Daljono. (2011). Akuntansi Biaya. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Dewi, D. F., Azrianingsih, R., & Indriyani, S. (2015). Struktur Embrio Porang
(Amorphophallus Muelleri Blume) Dari Berbagai Variasi Ukuran Biji. Jurnal
Biotropika, 3(3), 147-150.

Dunia, F. A., & Abdullah, W. (2011). Akuntansi Biaya. Jakarta: Salemba Empat.

Fitrah, R., & Retnani, E. D. (2014). Penentuan Harga Jual Menggunakan Cost Plus
Pricing dengan Pendekatan Variable Costing. Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi,
3(11), 1-14.

Hansen, D. R., & Mowen, M. M. (2013). Akuntansi Manajerial. Jakarta: Salemba


Empat.

Majid, J. (2013). Memahami Akuntansi Manajemen. Makassar: Alauddin University


Press.

Muchlis, S. (2013). Akuntansi Biaya Kontemporer. Makassar: Alauddin University


Press.

Mulyadi. (2001). Sistem Akuntansi. Jakarta: Salemba Empat.

Mulyadi. (2009). Akuntansi Biaya. Yogyakarta: STIE YPKPN.

Slat, A. H. (2013). Analisis Harga Pokok Produk Dengan Metode Full Costing Dan
Penentuan Harga Jual. Jurnal Emba, 1(3), 2303-1174.

Suhartati, & Sari, R. (2015, Desember). TUMBUHAN PORANG: PROSPEK


BUDIDAYA SEBAGAI SALAH SATU SISTEM AGROFORESTRY. Info
Teknis EBONI, 12(2), 97-110.

Sulistiyo, R. H., & Damanhuri, L. S. (2015, Juli). EKSPLORASI DAN IDENTIFIKASI


KARAKTER MORFOLOGI PORANG (Amorphophallus muelleri B.) DI
JAWA TIMUR. Jurnal Produksi Tanaman, 3(5), 353–361.
Lampiran

Anda mungkin juga menyukai