Anda di halaman 1dari 60

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Bank merupakan lembaga intermediasi antara orang yang memiliki


kelebihan dana dengan orang yang membutuhkan atau kekurangan dana. Menurut
Undang-undang Negara Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 Tanggal 10
November 1998 tentang perbankan, yang dimaksud dengan bank adalah badan
usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan
menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk
lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
Bank Islam adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan
pembiayaan dan jasa-jasa lainnya dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran
uang yang pengoperasiannya disesuaikan dengan prinsip syariat Islam.1
Sedangkan dalam bank konvensional, bank merupakan lembaga yang beroperasi
dengan sistem bunga, serta uang dijadikan sebagai alat komoditas utama dalam
pengoperasiannya.
Perbankan syariah lebih dikenal dengan bank bagi hasil.Bank syariah tidak
beroperasi dengan sistem bunga melainkan dengan sistem bagi hasil, yakni adanya
kesepakatan berbagi keuntungan ataupun kerugian antara mitra kerja. Sehingga
bank syariah mendapatkan keuntungan yang riil tanpa adanya pengaruh dari
makroekonomi seperti inflasi dan suku bunga. Bagi hasil adalah bentuk return
(perolehan aktivitas usaha) dari kontrak investasi dari waktu ke waktu, tidak pasti
dan tidak tetap pada bank islam. Besar kecilnya perolehan itu tergantung pada
hasil usaha yang benar-benar diperoleh bank islam.2Bank syariah hanya
menetapkan persentase pembagian atas keuntungan yang diperoleh, bukan
persentase atas modal yang diberikan seperti halnya bank konvensional dengan
sistem bunga.

1
Muhammad, Manajemen Dana Bank Syariah, (Jakarta: Rajawali Pers, 2014), h. 2
2
Veithzal Rivai, Islamic Banking: Sebuah Teori, Konsep dan Aplikasi (Jakarta : PT.Bumi
Aksara, 2010), h. 800.

1
Bank syariah dalam kegiatannya sama seperti bank konvensional, yakni
menghimpun dana dari masyarakat yang kelebihan dana dan menyalurkan dana
kepada masyarakat yang kekurangan dana. Bank syariah menghimpun dana dalam
bentuk tabungan, deposito dan giro dan menyalurkan dana dalam bentuk
pembiayaan, jual beli dan sewa menyewa. Namun dalam produk perbankan
syariah tidak memberikanreturn yang tetap seperti halnya dengan bank
konvensional yang menjanjikan return yang tetap kepada masyarakat.
Bank syariah dalam kegiatan atau usaha yang dijalankan yakni
memperoleh keuntungan dari pembiayaan dengan prinsip bagi hasil diperoleh
keuntungan sesuai dengan kesepakatan (nisbah bagi hasil) dengan masing-masing
nasabah (mudharib atau mitra usaha), dari pembiayaan dengan prinsip jual beli
diperoleh margin keuntungan, sedangkan dari pembiayaan dengan prinsip sewa
diperoleh pendapatan sewa. Keseluruhan pendapatan dari pooling fund ini
kemudian dibagihasilkan antara bank dengan semua nasabah yang menitipkan,
menabung, atau menginvestasikan uangnya sesuai dengan kesepakatan awal.
Bagian nasabah atau hak pihak ketiga akan didistribusikan kepada nasabah,
sedangkan bagian bank akan dimasukkan ke dalam laporan laba rugi sebagai
pendapatan operasi utama. Sementara itu, pendapatan lain seperti dari
mudharabah muqayyadah (investasi terikat) dan jasa keuangan dimasukkan ke
dalam laporan laba rugi sebagai pendapatan operasi lainnya.3
Sejak dikeluarkannya UU No. 7 tahun 1192 tentang Perbankan, Indonesia
memiliki sistem perbankan ganda (dual banking system), yakni terdiri dari bank
konvensional dengan sistem bunga dan bank bagi hasil dengan sistem bagi
hasil.Perkembangan bank syariah semakin meningkat karena mampu menghadapi
persaingan dan tetap berdiri meskipun terjadi krisis pada tahun 1998.Namun Bank
Syariah pada saat sekarang ini juga harus mampu mengimbangi bank
konvensional yang sudah dikenal oleh masyarakat umum dan masyarakat umum
yang sudah terbiasa dengan sistem bunga. Bank syariah harus mampu mengelola
dana masyarakat yang dihimpun dengan meyalurkannya dalam bentuk
pembiayaan maupun jual beli sehingga menghasilkan keuntungan yang tinggi

3
Ascarya.Akad dan Produk Bank Syariah. (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2015), h. 33

2
sehingga masyarakat yang dihimpun dananya akan mendapatkan bagi hasil yang
tinggi dari pengelolaan modal yang dilakukan oleh bank syariah. Dengan
menciptakan bagi hasil yang tinggi untuk masyarakat yang dihimpun dananya
maka masyarakat dapat tertarik untuk menginvestasikan dananya kepada bank
syariah untuk dikelola modalnya dengan prinsip-prinsip syariah.
Gejalamakroekonomi yang terjadi pada setiap Negara dapat mengganggu
aktivitas ekonomi yang dilaksanakan oleh Negara.Seperti halnya dengan inflasi
dan suku bunga. Meskipun sejarah bank syariah tahun 1998 tahan akan krisis yang
terjadi sejak itu, namun aktivitasnya tetap terganggu sama hal nya dengan
kegiatan ekonomi lainnya.
Inflasi merupakan gejala makroekonomi yang sangat mempengaruhi
jalannya perekonomian Negara.Inflasi adalah kenaikan terus menerus dalam
tingkat harga suatu perekonomian akibat adanya kenaikan permintaan agregat atau
penawaran agregat.4Sedangkan menurut Sadono Sukirno, inflasi yaitu kenaikan
dalam harga barang dan jasa, yang terjadi karena permintaan bertambah lebih
besar dibandingkan dengan penawaran barang di pasar.5Jadi inflasi merupakan
kenaikan harga yang terjadi karena permintaan yang banyak namun penawaran
atas barang dan jasa tersebut sedikit. Gejala makroekonomi ini mempengaruhi
besar kecilnya returnyang diterima oleh nasabah. Semakin besarnya persentase
inflasi maka semakin banyaknya masyarakat yang menggunakan uangnya untuk
kebutuhan dengan biaya-biaya yang melambung tinggi.Inflasi juga mempengaruhi
kegiatan produksi yang dilakukan oleh para pengusaha. Biaya-biaya produksi
akan semakin meningkat sehingga menyebabkan penurunan modal oleh
pengusaha. Peningkatan biaya tersebut membuat pengusaha untuk menambah
modalnya dengan mengajukan peminjaman atau pun pembiayaan pada
bank.Inflasi mendorong peningkatan suku bunga sehingga pengusaha beralih
kepada bank syariah dengan pembiayaan tanpa bunga melainkan dengan sistem
bagi hasil. Hal ini akan menyebabkan peningkatan return yang diterima oleh bank

4
Mc Eachern, Ekonomi Makro Pendekatan Kontemporer (Jakarta: Salemba Empat, 2000),
h. 133.
5
Sadono Sukirno, Makroekonomi Teori Pengantar Edisi Ketiga (Jakarta: PT.
RajaGrafindo Persada, 2004), h. 333.

3
syariah dan meningkatkan return yang akan diberikan oleh bank syariah kepada
masyarakat deposito maupun tabungan.
Kebijakan moneter yang dilakukan oleh bank sentral akan mempengaruhi
perkembangan suku bunga, yakni salah satunya akan mempengaruhi suku bunga
jangka pendek seperti suku bunga SBI. Kemudian perubahan ini akan
memberikan pengaruh suku bunga deposito yang ditawarkan bank konvensional
kepada masyarakat penabung dan pada suku bunga kredit yang dibebankan bank
konvensional kepada para debiturnya.6Para pengusaha hanya akan melaksanakan
keinginan untuk menanam modal apabila tingkat pengembalian modal dari
investasi yang dilakukan, yaitu persentasi keuntungan yang akan diperoleh
sebelum dikurangi bunga uang yang dibayar, lebih besar dari bunga.7Ketika bank
konvensional menawarkan tingkat bunga yang lebih rendah daripada bagi hasil
yang ditawarkan oleh bank syariah, maka nasabah yang kekurangan dana akan
melakukan peminjaman uang pada bank konvensional. Namun apabila bank
konvensional menawarkan tingkat suku bunga yang lebih tinggi daripada bagi
hasil pembiayaan yang ditawarkan oleh bank syariah, maka nasabah akan
melakukan pembiayaan pada bank syariah. Hal ini menyebabkan semakin
banyaknya masyarakat yang melakukan pembiayaan kepada bank syariah maka
semakin terlaksana pengelolaan modal oleh bank syariah dan semakin banyaknya
modal yang dikelola maka semakin besar pendapatan yang diperoleh oleh bank
syariah dari nasabah penyaluran dana atau pembiayaan. Maka bagi hasil yang
diberikan kepada nasabah penghimpunan dana atau deposito maupun tabungan
akan semakin tinggi.
Gejala makroekonomi seperti inflasi dan suku bunga mempengaruhi besar
kecilnya return yang diterima oleh bank syariah. Fluktuasi bagi hasil dapat dilihat
pada gambar grafik di bawah ini.

6
Aulia Pohan, Kerangka Kebijakan Moneter dan Implementasinya di Indonesia, (Jakarta:
PT RajaGrafindo Persada, 2008), hal. 21
7
Sadono Sukirno, Makroekonomi : Teori Pengantar, ed. Ke-3, cet. Ke-15, (Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada, 2004), hal. 122-123

4
Gambar 1. Grafik Fluktuasi Bagi Hasil Bank Syariah di Indonesia

Bagi Hasil
18.00%
16.00%
14.00%
12.00%
10.00%
8.00%
Bagi Hasil
6.00%
4.00%
2.00%
0.00%
Mar-13
May-13

Mar-14
May-14

Mar-15
May-15
Jan-13

Nov-13
Jan-14

Sep-14
Nov-14
Jan-15
Jul-13
Sep-13

Jul-14

Sumber: Data di olah dengan Excel

Dari gambar di atas dapat di lihat peningkatan yang terjadi di akhir tahun
2014 dan di awal tahun 2015. Pada bulan Oktober 2014 inflasi sebesar 0,47% dan
mengalami kenaikan sebesar 1,5% di bulan November 2014. Sedangkan suku
bunga mengalami peningkatan dari 7,5% menjadi 7,75%.
Permasalahan di atas perlu dilakukan penelitian untuk melihat seberapa
besar pengaruh makroekonomi yakni inflasi dan suku bunga terhadap bagi hasil
bank syariah.Oleh sebab itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian
“ANALISIS PENGARUH MAKROEKONOMI TERHADAP BAGI HASIL
BANK SYARIAH DI INDONESIA”.

B. Batasan Masalah
Batasan masalah dalam penelitian ini agar pembahasan terfokus pada
pokok permasalahan dan tidak terlalu meluas, sehingga diharapkan penelitian
nanti tidak menyimpang dari sasarannya dan mempunyai pemahaman yang
berbeda oleh pembaca.Peneliti memberi batasan masalah pada dua variabel
makroekonomi (bebas) yakni inflasi dan suku bunga. Sedangkan variabel terikat

5
adalah bagi hasil bank syariah di Indonesia.Penelitian ini dilakukan pengamatan
kurang lebih 3 tahun dari bulan Januari tahun 2013 sampai bulan Juni tahun 2015.

C. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, yang terjadi dalam penelitian
ini adalah:
1. Apakah inflasi dan suku bunga berpengaruh terhadap bagi hasil bank
syariah di Indonesia?
2. Bagaimana elastisitas pengaruh inflasi dan suku bunga terhadap bagi hasil
bank syariah di Indonesias?

D. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian Rumusan masalah berdasarkan uraian di atas adalah:
1. Untuk mengetahui pengaruh inflasi dan suku bunga terhadap bagi hasil
bank syariah di Indonesia.
2. Untuk mengetahui elastisitas pengaruh inflasi dan suku bunga terhadap
bagi hasil bank syariah di Indonesia.

E. Manfaat Penelitian
Dari seluruh uraian di atas maka hasil penelitian yang diharapkan oleh
penulis dari penelitian ini adalah :
1. Bagi Penulis, penelitian ini sebagai suatu pengetahuan dan pengalaman
serta sekaligus pengaplikasian ilmu pengetahuan yang diperoleh
selama mengikuti kuliah melalui pengkajian dalam karya ilmiah yang
melalui beberapa metode.
2. Bagi calon nasabah, sebagai bahan pertimbangan dan informasi, serta
bermanfaat dalam merencanakan, menganalisis, dan mengukur untuk
menentukan keputusan melakukan pembiayaan.
3. Bagi Akademis, menambah kepustakaan dibidang ilmu pengetahuan
dan memberikan masukan berupa informasi pada kalangan akademis
sebagai dasar penelitian selanjutnya.

6
BAB II
STUDI KEPUSTAKAAN

A. Kajian Teori
1. Bagi Hasil
a. Pengertian Bagi hasil

Bagi hasil menurut terminologi asing (bahasa Inggris) dikenal


dengan profit sharing. Profit dalam kamus ekonomi diartikan pembagian
laba.Secara definisi profit sharing diartikan "distribusi beberapa bagian
dari laba pada pegawai dari suatu Perusahaan". Menurut Antonio, bagi
hasil adalah suatu sistem pengolahan dana dalam perekonomian Islam
yakni pembagian hasil usaha antara pemilik modal (shahibul maa/) dan
pengelola (Mudharib).8
Sedangkan menurut Vietzal bagi hasil adalah bentuk return
(perolehan aktivitas usaha) dari kontrak investasi dari waktu ke waktu,
tidak pasti dan tidak tetap pada bank islam. Besar kecilnya perolehan itu
tergantung pada hasil usaha yang benar-benar diperoleh bank islam.9Jadi
bagi hasil dalam penelitian ini adalah persentase bagi hasil deposito > 12
bulan rata-rata bank syariah yang ada di Indonesia.
Bagi Hasil yang ada pada zaman romawi berbeda bagi hasil dalam
konsep islam, menurut usmani beberapa konsep bagi hasil adalah10:
a) Bagi hasil tidak berarti meminjamkan uang, tetapi merupakan
partisipasi dalam usaha. Dalam hal musyarakah, keikutsertaan aset
dalam usaha hanya sebatas porsi pembiayaan masing-masing pihak.
b) Investor atau pemilik dana harus ikut menanggung resiko kerugian
usaha sebatas porsi pembiayaan.

8
Syafi’I Antonio, Bank Syariah: Teori dan Praktik, (Jakarta: Gema Insani, 2011), h. 90
9
Veithzal Rivai, Islamic Banking: Sebuah Teori, Konsep dan Aplikasi (Jakarta : PT.Bumi
Aksara, 2010), h. 800.
10
Ascarya, Akad Dan Produk Bank Syariah (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2009),
h. 49.

7
c) Para mitra usaha bebas menentukan, dengan persetujuan bersama,
rasio keuntungan untuk masing-masing pihak, yang dapat berbeda dari
rasio pembiayaan yang disertakan.
d) Kerugian yang ditanggung oleh masing-masing pihak harus sama
dengan porsi investasi.

Metode bagi hasil terdiri dari dua sistem antara lain sebagai berikut11:
a) Bagi untung (Profit Sharing) adalah bagi hasil yang dihitung dari
pendapatan setelah dikurangi biaya pengelolaan dana. Dalam sistem
syariah pola ini dapat digunakan untuk keperluan distribusi hasil
usaha lembaga keuangan syariah;
b) Bagi hasil (Revenue Sharing) adalah bagi hasil yang dihitung dari total
pendapatan pengelolaan dana. Dalam sistem syariah pola ini dapat
digunakan untuk keperluan distribusi hasil usaha lembaga keuangan
syariah.
Skema perbedaan metode perhitungan bagi hasil profit sharing dan
revenue sharing dapat di lihat pada gambar berikut:

11
Saparuddin Siregar, Diktat Akuntansi Perbankan Syariah (Fakultas Syariah IAIN
Sumatera Utara, 2009), h. 57

8
Gambar 2. Skema Perbedaan sistem bagi hasil profit sharing dan revenue
sharing

PROFIT SHARING REVENUE SHARING

Pendapatan Pendapatan
Dasar
 Bagi hasil  Bagi hasil
Perhitungan
 Margin  Margin
 Sewa Bagi hasil  Sewa
 lainya  lainya

Dikurangi Hak bagi hasil


pihak ketiga

Dikurangi beban operasional

Ditambah pendapatan Pembiayaan Mudharabah


operasional lainnya

Dikurangi beban operasional


Dasar

Perhitungan
Laba/rugi Bersih Laba/rugi Bersih
Bagi hasil

Aplikasi perbankan syariah pada umumnya, bank dapat menggunakan


sistem profit sharing maupun revenue sharing tergantung kepada kebijakan
masing-masing bank untuk memilih salah satu dari sistem yang ada. Bank bank
syariah yang ada di Indonesia saat ini semuanya menggunakanperhitungan bagi
hasil atas dasar revenue sharing untuk mendistribusikan bagi hasil kepada para
pemilik dana (deposan).12
Secara umum prinsip-prinsip bagi hasil dalam perbankan syariah dapat
dilakukan dalam empat akad utama, yaitu, al Musyarokah, al Mudharabah, al

12
Tim Pengembangan Perbankan Syariah Institut Bankir Indonesia, Bank Syariah :
Konsep, Produk dan Implementasi Operasional (Jakarta: Djambatan, 2003), hal. 264.

9
muzara’ah, dan al musaqah. Prinsip yang paling banyak dipakai adalah al
musyarakah dan al mudharabah, sedangkan al muzara’ah dan al musaqolah
dipergunakan khusus untuk plantation financing atau pembiayaan pertanian untuk
beberapa Bank Islam. Bagi Hasil adalah Keuntungan/Hasil yang diperoleh dari
pengelolaan dana baik investasi maupun transaksi jual beli yang diberikan kepada
Nasabah dengan persyaratan:
a. Perhitungan Bagi Hasil disepakati menggunakan pendekatan/pola :
1) Revenue Sharing
2) Profit & Loss Sharing.
b. Pada saat akad terjadi wajib disepakati sistem bagi hasil yang
digunakan, apakah RS, PLS atau Gross Profit. Kalau tidak disepakti
akad itu menjadi gharar.
c. Waktu dibagikannya bagi hasil harus disepakati oleh kedua belah
pihak, misalnya setiap bulan atau waktu yang telah disepakati.
d. Pembagian bagi hasil sesuai dengan nisbah yang disepakati diawal dan
tercantum dalam akad.

b. Konsep Bagi Hasil


Konsep bagi hasil berbeda dengan konsep bunga yang diterapkan oleh
sistem bank konvensional.Dalam perbankan syariah, konsep bagi hasil dapat
dijabarkan sebagai berikut.
1) Pemilik dana menanamkan dananya melalui institusi keuangan yang
bertindak sebagai pengelola dana.
2) Pengelola mengelola dana-dana tersebut dalam sistem yang dikenal
dengan sistem pool of fund (penghimpunan dana), selanjutnya
pengelola akan menginvestasikan dana-dana tersebut dalam ke dalam
proyek atau usaha-usaha yang layak dan menguntungkan serta
memenuhi semua aspek syariah.
3) Kedua belah pihak membuat kesepakatan (akad) yang berisi ruang
lingkup kerjasama, jumlah nominal dana, nisbah, dan jangka waktu
berlakunya kesepakatan tersebut.

10
4) Sumber dana terdiri dari:
a) Simpanan: tabungan dan simpanan berjangka.
b) Modal : simpanan pokok, simpanan wajib, dana lain-lain.
c) Hutang pihak lain.

c. Jenis-jenis Akad Bagi Hasil


Secara umum bentuk-bentuk kontrak kerjasama bagi hasil dalam
perbankan syariah dapat dilakukan dengan 4 akad yakni musyarakah,
mudharabah, muzara’ah dan musaqah.Namun umumnya pada penerapan prinsip
yang digunakan bank syariah dengan sistem bagi hasil ialah akad musyarakah
dan mudharabah. Berikut pemaparan akad musyrakah dan mudharah.

1) Musyarakah (Joint Venture Profit & Loss Sharing)


Menurut Antonio Musyarakah adalah akad kerja sama antara dua
pihak atau lebih untuk suatu tertentu dimana masing-masing pihak
memberikan kontribusi dana dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan
resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.13Sedangkan
menurut Muhammad, musyarakah adalah transaksi penanaman dana dari
dua atau lebih pihak pemilik dana atau barang untuk menjalankan usaha
tertentu sesuai syariah dengan pembagian hasil usaha antara kedua belah
pihak berdasarkan nisabah yang disepakati sedangkan pembagian kerugian
berdasarkan proporsi modal masing-masing.14Jadi Musyarakah adalah
kerja sama antara dua belah pihak atau lebih dengan pembagian hasil
sesuai dengan kesepakatan bersama.
Macam-macam syirkah yakni sebagai berikut:
a) Syirkah Inan
Syirkah inan adalah kerja sama antara dua orang atau lebih dalam
permodalan untuk melakukan suatu usaha bersama dengan cara
membagi untung atau rugi sesuai dengan jumlah modal masing-

13
Muhammad Syafi’I Antonio, Bank Syari’ah; Wacana Ulama’ dan Cendekiawan,
(Jakarta: Tazkia Institut dan Bank Indonesia, 1999).hal.. 278
14
Muhammad, Manajemen Dana Bank Syariah, (Jakarta: Rajawali Pers, 2014), hal. 44

11
masing. Namun, apabila porsi masing-masing pihak baik dalam dana
maupun kerja atau bagi hasil berbeda sesuai dengan kesepakatan
mereka, semua ulama membolehkannya.15

b) Syirkah Mufawaddah
Syirkah Mufawaddah adalah kerja sama antara dua orang atau lebih
untuk melakukan sesuatu usaha dengan persyaratan sebagai berikut:
i. Modalnya harus sama banyak.
ii. Persamaan dalam hak tasaruf. Maka tidak sah Syirkah
mufawaddah antara anak yang masih dibawah umur dan orang
dewasa. Karena hak tasaruf keduanya tidak sama.
iii. Mempunyai kesamaan dalam hal agama. Dengan demikian
tidak sah berserikat antara orang muslim dengan nonmuslim.
iv. Tiap-tiap peserta harus menjadi penanggung jawab atas peserta
yang lainnya dalam hak dan kewajiban, sekaligus sebagai
wakil. Dengan demikian, tindakan hukum peserta yang satu
tidak boleh lebih besar daripada tindakan hukum peserta yang
lainnya.16

c) Syirkah Wujuh
Syirkah wujuh adalah kerja sama antara dua orang atau lebih untuk
membeli sesuatu tanpa modal, tetapi hanya modal kepercayaan dan
keuntungan dibagi antara sesama mereka.

d) Syirkah Abdan
Syirkah Abdan adalah kerjasama antara dua orang atau lebih untuk
melakukan suatu usaha atau pekerjaan.Selanjutnya, hasil dari usaha

15
Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah,(Jakarta: Kencana Prenadamedia Group, 2013), h. 221.
16
Ahmad Wardi Muslichs,Fiqih Muamalah, (Jakarta: Bumi Aksara, 2015),h. 347.

12
tersebut dibagi antarsesama mereka berdasarkan perjanjian, seperti
pemborong bangunan, jalan, listrik, dan lain-lain.17

Akad syirkah diperbolehkan menurut Ulama Fiqh berdasarkan


Alquran QS. Shaad: 24

‫ض‬ ٍ ‫علَى َب ْع‬ َ َ‫َو ِإ َّن َكثِيرا ً ِم ْن ْال ُخل‬


ُ ‫طاء لَ َي ْب ِغي َب ْع‬
َ ‫ض ُه ْم‬
﴾٢٤﴿ ....‫ت َوقَ ِلي ٌل َّما ُه ْم‬ َّ ‫ع ِملُوا ال‬
ِ ‫صا ِل َحا‬ َ ‫ِإ ََّّل الَّذِينَ آ َمنُوا َو‬

Artinya : “Daud berkata: “Sesungguhnya dia telah berbuat zalim


kepadamu dengan meminta kambingmu itu untuk ditambahkan
kepada kambingnya. Dan sesungguhnya kebanyakan dari
orang-orang yang berserikat itu sebagian mereka berbuat
zalim kepada sebagian yang lain, kecuali orang-orang yang
beriman dan mengerjakan amal yang saleh, dan amat
sedikitlah mereka ini”. Dan Daud mengetahui bahwa kami
mengujinya, maka ia meminta ampun kepada Tuhannya lalu
menyungkur sujud dan bertaubat.”

Ayat di atas menunjukkan perkenaan dan pengakuan Allah akan


adanya perserikatan dalam kepemilikan harta. Dalam surat Shaad: 24
pereserikatan terjadi atas dasar akad (ikhtiyari).18
Musyarakah akan menjadi akad yang sah apabila terpenuhi rukun
dan syaratnya. Rukun Syirkah ada empat, yaitu: Sighat, dua orang yang
melakukan transaksi (‘aqidahian), dan objek yang ditransaksikan. Syarat
musyarakah menurut kesepakatan ulamaantara lain sebagai berikut:
a) Dua pihak yang melakukan transaksi mempunyai
kecakapan/keahliyan (ahliyah) untuk mewakilkan dan menerima

17
Zaidi Abdad, Lembaga Perekonomian Umat diDunia Islam, (Bandung: Angkasa,
2003), hlm. 101.
18
Muhammad Syafi’I Antonio, Bank Syariah…, h. 91

13
perwakilan. Demikian ini dapat terwujud bila seseorang bersetatus
merdeka, balig dan pandai (rasyid). Hal ini karena masing-masing
dari dua pihak itu posisinya sebagai mitra jika ditinjau dari segi
adilnya sehingga ia menjadi wakil mitranya dalam membelanjakan
harta.
b) Modal Syirkah diketahui
c) Modal Syirkah ada pada saat transaksi.
d) Besarnya keuntungan diketahui dengan penjumlahan yang berlaku,
seperti setengah, dan lain sebagainya.

Beberapa Syarat Syirkah menurut Usmani antara lain :


a) Syarat Akad. Karena syirkah merupakann hubungan yang dibentuk
oleh para mitra melalui kontrak/akad yang disepakati bersama, maka
otomatis empat syarat akad yaitu :
i. Syarat berlakunya akad (In’iqod)
ii. Syarat sahnya akad (shahih)
iii. Syarat terealisasinya akad (Nafadz)
iv. Syarat lazim yang dipenuhi. Misalnya para mitra usaha harus
memenuhi syarat pelaku akad (ahliyah dan wilayah), akad
harus dilaksanakan atas persetujuan para pihak tanpa adanya
tekanan, penipuan, atau penggambaran yang keliru, dan
sebagainya.
b) Pembagian proposisi keuntungan. Dalam pembagian proposisi
keuntungan harta harus dipenuhi hal-hal berikut:
i. Proporsi keuntungan yang dibagikan kepada mitra usaha harus
disepakati diawal kontrak/akad. Jika proporsi belum ditetapkan,
akad tidak sah menurut syariah.
ii. Rasio/nisbah keuntungan untuk masing-masing mitra usaha harus
ditetapkan sesuai dengan keuntungan nyata yang diperoleh dari
usaha, dan tidak ditetapkan berdasarkan modal yang disertakan.
Tidak diperbolehkan untuk menetapkan lumsum untuk mitra

14
tertentu, atau tingkat keuntungan tertentu yang dikaitkan dengan
modal investasinya.
Contoh: jika A dan B bermitra dan sepakat bahwa A akan
mendapatkan bagian keuntungan setiap bulan sebesar Rp. 100 ribu,
dan sisanya merupakan bagian keuntungan dari B, maka kemitraan
itu tidak sah. Demikian pula, jika disepakati bahwa A akan
memperoleh 15% dari nilai investasinya, kemitraan itu tidak sah.

Dasar yang benar untuk mendistribusikan keuntungan adalah persentase


yang disepakati dari keuntungan yang benar-benar diperoleh dalam usaha.

a) Penentuan proporsi keuntungan. Dalam menentukan proporsi keuntungan


terdapat beberapa pendapat dari para ahli hukum islam sebagai berikut :
i. Imam Malik dan Imam Syafi’I berpendapat bahwa proporsi
keuntungan dibagi diantara mereka menurut kesepakatan yang
ditentukan sebelumnya dalam akad sesuai dengan proporsi
modal yang disertakan
ii. Imam Ahmad berpendapat bahwa proporsi keuntungan dapat
pula berbeda dari proporsi modal yang mereka sertakan.
iii. Imam Abu Hanifah, yang dapat dikatakan sebagai pendapat
tengah-tengah, berpendapat bahwa proporsi keuntungan dapat
berbeda dari proporsi modal pada kondisi normal. Namun
demikian, mitra yang memutuskan menjadi sleeping partner,
proporsi keuntungannya tidak boleh melebihi proporsi
modalnya.

2) Mudharabah (Trustee Profit Sharing)


Mudharabah atau qiradh termasuk salah satu bentuk akad syirkah
(perkongsian).Mudharabah berasal dari kata al-dharb yang berarti berpergian
atau berjalan.Mudharabah adalah transaksi penanaman dana dari pemilik dana
(shahibul maal) kepada pengelola dana (mudharib) untuk melakukan kegiatan
usaha tertentu yang sesuai syariah, dengan pembagian hasil usaha antara

15
kedua belah pihak berdasarkan nisbah yang telah disepakati
sebelumnya.19Mudharabahmerupakan perjanjian antara pemilik modal (uang
dan barang) dengan pengelola usaha dimana pemilik modal bersedia
membiayai sepenuhnya suatu usaha /proyek danpengelola usaha setuju untuk
mengelola proyek tersebut dengan bagi hasil sesuai dengan perjanjian,
keuntungan dibagi sesuai dengan perjanjian serta kerugian ditanggung oleh
pemilik modal.
Mudharabah terdiri dari 2 jenis yakni sebagai berikut:
a) Mudharabah mutlak adalah penyertaan modal seseorang kepada
pengusaha tanpa memberikan batasan.
b) Mudharabah muqayyad (terikat) adalah penyerahan modal
seseorang kepada pengusaha dengan memberikan batasan.

Berikut beberapa rukun dan syarat dalam pembiayaan mudharabah


yang harus diperhatikan, yakni sebagai berikut:
a) Pelaku (pemilik modal maupun pelaksana usaha)
Akad mudharabah, harus ada minimal dua pelaku.Pihak
pertama bertindak sebagai pemilik modal (shahibul maal), pihak kedua
sebagai pelaksana usaha (mudharib).Syarat keduanya adalah pemodal
dan pengelola harus mampu melakukan transaksi dan sah secara
hukum, maka dibatalkan apabila yang melakukan akad anak kecil,
orang gila dan orang-orang yang berada dibawah pengampuan.
b) Objek mudharabah (modal dan kerja)
Objek mudharabah antara lain ialah modal bagi pemilik modal
dan kerja bagi pelaksana usaha (pengelola). Modal diserahkan
berbentuk uang tunai dan harus diketahui dengan jelas agar dapat
dibedakan antara modal yang diperdagangkan dan laba atau
keuntungan dari dagangan tersebut yang akan dibagiakan kepada
kedua belah pihak sesuai dengan perjanjian yang telah

19
Muhammad, hal. 41

16
disepakati. Sedangkan kerja yang diserahkan bisa berbentuk keahlian,
keterampilan, selling skill, management skill dan lain-lain.
c) Ijab-qabul
Adanya Ijab-qabul antara kedua belah pihak untuk melakukan
persetujuan bersama."Persetujuan kedua belah pihak merupakan
konsekuensi dari prinsip 'an-taraadhim minkum (sama-sama rela)”
(Q.S. An-Nisa ayat 29).Kedua belah pihak harus secara rela bersepakat
untuk mengikatkan diri dalam akad mudharabah. Pemilik dana setuju
dengan perannya untuk mengkontribusikan dana dan pengelola
(pelaksana usaha) setuju dengan perannya untuk mengkontribusikan
kerja. Syaratnya adalah melafazkan ijab dari pemilik modal dan qabul
dari yang mengelola modal.
d) Nisbah Keuntungan
Keuntungan yang akan menjadi milik pengelola dan pemilik
modal harus jelas persentasenya. Oleh karena itu pemilik modal dan
pengelola harus menetapkan nisbah keuntungan di awal kesepakatan
agar tidak terjadi perselisihan ketika pembagian hasil keuntungan.

Adapun bentuk-bentuk mudharabah yangdilakukan dalam perbankan


syariah dari sisi penghimpunan dana adalah:
a) Tabungan Mudharabah.
Adalah simpanan pihak ketiga yang penarikannya dapat dilakukan
setiap saat atau beberapa kali sesuai perjanjian.
b) Deposito Mudharabah.
Merupakan investasi melalui simpanan pihak ketiga (perseorangan
atau badan hukum) yang penarikannya hanya dapat dilakukan dalam
jangka waktu tertentu (jatuh tempo), dengan mendapat imbalan bagi
hasil.
c) Investai Mudharabah Antar Bank (IMA).
Yaitu sarana kegiatan investasi jangka pendek dalam rupiah antar
peserta pasar uang antar Bank Syariah berdasarkan

17
prinsip mudharabah di mana keuntungan akan dibagikan kepada kedua
belah pihak (pembeli dan penjual sertifikat IMA)
berdasarkan nisbah yang telah disepakati sebelumnya.

Sedangkan dari sisi penyaluran dana, mudharabah diterapkan pada


pembiayaan-pembiayaan sebagai berikut:
a) Pembiayaan modal kerja, seperti modal kerja perdagangan dan jasa.
b) Investasi khusus, disebut juga mudharabah muqayyadah, dimana
sumber dana khusus dengan penyaluran yang khusus dengan syarat-
syarat yang telah ditetapkan oleh shahibul maal.

3) Al-muzzara’ah
Al-muzzara’ah adalah kerja sama pengolahan pertanian antara pemilik
lahan dan penggarap, dimana pemilik lahan memberikan lahan pertanian
kepada si penggarap untuk di tanami dan di pelihara dengan imbalan bagian
tertentu dari hasil pertanian.20

4) Al-musaqah
Al-musaqah adalah bentuk yang lebih sederhana dari muzzara’ah di
mana si penggarap hanya bertanggung jawab atas penyiraman dan
pemeliharaan, sebagai imbalan, si penggarap berhak atas nisbah tertentu dari
hasil panen.21

2. Pengaruh Makroekonomi Terhadap Bagi Hasil Bank Syariah


Makroekonomi dalam penelitian ini adalah inflasi dan suku bunga.Berikut
penjabaran mengenai inflasi dan suku bunga.
a. Inflasi
Pada umumnya inflasi diartikan sebagai kenaikan jumlah uang beredar
atau kenaikan likuiditas dalam sebuah perekonomian.Pengertian tersebut mengacu
pada gejala umum yang ditimbulkan oleh adanya kenaikan jumlah uang beredar di
20
Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah: Fiqh Muamalah, ( Jakarta: Prenadamedia Group,
2013), hal. 240
21
Mardani, Fiqh.., hal. 242

18
masyarakat yang diduga telah menyebabkan terjadinya kenaikan harga-
harga.Dalam perkembangan lebih lanjut, inflasi secara singkat Inflasi dapat
didefenisikan sebagai kecenderungan menaiknya harga-harga barang dan jasa
secara umum berlangsung terus-menerus.22
Inflasi dapat diartikan sebagai kenaikan terus menerus dalam tingkat harga
suatu perekonomian akibat adanya kenaikan permintaan agregat atau penawaran
agregat.23Sedangkan menurut Sadono Sukirno, inflasi yaitu kenaikan dalam harga
barang dan jasa, yang terjadi karena permintaan bertambah lebih besar
dibandingkan dengan penawaran barang di pasar.24
Dalam Islam tidak dikenal dengan inflasi, karena mata uang yang dipakai
adalah dinar dan dirham, yang mana mempunyai nilai yang stabil dan dibenarkan
dalam islam.25Penurunan dinar atau dirham dapat mungkin, yaitu ketika nilai
emas yang menopang nilai nominal dinar itu mengalami penurunan.Diantaranya
akibat ditemukannya emas dalam jumlah yang besar, tapi keadaan ini kecil sekali
kemungkinannya.
Kondisi defisit pernah terjadi pada zaman Rasulullah dan ini hanya terjadi
satu kali yaitu sebelum Perang Hunain.Walaupun demikian Al Maqrizi membagi
inflasi ke dalam dua macam, yaitu inflasi akibat berkurangnya persediaan barang
dan inflasi akibat kesalahan manusia.Inflasi jenis pertama inilah yang terjadi pada
zaman Rasulullah dan Khulafaur rasyidin, yaitu karena kekeringan atau karena
peperangan.Inflasi akibat kesalahan manusia ini disebabkan oleh tiga hal, yaitu
korupsi dan administrasi yang buruk, pajak yang memberatkan, serta jumlah uang
yang berlebihan.Kenaikan harga-harga yang terjadi adalah dalam bentuk jumlah
uangnya, bila dalam bentuk dinar jarang sekali terjadi kenaikan.Al-Maqrizi
mengatakan supaya jumlah uang dibatasi hanya pada tingkat minimal yang

22
Suseno dan Siti Aisyah, Inflasi (Jakarta : Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan
(PPSK) Bank Indonesia, Seri Kebansentralan No. 22, 2009), h. 2-3.
23
Mc Eachern, Ekonomi Makro Pendekatan Kontemporer (Jakarta: Salemba Empat,
2000), h. 133.
24
Sadono Sukirno, Makroekonomi Teori Pengantar Edisi Ketiga (Jakarta: PT.
RajaGrafindo Persada, 2004), h. 333.
25
Nurul Huda, et.al, Ekonomi Makro Islam : Pendekatan Teoritis, (Jakarta : Kencana
2009) h. 189

19
dibutuhkan untuk transaksi pecahan yang kecil saja.26Hal ini terkait dengan hadis
Nabi tentang penetapan harga sebagai berikut.

ِ ‫وَّلللَّ ِهغ َََل‬


َ َ‫الس ْع ُرف‬
‫س‬ َ ‫س‬ ُ ‫ار‬ َ َ‫سي‬ُ ‫َع ْنأَنَ ِس ْبنِ َما ِلك ٍَوقَتَادَة ُ َو ُح َم ْيدٌ َع ْنأَنَ ٍسقَ َاَّللنَّا‬
‫ض ْالبَا‬
ُ ِ‫س ِع ُر ْالقَاب‬
َ ‫سلَّ َمإِنَّاللَّ َه ُه َو ْال ُم‬
َ ‫صلَّىاللَّ ُهعَلَ ْي ِه َو‬
َ ‫وَّلللَّ ِه‬
ُ ‫س‬ُ ‫ِع ْرلَنَافَقَا َل َر‬
ْ ‫طا ِلبُنِيبِ َم‬
‫ظلَ َم ٍةفِيدَمٍ َو‬ َ ‫يَل َ ْر ُجوأ َ ْنأ َ ْلقَىاللَّ َه َولَ ْي‬
َ ُ‫سأ َ َحد ٌِم ْن ُك ْمي‬ َ ِ‫الر ِازقُ َوإِن‬
َّ ‫ط‬ُ ‫ِس‬
(27‫ََّل َمال‬
“Dari Anas bin Malik dan Qatadah, serta Humaid dari Anas, orang-
orang berkata; wahai Rasulullah, harga telah melambung, maka
tetapkanlah harga untuk kami! Maka beliau berkata: "Sesungguhnya
Allahlah yang menentukan harga, Yang menggenggam dan Yang
menghamparkan, dan Pemberi rizqi. Dan sungguh aku berharap
berjumpa dengan Allah sementara tidak ada seorang pun dari kalian
yang menuntutku karena suatu kezhaliman dalam hal darah, dan
harta." (Sunan Abu Daud)

Dari hadis di atas menjelaskan bahwa nabi melarang penetapan harga,


bahwa Rasullah melarang adanya penetapan harga ketika kondisi pasar
mengalami keadaan yang kondusif.Namun apabila terjadi keadaan pasar yang
tidak kondusif yaitu terjadinya kecurangan atau kezaliman manusia, maka
pemerintah melakukan tindakan untuk menstabilkan keadaan pasar agar kembali
kondusif.Salah satu contoh kezaliman yang dilakukan manusia adalah spekulasi
atau penimbunan (Ikhtikar).Spekulasi adalah menimbun barang yang diperlukan
oleh masyarakat dan kemudian dijual ketika harga sedang naik, tujuannya untuk
memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya. Spekulasi menyebabkan
kenaikan harga di pasar akibat sedikitnya jumlah barang di pasar, hal ini
akanmengacaukan harga di pasar. Nabi Muhammad SAW melaknat siapa saja
yang melakukan spekulasi, sebagaimana sabda Nabi SAW sebagai berikut:

26
Ibid, h. 190.
27
Abu Daud, Kitab: Jual Beli, Bab: Meneteapkan harga barang, No. Hadis: 2994

20
َ ِ‫ض ِميُّ َحدَّثَنَاأَبُوأ َ ْح َمدَ َحدَّثَنَاإِ ْس َرائِيلُ َع ْن َع ِليِ ْبن‬
‫سا ِل‬ َ ‫ص ُر ْبنُ َع ِل ٍي ْال َج ْه‬ ْ َ‫َحدَّثَنَان‬
َّ ‫سيَّ ِب َع ْنعُ َم َر ْبنِ ْالخ‬
‫َطا ِب َقالَ َقا َل‬ َ ‫س ِعي ِد ْبنِ ْال ُم‬
َ ‫ِم ْبنِث َ ْوبَانَ َع ْن َع ِل ِي ْبنِزَ ْي ِد ْبنِ ُج ْد َعانَ َع ْن‬
ٌ ُ‫سلَّ َم ْال َجا ِلبُ َم ْر ُزوقٌ َو ْال ُم ْحت َ ِك ُر َم ْلع‬
( 28‫ون‬ َ ‫صلَّىاللَّ ُهعَلَ ْي ِه َو‬
َ ‫وَّلللَّ ِه‬
ُ ‫س‬ُ ‫َر‬

“Telah menceritakan kepada kami Nashr bin Ali Al Jahdlami telah


menceritakan kepada kami Abu Ahmad Telah menceritakan kepada
kami Isra`il dari Ali bin Salim bin Tsauban dari Ali bin Zaid bin
Jud'an dari Sa'id bin Al Musayyab dari Umar bin Khaththab ia
berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Orang
yang mencari nafkah itu diberi rizki dan orang yang menimbun itu
dilaknat." (Ibnu Majah)

Menurut para ekonom Islam, inflasi sangat buruk bagi perekonomian


karena:29
1. Menimbulkan gangguan terhadap fungsi uang, terutama terhadap fungsi
tabungan (nilai simpan), fungsi dari pembayaran di muka, dan fungsi
dari unit perhitungan. Orang harus melepaskan diri dari uang dan aset
keuangan akibat dari beban inflasi tersebut. Inflasi juga telah
mengakibatkan terjadinya inflasi kembali, atau dengan kata lain “self
feeding inflation”.
2. Melemahkan semangat menabung dan sikap terhadap menabung dari
masyarakat (turunnya marginal propensity to save).
3. Meningkatkan kecendrungan untuk berbelanja terutama untuk non-
primer dan barang-barang mewah (naiknya marginal propensity to
consume).
4. Mengarahkan investasi pada hal-hal yang non-produktif yaitu
penumpukan kekayaan (hoarding) seperti: tanah, bangunan, logam

28
Ibnu Majah, Kitab: Perdagangan, Bab: Penimbunan dan Importir, No. Hadis: 2144
29
Adiwarman A. Karim, Ekonomi Makro Islami (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), h. 138.

21
mulia, mata uang asing dengan mengorbankan investasi ke arah
produktif seperti: pertanian, industrial, perdagangan, transportasi dan
lainnya.

Terdapat beberapa macam jenis inflasi berdasarkan penyebab-


penyebabnya, yaitu:
1. Inflasi sebagai akibat kebijakan (policy induced inflation) yaitu inflasi
yang disebabkan oleh kebijakan ekspansi moneter yang juga bisa
merefleksikan defisit anggaran yang berlebihan.
2. Cost-push inflation adalah inflasi yang disebabkan oleh kenaikan biaya-
biaya yang bisa terjadi walaupun pada saat tingkat pengangguran tinggi
dan tingkat penggunaan kapasitas produksi rendah.
3. Demand pull inflation yaitu inflasi yang disebabkan oleh permintaan
agregat yang berlebihan yang mendorong kenaikan tingkat harga
umum.
4. Inertial inflation, cenderung untuk berlanjut pada tingkat yang sama
sampai kejadian ekonomi yang menyebabkan berubah. Jika inflasi terus
bertahan dan tingkat ini diantisipasi dalam bentuk kontrak finansial dan
upah, kenaikan inflasi akan terus berlanjut.30

Dampak inflasi bagi perekonomian secara keseluruhan, misalnya prospek


pembangunan ekonomi jangka panjang akan semakin memburuk, inflasi
mengganggu stabilitas ekonomi dengan merusak rencana jangka panjang para
pelaku ekonomi. Dampak inflasi bagi perekonomian nasional, antara lain31:
1. Investasi berkurang
2. Mendorong tingkat bunga
3. Mendorong penanam modal yang bersifat spekulatif
4. Menimbulkan kegagalan pelaksanaan pembangunan
5. Menimbulkan ketidakpastian keadaan ekonomi di masa depan

30
Hera Susanti, Indikator-Indikator Makroekonomi (Jakarta: LPFE Universitas Indonesia,
2000), h. 47-48.
31
Huda, Ekonomi, h. 181.

22
6. Menyebabkan daya saing produk nasional berkurang
7. Menimbulkan defisit neraca pembayaran
8. Meningkatnya jumlah pengangguran

Beberapa indikator makroekonomi yang digunakan untuk mengetahui laju


inflasi selama suatu periode tertentu, yaitu:32
1. Indeks Harga Konsumen (Consumer Price Index)
Yaitu merupakan angka index yang menunjukkan tingkat harga
barang dan jasa yang harus dibeli konsumen dalam satu periode
tertentu.Angka IHK diperoleh dengan menghitung harga-harga barang
dan jasa utama yang dikonsumsi masyarakat dalam satu periode
tertentu.

2. Indeks Harga Perdagangan Besar (Wholesale Price Index)


Yaitu menunjukkan tingkat harga yang diterima produsen pada
berbagai tingkat produksi.Jadi perhitungan IHPB dari sisi produsen.

3. Indeks Harga Implisit (GDP Deflator)


Indeks harga implisit (GDP deflator) menggambarkan inflasi yang
mewakili keadaan sebenarnya. Pada IHK dan IHPB hanya menghitung
melingkupi beberapa puluh atau mungkin ratus jenis barang dan jasa
dan dibeberapa puluh kota saja. Padahal kenyataannya bahwa barang
dan jasa yang diproduksi mencapai ribuan, puluhan ribu bahkan
mungkin ratusan ribu. Dan kegiatannya tidak dibeberapa kota saja,
melainkan seluruh pelosok wilayah.

Dari beberapa indikator di atas, maka dalam penelitian ini persentase laju
inflasi di lihat dari Indeks Harga Konsumen.Jadi inflasi merupakan kenaikan
harga yang terjadi karena permintaan yang banyak namun penawaran atas barang
dan jasa tersebut sedikit.Inflasi merupakan gejala makroekonomi yang sangat

32
M. Nur Rianto Al Arif, Teori Makroekonomi Islam (Konsep, Teori dan Analisis),
(Bandung: Alfabeta, 2010), h. 94-96.

23
mempengaruhi jalannya perekonomian Negara. Gejala makroekonomi ini
mempengaruhi besar kecilnya returnyang diterima oleh nasabah. Semakin
besarnya persentase inflasi maka semakin banyaknya masyarakat yang
menggunakan uangnya untuk kebutuhan dengan biaya-biaya yang melambung
tinggi.Inflasi juga mempengaruhi kegiatan produksi yang dilakukan oleh para
pengusaha. Biaya-biaya produksi akan semakin meningkat sehingga
menyebabkan penurunan modal oleh pengusaha. Peningkatan biaya tersebut
membuat pengusaha untuk menambah modalnya dengan mengajukan peminjaman
atau pun pembiayaan pada bank.Inflasi mendorong peningkatan suku bunga
sehingga pengusaha beralih kepada bank syariah dengan pembiayaan tanpa bunga
melainkan dengan sistem bagi hasil. Hal ini akan menyebabkan peningkatan
return yang diterima oleh bank syariah dan meningkatkan return yang akan
diberikan oleh bank syariah kepada masyarakat deposito maupun tabungan.

b. Suku Bunga
Bunga bank dapat diartikan sebagai balas jasa yang diberikan oleh bank
berdasarkan prinsip konvensional kepada nasabah yang membeli atau menjual
produknya. Bunga juga dapat diartikan sebagai harga yang harus dibayar kepada
nasabah (yang memiliki simpanan) dan yang harus dibayar oleh nasabah kepada
bank (nasabah yang memperoleh pinjaman).33
Dalam Islam, beberapa pendapat pakar ekonom Islam bahwa suku bunga
merupakan tambahan yang dimaksud dengan Riba. Pada zaman Jahiliyah, praktek
riba yang terjadi berupa transaksi pinjam meminjam dengan satu perjanjian,
peminjam bersedia mengembalikan jumlah pinjaman pada waktu yang telah
disepakati berikut tambahan.Pada saat jatu tempo si peminjam (kreditor) meminta
jumlah pinjaman yang dulu diberikan kepada peminjam (debitor). Jika debitor
mengatakan belum sanggup membayar, kreditor akan memberi tenggang waktu
dengan syarat, debitor bersedia membayar sejumlah tambahan di atas pinjaman
pokok tadi.

33
Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2003), h.
104-107.

24
Kata riba dalam bahasa inggris disebut Usury, ulama sepakat bahwasanya
riba dihukumkan haram, yang menarik untuk terus didalami adalah apakah riba
dan bunga bank itu sama. Para ulama tampaknya berbeda pendapat. Bagi yang
menyatakan sama, tentu akan menyatakan bunga bank itu haram. Bagi kelompok
yang menyatakan berbeda tentu akan menyatakan bahwa bunga bank tidak
haram.34
Menurut Muhammad Abduh, riba yang diharamkan hanyalah riba yang
ad’aafan muda’aafah (berlipat ganda). Abduh membolehkan menyimpan uang di
bank dan mengambil bunganya.Dasarnya ialah pertama, maslahat
mursalah.Kedua, tabungan di bank bisa mendorong perkembangan
ekonomi.Ketiga, tabungan di bank disamakan dengan konsep kerjasama dalam
Islam (mudarabah dan musyarakah).35
Muhammad Ayub menjelaskan bahwa riba, menurut kriteria, mencakup
semua keuntungan dari pinjaman dan utang serta apa pun yang melebihi dan di
atas pinjaman serta utang dan meliputi semua bentuk “bunga” atas pinjaman
komersial atau pribadi. Oleh karenanya, bunga konvensional adalah riba.36
Seseorang tidak seharusnya meraup keuntungan yang bukan karena hasil
kerja keras.Pembebanan bunga untuk pinjaman di zaman modern adalah riba
merupakan larangan yang diajarkan oleh agama Islam. Allah berfirman dalam
surah At-Taubah (9) ayat 105 sebagai berikut,37








34
Azhari Akmal Tarigan, et. al., Dasar-dasar Ekonomi Islam (Bandung, CitaPustaka
Media, 2006), h. 191.
35
Khoruddin Nasution, Riba dan Poligami: Sebuah Studi atas Pemikiran Muhammad
Abduh (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996), h. 59-60.
36
Muhammad Ayub, Understanding Islamic Finance, terj. Aditya Wisnu Pribadi,
Keuangan Syariah (Jakarta: Gramedia, 2007), h. 74.
37
Viethzal Rivai, Islamic Banking: Sebuah Teori, Konsep dan Aplikasi, (Jakarta: Bumi
Aksara, 2010), h. 348.

25
“Dan katakanlah: "Bekerjalah kamu, Maka Allah dan Rasul-Nya
serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu
akan dikembalikan kepada (Allah) yang mengetahui akan yang
ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang
telah kamu kerjakan.”38

Ayat di atas jelas menyatakan ancaman bahwa pekerjaan atau amalan akan
dihadapkan oleh Allah, Rasul dan orang-orang mukmin, maka kita dituntut untuk
bekerja keras untuk memperoleh keuntungan. Bunga merupakan suatu keuntungan
yang diperoleh dari fungsi uang, uang dijadikan komoditi untuk memperoleh
keuangan.Pemodal memperoleh hasil yang pasti tanpa bekerja keras untuk
memperoleh hasil. Oleh sebab itu, bunga jelas dinyatakan haram karena telah
menyebabkan kerugian dan menzalimi orang lain.

Faktor-faktor yang mempengaruhi penetapan suku bunga sebagai berikut :


1. Kebutuhan dana
2. Persaingan
3. Kebijakan pemerintah
4. Target laba yang diinginkan
5. Jangka waktu
6. Kualitas jaminan
7. Reputasi perusahaan
8. Produk yang kompetitif
9. Hubungan baik
10. Jaminan pihak ketiga39

Tingkat suku bunga yang disebabkan oleh kenaikan stok uang nominal
mempengaruhi mempengaruhi penurunan tingkat bunga rill dan akan
mempengaruhi kenaikan investasi dan pada akhirnya akan menaikkan output rill

38
Departemen, Al-Qur’an, h. 204
39
Op cit, Kasmir, h. 122.

26
agregat. Mekanisme transmisi alur tingkat bunga dapat dirumuskan sebagai
berikut:40

m↑→r↓→i↑→y↑

m↑→p↑→r↓→i↑→y↑

di mana:
m = Stok Uang Nominal
r = Tingkat Bunga Rill
p = Ekspektasi Tingkat Bunga
I = Investasi Rill
y = Output Rill Agregat

Jika tingkat bunga berada di bawah tingkat ekulibrium, jumlah uang yang
diminta melebihi penawarannya, orang-orang berusaha memperoleh uang dengan
menjual obligasi atau menarik dananya dari bank.Kemudian bank dan penerbit
obligasi kembali menaikkan tingkat bunganya.41 Ketika instrumen lain atau bank
konvensional menawarkan tingkat bunga yang lebih rendah daripada bagi hasil
yang ditawarkan oleh bank syariah, maka nasabah yang kekurangan dana akan
melakukan peminjaman uang pada bank konvensional. Namun apabila bank
konvensional menawarkan tingkat suku bunga yang lebih tinggi daripada bagi
hasil pembiayaan yang ditawarkan oleh bank syariah, maka nasabah
akanmelakukan pembiayaan pada bank syariah. Hal ini menyebabkan semakin
banyaknya masyarakat yang melakukan pembiayaan kepada bank syariah maka
semakin terlaksana pengelolaan modal oleh bank syariah dan semakin banyaknya
modal yang dikelola maka semakin besar pendapatan yang diperoleh oleh bank
syariah dari nasabah penyaluran dana atau pembiayaan. Maka bagi hasil yang
diberikan kepada nasabah penghimpunan dana atau deposito maupun tabungan
akan semakin tinggi.

40
Jonni Manurung et. al., Ekonomi Keuangan dan kebijakan Moneter, (Jakarta: Penerbit
Salemba Empat, 2009), h. 280.
41
Ibid, h. 266.

27
Suku bunga dalam penelitian ini adalah suku bunga BI Rate.BI Rate
adalah suku bunga kebijakan yang mencerminkan sikap atau stance kebijakan
moneter yang ditetapkan oleh Bank Indonesia dan diumumkan kepada publik. BI
Rate diumumkan oleh Dewan Guubernur Bank Indonesia setiap rapat Dewan
Gubernur bulanan dan diimplementasikan pada operasi moneter yang dilakukan
Bank Indonesia melalui pengelilaan likuiditas (liquidity management) di pasar
uang untuk mencapai sasaran operasional kebijakan moneter.
Penetapan respons (stance) kebijakan moneter dilakukan setiap bulan
melalui mekanisme RDG Bulanan dengan cakupan materi bulanan.
a) Respon kebijakan moneter (BI Rate) ditetapkan berlaku sampai RDG
berikutnya.
b) Penetapan respon kebijakan moneter (BI Rate) dilakukan dengan
memperhatikan efek tunda kebijakan moneter (lag of monetary policy)
dalam mempengaruhi inflasi.
c) Dalam hal terjadi perkembangan di luar prakiraan semula, penetapan
stance kebijakan Moneter dapat dilakukan sebelum RDF Bulanan
melalui RDG Mingguan.42

B. Penelitian Yang Relevan


Adapun penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian
yang dilakukan oleh Sinta Aisyah, skripsi Universitas Islam Negeri Sunan
Kalijaga 2010, FDR, CAR, Effective Rate of Return, tingkat bunga pinjaman
investasi dan tingkat inflasi secara bersama-sam berpengaruh positif secara
siginifikan terhadap hak pihak ketiga atas bagi hasil Bank Syariah
Mandiri.43Sedangkan penelitian yang penulis buat adalah menganalisis pengaruh
inflasi dan suku bunga terhadap bagi hasil bank syariah di Indonesia.

C. Kerangka Berpikir

42
Direktorat Statistik Ekonomi dan Moneter, Statistik Keuangan Ekonomi Indonesia, BAB
Metadata Indikator Makroekonomi (Bank Indonesia: http://www.bi.go.id/). Hal. 4
43
Sinta Aisyah, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Bagi Hasil Pada Bank Syariah
Mandiri, (Yogyakarta: Skripsi Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, 2010)

28
Judul dalam penelitian ini adalah Analisis pengaruh makroekonomi terhadap
Bagi Hasil Bank Syariah di Indonesia.Penelitian ini menggunakan satu variabel
terikat (dependent) dan dua variabel bebas (independent).Variabel terikat dalam
penelitian ini adalah Bagi Hasil Bank Syariah.Sedangkan variabel bebas dalam
penelitian ini adalah inflasi dan suku bunga.
Inflasi memiliki hubungan yang positif terhadap bagi hasil bank
syariah.Kenaikan inflasi menyebabkan kenaikan bagi hasil bank syariah.Hal ini
disebabkan ketika terjadi inflasi, barang kebutuhan menjadi mahal dan
menyebabkan masyarakat kekurangan biaya, sehingga berniat untuk melakukan
pembiayaan kepada bank syariah.
Suku bunga memiliki hubungan yang positif terhadap bagi hasil bank
syariah.Ketika Bank Indonesia menetapkan BI Rate yang tinggi maka bank
konvensional akan menetapkan suku bunga sesuai dengan acuan BI Rate.
Sehingga kenaikan suku bunga pada bank konvensional akan menyebabkan
masyarakat untuk tidak melakukan peminjaman kepada bank konvensional dan
akan mencari instrumen peminjaman lain dengan mengajukan pembiayaan pada
bank syariah yang memiliki persentase pengembalian sesuai dengan besarnya
keuntungan yang diperoleh nasabah. Semakin banyaknya masyarakat yang
mengajukan pembiayaan maka semakin besar pendapatan yang diperoleh bank
syariah, maka semakin besar pula bagi hasil yang diterima nasabah deposito
maupun tabungan.
Berdasarkan kerangka berpikir di atas maka dapat digambarkan dengan
model penelitian sebagai berikut:
Gambar 3.Analisis Pengaruh Makroekonomi Terhadap Bagi Hasil Bank
Syariah

INF (+)
(X1)

BHS
(Y)
(+)
SBI
(X2)

29
Keterangan:
BHS = Bagi Hasil Bank Syariah (%)
INF= Inflasi (%)
SBI= Suku Bunga SBI (%)

D. Hipotesis Penelitian
Hipotesis penelitian merupakan suatu penjelasan sementara tentang perilaku,
fenomena atau keadaan tertentu yang telah terjadi atau yang akan terjadi.
Hipotesis pada penelitian ini adalah:
H0: Tidak terdapat pengaruh inflasi dan suku bunga terhadap bagi hasil
bank syariah di Indonesia.
Ha: Terdapat pengaruh inflasi dan suku bunga terhadap bagi hasil bank
syariah di Indonesia.

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Pendekatan penelitian
Jenis penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif.Pendekatan kuantitatif
adalah pendekatan yang menekankan pada pengujian teori-teori atau hipotesis-
hipotesis melalui pengukuran variabel-variabel penelitian dalam angka

30
(quantitative) dan melakukan analisis data dengan prosedur statis dan permodelan
sistematis.44

B. Metode Pengumpulan Data


Metode pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan data sekunder
runtun waktu (time series) yang mana diperoleh dari website Bank Indonesia:
www.bi.go.id, dan website Badan Pusat Statistik :www.bps.go.id. Data yang
dikumpulkan selama 3 tahun yaitu dari bulan Januari tahun 2013 sampai bulan
Juni tahun 2015.

C. Defenisi Operasional Variabel


Defenisi operasional adalah penarikan batasan yang lebih spesifik dari
suatu konsep.Tujuannya untuk mencapai suatu alat ukur yang sesuai dengan
hakikat variabel yang sudah didefenisikan konsepnya, sehingga tidak terjadinya
pengertian ganda. Variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Variabel Bagi Hasil Bank Syariah


a. Defenisi Konseptual
Menurut Syafi’I Antonio, bagi hasil adalah suatu sistem
pengolahan dana dalam perekonomian Islam yakni pembagian hasil usaha
antara pemilik modal (shahibul maa/) dan pengelola (Mudharib).
Sedangkan menurut Vietzal bagi hasil adalah bentuk return (perolehan
aktivitas usaha) dari kontrak investasi dari waktu ke waktu, tidak pasti dan
tidak tetap pada bank islam. Besar kecilnya perolehan itu tergantung pada
hasil usaha yang benar-benar diperoleh bank islam.45

b. Defenisi Operasional

44
Sujuko Efferin et. al., Metode Penelitian Akuntansi, (Yogyakarta: Graha Ilmu 2008), h.
47.
45
Veithzal Rivai, Islamic Banking: Sebuah Teori, Konsep dan Aplikasi (Jakarta : PT.Bumi
Aksara, 2010), h. 800.

31
Bagi hasil bank syariah adalah persentase atau ekuivalen
keuntungan bank syariah dalam mengelola modal nasabah yang diberikan
kepada nasabah deposito dalam jangka waktu lebih dari 12 bulan.

2. Variabel Inflasi (X1)


a. Defenisi Konseptual
Inflasi dapat diartikan sebagai kenaikan terus menerus dalam tingkat
harga suatu perekonomian akibat adanya kenaikan permintaan agregat atau
penawaran agregat.46Sedangkan Al-Maqrizi mengklasifikasikan inflasi
berdasarkan faktor penyebabnya ke dalam dua hal, yaitu inflasi yang
disebabkan oleh faktor alamiah (Natural Inflation) dan yang disebabkan oleh
kesalahan manusia.Inflasi factor alamiah, yaitu karena kekeringan atau karena
peperangan.Inflasi akibat kesalahan manusia ini disebabkan oleh tiga hal,
yaitu korupsi dan administrasi yang buruk, pajak yang memberatkan, serta
jumlah uang yang berlebihan.47

b. Defenisi Operasional
Defenisi operasional inflasi dalam penelitian ini adalah Inflasi adalah
indeks kenaikan harga konsumen yang dipublikasikan oleh badan pusat
statistik Indonesia dengan data per bulan.

3. Variabel Suku Bunga (X2)


a. Defenisi Konseptual
Bunga bank dapat diartikan sebagai balas jasa yang diberikan oleh
bank berdasarkan prinsip konvensional kepada nasabah yang membeli atau
menjual produknya. Bunga juga dapat diartikan sebagai harga yang harus
dibayar kepada nasabah (yang memiliki simpanan) dan yang harus dibayar
oleh nasabah kepada bank (nasabah yang memperoleh pinjaman).48

46
Mc Eachern, Ekonomi Makro Pendekatan Kontemporer, (Jakarta: Salemba Empat,
2000), h. 133
47
Adiwarman Karim, Ekonomi Makro Islami (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008), h.
190
48
Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2003), h.
104-107

32
b. Defenisi Operasional
Suku bunga dalam penelitian ini adalah suku bunga acuan BI Rate.BI
Rate adalah suku bunga kebijakan yang mencerminkan sikap atau stance
kebijakan moneter yang ditetapkan oleh Bank Indonesia dan diumumkan
kepada publik.

D. Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu metode
analisis regresi linier berganda.Metode tersebut digunakan untuk meramalkan
pengaruh dari suatu variabel terikat (Bagi Hasil Bank Syariah) berdasarkan
variabel bebas (Inflasi dan Suku Bunga).
Data yang diperoleh kemudian di analisis dengan analisis regresi
berganda, dengan menggunakan program EVIEWS 7, kemudian dijelaskan secara
deskriptif. Eviews merupakan program yang disajikan untuk analisis statistika dan
ekonometrika. Eviews menyajikan perangkat analisis data, regresi, dan peramalan.
Eviews dapat digunakan untuk analisis dan evaluasi data ilmiah, analisis
keuangan, peramalan makro ekonomi, simulasi, peramalan penjualan dan analisis
biaya.49
Analisis regresi linier berganda digunakan untuk meramalkan suatu
variabel terikat (Dependent Variable) (Y) berdasarkan dua variabel bebas
(Independent Variable) (X1 dan X2), dalam suatu persamaan linier:

BHS=b0 + b1A INF+ b2 SBI+e


Dimana:
BHS = Bagi Hasil Bank Syariah (%)
INF = Inflasi (%)
SBI = Suku Bunga (%)
b0 = konstanta
b1,b2,b3,b4,b5 = koefisien regresi

49
Shochrul R. Ajija et. al., Cara Cerdas Menguasai Eviews, (Jakarta : Salemba 4,2011),
h. 9

33
e = error

1. Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif adalah analisis yang mengacu pada transformasi data-
data mentah ke dalam bentuk yang mudah dimengerti dan
diterjemahkan.Analisis ini dapat berupa tabel, grafik, nilai rata-rata, standar
deviasi, dan lain-lain.50Analisis deksriptif pada penelitian ini dilakukan terhadap
seluruh masing-masing variabel independen dan variabel dependen.

2. Uji Model
a. Uji Asumsi Klasik
1) Uji Multikolinearitas
Menurut Frish apabila terjadi multikolinear apalagi kolinear
sempurna (koefisien korelasi antarvariabel bebas = 1), maka koefisien
regresi dari variabel bebas tidak dapat ditentukan dan standar errornya
tidak terhingga.51
Salah satu ukuran yang paling populer untuk melihat adanya
multikolinearitas antarvariabel independen adalah dengan menggunakan
Variance Inflation Factor (VIF) atau tolerance (1/VIF).Regresi yang
bebas multikolinearitas memiliki VIF di sekitar 1 atau tolerance
mendekati 1.Jika untuk suatu variabel independen nilai VIF > 10
dikatakan terjadi kolinearitas yang kuat antarvariabel independen.52

2) Uji Autokorelasi
Autokrelasi dikenalkan oleh Maurice G. Kendall dan William R.
Buckland.Autokorelasi merupakan korelasi antara anggota observasi
yang disusun menurut urutan waktu. Pendeteksian autokorelasi dapat
dilakukan dengan menggunakan uji Breusch-Godfrey Serial Correlation

50
Mudrajat Kuncoro, Metode Riset untuk Bisnis dan Ekonomi: Bagaimana Meneliti dan
Menulis Tesis? (Jakarta: Erlangga, 2003), h. 211-212.
51
Suharyadi dan Purwanto S. K, Statistika:Untuk Ekonomi dan Keuangan Modern Edisi
2, (Jakarta: Penerbit Salemba Empat, 2009), h. 231.
52
Dedi Rosadi, Ekonometrika dan Analisis Runtun Waktu Terapan dengan Eviews,
(Yogyakarta: Andi Offset, 2012), h. 52-53

34
LM Test, dimana jika nilai p value lebih rendah dari level
ofsignificancesebesar 5%. Maka dapat disimpulkan tidak terjadinya
autokorelasi.

3) Uji Normalitas
Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah dalam model
regresi variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi
normal.Untuk menentukan data terdistribusi normal atau tidak digunakan
uji Jargue-Bera test atau J-B test dengan ketentuan jika probabilitas
lebih besar dari 0,05(5%) maka data terdistribusi dengan normal dan
tidak terkendala masalah normalitas.

b. Uji Statistik
1) Koefisien Determinasi Majemuk (R2)
Koefisien determinasi majemuk (R2) pada intinya mengukur seberapa jauh
kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel terikat. 53Digunakan untuk
mengukur besarnya kontribusi atau pengaruh variabel bebas terhadap variasi naik
turunnya variabel terikat.Nilai koefisien determinasi berada antara 0 sampai 1.

2) Uji F Statistik (Uji Signifikansi Simultan)


Uji F atau uji signifikansi simultan, pada dasarnya menunjukkan apakah
semua variabel bebas yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara
bersama-sama terhadap variabel terikat. Artinya apakah suatu variabel independen
bukan merupakan penjelas yang signifikan terhadap variabel independen.54
Uji F statistik dalam regresi berganda dapat di lihat pada tabel hasil
estimasi. Apabila prob(F-statistic) lebih kecil dari taraf nyata sebesar 5% atau 0,05
maka dinyatakan bahwa secara bersama-sama variabel bebas mempengaruhi

53
Kuncoro, Metode, h. 240
54
Ibid, h. 239

35
variable terikat. Namun apabila prob(F-statistic) lebih besar dari taraf nyata 5%
atau 0,05 maka tidak adanya pengaruh dari variabel bebas secara bersama-sama
mempengaruhi variabel terikat.

3) Uji t Statistik (Uji Signifikansi Parsial)


Uji t merupakan uji signifikansi parsial atau individual digunakan untuk
menguji apakah suatu variabel bebas berpengaruh atau tidak terhadap variabel
terikat.55Uji t dapat di lihat pada tabel hasil estimasi dari masing-masing
probability variabel.Apabila probability lebih kecil dari taraf nyata 5% maka
adanya pengaruh variabel tersebut terhadap variabel terikat.Dan apabila lebih
besar dari taraf nyata 5% maka tidak adanya pengaruh variabel tersebut terhadap
variabel terikat.

BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian
1. Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif digunakan untuk melihat perkembangan variabel yang
digunakan dalam penelitian, variabel dependen dalam penelitian adalah Bagi
Hasil Bank Syariah, sedangkan variabel independen dalam penelitian ini adalah
inflasi dan suku bunga.

55
Suharyadi, Statistika, h. 228

36
a. Bagi Hasil Bank Syariah
Menurut Antonio, bagi hasil adalah suatu sistem pengolahan dana
dalam perekonomian Islam yakni pembagian hasil usaha antara pemilik
modal (shahibul maa/) dan pengelola (Mudharib). Prinsip-prinsip bagi
hasil dalam perbankan syariah dapat dilakukan dalam empat akad utama,
yaitu, al Musyarokah, al Mudharabah, al muzara’ah, dan al
musaqah. Prinsip yang paling banyak dipakai adalah al musyarakah dan al
mudharabah, sedangkan al muzara’ah dan al musaqah dipergunakan
khusus untuk plantation financing atau pembiayaan pertanian untuk
beberapa Bank Islam
Bagi hasil merupakan bentuk return (perolehan aktivitas usaha)
dari kontrak investasi dari waktu ke waktu, tidak pasti dan tidak tetap pada
bank islam. Besar kecilnya perolehan itu tergantung pada hasil usaha yang
benar-benar diperoleh bank syariah.56Perkembangan perbankan syariah
dalam kurun waktu satu tahun terakhir tergolong cukup pesat, khusunya
pada bank umum syariah (BUS) dan unit usaha syariah (UUS) yang
mendominasi aset perbankan syraiah.Perkembangan perbankan syariah di
Indonesia telah menjadi tolak ukur keberhasilan eksistensi ekonomi
syariah.
Krisis moneter yang terjadi pada tahun 1998 telah
menenggelamkan bank-bank konvensional dan banyak yang dilikuidasi
karena kegagalan sistem bunganya.Sementara perbankan yang
menerapkan sistem syariah dapat tetap eksis dan mampu bertahan.Dan di
tengah-tengah krisis keuangan global yang melanda dunia pada
penghujung akhir tahun 2008, lembaga keuangan syariah kembali
membuktikan daya tahannya dari terpaan krisis. Lembaga-lembaga
keuangan syariah tetap stabil dan memberikan keuntungan, kenyamanan
serta keamanan bagi para pemegang sahamnya, pemegang surat berharga,
peminjam dan para penyimpan dana di bank-bank syariah.

56
Veithzal Rivai, Islamic Banking, (Jakarta : PT.Bumi Aksara, 2010), h. 800.

37
Pada saat ini jumlah Bank Umum Syariah (BUS) telah mencapai
11 unit dan Unit Usaha Syariah (UUS) mencapai 24 unit.Memang, jumlah
ini tidak mengalami perubahan sejak tahun 2011. Namun, jumlah jaringan
kantor semakin meningkat. Jika pada Bulan April 2012 jumlah kantor
mencapai 1.457 unit, pada bulan yang sama di tahun 2013 jumlah ini
bertambah menjadi 1.858 unit. Perluasan jaringan kantor tersebut juga
telah mampu meningkatkan pengguna bank syariah. Hal tersebut dapat
dilihat dari peningkatan jumlah total rekening pembiayaan sebesar 3,31
juta rekening. Jumlah rekening di tahun sebelumnya tercatat 10,83 juta
rekening dan tahun ini meningkat menjadi 14,14 juta rekening.
Dari data statistik perbankan syariah BI, per April 2013 total aset
perbankan syariah telah menembus angka Rp. 207,800 triliun.
Dibandingkan periode satu tahun seblumnya, aset perbankan syariah telah
mengalami pertumbuhan sebesar 44%. Angka pembiayaan telah mencapai
Rp.163,407 triliun. Penghimpunan dana pihak ketiga telah mencapai
Rp.158,519 triliun. Fungsi intermediasi perbankan syariah pun semakin
meningkat. FDR per April 2013 mencapai 103,08%. Angka ini meningkat
dari tahun sebelumnya yang mencapai 95,39%. Secara total, pangsa pasar
perbankan syariah telah mencapai 4.86%.
Hal ini menandakan bahwa bank syariah mampu berkompetisi
dengan produk-produk lembaga keuangan lainnya.Berikut data
perkembangan fluktuasi bagi hasil bank syariah dari tahun 2013-2015.Data
bagi hasil dalam penelitian ini adalah bagi hasil deposito >12 bulan bank
umum syariah dan unit usaha syariah.Berikut adalah data bagi hasil Bank
Syariah periode bulan Januari tahun 2013 – Juni tahun 2015:

Tabel 1. Data Bagi Hasil Bank Syariah di Indonesia

Tahun
2013 2014 2015
Bulan
1 6.48% 6.61% 14.21%

38
2 5.93% 6.65% 16.77%

3 5.58% 6.75% 15.43%

4 7.22% 6.75% 8.70%

5 5.21% 5.34% 12.96%

6 5.42% 6.74% 12.96%

7 6.08% 5.66% -

8 5.96% 6.68% -

9 6.21% 13.03% -

10 5.58% 13.58% -

11 8.24% 17.06% -

12 7.08% 14.02% -

Sumber: Bank Indonesia

Dari data di atas dapat disajikan dalam bentuk statistik deskriptif sebagai
berikut:

Gambar4. Statistik Deskriptif Bagi Hasil Bank Syariah di Indonesia


10
Series: BHS
Sample 2013M01 2015M06
8 Observations 30

Mean 0.088291
6 Median 0.067470
Maximum 0.170621
Minimum 0.052105
4 Std. Dev. 0.039062
Skewness 0.921749
Kurtosis 2.241403
2
Jarque-Bera 4.967441
Probability 0.083432
0
0.06 0.08 0.10 0.12 0.14 0.16 0.18

39
Sumber: Data Sekunder yang diolah dengan Eviews

Dari gambar 4.di atas dengan jumlah pengamatan selama 30 bulan dimulai
dari bulan Januari tahun 2013 sampai dengan bulan Juni tahun 2015, dapat dilihat
bahwa Bagi Hasil terendah sebesar 5,21% yaitu pada bulan Mei tahun 2013 dan
selanjutnya terus mengalami fluktuasi sampai berada pada level tertinggi yaitu
17,06% pada bulan November tahun 2015. Nilai rata-rata Bagi Hasil Bank
Syariah di Indonesia sebesar 8.83% dengan standar deviasi sebesar 0.039062.
Fluktuasi BagiHasil Bank Syariah dapat dilihat pada grafik berikut :
Gambar 5. Grafik Fluktuasi Bagi Hasil Bank Syariah
BHS
.18

.16

.14

.12

.10

.08

.06

.04
I II III IV I II III IV I II
2013 2014 2015

Sumber: Data Sekunder yang diolah dengan Eviews

Dari gambar grafik di atas dapat dilihat fluktuasi Bagi Hasil Bank Syariah
di Indonesia yang terus melonjak dan mengalami peningkatan sejak tahun 2014
sampai pada tahun 2015.Meskipun terjadi penurunan di awal tahun 2015 namun
tetap terus mengalami kenaikan.

b. Deskriptif Variabel Independen


Pada bagian ini akan disajikan variabel independen dalam penelitian ini,
yaitu inflasi dan suku bunga.
1) Inflasi

40
Inflasi adalah kenaikan jumlah uang beredar yang terjadi dalam
suatu perekonomian.Inflasi merupakan salah satu gejala ekonomi yang
dapat mempengaruhi instrumen konvensional maupun syariah yang
berhubungan dengan sektor riil.Inflasi yang digunakan dalam penelitian ini
adalah persentase perubahan indeks kenaikan harga konsumen per bulan
yang dipublikasikan oleh Badan Pusat Statistik. Berikut adalah data inflasi
periode bulan Januari tahun 2013 sampai bulan Junitahun 2015:

Tabel 2. Data Inflasi


Tahun
2013 2014 2015
Bulan

1 1.03 1.07 -0.24

2 0.75 0.26 -0.36

3 0.63 0.08 0.17

4 -0.1 -0.02 0.36

5 -0.03 0.16 0.5

6 1.03 0.43 0.54

7 3.29 0.93 -

8 1.12 0.47 -

9 -0.35 0.27 -

10 0.09 0.47 -

11 0.12 1.5 -

12 0.55 2.46 -

Sumber: Badan Pusat Statistik


Tabel di atas dapat disajikan dalam bentuk statistik deskriptif sebagai
berikut:

41
Gambar 6. Statistik Deskriptif Inflasi
7
Series: INF
6 Sample 2013M01 2015M06
Observations 30
5
Mean 0.572667
Median 0.450000
4 Maximum 3.290000
Minimum -0.360000
3 Std. Dev. 0.782965
Skewness 1.805967
2 Kurtosis 6.721637

1 Jarque-Bera 33.62082
Probability 0.000000
0
-0.5 0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 3.0 3.5

Sumber: Data Sekunder yang diolah dengan Eviews


Dari penyajian tabel statistik deskriptif di atas dapat dilihat bahwa
inflasi tertinggi sebesar 3.29% pada periode pengamatan bulan Juli tahun
2013, dan inflasi terendah sebesar -0.36% pada periode pengamatan bulan
Februari tahun 2015. Selanjutnya, nilai rata-rata inflasi sebesar 0.572667%
dengan standar deviasi sebesar 0.782965.Hal ini menandakan bahwa
fluktuasi yang terjadi pada inflasi tidak terlalu tajam.Fluktuasi tersebut
dapat dilihat dari pergerakan grafik di bawah ini.

Gambar 7. Grafik Fluktuasi Inflasi

42
INF
3.5

3.0

2.5

2.0

1.5

1.0

0.5

0.0

-0.5
I II III IV I II III IV I II
2013 2014 2015

Sumber: Data Sekunder yang diolah dengan Eviews

Gambar grafik di atas menyajikan flukstuasi inflasi yang tidak terlalu


tajam tetapi sangat berdampak terhadap sektor perekonomian.Tingkat inflasi
tertinggi dapat dilihat pada grafik yang terjadi pada tahun 2013.
BPS mengumumkan inflasi Agustus 2013 mencapai 8,79% (yoy), setelah
mencatat inflasi yang cukup tinggi pada bulan sebelumnya yang tercatat sebesar
8,61% (yoy). Dengan demikian, maka inflasi tahun kalender Januari-Agustus
7,94%, telah melampaui asumsi inflasi APBN-P 2013 yang sebesar 7,2%.
Pemicu inflasi bulan Agustus 2013 terutama karena tekanan dari beberapa
harga komoditas hortikultura dan berlanjutnya tekanan harga bawang merah dan
daging sapi sehingga menyebabkan inflasi bergejolak (volatile) masih cukup
tinggi yakni mencapai 16,52% (yoy). Sedangkan pada Agustus 2013, inflasi
kelompok harga diatur pemerintah (administered prices) mencapai 15,4% (yoy),
yang didorong kenaikan tarif angkutan selama periode Lebaran dan kenaikan tarif
listrik. Sementara itu, inflasi inti mencapai 4,48% (yoy).
Dari data yang dirilis BPS, inflasi Agustus 2013 terjadi karena adanya
kenaikan harga di seluruh kelompok pengeluaran. Angka tertinggi penyumbang
inflasi Agustus 2013 (mtm) adalah kelompok sandang 1,81%, bahan makanan
1,75%, serta kelompok pendidikan, rekreasi, dan olahraga 1,36%. Tingginya

43
inflasi bulan Agustus 2013 tidak lepas dari dampak bulan Ramadhan dan Lebaran
yang menyebabkan meningkatnya permintaan sandang dan bahan makanan.
Selain itu, inflasi Agustus 2013 (mtm) juga didorong oleh kelompok
makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau 0,68%; kelompok; kelompok
perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar 0,66%; kelompok sandang 1,81%;
kelompok kesehatan 0,37%; dan kelompok transport, komunikasi, dan jasa
keuangan 0,95%.Tekanan inflasi yang semakin meningkat menjadi ancaman bagi
perekonomian nasional.57

2) Suku Bunga
Suku bunga BI Rate adalah suku bunga kebijakan yang mencerminkan
sikap atau stance kebijakan moneter yang ditetapkan oleh Bank Indonesia dan
diumumkan kepada publik. BI Rate diumumkan oleh Dewan Guubernur Bank
Indonesia setiap rapat Dewan Gubernur bulanan dan diimplementasikan pada
operasi moneter yang dilakukan Bank Indonesia melalui pengelilaan likuiditas
(liquidity management) di pasar uang untuk mencapai sasaran operasional
kebijakan moneter.Berikut data suku bunga BI Rate periode Januari 2013 –Juni
2015.

Tabel 3. Data Suku Bunga


Tahun
2013 2014 2015
Bulan

1 5.75 7.5 7.75

2 5.75 7.5 7.5

3 5.75 7.5 7.5

4 5.75 7.5 7.5

5 5.75 7.5 7.5

6 6 7.5 7.5

7 6.5 7.5 -

57
Fandi Gunawan, Perkembangan Moneter 2013, Macroeconomic Dashboard,
http://macroeconomicdashboard.com/index.php/id/moneter/138-perkembangan-moneter-2013-iii.

44
8 7 7.5 -

9 7.25 7.5 -

10 7.25 7.5 -

11 7.5 7.75 -

12 7.5 7.75 -

Sumber: Bank Indonesia


Dari data di atas dapat disajikan dalam bentuk statistik deskriptif
sebagai berikut :

Gambar8.Statistik Deskriptif Suku Bunga


20
Series: SBI
Sample 2013M01 2015M06
16 Observations 30

Mean 7.116667
12 Median 7.500000
Maximum 7.750000
Minimum 5.750000
8 Std. Dev. 0.712370
Skewness -1.228932
Kurtosis 2.769368
4
Jarque-Bera 7.617858
Probability 0.022172
0
5.75 6.00 6.25 6.50 6.75 7.00 7.25 7.50 7.75 8.00

Sumber : Data sekunder yang diolah dengan Eviews

Dari penyajian tabel statistik deskriptif di atas dapat dilihat bahwa suku
bunga tertinggi sebesar 7,75% pada periode pengamatan bulan November tahun
2013 sampai Januari tahun 2015, dan suku bunga terendah sebesar 5,75% pada
periode pengamatan bulan Januari sampai bulan Mei tahun 2013. Selanjutnya,
nilai rata-rata suku bunga sebesar 7,11% dengan standar deviasi sebesar 0,712370.
Hal ini menandakan bahwa fluktuasi yang terjadi pada suku bunga sangat
tajam.Fluktuasi tersebut dapat dilihat dari pergerakan grafik di bawah ini.

45
Gambar 9. Grafik Pergerakan Suku Bunga

SBI
8.0

7.6

7.2

6.8

6.4

6.0

5.6
I II III IV I II III IV I II
2013 2014 2015

Sumber : Data sekunder yang diolah dengan Eviews

Dari pemaparan grafik di atas menunjukkan bahwa fluktuasi suku bunga


SBI yang sangat tajampada tahun 2013.Hal ini sangat berpengaruh besar terhadap
para investor yang ingin meraih keuntungan yang sebesar-besarnya.
Pada Februari 2013, Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk
mempertahankan suku bunga acuan BI (BI Rate) di level 5,75%. Ini berarti sudah
12 bulan bank sentral mempertahankan BI rate sejak febuari 2012. Tingkat suku
bunga tersebut dinilai BI masih konsisten dengan tekanan inflasi yang terkendali
yaitu 4,5% plus minus 1 untuk 2013 - 2014. Terakhir BI rate berubah pada 9
Febuari 2012, tepatnya dari 6% menjadi 5,75%.
Seperti halnya BI rate, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) juga
mempertahankan tingkat bunga penjaminan. LPS memandang tingkat bunga saat
ini masih sejalan dengan kondisi perekonomian dan perbankan sehingga tingkat
bunga penjaminan untuk simpanan dalam mata uang rupiah di bank umum
dipertahankan sebesar 5,50% pada Februari 2013. Sementara itu, BI menaikkan

46
suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) untuk tenor 9 bulan pada Februari
2013 menjadi 4,86% dari posisi bulan sebelumnya yang tercatat sebesar 4,84%.58

2. Analisis Data
Persamaan regresi:
BHS=b0 + b1A INF+ b2 SBI+e

Dari persamaan regresi di atas di analisis dengan analisis regresi berganda


dengan menggunakan program Eviews Versi 7. Sebelum di analisis dilakukan uji
asumsi klasik.Berikut uji model dari persamaan regresi di atas.

a. Uji Model
1) Uji Asumsi Klasik
Analisis data dilakukan dengan menggunakan analisis regresi linier
berganda dengan bantuan program komputer Eviews Versi 7.Untuk mendapatkan
estimasi yang terbaik, terlebih dahulu data sekunder tersebut harus dilakukan
pengujian asumsi klasik yaitu uji multikolinearitas, uji autokorelasi dan uji
normalitas.

a) Uji Multikolinearitas
Multikolinearitas merupakan terjadinya korelasi yang sempurna
antara satu variabel independen dengan variabel independen yang lain.
Apabila terjadi multikolinearitas, maka akan mengakibatkan terjadinya
kesalahan standar penaksir dan probebilitas untuk menerima hipotesis yang
salah semakin besar.
Untuk melihat adanya multikolinearitas antarvariabel independen
adalah dengan membandingkan hasil estimasi R2 dengan r2 parsial masing-
masing variabel.Apabila R2 lebih besar daripada r2 masing-masing variabel,
maka hasil estimasi model regresi dinyatakan bebas dari multikolinearitas.
Kemudian dengan menggunakan Variance Inflation Factor (VIF)
atau tolerance (1/VIF).Regresi yang bebas multikolinearitas memiliki VIF

58
Ibid

47
di sekitar 1 atau tolerance mendekati 1.Jika untuk suatu variabel
independen nilai VIF > 10 dikatakan terjadi kolinearitas yang kuat
antarvariabel independen.Berdasarkan hasil pengolahan Eviews atas data
yang diperoleh, dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4. Hasil Uji Multikolinearitas

Variance Inflation Factors


Date: 01/13/17 Time: 10:40
Sample: 2013M01 2015M06
Included observations: 30

Coefficient Uncentered Centered


Variable Variance VIF VIF

C 0.004470 107.8130 NA
INF 7.08E-05 1.572978 1.012600
SBI 8.56E-05 105.5576 1.012600

Sumber : Data sekunder yang diolah dengan Eviews


Dari tabel hasil estimasi model regresi (tabel) dapat dilihat bahwa
VIF < 10.Maka dapat dinyatakan bahwa hasil estimasi model regresi dalam
penelitian ini tidak mengandung gejala multikolinieritas.

b) Uji Autokorelasi
Untuk menguji apakah dalam suatu model regresi linier ada korelasi antara
kesalahan pengganggu pada periode sekarang dengan periode sebelumnya maka
dibutuhkan uji autokorelasi.Model regresi yang baik adalah terbebas dari
autokorelasi. Untuk melihat ada tidaknya autokorelasi adalah dengan
menggunakan uji Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test (BGLM), yaitu
dengan melihat nilai p value lebih rendah dari level ofsignificancesebesar 5%.
Maka dapat disimpulkan tidak mengandung autokorelasi.Berikut adalah hasil
pengujian Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test (BGLM) dengan
menggunakan program Eviews 7:

48
Tabel 5. Hasil Pengujian Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test
(BGLM)

Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:

F-statistic 18.21712 Prob. F(2,25) 0.0000


Obs*R-squared 17.79182 Prob. Chi-Square(2) 0.0001

Test Equation:
Dependent Variable: RESID
Method: Least Squares
Date: 01/13/17 Time: 13:46
Sample: 2013M01 2015M06
Included observations: 30
Presample missing value lagged residuals set to zero.

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 0.006961 0.044406 0.156754 0.8767


INF -0.005213 0.005647 -0.923119 0.3648
SBI 0.001526 0.006149 0.248229 0.8060
RESID(-1) 0.733518 0.197121 3.721156 0.0010
RESID(-2) 0.077540 0.199650 0.388378 0.7010

R-squared 0.593061 Mean dependent var -3.61E-17


Adjusted R-squared 0.527950 S.D. dependent var 0.034030
S.E. of regression 0.023381 Akaike info criterion -4.522816
Sum squared resid 0.013666 Schwarz criterion -4.289283
Log likelihood 72.84223 Hannan-Quinn criter. -4.448106
F-statistic 9.108558 Durbin-Watson stat 2.009187
Prob(F-statistic) 0.000111

Sumber: Data sekunder yang diolah dengan Eviews

Dari tabel di atas terlihat,statistik uji NR2(Obs*R-squared) memberikan


nilai 17.79182 dannilai p value bagi statistik ini adalah 0.0001, lebih rendah dari
level of significance5%.Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dari hasil
pengujian Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test (BGLM) hasil estimasi
model regresi dalam penelitian ini tidak mengandung autokorelasi.

c) Uji Normalitas
Model regresi yang baik adalah distribusi data normal atau mendekati
normal.Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah dalam sebuah model

49
regresi, variabel dependen, variabel independen, atau keduanya mempunyai
distribusi normal atau tidak.Untuk menguji normal data ini menggunakan uji
Jarque-Bera (J-B Test) dengan hasil olahan data Eviews. Berikut hasil olah data
dengan Eviews:
Gambar 10.Uji Normalitas Jarque-Bera (J-B Test)
7
Series: Residuals
6 Sample 2013M01 2015M06
Observations 30
5
Mean -3.61e-17
Median -0.008031
4 Maximum 0.070937
Minimum -0.044477
3 Std. Dev. 0.034030
Skewness 0.505750
2 Kurtosis 2.026386

1 Jarque-Bera 2.463821
Probability 0.291735
0
-0.04 -0.02 0.00 0.02 0.04 0.06 0.08

Sumber : Data sekunder yang diolah dengan Eviews

Dari tabel di atas terlihat bahwa nilai Probability adalah 0,291735. Oleh
karena nilai Probability> 0,05 maka dapat disimpulkan data terdistribusi normal.

b. Uji Statistik
Dari penelitian yang dilakukan oleh peneliti, maka hasil estimasi model
regresi yang diteliti dapat dilihat sebagai berikut:
Tabel 6. Hasil Estimasi Model Regresi

Dependent Variable: BHS


Method: Least Squares
Date: 01/13/17 Time: 13:52
Sample: 2013M01 2015M06
Included observations: 30

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 0.105559 0.066858 1.578860 0.1260


INF 0.001995 0.008417 0.237004 0.8144
SBI 0.027078 0.009251 2.927052 0.0069

50
R-squared 0.241056 Mean dependent var 0.088291
Adjusted R-squared 0.184838 S.D. dependent var 0.039062
S.E. of regression 0.035268 Akaike info criterion -3.757057
Sum squared resid 0.033583 Schwarz criterion -3.616938
Log likelihood 59.35586 Hannan-Quinn criter. -3.712232
F-statistic 4.287872 Durbin-Watson stat 0.472718
Prob(F-statistic) 0.024145

Sumber: Data sekunder yang diolah dengan Eviews

1) Koefisien Determinasi
Koefisien determinasi (R2) mengukur seberapa jauh kemampuan variabel
independen dalam menerangkan variabel dependen.Nilai koefisien determinasi
adalah diantara nol dan satu.Nilai R2 yang kecil berarti kemampuan variabel
independen dalam menerangkan variabel dependen sangat terbatas.Nilai R2
mendekati satu berarti variabel independen memberikan hampir semua informasi
yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen.
Tabel 6 (hasil estimasi model regresi) menunjukkan nilai R square sebesar
0.241056. Hal ini menunjukkan bahwa inflasi dan suku bunga mampu
menerangkan variasi Bagi Hasil Bank Syariah sebesar 24,10%. Sedangkan sisanya
sebesar 75,9% dijelaskan oleh variabel lain di luar model.Nilai R2 di atas sangat
kecil sehingga variable inflasi dan suku bunga terbatas dalam menerangkan
variable Bagi Hasil Bank Syariah.

2) Uji F Statistik
Uji F statistik pada dasarnya menunjukkan apakah semua variabel
independen yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara simultan
terhadap variabel dependen.Dari hasil estimasi model regresi pada tabel 6di atas
dapat dilihat bahwa nilai probability adalah sebesar 0.024145dan nilai F hitung
sebesar 4.287872. Dasar pengambilan keputusan adalah tingkat signifikansi
sebesar 5% atau 0,05. Karena nilai probability lebih kecil dari 0,05 maka H0
ditolak dan hal ini menunjukkan adanya pengaruh inflasi dan suku bunga secara
simultan terhadap Bagi Hasil Bank Syariah.

51
3) Uji t Statistik
Uji t statistik menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel
independen secara parsial dalam menerangkan variasi variabel dependen. Dari
tabel 6di atas dapat dilihat hasil uji t pada penelitian ini sebagai berikut:
a. Inflasi terhadap Bagi Hasil Bank Syariah
Ho diterima = Inflasi tidak berpengaruh terhadap Bagi Hasil Bank Syariah.
Ho ditolak = Inflasi berpengaruh terhadap Bagi Hasil Bank Syariah.
Karena nilai probability sebesar 0.8144lebih besar dari taraf nyata 0.05,
maka Ho diterima.Hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh
yang signifikan antara inflasi terhadap Bagi Hasil Bank Syariah.Sehingga
perubahan tingkat inflasi tidak mempengaruhi fluktuasi Bagi Hasil Bank
Syariah.

b. Suku Bunga terhadap Bagi Hasil Bank Syariah


Ho diterima = Suku Bunga SBI tidak berpengaruh terhadap Bagi Hasil
Bank Syariah
Ho ditolak = Suku Bunga SBI berpengaruh terhadap Bagi Hasil Bank
Syariah
Karena nilai probability sebesar 0.0069lebih kecil dari taraf nyata sebesar
0.05, maka Ho ditolak.Hal ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh
yang signifikan antara suku bungadengan Bagi Hasil Bank
Syariah.Sehingga perubahan tingkat suku bunga mempengaruhi perubahan
Bagi Hasil Bank Syariah.
Berdasarkan output regresi linier berganda dari tabel 6di atas, didapat
model regresi yang dirumuskan sebagai berikut:
BHS = 0.105559 + 0.001995INF + 0.027078SBI
Keterangan :
BHS = Bagi Hasil Bank Syariah(%)
INF= Inflasi (%)
SBI= Suku Bunga (%)

Dari persamaan regresi tersebut dapat diketahui bahwa:

52
1. Nilai konstanta (BHS) atau Bagi Hasil Bank Syariah menunjukkan
angka sebesar 0.105559 yang berarti bahwa bila tidak ada perubahan
inflasi dan suku bunga maka bisa mencapai nilai sebesar 10.55%. Hal
ini menandakan adanya pengaruh variabel lain selain inflasi dan suku
bunga.
2. Koefesien regresi SBIatau suku bunga menunjukkan angka sebesar
0.001995. Hal ini berarti bahwa adanya perubahan positif antara
perubahan suku bunga terhadap Bagi Hasil Bank Syariah. Setiap
peningkatan suku bunga sebesar 1% akan meningkatkan Bagi Hasil
Bank Syariah sebesar0.001995%.

B. Pembahasan
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah “Terdapat pengaruh
inflasi dan suku bunga terhadap bagi hasil bank syariah di Indonesia.Berdasarkan
hasil penelitian yang diperoleh ialah bahwa inflasi dan suku bunga secara simultan
berpengaruh terhadap bagi hasil bank syariah di Indonesia.

1. Kemampuan Inflasi Mempengaruhi Bagi Hasil Bank Syariah di


Indonesia
Berdasarkan pengujian yang dilakukan secara signifikan membuktikan
bahwa secara parsial inflasi tidak berpengaruh terhadap bagi hasil bank syariah di
Indonesia, hal ini sejalan dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Sinta
Aisyah tahun 2010 yang membuktikan bahwa variabel inflasi tidak berpengaruh
terhadap bagi hasil Bank Syariah Mandiri.
Dari hasil pengujian tersebut menandakan bahwa Bank Syariah di
Indonesia tetap berkompeten dan tidak terkena imbas gejala ekonomi seperti
inflasi meskipun terjadi fluktuasi inflasi namun tidak akan terjadi perubahan
besarnya bagi hasil yang diterima oleh nasabah Bank Syariah di Indonesia.
Karena bagi hasil berasal dari seberapa besar hasil pengelolaan modal yang
disalurkan kepada masyarakat dan Bank Syariah membagikan keuntungan hasil
dari penyaluran dananya kepada nasabah deposan maupun tabungan.

53
Hal ini sejalan dengan peristiwa krisis moneter yang terjadi pada tahun
1998.Bank syariah tetap berdiri walaupun pada saat itu terjadinya krisis, padahal
bank-bank konvensional pada saat itu banyak yang mengalami kebangkrutan.

2. Kemampuan Suku Bunga Mempengaruhi Bagi Hasil Bank Syariah di


Indonesia
Berdasarkan pengujian yang dilakukan diperoleh bahwa suku bunga
berpengaruh positif dan signifikan terhadap bagi hasil bank syariah di Indonesia.
Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang relevan dengan penelitian ini,
yakni penelitian yang dilakukan Sinta Aisyah tahun 2010, bahwa suku bunga
pinjaman investasi tidak berpengaruh terhadap hak pihak ketiga atas bagi hasil.
Penelitian ini mendukung teori yang menyatakan bahwa pengaruh suku
bunga deposito yang ditawarkan bank konvensional kepada masyarakat penabung
dan pada suku bunga kredit yang dibebankan bank konvensional kepada para
debiturnya.59 Para pengusaha hanya akan melaksanakan keinginan untuk
menanam modal apabila tingkat pengembalian modal dari investasi yang
dilakukan, yaitu persentasi keuntungan yang akan diperoleh sebelum dikurangi
bunga uang yang dibayar, lebih besar dari bunga. 60Ketika bank konvensional
menawarkan tingkat bunga yang lebih rendah daripada bagi hasil yang ditawarkan
oleh bank syariah, maka nasabah yang kekurangan dana akan melakukan
peminjaman uang pada bank konvensional. Namun apabila bank konvensional
menawarkan tingkat suku bunga yang lebih tinggi daripada bagi hasil pembiayaan
yang ditawarkan oleh bank syariah, maka nasabah akan melakukan pembiayaan
pada bank syariah. Hal ini menyebabkan semakin banyaknya masyarakat yang
melakukan pembiayaan kepada bank syariah maka semakin terlaksana
pengelolaan modal oleh bank syariah dan semakin banyaknya modal yang
dikelola maka semakin besar pendapatan yang diperoleh oleh bank syariah dari
nasabah penyaluran dana atau pembiayaan. Maka bagi hasil yang diberikan

59
Aulia Pohan, Kerangka Kebijakan Moneter dan Implementasinya di Indonesia, (Jakarta:
PT RajaGrafindo Persada, 2008), hal. 21
60
Sadono Sukirno, Makroekonomi : Teori Pengantar, ed. Ke-3, cet. Ke-15, (Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada, 2004), hal. 122-123

54
kepada nasabah penghimpunan dana atau deposito maupun tabungan akan
semakin tinggi. Sehingga variabel suku bunga BI Ratedapat dijadikan patokan
dalam memprediksi Bagi Hasil Bank Syariah di Indonesia.Hal ini menunjukkan
bahwa Bank Syariah harus lebih berkompeten dalam mengelola dana masyarakat
serta menyalurkan dana dengan lebih aktif lagi agar dapat memberikan return
yang besar untuk masyarakat yang dihimpun dananya. Sehingga menimbulkan
kepercayaan kepada bank syariah dan bank syariah menjadi pilihan dalam
menanamkan modal investasi masyarakat.

55
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data yang telah dikemukakan sebelumnya, dapat
diambil kesimpulan bahwa hasil analisis regresi linier berganda menunjukkan
bahwa secara simultan variabel inflasi dan suku bunga berpengaruh terhadap bagi
hasil bank syariah di Indonesia dan secara bersama-sama mempengaruhibagi hasil
bank syariah di Indonesia dengan taraf kepercayaan 95%.Hal ini dilihat dari hasil
perolehan Eviews dengan p value sebesar 0.0069 yang lebih kecil dari nilai α
sebesar 5%.
Koefesien suku bunga (SBI) terhadap bagi hasil bank syariah adalah
berpengaruh positif dengan nilai koefesien sebesar 0.027078. Hal ini
menunjukkan bahwa jika terjadi kenaikan suku bunga sebesar 1% maka akan
meningkatkan bagi hasil bank syariah sebesar 0.027078%. Nilai p value sebesar
0,0069 yang lebih kecil dari taraf nyata sebesar 0.05, maka dapat disimpulkan
bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara suku bunga terhadap bagi hasil
bank syariah pada taraf kepercayaan 95 %. Dengan demikian, apabila terjadi
peningkatan suku bunga, maka akan meningkatkan bagi hasil bank syariah.
Sedangkan inflasi (INF) secara parsial tidak berpengaruh terhadap bagi
hasil bank syariah.Sehingga variabel inflasi tidak dapat dijadikan ukuran dalam
menilai perubahan fluktuasi bagi hasil bank syariah.
Variasi faktor yang berpengaruh terhadap bagi hasil bank syariah
dijelaskan oleh variabel independen inflasi dan suku bunga yang secara bersama-
sama menjelaskan pengaruh sebesar 24,10%, sedangkan sisanya sebesar 75,9%
dijelaskan oleh variabel lain yang tidak diteliti atau diluar model.

B. Saran
Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan dan adanya beberapa
keterbatasan dalam penelitian ini, maka peneliti memberikan beberapa saran
yaitu:

56
1. Pada penelitian ini, variabel independen belum sepenuhnya mampu
menjelaskan pengaruhnya terhadap variabel dependen. Penelitian
selanjutnya dapat digunakan variabel independen lain yang secara teori
merupakan faktor yang berpengaruh terhadap bagi hasil bank syariah
di Indonesia.
2. Periode pengamatan dalam penelitian ini yaitu tahun 2013 – 2015
dengan data bulanan. Penelitian selanjutnya sebaiknya menggunakan
periode pengamatan yang lebih lama agar mendapatkan hasil yang
lebih jelas dan akurat.
3. Bagi perbankan syariah agar lebih berkompeten dalam mengelola
modal yang dihimpun. Sehingga mampu mengimbangi perbankan
konvensional yang ada di Indonesia dan masyarakat memilih untuk
memanfaatkan bank syariah.

57
DAFTAR PUSTAKA

Abdad,Zaidi.Lembaga Perekonomian Umat diDunia Islam.Bandung:


Angkasa, 2003.

Ajija,Shochrul R. et. al., Cara Cerdas Menguasai Eviews.Jakarta :


Salemba 4,2011.

Aisyah, Sinta.Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Bagi Hasil Pada Bank


Syariah Mandiri.Yogyakarta: Skripsi Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga,
2010.

Antonio, Muhammad Syafi’I.Bank Syariah: Teori dan Praktik. Jakarta:


Gema Insani, 2011.

_______________________.Bank Syari’ah; Wacana Ulama’ dan


Cendekiawan. Jakarta: Tazkia Institut dan Bank Indonesia, 1999.

Arif,M. Nur Rianto Al.Teori Makroekonomi Islam (Konsep, Teori dan


Analisis).Bandung: Alfabeta, 2010.

Ascarya.Akad dan Produk Bank Syariah.Jakarta, Raja Grafindo Persada,


2015.

Muhammad Ayub, Understanding Islamic Finance, terj. Aditya Wisnu


Pribadi, Keuangan Syariah. Jakarta: Gramedia, 2007.

Daud, Abu.Kitab: Jual Beli, Bab: Meneteapkan harga barang, No. Hadis:
2994

Direktorat Statistik Ekonomi dan Moneter, Statistik Keuangan Ekonomi


Indonesia, BAB Metadata Indikator Makroekonomi (Bank Indonesia:
http://www.bi.go.id/).

Eachern,Mc.Ekonomi Makro Pendekatan Kontemporer.Jakarta: Salemba


Empat, 2000.

Efferin, Sujuko et. al., Metode Penelitian Akuntansi.Yogyakarta: Graha


Ilmu 2008.

Gunawan, Fandi.Perkembangan Moneter 2013, Macroeconomic


Dashboard, http://macroeconomicdashboard.com/index.php/id/moneter/138-
perkembangan-moneter-2013-iii.

58
Huda, Nurul et.al.Ekonomi Makro Islam : Pendekatan Teoritis. Jakarta :
Kencana 2009.

Karim, Adiwarman A. Ekonomi Makro Islami (Jakarta: Rajawali Pers,


2010.

Kasmir.Bank dan Lembaga Keuangan. Jakarta : PT. Raja Grafindo


Persada, 2003.

Kuncoro, Mudrajat.Metode Riset untuk Bisnis dan Ekonomi: Bagaimana


Meneliti dan Menulis Tesis?.Jakarta: Erlangga, 2003.

Majah, Ibnu.Kitab: Perdagangan, Bab: Penimbunan dan Importir, No.


Hadis: 2144

Manurung, Jonni et. al., Ekonomi Keuangan dan kebijakan


Moneter.Jakarta: Penerbit Salemba Empat, 2009.

Mardani.Fiqh Ekonomi Syariah. Jakarta: Kencana Prenadamedia Group,


2013.

Muslichs,Ahmad Wardi.Fiqih Muamalah.Jakarta: Bumi Aksara, 2015.

Muhammad. Manajemen Dana Bank Syariah.Jakarta: Rajawali Pers, 2014.


Pohan, Aulia.Kerangka Kebijakan Moneter dan Implementasinya di
Indonesia.Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2008.

Rosadi, Dedi.Ekonometrika dan Analisis Runtun Waktu Terapan dengan


Eviews.Yogyakarta: Andi Offset, 2012.

Rivai,Veithzal.Islamic Banking: Sebuah Teori, Konsep dan


Aplikasi.Jakarta : PT.Bumi Aksara, 2010.

Siregar, Saparuddin.Diktat Akuntansi Perbankan Syariah.Fakultas Syariah


IAIN Sumatera Utara, 2009.

Suharyadi dan Purwanto S. K, Statistika:Untuk Ekonomi dan Keuangan


Modern Edisi 2. Jakarta: Penerbit Salemba Empat, 2009.

Sukirno,Sadono.Makroekonomi : Teori Pengantar, ed. Ke-3, cet. Ke-15.


Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2004.

Susanti, Hera.Indikator-Indikator Makroekonomi.Jakarta: LPFE


Universitas Indonesia, 2000.

59
Suseno dan Siti Aisyah.Inflasi.Jakarta : Pusat Pendidikan dan Studi
Kebanksentralan (PPSK) Bank Indonesia, Seri Kebansentralan No. 22, 2009.

Tarigan,Azhari Akmal, et. al., Dasar-dasar Ekonomi Islam.Bandung,


CitaPustaka Media, 2006.

Tim Pengembangan Perbankan Syariah Institut Bankir Indonesia.Bank


Syariah : Konsep, Produk dan Implementasi Operasional. Jakarta: Djambatan,
2003.

60

Anda mungkin juga menyukai