Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH


FRAKTUR FEMUR
I. Definisi
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan
luasnya. (Smeltzer dan Bare, 2002). Fraktur adalah pemisahan atau patahnya
tulang. (Marylin E. Doengoes. 2000). Fraktur adalah terputusnya kontinuitas
tulang, tulang rawan epifisis atau tulang rawan sendi. (Soebroto Sapardan,
Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah) Fraktur femur adalah terputusnya kontinuitas
batang femur yang bisa terjadi akibat trauma langsung (kecelakaan lalu lintas,
jatuh dari ketinggian), dan biasanya lebih banyak dialami oleh laki-laki dewasa.
Patah pada daerah ini dapat menimbulkan perdarahan yang cukup banyak,
mengakibatkan pendertia jatuh dalam syok (FKUI, 2005).

II Etiologi
Menurut Sachdeva dalam Jitowiyono dkk (2010), penyebab fraktur dapat dibagi
menjadi tiga yaitu :
1) Cedera traumatik
a. Cedera langsung, berarti pukulan langsung pada tulang sehingga tulang
patah secara spontan.
b. Cedera tidak langsung, berarti pukulan langsung berada jauh dari
benturan, misalnya jatuh dengan tangan menjulur dan menyebabkan
fraktur klavikula.
c. Fraktur yang disebabkan kontraksi keras dari otot yang kuat.
2) Fraktur patologi
Fraktur patologik yaitu fraktur yang terjadi pada tulang disebabkan oleh
melelehnya struktur tulang akibat proses patologik. Proses patologik dapat
disebabkan oleh kurangnya zat-zat nutrisi seperti vitamin D, kaslsium,
fosfor, ferum. Factor lain yang menyebabkan proses patologik adalah
akibat dari proses penyembuhan yang lambat pada penyembuhan fraktur
atau dapat terjadi akibat keganasan. Dalam hal ini kerusakan tulang akibat
proses penyakit, dimana dengan trauma minor dapat mengakibatkan
fraktur, dapat juga terjadi pada keadaan :
a. Tumor tulang (jinak atau ganas).
b. Infeksi seperti osteomielitis.
c. Rakhitis, suatu penyakti tulang yang disebabkan oleh devisiensi
vitamin D yang mempengaruhi semua jaringan skelet lain.
3) Secara spontan, disebabkan oleh stress tulang yang terus menerus misalnya
pada penyakit polio dan orang yang bertugas di kemiliteran

III Manifestasi klinis


Tanda dan gejala yang dapat muncul pada klien dengan fraktur, diantaranya:
a) Nyeri sedang sampai hebat dan bertambah berat saat digerakkan.
b) Hilangnya fungsi pada daerah fraktur.
c) Edema/bengkak dan perubahan warna local pada kulit akibat trauma yang
mengikuti fraktur.
d) Deformitas/kelainan bentuk.
e) Rigiditas tulang/ kekakuan
f) Krepitasi saat ekstremitas diperiksa dengan tangan teraba adanya derik tulang
akibat gesekan fragmen satu dengan yang lain.
g) Syok yang disebabkan luka dan kehilangan darah dalam jumlah banyak.
IV. Patofisiologi
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekeuatan dan gaya pegas
untuk menahan tekanan (Apley, A. Graham, 1993). Tapi apabila tekanan
eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah
trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas
tulang (Carpnito, Lynda Juall, 1995). Setelah terjadi fraktur, periosteum dan
pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow, dan jaringan lunak yang
membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan
terbentuklah hematoma di rongga medula tulang. Jaringan tulang segera
berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini
menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang ditandai denagn vasodilatasi,
eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. ini merupakan dasar
penyembuhan tulang (Black, J.M, et al, 1993).

Trauma merupakan penyebab mayoritas dari fraktur baik trauma karena


kecelakaan bermotor maupun jatuh dari ketinggian menyebabkan rusak atau
putusnya kontinuitas jaringan tulang. Selain itu keadaan patologik tulang seperti
Osteoporosis yang menyebabkan densitas tulang menurun, tulang rapuh akibat
ketidakseimbangan homeostasis pergantian tulang dan kedua penyebab di atas
dapat mengakibatkan diskontinuitas jaringan tulang yang dapat merobek
periosteum dimana pada dinding kompartemen tulang tersebut terdapat saraf-saraf
sehingga dapat timbul rasa nyeri yang bertambah bila digerakkan. Fraktur dibagi
3 grade menurut kerusakan jaringan tulang. Grade I menyebabkan kerusakan
kulit, Grade II fraktur terbuka yang disertai dengan kontusio kulit dan otot terjadi
edema pada jaringan. Grade III kerusakan pada kulit, otot, jaringan saraf dan
pembuluh darah.

Pada grade I dan II kerusakan pada otot/jaringan lunak dapat menimbulkan


nyeri yang hebat karena ada spasme otot. Pada kerusakan jaringan yang luas pada
kulit otot periosteum dan sumsum tulang yang menyebabkan keluarnya sumsum
kuning yang dapat masuk ke dalam pembuluh darah sehingga mengakibatkan
emboli lemak yang kemudian dapat menyumbat pembuluh darah kecil dan dapat
berakibat fatal apabila mengenai organ-organ vital seperti otak jantung dan paru-
paru, ginjal dan dapat menyebabkan infeksi. Gejala sangat cepat biasanya terjadi
24 sampai 72 jam. Setelah cidera gambaran khas berupa hipoksia, takipnea,
takikardi. Peningkatan isi kompartemen otot karena edema atau perdarahan,
mengakibatkan kehilangan fungsi permanen, iskemik dan nekrosis otot saraf
sehingga menimbulkan kesemutan (baal), kulit pucat, nyeri dan kelumpuhan. Bila
terjadi perdarahan dalam jumlah besar dapat mengakibatkan syok hipovolemik.
Tindakan pembedahan penting untuk mengembalikan fragmen yang hilang
kembali ke posisi semula dan mencegah komplikasi lebih lanjut. Selain itu bila
perubahan susunan tulang dalam keadaan stabil atau beraturan maka akan lebih
cepat terjadi proses penyembuhan fraktur dapat dikembalikan sesuai letak
anatominya dengan gips.
V. Alur masalah fraktur femur

Trauma Langsung Trauma Tidak Langsung Kondisi Patologis

Fraktur femur

Perubahan Jaringan Sekitar Terjadi pembengkakan

Pemasangan gips Laserasi Kulit Spasme Otot Nyeri Akut

Gangguan fungsi Kerusakan Peningkatan tekanan kapiler


Integritas Kulit
Penekanan pembuluh darah
Hambatan Putus Vena /Arteri
Mobilitas Fisik Penurunan perfusi jaringan

Resiko Pendarahan Gangguan Perfusi Jaringan


Kurang menerima
terhadap perubahan
Oksigenasi tidak
adekuat
Kemandirian
Perubahan citra
berkurang
diri Keletian, kelemahan

Defisit perawatan
diri
Intoleransi
aktivitas
VI. Komplikasi
1) Komplikasi Awal
a) Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi,
CRT menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin
pada ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting,
perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan.
b) Kompartement Syndrom
Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi karena
terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan parut.
Ini disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot, saraf, dan
pembuluh darah. Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips dan
embebatan yang terlalu kuat.
c) Fat Embolism Syndrom
Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang sering terjadi
pada kasus fraktur tulang panjang. FES terjadi karena sel-sel lemak yang
dihasilkan bone marrow kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan
tingkat oksigen dalam darah rendah yang ditandai dengan gangguan
pernafasan, tachykardi, hypertensi, tachypnea, demam.
d) Infeksi
System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma
orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Ini
biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena
penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.
e) Avaskuler Nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau
terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan
adanya Volkman’s Ischemia.
f) Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya
permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini
biasanya terjadi pada fraktur.
2) Komplikasi Dalam Waktu Lama
a) Delayed Union
Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan
waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini disebabkan karena
penurunan supai darah ke tulang.
b) Nonunion
Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkkonsolidasi dan memproduksi
sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9 bulan. Nonunion
ditandai dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang
membentuk sendi palsu atau pseudoarthrosis. Ini juga disebabkan karena
aliran darah yang kurang.
c) Malunion
Malunion merupakan penyembuhan tulang ditandai dengan meningkatnya
tingkat kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas). Malunion dilakukan
dengan pembedahan dan reimobilisasi yang baik
VII. Penatalaksanaan
1. Fraktur Femur Terbuka
Menurut Apley (1995), fraktur femur terbuka harus dinilai dengan cermt
untuk mengetahui ada tidaknya kehilangan kulit, kontaminasi luka, iskemia
otot, cedera pada pembuluh darah dan saraf. Intervensi tersebut meliputi:
1) Profilaksis antibiotik
2) Debridemen : Pembersihan luka dan debridemen harus dilakukan dengan
sedikit mungkin penundaan. Jika terdapat kematian jaringan yang mati
dieklsisi dengan hati-hati. Luka akibat penetrasi fragmen luka yang tajam
juga perlu dibersihkan dan dieksisi, terapi yang cukup dengan debridemen
terbatas saja.
3) Stabilisasi Dilakukan pemasangan fiksasi interna atau eksterna.
2. Fraktur Femur Tertutup
Pengkajian ini diperlukan oleh perawat sebagai peran kolaboratif dalam
melakukan asuhan keperawatan. Denagn mengenal tindakan medis, perawat
dapat mengenal impliksi pada setiap tindakan medis yang dilakukan.
1) Fraktur trokanter dan sub trokanter femr, meliputi:
a) Pemasangan traksi tulang selama 6-7 minggu yang dilanjutkan dengan
gips pinggul selama 7 minggu merupakn alternaltif pelaksanaan pada
klien usia muda.
b) Reduksi terbuka dan fiksasi interna merupakan pengobatan pilihan
dengan memergunakan plate dan screw.
2) Fraktur diafisis femur, meliputi:
a) Terapi konserfativ
b) Traksi kulit merupakan pengobatan sementara sebelum dilakukan terapi
definitif untuk mengurangi spasme otot.
c) Traksi tu;lang berimbang denmgan bagian pearson pada sendi lutut.
Indikasi traksi utama adalah faraktur yang bersifat kominutif dan
segmental.
d) Menggunakan cast bracing yang dipasang setelah union fraktur secara
klinis
3) Terapi Operasi
a) Pemasangan plate dan screw pada fraktur proksimal diafisis atau distal
femur
b) Mempengaruhi k nail, AO nail, atau jenis lain, baik dengan operasi
tertutup maupun terbuka. Indikasi K nail, AO nail terutama adalah
farktur diafisis.
c) Fiksassi eksterna terutama pada fraktur segmental, fraktur kominutif,
infected pseudoarthrosis atau fraktur terbuka dengan kerusakan jaringan
lunak yang hebat.
4) Fraktur suprakondilar femur, meliputi:
a) Traklsi berimbang dengan menggunakan bidai Thomas dan penahan
lutut Pearson, cast bracing, dan spika panggul.
b) Terapi operatif dilakukan pada fraktur yang tidak dapat direduksi secara
konservatif. Terapi dilakukan dengan mempergunakan nail-phorc dare
screw dengan berbagai tipe yang tersedia.

VIII. Pemeriksaan penunjang


1. X-ray
2. Scan tulang: memperlihatkan fraktur lebih jelas, mengidentifikasi
kerusakan jaringan lunak
3. Arteriogram: dilakukan untuk memastikan ada tidaknya kerusakan
vaskuler
4. Hitung darah lengkap
IX. Masalah keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik.
2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan muskuloskeletal,
kerusakan integritas struktur tulang, penurunan kekuatan otot.
3. Defisit perawatan diri (mandi, eliminasi) berhubungan dengan gangguan
muskuloskeletal, hambatan mobilitas.
4. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tonjolan tulang.
5. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur pemasangan fiksasi interna.
6. Ansietas berhubungan dengan stres, krisis situasional.
X. Askep secara teori
1. Pengkajian
a. Anamnesis
1) Identitas klien
Meliputi nama, jenis kelamin, usia, alamat, agama, bahsa yang
digunkan, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi,
golongan darah, nomor register, tanggal dan jam masuk rumah sakit,
dan diagnosis medis.
Pada umumnya, keluhan utama pada kasus fraktur femur adalah rasa
nyeri yang hebat. Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap
mengenai rasa nyeri klien, perawat mengunakan PQRST
P (Provoking Incident): hal yang menjadi faktor presipitasi nyeri
adalah trauma bagian pada
Q (quality of pain): klien merasakan nyeri yang bersifat menusuk.
R (Region, Radiation, Relief): nyeri yang terjadi di bagian paha yang
mengalami patah tulang. Nyeri dapt reda dengan imobilisasi atau
istirahat.
S (Scale of pain): Secara subyektif, nyeri yang dirasakan klien antara
2-4 pada skala pengukuran 0-4
T (Treatment)
2) Riwayat penyakit sekarang
Kaji kronologi terjadinya trauma yang menyebabkan patah tulang
paha, pertolongan apa yang telah didapatkan, dan apakah sudah
berobt ke dukun patah. Dengan mengetahui mekanisme terjadinya
kecelakaaan, perawat dapat mengetahui luka kecelakaan yang lain.
3) Riwayat penyakit dahulu
Penyakit tertentu seperti kanker tulang dan penyakit paget
menybabkan fraktur patologis sehingga tulang sulit untuk
menyambung. Selain itu, klien diabetes dengan luka di kaki sangat
beresiko terjadi osteomielitis akut dan kronis dan penyaklit diabetes
melitus menghambat proses penyembuhan tulang.
4) Riwayat penyaklit keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan patah tulang paha
adalah faktor predispossisi terjadinya fraktur, seperti osteoporosis
yang sering terjadi pada beberapa keturunan dan kanker tulang yang
cenderung diturunkan secara genetik.
5) Riwayat psikospiritual
Kaji respon emosis klien terhadap penyakit yang dideritanya, peran
klien dalam keluarga, masyarakat, serta respon atau pengaruhnya
dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam keluarga maupun
masyarakat.
b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan umum
(status gheneral) untuk mendapatkan gambaran umum dan
pemeriksaan setempat (lokal)
1) Keadaan umum
Keadaan baik dan buruknya klien. Tanda-tanda gejala yang perlu
dicatat adalah kesadaran diri pasien (apatis, sopor, koma, gelisah,
komposmetis yang bergantung pada keadaan klien), kesakitan atau
keadaaan penyakit (akut, kronis, berat, ringan, sedang, dan pada
kasus fraktur biasanya akut) tanda vital tidak nmormal karena ada
gangguan lokal baik fungsi maupun bentuk.
2) B1 (Breathing)
Pada pemeriksaan sistem pernafasan, didapatkan bahwa klien fraktur
femur tidak mengalami kelainaan pernafasan. Pada palpasi thorak,
didapatkan taktil fremitus seimbang kanan dan kiri. Pada auskultasi
tidak terdapat suara tambahan.
3) B2 (Blood)

Inspeksi tidak ada iktus jantung, palpasi nadi meningkat iktus tidak
teraba, auskultasui suara S1 dan S2 tunggal, tidak ada murmur.

4) B3 (Brain)
a) Tingkat kesadaran biasanya komposmentis.
 Kepala: Tidak ada gangguan, yaitu normosefalik, simetris.,
tidak ada penonjolan, tidak ada sakit kepala.
 Leher: Tidak ada gangguan, simetris, tidak ada penonjolan,
reflek menelan ada.
 Wajah : Wajah terlihat menahan sakit dan bagian wajah yang
lain tidak mengalami perubahan fungsi dan bentuk. Wjah
simetris, tidak ada lesi dan edema.
 Mata: Tidak ada gangguan, konjungtiva tidak anemis (pada
klien dengan patah tulang tertutup tidak terjadi perdarahan).
Klien yang mengalami fraktur femur terbuka biasanya
mengfalami perdarahan sehingga konjungtiva nya anemis.
 Telinga : Tes bisik dan weber msih dalam keadaan normal.
Tidak ada lesi dan nyeri tekan.
 Hidung: Tidak ada deformitas, tidak ada pernafasan cuping
hidung.
 Mulut dan Faring: Tidak ada pembesaran tonsil, gusi tidak
terjadi perdarahan, mukosa mulut tidak pucat.
b) Pemeriksaan fungsi serebral
Status mental, observasi penampilan, dan tingkah laku klien.
Biasanya status mental tidak mengalami perubahan.
c) Pemeriksaan saraf kranial
 Saraf I: fungsi pendiuman tidak ada gangguan.
 Saraf II: ketajaman penglihatan normal
 Saraf III, IV, VI: tidak ada gangguan mengangkat kelopak
mata, pupil isokor.
 Saraf V: tidak mengal;ami paralisis pada otot wajah dan reflek
kornea tidak ada kelainan.
 Saraf VII: persepsi pengecapan dalam batas normal dan wajah
simetris.
 Saraf VIII: tidak ditemukan tuli konduktif dan tuli persepsi.
 Saraf IX dan X: kemampuan menelan baik
 Saraf XI: tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan
trapezius.
 Saraf XII: ;idah simeteris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan
tidak ada faskulasi. Indra pengecapan normal.
d) Pemeriksaan refleks
Biasnya tidak ditemukan reflek patologis.
d) Pemeriksaan sensori
Daya raba klien fraktur femur berkurang terutama pada bagian
distal fraktur, sedangkan indra yang lain dan kognitifnya tidak
menga;lami gangguan. Selian itu, timbul nyeri akibat fraktur.
5) B4 (Bladder)
Kaji urine yang meliputi wana, jumlah dan karakteristik urine,
termasuk berat jenis urine. Biasanya klien fraktur femur tidak
mengalami gangguan ini.
6) B5 (Bowel)
Inspeksi abdomen: bentuk datar, simetris, tidak ada hernia. Palpasi:
turgor baik, tidak ada defans muskular dan hepar tidk teraba. Perkusi:
suiara timpani, ada pantulan gelombang cairan. Auskultasi peristaltik
normal. Inguinal,genital: hernia tidak teraba, tidak ada pembesaran
limfe dan tidak ada kesulitan BAB.
7) B6 (Bone)
Adanmya fraktur femur akan mengganggu secara lokal, baik fungsi
motorik, sensorik maupun peredaran darah.
8) LOOK
Pada sistem integumen terdapat eritema, suhu disekitar daerah trauma
meningkat, bengkak, edema dan nyeri tekan. Perhatikan adanya
pembengklakan yang tidak biasa (abnormal) dan deformitas.
Perhatikan adanya sindrom kompartemen pada bagian distal fraktur
femur. Apabila terjadi fraktur terbuka, perawat dapat menemukan
adanya tanda-tanda trauma jaringan lunak sam[pai kerusakann
intergritas kulit. Fraktur obli, spiral atau bergeser mengakibatkan
pemendekan batang femur. Ada tanmda cedera dan kemungkinan
keterlibatan berkas neurovaskular (saraf dan pembuluh darah) paha,
sepertoi bengkak atau edema. Ketidakmampuan menggerakkan
tungkai.
9) FEEL
Kaji adnya nyeri tekan dan krpitasi pada daerah paha.
10) MOVE
Pemeriksaan dengan menggerakkan eksteremitas apakh terdapat
keluhan nyeri pada pergerakan. Dilakukan pencatatan rentang gerak.
Dilakukan pemeriksaan gerak aktif dan pasif. Berdasar pemeriksaan
didapat adanya gangguan / keterbatasan gerak tungkai,
ketidakmampuan menggerakkan tungkai, penurunan kekuatan otot.
No Diagnosa Rencana Perawatan
Keperawatan
Nursing Out Come (NOC) Nursing Intervention
Classification (NIC)

1 Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan a. Kaji nyeri pasien


berhubungan keperawatan selama 3x24 dengan pengkajian
dengan agen jam diharapkan nyeri nyeri OPQRSTUV
cedera fisik. hilang/ berkurang dengan b. Kendalikan faktor
kriteria hasil: lingkungan yang
a. Melaporkan nyeri dapat
pada skala 0-1 mempengaruhi
b. TTV dalam batas respon pasien
normal terhadap
c. Ekspresi wajah ketidaknyamanan
tidak menahan nyeri (misal suhu ruangan,
pencahayaan, dan
kegaduhan)
c. Berikan teknik
relaksasi
d. Ajarkan manajemen
nyeri (misal nafas
dalam)
e. Kolaborasi dengan
dokter untuk
pemberian
analgetik.
2 Hambatan Setelah dilakukan tindakan a. Kaji mobilitas yang
mobilitas fisik keperawatan selama 3x24 ada dan observasi
berhubungan jam diharapkan pasien terhadap
dengan mampu melakukan aktifitas peningkatan
gangguan fisik sesuai dengan kerusakan
muskuloskeletal, kemampuannya dengan b. Pantau kulit bagian
kerusakan kriteria hasil: distal setiap hari
integritas a. Mampu melakukan terhadap adanya
struktur tulang, perpindahan iritasi, kemerahan.
penurunan b. Meminta bantuan c. Ubah posisi pasien
untuk aktifitas yang imobilisasi
kekuatan otot. mobilisasi. minimal setiap 2
c. Tidak terjadi jam.
kontraktur d. Ajarkan klien untuk
melakukan gerak
aktif pada
ekstremitas yang
tidak sakit.
e. Kolaborasi dengan
ahli fisioterapi untuk
latihan fisik klien.
3 Defisit Setelah dilakukan tindakan a. Kaji kemampuan
perawatan diri keperawatan selama 3x24 penggunaa alat
(mandi, jam diharapkan pasien bantu
eliminasi) mengalami peningkatan b. Kaji kondisi kulit
berhubungan perilaku dalam merawat diri saat mandi
dengan dengan kriteria hasil: c. Berikan bantuan
gangguan a. Klien mampu sampai pasien
muskuloskeletal, melakukan aktifitas mampu secara
hambatan perawatan dirisesuai mandiri untuk
mobilitas. denmgan tingkat melakuakn
kemampuan perawatan diri
b. Mengungkapkan d. Letakkan sabun,
secara verbal handuk, peralatan
kepuasan tentang mandi, peralata
kebersihantubuh, BAB/BAK, didekat
hygiene mulut. klien.
e. Ajarkan pasien atau
keluarga untuk
menggunakan
metode alternaltif
dalam mandi,
hygiene mulut,
BAB/BAK.
f. Kolaborasi dengan
dokter untuk
pemberian
supositoria kalau
terjadi konstipasi
4 Kerusakan Setelah dilakukan tindakan a. Kaji adanya faktor
integritas kulit keperawatan selama 3x24 resiko yang
berhubungan jam diharapkan tidak terjadi menyebabkan
dengan tonjolan kerusakan integritas kulit kerusakan integritas
tulang. secara luas dengan kriteria kulit
hasil: b. Observasi kulit
a. Nyeri lokal setiap hari dan catat
ekstremitas tidak sirkulasi dan sensori
terjadi serta perubahan
b. Menunjukkan yang terjadi
rutinitas perawatan c. Berikan bantalan
kulit yang efektif. pada ujung dan
sambungan traksi
d. Jika memungkinkan
ubah posisi 1-2 jam
secara rutin
e. Konsultasikan ka
ahli gizi untuk
maknan tinggi
protein untuk
membantu
penmyembuhan luka

5 Ansietas Setelah dilakukan tindakan a. Kaji dan


berhubungan keperawatan selama 3x24 dokumentasikan
dengan stres, jam diharapkan tingkat tingkat
krisis situasional. kecemasan berkuranmg kecemasan klien
dengan kriteria hasil: b. Kaji cara pasien
a. Tidak menunjukkan untuk mengatasi
perilaku agresif kecemasan
b. Melaporkan tidak c. Sediakan
ada manifestasi informasi yang
kecemasan secara aktual tentang
fisik. diagnosa medis
dan prognsis
d. Ajarkan ke
pasien tentang
peggunaan
teknik relaksasi
Daftar pustaka
Brunner, Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8
Vol 3. Jakarta: EGC.

Syaifuddin. 2006. Anatomi Fisiologi untuk Mahasiswa Keperawatan.


Jakarta:EGC.

Arif Muttaqin. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan


Gangguan Muskuloskeletal. Jakarta:EGC

Arif Muttaqin. 2011. Buku Saku Gangguan Mulskuloskeletal Aplikasi pada


Praktik Klinik Keperawatan. Jakarta:EGC.

NANDA International. 2012. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi


2012-2014. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai