II Etiologi
Menurut Sachdeva dalam Jitowiyono dkk (2010), penyebab fraktur dapat dibagi
menjadi tiga yaitu :
1) Cedera traumatik
a. Cedera langsung, berarti pukulan langsung pada tulang sehingga tulang
patah secara spontan.
b. Cedera tidak langsung, berarti pukulan langsung berada jauh dari
benturan, misalnya jatuh dengan tangan menjulur dan menyebabkan
fraktur klavikula.
c. Fraktur yang disebabkan kontraksi keras dari otot yang kuat.
2) Fraktur patologi
Fraktur patologik yaitu fraktur yang terjadi pada tulang disebabkan oleh
melelehnya struktur tulang akibat proses patologik. Proses patologik dapat
disebabkan oleh kurangnya zat-zat nutrisi seperti vitamin D, kaslsium,
fosfor, ferum. Factor lain yang menyebabkan proses patologik adalah
akibat dari proses penyembuhan yang lambat pada penyembuhan fraktur
atau dapat terjadi akibat keganasan. Dalam hal ini kerusakan tulang akibat
proses penyakit, dimana dengan trauma minor dapat mengakibatkan
fraktur, dapat juga terjadi pada keadaan :
a. Tumor tulang (jinak atau ganas).
b. Infeksi seperti osteomielitis.
c. Rakhitis, suatu penyakti tulang yang disebabkan oleh devisiensi
vitamin D yang mempengaruhi semua jaringan skelet lain.
3) Secara spontan, disebabkan oleh stress tulang yang terus menerus misalnya
pada penyakit polio dan orang yang bertugas di kemiliteran
Fraktur femur
Defisit perawatan
diri
Intoleransi
aktivitas
VI. Komplikasi
1) Komplikasi Awal
a) Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi,
CRT menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin
pada ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting,
perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan.
b) Kompartement Syndrom
Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi karena
terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan parut.
Ini disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot, saraf, dan
pembuluh darah. Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips dan
embebatan yang terlalu kuat.
c) Fat Embolism Syndrom
Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang sering terjadi
pada kasus fraktur tulang panjang. FES terjadi karena sel-sel lemak yang
dihasilkan bone marrow kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan
tingkat oksigen dalam darah rendah yang ditandai dengan gangguan
pernafasan, tachykardi, hypertensi, tachypnea, demam.
d) Infeksi
System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma
orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Ini
biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena
penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.
e) Avaskuler Nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau
terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan
adanya Volkman’s Ischemia.
f) Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya
permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini
biasanya terjadi pada fraktur.
2) Komplikasi Dalam Waktu Lama
a) Delayed Union
Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan
waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini disebabkan karena
penurunan supai darah ke tulang.
b) Nonunion
Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkkonsolidasi dan memproduksi
sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9 bulan. Nonunion
ditandai dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang
membentuk sendi palsu atau pseudoarthrosis. Ini juga disebabkan karena
aliran darah yang kurang.
c) Malunion
Malunion merupakan penyembuhan tulang ditandai dengan meningkatnya
tingkat kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas). Malunion dilakukan
dengan pembedahan dan reimobilisasi yang baik
VII. Penatalaksanaan
1. Fraktur Femur Terbuka
Menurut Apley (1995), fraktur femur terbuka harus dinilai dengan cermt
untuk mengetahui ada tidaknya kehilangan kulit, kontaminasi luka, iskemia
otot, cedera pada pembuluh darah dan saraf. Intervensi tersebut meliputi:
1) Profilaksis antibiotik
2) Debridemen : Pembersihan luka dan debridemen harus dilakukan dengan
sedikit mungkin penundaan. Jika terdapat kematian jaringan yang mati
dieklsisi dengan hati-hati. Luka akibat penetrasi fragmen luka yang tajam
juga perlu dibersihkan dan dieksisi, terapi yang cukup dengan debridemen
terbatas saja.
3) Stabilisasi Dilakukan pemasangan fiksasi interna atau eksterna.
2. Fraktur Femur Tertutup
Pengkajian ini diperlukan oleh perawat sebagai peran kolaboratif dalam
melakukan asuhan keperawatan. Denagn mengenal tindakan medis, perawat
dapat mengenal impliksi pada setiap tindakan medis yang dilakukan.
1) Fraktur trokanter dan sub trokanter femr, meliputi:
a) Pemasangan traksi tulang selama 6-7 minggu yang dilanjutkan dengan
gips pinggul selama 7 minggu merupakn alternaltif pelaksanaan pada
klien usia muda.
b) Reduksi terbuka dan fiksasi interna merupakan pengobatan pilihan
dengan memergunakan plate dan screw.
2) Fraktur diafisis femur, meliputi:
a) Terapi konserfativ
b) Traksi kulit merupakan pengobatan sementara sebelum dilakukan terapi
definitif untuk mengurangi spasme otot.
c) Traksi tu;lang berimbang denmgan bagian pearson pada sendi lutut.
Indikasi traksi utama adalah faraktur yang bersifat kominutif dan
segmental.
d) Menggunakan cast bracing yang dipasang setelah union fraktur secara
klinis
3) Terapi Operasi
a) Pemasangan plate dan screw pada fraktur proksimal diafisis atau distal
femur
b) Mempengaruhi k nail, AO nail, atau jenis lain, baik dengan operasi
tertutup maupun terbuka. Indikasi K nail, AO nail terutama adalah
farktur diafisis.
c) Fiksassi eksterna terutama pada fraktur segmental, fraktur kominutif,
infected pseudoarthrosis atau fraktur terbuka dengan kerusakan jaringan
lunak yang hebat.
4) Fraktur suprakondilar femur, meliputi:
a) Traklsi berimbang dengan menggunakan bidai Thomas dan penahan
lutut Pearson, cast bracing, dan spika panggul.
b) Terapi operatif dilakukan pada fraktur yang tidak dapat direduksi secara
konservatif. Terapi dilakukan dengan mempergunakan nail-phorc dare
screw dengan berbagai tipe yang tersedia.
Inspeksi tidak ada iktus jantung, palpasi nadi meningkat iktus tidak
teraba, auskultasui suara S1 dan S2 tunggal, tidak ada murmur.
4) B3 (Brain)
a) Tingkat kesadaran biasanya komposmentis.
Kepala: Tidak ada gangguan, yaitu normosefalik, simetris.,
tidak ada penonjolan, tidak ada sakit kepala.
Leher: Tidak ada gangguan, simetris, tidak ada penonjolan,
reflek menelan ada.
Wajah : Wajah terlihat menahan sakit dan bagian wajah yang
lain tidak mengalami perubahan fungsi dan bentuk. Wjah
simetris, tidak ada lesi dan edema.
Mata: Tidak ada gangguan, konjungtiva tidak anemis (pada
klien dengan patah tulang tertutup tidak terjadi perdarahan).
Klien yang mengalami fraktur femur terbuka biasanya
mengfalami perdarahan sehingga konjungtiva nya anemis.
Telinga : Tes bisik dan weber msih dalam keadaan normal.
Tidak ada lesi dan nyeri tekan.
Hidung: Tidak ada deformitas, tidak ada pernafasan cuping
hidung.
Mulut dan Faring: Tidak ada pembesaran tonsil, gusi tidak
terjadi perdarahan, mukosa mulut tidak pucat.
b) Pemeriksaan fungsi serebral
Status mental, observasi penampilan, dan tingkah laku klien.
Biasanya status mental tidak mengalami perubahan.
c) Pemeriksaan saraf kranial
Saraf I: fungsi pendiuman tidak ada gangguan.
Saraf II: ketajaman penglihatan normal
Saraf III, IV, VI: tidak ada gangguan mengangkat kelopak
mata, pupil isokor.
Saraf V: tidak mengal;ami paralisis pada otot wajah dan reflek
kornea tidak ada kelainan.
Saraf VII: persepsi pengecapan dalam batas normal dan wajah
simetris.
Saraf VIII: tidak ditemukan tuli konduktif dan tuli persepsi.
Saraf IX dan X: kemampuan menelan baik
Saraf XI: tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan
trapezius.
Saraf XII: ;idah simeteris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan
tidak ada faskulasi. Indra pengecapan normal.
d) Pemeriksaan refleks
Biasnya tidak ditemukan reflek patologis.
d) Pemeriksaan sensori
Daya raba klien fraktur femur berkurang terutama pada bagian
distal fraktur, sedangkan indra yang lain dan kognitifnya tidak
menga;lami gangguan. Selian itu, timbul nyeri akibat fraktur.
5) B4 (Bladder)
Kaji urine yang meliputi wana, jumlah dan karakteristik urine,
termasuk berat jenis urine. Biasanya klien fraktur femur tidak
mengalami gangguan ini.
6) B5 (Bowel)
Inspeksi abdomen: bentuk datar, simetris, tidak ada hernia. Palpasi:
turgor baik, tidak ada defans muskular dan hepar tidk teraba. Perkusi:
suiara timpani, ada pantulan gelombang cairan. Auskultasi peristaltik
normal. Inguinal,genital: hernia tidak teraba, tidak ada pembesaran
limfe dan tidak ada kesulitan BAB.
7) B6 (Bone)
Adanmya fraktur femur akan mengganggu secara lokal, baik fungsi
motorik, sensorik maupun peredaran darah.
8) LOOK
Pada sistem integumen terdapat eritema, suhu disekitar daerah trauma
meningkat, bengkak, edema dan nyeri tekan. Perhatikan adanya
pembengklakan yang tidak biasa (abnormal) dan deformitas.
Perhatikan adanya sindrom kompartemen pada bagian distal fraktur
femur. Apabila terjadi fraktur terbuka, perawat dapat menemukan
adanya tanda-tanda trauma jaringan lunak sam[pai kerusakann
intergritas kulit. Fraktur obli, spiral atau bergeser mengakibatkan
pemendekan batang femur. Ada tanmda cedera dan kemungkinan
keterlibatan berkas neurovaskular (saraf dan pembuluh darah) paha,
sepertoi bengkak atau edema. Ketidakmampuan menggerakkan
tungkai.
9) FEEL
Kaji adnya nyeri tekan dan krpitasi pada daerah paha.
10) MOVE
Pemeriksaan dengan menggerakkan eksteremitas apakh terdapat
keluhan nyeri pada pergerakan. Dilakukan pencatatan rentang gerak.
Dilakukan pemeriksaan gerak aktif dan pasif. Berdasar pemeriksaan
didapat adanya gangguan / keterbatasan gerak tungkai,
ketidakmampuan menggerakkan tungkai, penurunan kekuatan otot.
No Diagnosa Rencana Perawatan
Keperawatan
Nursing Out Come (NOC) Nursing Intervention
Classification (NIC)