Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Meningkatnya arus globalisasi, semakin canggihnya teknologi farmasi

dan kedokteran, pasar terbuka, perubahan gaya hidup menyebabkan

perubahan tuntutan masyarakat terhadap pelayana kefarmasian di sarana

pelayanan kesehatan pemerintah maupun swasta yang tidak lagi hanya

berorientasi pada obat tetapi lebih berorientasi kepada pasien, sehinggah

farmasis di harapkan member pelayanan prima (Hakim, 2005).

Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan

meningkatkan kesehatan, bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan

yang optimal bagi masyarakat. Konsep kesatuan upaya kesehatan (promotif,

preventif, kuratif, dan rehabilitatif), menjadi pedoman dan pegangan bagi

semua fasilitas kesehatan termasuk puskesmas yang merupakan unit

pelaksana kesehatan tingkat pertama (primary healt care). Pelayanan

kesehatan tingkat pertama adalah pelayana yang bersifat pokok (basic healt

service) yang sangat dibutuhkan oleh sebagian besar masyarakat termasuk

didalamnya pelyanan kefarmasian di apotek (Depkes, 2006).

Pelayanan kefarmasian di lakukan selain dalam rangka memenuhi

kebutuhan masyarakat terhadap farmasi dalam rangka pemeliharaan dan

peningkatan derajat kesehatan masyarakat, juga untuk melindungi

masyarakat dari bahaya penyalahgunaan farmasi atau penggunaan farmasi


yang tidak tepat dan tidak memenuhi persyaratan mutu, keamanan dan

kemanfaatan. Pelayanan kefarmasian juga di tunjukan pada perluasan dan

pemerataan pelayanan kesehatan terkait dengan penggunaan farmasi

sehingga dapat meningkatkan mutu kehidupan manusia (Admin, 2008).

Salah satu faktor penentuh keberhasilan pelayanan kefarmasian, dan

secara umum pelayan kesehatan, adalah penggunaan obat yang rasional.

WHO memberikan definisi sebagai berikut : pasien menerima obat sesuai

dengan kebutuhan kliniknya, pada dosis yang tepat secara individual, waktu

pemakaian terukur, dan terjangkau harganya oleh pasien yang bersangkutan,

atau masyarakat sekelilingnya. Secara biomedik, hal itu ditentukan oleh

kriteria tepat obat, tepat indikasi, obat sesuai mengenai khasiat, aman, cocok

buat pasien yang bersangkutan, murah, tepat dosis, tepat cara pakai, waktu

pemakaian, tepat pasien tepat dispensing (termasuk pemberian informasi dan

konseling), dan pasien patuh dan terikat pada tindakan yang dilakukan untuk

kepentingannya (Sudjaswadi dan Ashaari, 2006).

Belum semua pasien tahu dan sadar akan apa yang harus dilakukan

tentang obat-obatnya, oleh sebab itu untuk mencegah kesalahgunaan, dan

adanya interaksi obat yang tidak dikehendaki, pelayanan informasi obat

yang dirasakan sangat diperlukan, terlebih lagi belum semua pasian

mendapatkan informasi yang memadai dan juga pengetahuan tentang obat

yang digunakan belum semuanya diketahui, apalagi adanya obat-obat

tertentu yang sangat memerlukan perhatian (Ikasari, 2008).


1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan maka rumusan masalah

dalam penelitian ini adalah bagaimana tingkat kepuasan pasien terhadap

pelayanan informasi obat di Puskesmas Muara Dua ?

1.3 Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan informasi

obat di Puskesmas Muara Dua.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan mutu pelayanan

informasi obat di Puskesmas Muara Dua dan melindungi

masyarakat dari pelayanan yang tidak profesional.

1.4.2 Manfaat Peneliti

Sebagai prasyarat untuk menyelesaikan pendidikan progaram D III

Farmasi.

1.4.3 Manfaat Ilmiah

Sebagai bahan acuan untuk peneliti selanjutnya.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Umum Pelayanan Kefarmasian

Pelayanan kefarmasian pada saat ini telah bergeser orientasinya dari

obat ke pasien yang mengacu kepada Pharmaceutical Care. Kegiatan

pelayanan kefarmasian yang semula hanya berfokus pada pengelolaan obat

sebagai komoditi menjadi pelayanan yang komprehensif yang bertujuan

untuk meningkatkan kualitas hidup dari pasien.

Sebagai konsekuensi perubahan orientasi tersebut, apoteker dituntut

untuk meningkatkan pengetahuan, ketrampilan dan perilaku agar dapat

melaksanakan interaksi langsung dengan pasien.

Bentuk interaksi tersebut antara lain adalah melaksanakan pemberian

informasi, monitoring penggunaan obat untuk mengetahui tujuan akhirnya

sesuai harapan dan terdokumentasi dengan baik. Apoteker harus memahami

dan menyadari kemungkinan terjadinya kesalahan pengobatan (medication

error) dalam proses pelayanan.

Oleh sebab itu apoteker dalam menjalankan praktek harus sesuai

standar. Apoteker harus mampu berkomunikasi dengan tenaga kesehatan

lainnya dalam menetapkan terapi untuk mendukung penggunaan obat yang

rasional. Sebagai upaya agar para apoteker dapat melaksanakan pelayanan

kefarmasian dengan baik, Ditjen Yanfar dan Alkes, Departemen Kesehatan

bekerja sama dengan Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia (ISFI) menyusun


standar pelayanan kefarmasian di apotek. Hal ini sesuai dengan standar

kompetensi apoteker di apotek untuk menjamin mutu pelayanan kefarmasian

kepada masyarakat (Ditjen Binfar dan Alkes, 2008).

2.2 Tinjauan Umum Pelayanan Informasi Obat (PIO)

Pelayanan secara umum adalah segala bentuk kegiatan pelayanan

umum yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah pusat, daerah dan

lingkungan baik dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat

maupun dalam pelaksanaan ketentuan perundang-undanagan (Wijono,

2005).

Pelayanan kesehatan masyarkat adalah pelayanan yang bersifat publik

dengan tujuan memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah

penyakit tanpa mengabaikan penyembuhan dan pemulihan kesehatan

(Trihono, 2005).

Pelayanan farmasi adalah segala bentuk kegiatan pelayanan yang

meliputi kegiatan penyediaan dan distribusi semua produk farmasi serta

informasi dan jaminan yang berhubungan dengan penggunaan obat.

Pelayanan obat adalah proses yang meliputi kegiatan penerimaan

resep, peracikan, penyerahan, dan informasi obat yang baik dan benar

kepada pasien dalam dosis yang diresepkan secara rasional dalam petunjuk

yang jelas dalam wadah yang dapat memelihara khasiat obat yang disertai

informasi lain yang diperlukan.


Pelayanan obat merupakan komponen dasar system logistik obat.

Tanpa kebijaksanaan yang rasional dan pendekatan sistematik pada waktu

penyerahan obat kepada pasien, maka system logistik obat gagal mencapai

sasaran dalam menjamin ketersediaan obat yang essensial.

Pelayanan selalu kurang diperhatikan dalam meningkatkan system

logistik obat karena dianggap merupakan pioritas kedua setelah pengadaan,

pengendalian, persediaan dan distribusi. Pelayanan obat yang tidak baik

akan memberikan dampak negatif terhadap pengelolaan obat.

Segala upaya agar obat sampai ke tangan pasien tidak ada gunanya

apabila dalam pelayanan obat tidak menjamin penyerahan obat yang benar

kepada pasien dan disertai jumlah dan dosis yang diresepkan dengan

informasi yang jelas dan dalam wadah yang dapat menjamin mutu obat.

Usaha yang dilakukan agar obat sampai ke tangan pasien tidak akan

berguna apabila dalam pelayanan obat tidak dapat dijamin penyerahan obat

yang benar kepada pasien dengan informasi yang jelas dan dalam wadah

yang dapat menjamin mutu obat.

Informasi merupakan hal sangat penting dalam suatu relasi pasien dan

petugas kesehatan yang melayaninya. Informasi harus diberikan meski

pasien tidak memintanya, karena pihak petugas mempunyai kewajiban

menyampaikan informasi kepada pasien tentang cara penggunaan obat,

indikasinya, efek samping dan cara pemakaian obat yang baik dan benar

(Sudibyo, 2009).
PIO (Pelayanan Informasi obat) didefenisikan sebagai kegiatan

penyediaan dan pemberian informasi, rekomendasi obat yang independen,

akurat, komprhensif, terkini oleh apoteker kepada pasien, masyarakat

maupun pihak yang memerlukan. Unit ini dituntut untuk dapat menjadi

sumber terpercaya bagi para pengelola dan pengguna obat, sehingga mereka

dapat mengambil keputusan dan lebih mantap (Juliantini dan Widayanti, dan

Ikasari, 2008).

Kegiatan PIO (Pelayanan Informasi Obat) berupa penyediaan dan

pemberian informasi obat yang bersipat aktif atau pasif. Pelayanan bersipat

aktif apabilah apotker pelayanan informasi obat dengan tidak menunggu

pertayaan melainkan secara aktif memberikan informsi obat, misalnya

penerbitan buletin, brosur, leafter, seminar dan sebagainya. Pelayanan

bersipat pasif apabilah apoteker pelayanan informasi obat memberikan

informasi obat sebagai jawaban atas pertayaan yang diterima.

Menjawab pertayaan mengenai obat dan penggunaannya merupakan

kegiatan rutin suatu pelayanan informasi obat. Pertayaan yang masuk dapat

disampaikan secara verbal (melalui telepon, tatap muka) atau tertulis (surat

melalui pos, Faksimili atau e-mail). Pertayaan megenai obat dapat bervariasi

dari yang sederhana sampai yang bersifat urgen dan kompleks yang

membutuhkan penelusuran literature serta evaluasi secara seksama.


Adapun kegiatan dalam pelayanan obat meliputi :

1. Penerimaan resep

Dalam penerimaan resep sebaiknya dengan tegur sapa ranah petugas

kepeda pasien untuk meleyani pasien dengan sebaik-baiknya.

2. Peracikan obat

Sebelum meracik obat, petugas di kamar obat harus terlebih dahulu

memahami isi permintaan (resep) yang ditulis oleh dokter.

3. Penyerahan obat

Proses penyerahan/penyampaian obat kepada pasien sangat

menentukan kepatuhan pasien terhadap pemakaian obatnya sendiri.

Banyak pasien yang sala mengunakan obat karena kurang penjelasan

atau informasi kepada pasien diwaktu penyerahan obat. Disamping hal

tersebut di atas, sebelum penyerahan obat kepada pasien petugas harus

mencocokkan kembali obat yang akan diserahkan dengan resep yang

ditulis oleh dokter megecek kembali nama, umur, dan alamat pasien.

Pada waktu penyerahan obat harus dilengkapi dengan etiket warna

putih untuk obat dalam dan label warna biru untuk obat luar (Anief,

2005).

4. Etika pelayanan

Pelayanan obat, terutama pada saat penyerahan obat dan pemberian

informasi, petugas harus memperhatikan etiket dalam pemberian

kesehatan, karena di samping perlu sopan santun dan kesabaran dalam


melayani pasien, juga karena pasien sebagai penderita penyakit

biasanya dalam keadaan tidak sehat atau kurang stabil emosinya.

Pasien memerlukan bantuan agar tidak mengalami bahaya karena

ketidak tahuan tenting penyakit. Penyerahan obat kepada pasin

hendaknya dilakukan dengan cara yang baik dan sopan sedemikian

rupa dan menggunakan bahasa Indonesia atau kalau perlu

menggunakan bahasa daerah setempat, sehingga pasien menerima

dengan senang hati dan bahakan petugas yang ramah dan sopan akan

memberikan semangat pada pasien, petugas sangat perlu menyadari

bahwa pasin berhak menerima informasi yang baik dan benar, serta

pasien berhak dilindungi terhadap penyakit. Begitu juga tentang

penyampaian informasi yang menyangkut pasien hendaklah

disampaikan secara hati-hati agar kerahasiaan penyakitnya dapat

dijaga dengan sebaik-baiknya (Wijono, 2005).

2.2.1 Tujuan Pelayanan Informasi Obat :

1. Menunjang ketersediaan dan penggunaan obat yang rasional,

berorientasi pada pasien, tenaga kesehatan, dan pihak lain.

2. Menyediakan dan memberikan infomasi obat kepada pasien, tenaga

kesehatan, dan pihak lain.

3. Menyediakan infomasi untuk membuat kebijakan –kebijakan

berhubungan dengan obat terutama bagi PFT/KFT (Panitia/Komite

Farmasi dan Terapi).


2.2.2 Sasaran Informasi Obat :

1. Pasien dan atau keluarga pasien

2. Tenaga kesehatan : dokter gigi, apoteker, perawat, bidan, asisten

apoteker, dan lain-lain.

3. Pihak lain : manajemen, tim/kepanitiaan klinik, dan lain-lain.

2.3 Kepuasan Pasien

Kepuasan adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang muncul

setelah membandingkan antara kinerja (hasil) produk yang dipikirkan

terhadap kinerja (atau hasl) yang diharapkan. Jika kinerja memenuhi

harapan, pelanggan puas.Jika kinerja melebihi harapan, pelenggan amat puas

atau senang.

Dasar pertimbangan kepuasan pasien adalah kesesuaian antara biaya

yang dikeluarkan konsumen (cost customer) terhadap nilai barang atau jasa

yang diperoleh.

2.3.1 Faktor utama yang menentukan tingkat kepuasan pasien yaitu :

a. Kualitas produk farmasi.

b. Kualitas pelayanan terhadap pasien.

c. Komponen emosional.

d. Masalah harga.

e. Faktor biaya untuk memperoleh produk farmasi tersebut.


2.3.2 Metode megukur kepuasan pasien

Kolter, 2005 dan Ikasari, 2008 menjelaskan beberapa alat untuk

melacak dan megukur kepuasan pelanggan adalah sebagai berikut :

a. Sistem keluhan dan saran

Perusahaan mempermudah para pelanggannya guna

memasukkan sarana dan keluhan. Misalnya menggunakan situs

web dan e-mail untuk komunikasi duah arah yang cepat.

b. Survei kepuasan pelanggan

Sejumlah penelitian menunjukan bahwa walaupun para

pelanggan kecewa pada satu dari setiap empat pembeli, kurang dari

5% yang akan megadukan keluhan. Kebanyakan pelanggan akan

membeli sedikit atau berpindah. Perusahaan yang tanggap megukur

kepuasan pelanggan secara langsung dengan melakukan survey

secara berkala. Sambil mengumpulkan data pelanggan perusahaan

tersebut juga perlu bertaya lagi guna megukur minat kembali ulang

dan megukur kecenderungan atau kesediaan merekomendasikan

perusahaan ke orang lain (Kotler, 2005 dan, Ikasari, 2008).

2.4 Uraian Umum Apotek

Keputusan Menteri Kesehatan No. 1027 tahun 2004 menyatakan

bahwa Apotek adalah tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan

kefarmasian dan penyalur sediaan farmasi, perbekalan kesehatan lainnya

kepada masyarakat. Berdasarkan definisi di atas dapat diketahui bahwa


apotek merupakan salah satu sarana pelayanan kesehatan dalam membantu

mewujudkan tercapainya derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat.

Selain itu juga sebagai salah satu tempat pengabdian dan praktek prifesi

apoteker dalam melakukan pekerjaan kefarmasian (Depkes 2006).

1. Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus pendidikan profesi

dan telah mengucapkan sumpah berdasarkan peraturan perundangan

yang berlaku dan berhak melakukan pekerjaan kefarmasian di

Indonesia sebagai apoteker.

2. Sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional dan

kosmetika.

3. Perbekalan kesehatan adalah semua bahan selain obat dan peralatan

yang diperlukan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan.

4. Alat kesehatan adalah bahan, instrumen aparatus, mesin, implan yang

tidak mengandung obat yang digunakan untuk mencegah,

mendiagnosis, menyembuhkan dan meringankan penyakit, merawat

orang sakit serta memulihkan kesehatan pada manusia dan/atau untuk

membentuk struktur dan memperbaiki fungsi tubuh.

5. Resep adalah permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi, dokter hewan

kepada apoteker untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi

pasien sesuai peraturan perundangan yang berlaku.

6. Perlengkapan apotek adalah semua peralatan yang dipergunakan untuk

melaksanakan kegiatan pelayanan kefarmasian di apotek.


7. Pharmaceutical care adalah bentuk pelayanan dan tanggung jawab

langsung profesi apoteker dalam pekerjaan kefarmasian untuk

meningkatkan kualitas hidup pasien.

8. Medication record adalah catatan pengobatan setiap pasien.

9. Medication error adalah kejadian yang merugikan pasien akibat

pemakaian obat selama dalam penanganan tenaga kesehatan yang

sebetulnya dapat dicegah.

10. Konseling adalah suatu proses komunikasi dua arah yang sistematik

antara apoteker dan pasien untuk mengidentifikasi dan memecahkan

masalah yang berkaitan dengan obat dan pengobatan.

2.5 Sejarah Berdirinya Apotek Perdos Farma Makassar

Apotek Perdos Farma didirikan pada tanggal 12 April 2010 dengan

modal sendiri oleh seorang Apoteker yang bernama Nur Alim, S. Si, Apt.

Sebagai Pemilik Sarana Apotek (PSA) juga merangkap sebagai Apoteker

Pengelola Apotek (APA). Nama apotek “PERDOS” diambil dari singkatan

“Perumahan Dosen” karena apotek berada dilingkungan perumahan dosen

UNHAS Tamalanrea Makassar.

Apotek berada di daerah strategis karena ditunjang oeh adanya sarana

kampus Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKES) yaitu: STIKES NANI

HASANUDDIN. Lokasi apotek pun dekat dengan sarana perbelanjaan yang

setiap saat dikunjungi konsumen.


Apotek bermula dengan 2 asisten apoteker dan 1 apoteker. Namun, seiring

dengan berjlannya waktu telah memiliki 3 asisten apoteker, 2 apoteker

pendamping dan 1 apoteker penanggung jawab.

Visi dan Misi Apotek perdos Farma

Adapun Visi dan Misi Apotek Perdos Farma antara lain :

2.5.1.1 Visi

Menjadi apotek terdepan di Kota Makassar

2.5.1.2 Misi

a) Melengkapi kebutuhan obat di daerah Tamalanrea khususnya kota

Makassar pada umumnya

b). Memberikan pelayanan prima

c). Menyediakan obat dan alkes dengan harga yang terjangkau untuk semua

kalangan

d). Melakukan pengabdian sosial kepada masyarakat kota Makassar.


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif berupa pengamatan atau

gambaran mengenai subjek penelitian yang berusaha meneliti kebelakang,

dengan menggunakan data skunder (notoatmodjo, 2010)

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Muara Dua Kota Lhokseumawe pada

tanggal 20 November 2018 sampai dengan selesai.

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian

3.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien dan keluarga

pasien yang berkunjung ke Puskemas Muara Dua kota

Lhokseumawe dan mendapatkan resep dokter serta mengambil obat

di apotik Puskesmas Muara Dua. semua pasien dan keluarga pasien

yang menerima resep serta mengambil obat di apotik puskesmas

Muara Dua yang telah berkunjung minimal satu kali.

3.3.2 Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah pasien rawat jalan yang

mendapatkan pelayanan pada Ruang Farmasi Puskesmas Muara Dua.

Bila pasien berhalangan dapat diwakili oleh keluarga yang

menunggu pengambilan obat dari apotik. Kriteria inklusif adalah


pasien atau keluarga yang dapat berkomunikasi dengan bahasa

Indonesia, bisa membaca dan menulis, berumur antara 17-61 tahun.

3.4 Pengumpulan Data dan Pengelolaan Data

3.4.1 Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini alat ukur yang dugunakan untuk pengumpulan

data adalah kuisioner yang telah dibuat oleh peneliti. Pertanyaan-

pertanyaan dalam kuisioner disusun berdasarkan variable independen

yaitu kepuasan terhadap pelayanan informasi obat.

3.4.2 Pengolahan Data

Pengolahan data

Data yang dikumpulkan selanjutnya diberi point dengan Skala Likert,

yaitu 1-3 dengan kriteria sebagai berikut :

Skor untuk jawaban selalu : 3

Skor untuk jawaban kadang : 2

Skor untuk jawaban tidak pernah : 1

Selanjutnya data ditabulasikan dan dipresentasikan dengan cara

pengukuran menggunakan Skala Likert.

Nilai Perolehan
Persentase skor = x 100%
Skor Ideal

Skor Ideal = Jumlah responden x nilai tertinggi (3)

= 30 x 3 = 90

Kemudian data akan disajikan dalam bentuk grafik batang.


3.5 Defenisi Operasional

a. Kepuasan pasien adalah perasaan seseorang saat menerima pelayanan di

apotik sesuai dengan yang diharapkan.

b. Informasi obat adalah informasi yang disampaikan oleh petugas

apotek meliputi : (1) informasi obat yang diberikan, (2) aturan pakai,

(3) waktu penggunaan obat, (4) tindakan yang dilakukan jika terjadi

kesalahan minum obat, (5) cara penyajian obat berupa serbuk atau

sirup, (6) pemantauan penggunaan obat, (7) efek samping obat, (8)

kualits obat yang bermutu, (9) kontra indikasi obat, (10) mengobati diri

sendiri (swamedikasi).
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil penelitian

Tabel I : Distribusi jawaban responden terhadap kepuasan informasi


obat di Puskesmas Muara Dua Kota Lhokseumawe.

Kepuasan Informasi Obat


Selalu Kadang Tidak Pernah Jumlah
No. Soal Jawab Skor Jawab Skor Jawab Skor Jawab Skor
1 27 81 2 4 1 1 30 86
2 27 81 2 4 1 1 30 86
3 28 84 1 2 1 1 30 87
4 10 30 15 30 5 5 30 65
5 25 75 4 8 1 1 30 84
6 10 30 12 24 8 8 30 62
7 24 72 4 8 2 2 30 82
8 17 51 11 22 2 2 30 75
9 16 48 10 20 4 4 30 72
10 10 30 17 34 3 3 30 67
Jumlah 194 582 78 156 28 28 300 766
Rata-Rata 19,4 58,2 7,8 15,6 2,8 2,8 30 76,6
Persentase
Skor 64,6% 17,3% 3,1% 85,1%

Sumber : Data Primer , 2019


TINGKAT KEPUASAN PASIEN TERHADAP PELAYANAN INFORMASI
OBAT DI PUSKESMAS MUARA DUA KOTA LHOKSEUMAWE

70.00%
64.60%

60.00%

50.00%

40.00% Selalu
Kadang
30.00%
Tidak Pernah
20.00% 17.30%

10.00%
3.10%
0.00%
Selalu Kadang Tidak Pernah

Gambar : Grafik batang persentase skor kepuasan pasien terhadap


pelayanan informasi obat.
4.2 Pembahasan

Kepuasan Informasi Obat

Informasi obat dibagi dua yaitu berdasarkan kebutuhan ekonomi dan

kebutuhan klinis/kesehatan. Sampai sekarang informasi obat tersedia dalam

bentuk buku kamus dan website sistem informasi. Namun ketersediaannya

sekarang masih menyisakan kendala terutama keterintegrasian, kecepatan

akses dan kejelasan presentasi.

Salah satu faktor penyebab penggunaan obat yang tidak rasional adalah

kurangnya akses terhadap informasi obat independen. Pemberian pelayanan

informasi obat dan konsultasi obat merupakan bagian dari lingkup asuhan

kefarmasian. Pelayanan Informasi Obat (PIO) dirancang untuk dapat

memenuhi kebutuhan tersebut. Layanan PIO menjawab kebutuhan informasi

untuk profesi tenaga kesehatan dan meningkatkan tumbuhnya komunitas

masyarakat yang sadar informasi obat (Prayitno, 2010).

Kepuasan informasi obat yang dimaksud pada penelitian ini adalah

pelayanan dan informasi yang diberikan oleh petugas apotek meliputi :

aturan pakai, cara penyajian obat, pemantauan penggunaan obat, efek

samping obat, informasi obat yang bermutu, kontra indikasi obat, dan

mengobati diri sendiri (swamedikasi).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa, dari 30 responden yang datang

menebus obat di Apotik Puskesmas Muara Dua (64,6%) responden

menyatakan (selalu) mendapatkan informasi obat, (17,3%) responden


menyatakan (kadang) mendapatkan informasi obat , dan (3,1%) responden

menyatakan (tidak pernah) mendapatkan informasi obat.

Untuk memberikan informasi yang tepat, tenaga farmasi perlu

memperbaharui pengetahuannya tentang obat dan pengobatan terkini

melalui berbagai sumber informasi yang tersedia. Dalam praktek,

kompetensi pemberian informasi obat juga harus didukung oleh sistem

manajerial yang kondusif serta regulasi yang memadai.

Pelayanan selalu kurang diperhatikan dalam meningkatkan system

logistik obat karena dianggap merupakan prioritas kedua setelah pengadaan,

pengendalian, persediaan dan distribusi. Pelayanan obat yang tidak baik

akan memberikan dampak negatif terhadap pengelolaan obat.

PIO (Pelayanan Informasi obat) didefenisikan sebagai kegiatan

penyediaan dan pemberian informasi, rekomendasi obat yang independen,

akurat, komprhensif, terkini oleh apoteker kepada pasien, masyarakat

maupun pihak yang memerlukan.


BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian di Apotik Puskesmas Muara DuaKota

Lhokseumawe dapat disimpulkan bahwa :

1). Dari hasil persentase skor (64,6%) responden menyatakan (selalu)

mendapatkan informasi obat, (17,3%) responden menyatakan

(kadang) mendapatkan informasi obat , dan (3,1%) responden

menyatakan (tidak pernah) mendapatkan informasi obat.

2). Dari hasil keseluruhan perhitungan skor Kepuasan Konsumen

Terhadap Pelayanan Informasi Obat di Apotik Puskesmas Muara Dua

Kota Lhokseumawe diperoleh (85,1%) termasuk dalam kategori

puas.

5.2 Saran

Kepuasan konsumen terhadap pelayanan informasi obat di Apotik

Puskesmas Muara dua Kota Lhokseumawe perlu diperhatikan untuk

meningkatkan system logistik obat karena dianggap merupakan prioritas

kedua setelah pengadaan, pengendalian, persediaan dan distribusi. Pelayanan

obat yang tidak baik akan memberikan dampak negatif terhadap

pengelolaan obat.
DAFTAR PUSTAKA

Admin, 2008, Tinjauan Sosiologi Terhadap Pengaturan Mengenai Pekerjaan


Kefarmasian Di Apotek, http://apotekkita.com/2008/07/14/tinjauan-
sosiologis-terhadap -pengaturan-mengenai pekerjaan-kefarmasian-di-
apotek/, Diakses 26 Januari 2010
Anief, M, 2005, Manajemen Farmasi, Gajah Mada University Press,
Yogyakarta.
Departemen Kesehatan RI , 2006, Keputusan Menteri Kesehatan No. 1027 tahun
2004 Apotek adalah tempat tertentu, tempat dilakukan
pekerjaan kefarmasian dan penyalur sediaan farmasi, Jakarta
Depkes, RI, 2006, Pedoman Pelayanan Kefarmasian Di Puskesmas, Direktorat
Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik, Direktorat Bina Jendral
Kefarmasian Dan Alat Kesehatan.
Hakim, A.R., 2005, Customer Oriented, Cirri RS Kini. http://ww.pikiran
Rakyat.Com. Diakses Tanggal 16 Desember 2010.
Handayani, R.S., Raharni, dan Gitawati, R, 2009, Persepsi Konsumen Apotek
Terhadap Pelayanan Apotek Ditiga Kota Di Indonesia, Jurnal
Makara Kesehatan, vol. 13, no. 1
Hariyanto, Khasanah, N., Supardi, S., 2005, Kepuasan Pasien Terhadap
Pelayan Resep Di Apotek Kopkar Rumah Sakit Budi Asih
Jakarta, Majalah Ilmu Kefarmasian, vol. II, No. 1
Ikasari, N.H., 2008, Perbedaan Tingkat Kepuasan Pemberian Infomasi Obat
Antara Apotek Di Kecamatan Kartasura Sukoharjo Dengan Apotek
Instalasi Farmasi Rumah Sakit Ortopedi. Prof. Dr. R. Soeharso
Surakarta, Skripsi Fak. Farmasi Unismu, Surakarta.
Prayitno, A. 2011. Pelayanan Informasi Obat oleh Farmasis, diunduh dari
http://www.pom.go.id/io/ce/m/20.html pada 16 Februari 2011
Sudjaswadi, R.,dan Ashaari, A., 2006, Profil Peresepan Antibiotika Untuk
Pasien Rawat Jalan Di Rumah Sakit Swasta Slanggor Malaysia
Periode Oktober Sampai Desember 2004, Jurnal Majalah Farmasi
Indonesia.
Supardi S, Jamal S, 2009, Pengembangan Model Dan Indikator Pelayanan
Kefarmasian Di Apotek, http://apotekputer.com/ma-
apotekerputer.com di akses tanggal 16 Desember 2010.
Trihono, 2005, Manajemen Puskesmas : Berbasisi Sehat, Jakarta, Sagung Septo.
Wijono, D., 2005, Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan : (Teori Strategi,
Dan Aplikasi) vol I, Airlangga University Press, Surabaya
LAMPIRAN 1.1

Dari hasil perhitungan skor pada tabel “Jawaban Responden Kepuasan

Informasi Obat di Apotik Puskesmas Muara Dua Kota Lhokseumawe” diperoleh

persentase skor sebagai berikut :

A. Responden yang Menyatakan “Selalu”


Niulai Perolehan
Persentase Skor = x 100
Skor Ideal

58,2 5820
= 90
𝑥100% = 90

= 64,6%

B. Responden yang Menyatakan “Kadang”


Niulai Perolehan
Persentase Skor = x 100
Skor Ideal

15,6 1560
= 90
𝑥100% = 90

= 17,3%

C. Responden yang Menyatakan “Tidak Pernah”


Niulai Perolehan
Persentase Skor = x 100
Skor Ideal

2,8 280
= 𝑥100% =
90 90

= 3,1%
D. Jumlah skor yang diperoleh
Niulai Perolehan
Persentase Skor = x 100
Skor Ideal

76,6 7660
= 90
𝑥100% = 90

= 85,1%
Lampiran 1.2

KUISIONER
TINGKAT KEPUASAN PASIEN TERHADAP PELAYANAN INFORMASI
OBAT DI PUSKESMAS MUARA DUA KOTA LHOKSEUMAWE

Sebelumnya kami mengucapkan terima kasih atas partisipasi Anda dalam

meluangkan waktu untuk menjawab kuisioner ini. Besar harapan kami, Anda

menjawab sesuai dengan apa yang Anda ketahui. Apapun hasilnya tidak akan

mempengaruhi reputasi Anda.

Identitas Responden

Nama :

Umur :

Pekerjaan :

Check list () pada jawaban Anda, sesuai apa yang Anda alami/rasakan.

Kepuasan Terhadap Pelayanan Informasi Obat


No. Pertanyaan Selalu Kadang Tidak
Pernah
1. Apakah Anda mendapatkan informasi obat
yang diberikan ?
2. Apakah Anda mendapatkan penjelasan
mengenai aturan pakai ? (misalnya diminum 3
kali sehari)
3. Apakah Anda mendapatkan penjelasan
mengenai waktu penggunaan obat ? (misalnya
diminum sebelum atau sesudah makan)
4. Apakah Anda mendapatkan informasi tentang
tindakan yang dilakukan jika terjadi keselahan
minum obat ?
5. Apakah Anda memperoleh informasi tentang
cara penyajian obat berupa serbuk atau sirup ?
6. Apakah petugas apotek melaksanakan
pemantauan penggunaan obat ?
7. Apakah Anda mendapat penjelasan mengenai
efek samping obat ? (misalnya obat dapat
membuat Anda mengantuk, merasa mual)
8. Apakah petugas apotek selalu menjelaskan
kualitas obat yang bermutu ?
9. Apakah Anda mendapatkan informasi
mengenai kontra indikasi obat ?
10. Apakah Anda mendapatkan informasi tentang
mengobati diri sendiri (swamedikasi)

Anda mungkin juga menyukai