Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit infeksi yang
disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk
aedes aegepty dan aedes albopictus yang tersebar di rumah rumah dan
tempat umum diseluruh indonesia, kecuali yang ketinggiannya lebih dari
1000 meter diatas permukaan laut. (dinkes, kab. Karanganyer, 2010).
Penyakit ini terutama menyerang anak yang ditandai dengan panas tinggi,
perdarahan dan dapat mengakibatkan kematian serta menimbulkan wabah.

Meningkatnya jumlah kasus sertabertambahnya wilayah yang


terjangkit disebabkan karena semakin baiknya transportasi penduduk,
adanya pemukiman baru, kurangnya perilaku masyarakat terhadap
pembersihan sarang nyamuk, terdapatnya vector nyamuk hampir diseluruh
tanah air khusus provinsi gorontalo serta adanya empat sel tipe virus yang
bersirkulasi sepanjang tahun.

Selama ini upaya yang dilakukan masyarakat untuk mengatasi


masalah DBD, masih banyak berorientasi pada penyembuhan penyakit.
Upaya yang lebih efektif dalam mengatasi masalah kesehatan sebenarnya
adalah dengan memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah
penyakit dengan berperilaku hidup sehat, namun hal ini ternyata belum
didasari dan dilakukan oleh masyarakat.

Masih tingginya kejadian DBD di Provinsi Gorontalo dapat


dipengaruhi oleh faktor internal maupun eksternal seperti pengetahuan,
sisal, perilaku masyarakat dalam memahami dan melakukan kegiatan
kebersihan lingkungan rumah dalam pencegahan kejadian DBD terulang
kembali. Dalam meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang masalah
kesehatan, diperlukan suatu upaya nyata seperti dengan memberikan
pendidikan kesehatan. Pendidikan kesehatan adalah salah satu contoh
metode konvensional yang umumnya dilakukan karena mudah dan murah.

Berdasarkan uraian diatas, maka kami mengangkat penyakit ini


sebagai tugas studi kasus kami.
B. Tujuan Kegiatan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Dasar Medis
1. Definisi
Dengue Hemorhagic Fever / Demam Berdarah Dengue adalah
suatu penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh virus dengue dengan
gejala utama demamj dan manifestasi perdarahan pada kuilt ataupun
bagian tubuh lainnya yang bertendensi menimbulkan renjatan dan dapat
berlanjut dengan kematian.
2. Etiologi
Virus dengue tergolong dalam family Flaviviridae dan dikenal ada
4 serotipe. Dengue 1&2 ditemukan di Irian ketika berlangsungnya
perang dunia II, sedangkan dengue 3 & 4 ditemukan pada saat wabah di
Filipina tahun 1953-1954. Virus dengue berbentuk batang, bersifat
termolabil, sensitif terhadap inaktivasi oleh dietileter dan natrium
dioksilat, stabil pada suhu 700C.
Vektor utama dengue di Indonesia adalah nyamuk Aedes aegypti,
di samping pula Aedes albopictus. Vektor ini mepunyai ciri-ciri:
1. Badannya kecil, badannya mendatar saat hinggap
2. Warnanya hitam dan belang-belang
3. Menggigit pada siang hari
4. Gemar hidup di tempat – tempat yang gelap
5. Jarak terbang <100 meter dan senang mengigit manusia
6. Bersarang di bejana-bejana berisi air jernih dan tawar seperti bak
mandi, drum penampung air, kaleng bekas atau tempat-tempat yang
berisi air yang tidak bersentuhan dengan tanah.
7. Pertumbuhan dari telur menjadi nyamuk sekitar 10 hari.
3. Patofisiologi
Virus dengue masuk ke dalam tubuh manusia melalui gigitan
nyamuk dan infeksi pertama kali mungkin memberi gejala demam.
Setelah virus dengue masuk ke dalam tubuh, karena viremia seperti
demam, sakit kepala, mual, nyeri otot, pegal seluruh badan, hyperemia
di tenggorok, timbulnya ruam dan kelainan yang mungkin terjadi pada
sistem retikuloendotelial seperti pembesaran kelenjar-kelenjar getah
bening, hati, dan limfa. Ruam pada DBD disebabkan oleh kongesti
pembuluh darah di bawah kulit.
Fenomena fatofisiologi utama yang menentukan berat penyakit
dan membedakan DF dengan DHF ialah meningginya permeabilitas
dinding kapiler karena pelepasan zat anafilaktosin, histamin dan
serotinin serta aktivasi sistem kalikten yang berakibat mengurangnya
volume palsma, terjadinya hipotensi, hemokonsentrasi,
hipoproteinemia, efusi dan renjatan.Plasma merembes selama
perjalanan penyakit mulai dari saat-saat permulaan demam dan
mencapai puncaknyapada saat renjatan. Pada pasien dengan renjatan
berat, volume plasma dapat menurun sampai lebih dari 30%.
Adanya kebocoran plasma ke daerah ekstravaskuler dibuktikan
dengan ditemukannya cairan dalam rongga serosa, yaitu rongga
peritoneum, pleura dan perikard yang pada autopoi ternyata melebihi
jumlah cairan yang telah diberikan sebelumnya melalui infus. Renjatan
hipovolemik yang terjadi sebagai akibat kehilangan plasma, bila tidak
segera diatasi dapat berakibat anoksia jaringan, asidosis metabolik dan
kematian.
Renjatan yang terjadi akut dan perbaikan klinis yang drastis
setelah pemberian plasma/ekspander plasma yang efektif, sedangkan
pada autopsi tidak ditemukan kerusakan dinding pembuluh darah yang
destruktif atau akibat radang, menimbulkan dugaan bahwa perubahan
fungsional dinding pembuluh darah mungkin disebabkan mediator
farmakolgis yang bekerja singkat. Sebab lain kematian pada DHF
adalah perdarahan hebat, yang biasanya timbul setelah renjatan
berlangsung lama dan tidak teratasi. Perdarahan pada DHF umumnya
dihubungkan dengan trombositopenia, gangguan fungsi trombosit dan
kelainan sistem koagulasi.
Trombositopenia yang dihubungkan dengan menungkatnya mega
karoisit muda dalam sus-sum tulang dan pendeknya masa hidup
trombosit menimbulkan dugaan meningkatnya destruksi trombosit.
Penyidikan dengan radioisotop membuktikan bahwa penghancuran
trombosit terjadinya dalam sistem retikuloendotelial.
4. Gambaran Klinis
Gambaran klinis amat bervariasi, dari yang amat ringan hingga
yang sedang seperti DF sampai DHF dengan manifestasi demam akut,
perdarahan serta kecenderungan terjadi renjatan yang dapat berakibat
fatal. Masa inkubasi dengue antara 3-15 hari, rata-rata 5-8 hari.
Pada DF, suhu meningkat tiba-tiba disertai sakit kepala, nyeri
yang hebat pada otot dan tulang, mual, kadang kadang muntah dan
batuk ringan. Sakit kepala dapat menyeluruh atau berpusat pada supra
orbital dan retroorbital. Nyeri di bagian otot terutama dirasakan bila
tendon dan otot perut ditekan. Otot-otot di sekitar mata terasa pegal.
Eksamtem yang klasik ditemukan dalam 2 fase, mula-mula pada awal
demam terlihat jelas pada muka dan dada, berlangsung selama beberapa
jam dan biasanya tidak diperhatikan oleh pasien. Ruam berikutnya
mulai antara hari 3-6, mula-mula berbentuk makula-makula besar, yang
kemudian bersatu mencuat kembali, serta kemudian timbul bercak
petekia pada dasarnya, kemudian menjalar cepat ke seluruh tubuh. Pada
saar suhu turun ke normal, ruam ini berkurang dan cepat menghilang,
bekas-bekasnya kadang teras gatal.
Lidah sering kotor dan kadang kala pasien sukar buang air besar.
Terkadang dapat diraba pembesaran kelenjar yang konsistensinya lunak
dan tak nyeri. Pada pasien DHF, gejala perdarahan mulai pada hari ke-3
atau ke-5 berupa petekia, purpura, ekimosis, hematemesis, melena, dan
epistaksis. Hati umumnya membesar dan nyeri tekan, tetapi pembesaran
hati tidak sesuai dengan beratnya penyakit.
5. Klasifikasi DHF

DHF diklasifikasikan berdasarkan derajat beratnya penyakit,


secaraklinisdibagimenjadi 4 Derajat (Menurut WHO, 1986) yaitu:
1. Derajat I (ringan)
Demam mendadak 2-7 hari disertai gejala klinis lain dan
manifestasi perdarahan ringan,trombositopeniadanhemokonsentrasi.
tourniquet positif.
2. Derajat II (sedang)
Ditemukan pula perdarahan kulit dan manifestasi perdarahan
lain.
3. Derajat III
Ditemukankegagalansirkulasi, yaitunadicepatdanlemah,
tekanandaerahrendah (hipotensi), gelisah, cyanosis sekitarmulut,
hidungdanjari (tanda-tandadinirenjatan).
4. Derajat IV
Ditemukan dengue shock syndrome dengan tensi dan nadi
yang tak terukur.
6. Pemeriksaan Diagnostik
1. Klinik
a. Demam mendadak, terus-menerus 2-7 hari.
b. Manifestasi perdarahan baik melalui uji tourniquet maupun
perdarahan spontan pada kulit (petekie, ekimosis, memar)
dan/atau di tempat lain seperti epistaksis, perdarahan gusi,
hematemesis dan melena.
c. Hepatomegali
d. Renjatan, ditandai nadi cepat dan lemah tak teraba, tekanan darah
menyempit (<20mmHg) atat hipotensi (<80mmHg) sampai tak
terukur, kulit dingin, lembab dan malaise.
2. Laboratorium
a. Trombositopenia : Trombosit < 150.000/mm3, penurunan
progresif pada pemeriksaan periodik dan waktu perdarahan
memanjang.
b. Hemokonsentrasi : Hematokrit saat MRS>20% atau meningkat
progresif pada pemeriksaan periodik.
3. Pemeriksaan penunjang
a. Foto toraks lateral dekubitus kanan
Terdapat efusi pleura dan bendungan vaskuler
b. Darah rutin
Hb, leukosit, hitung jenis (limfosit plasma biru 6-30%)
c. Waktu perdarahan
Menggunakan cara WY (N=1-7 menit).

7. Penatalaksanaan

Setiap pasien tersangka DF atau DHF sebaiknya dirawat di tempat


terpisah dengan pasien lain, seyogyanya pada kamar yang bebas
nyamuk. Penatalaksanaannya adalah:
1. Tirah baring
2. Makanan lunak
Bila belaum ada nafsu makan dianjurkan munum banyak 1,5-2 liter
/24 jam (susu,air gula, sirop)
3. Medikamentosa yang bersifat simtomatis
4. Antibiotik diberikan bila terdapat kekuatiran infeksi sekunder
5. Perlu diobservasi teliti terhadap penemuan dini tanda renjatan yaitu:
a. Keadaan umum memburuk
b. Hati makin membesar
c. Masa perdarahan memanjang
d. Hematokrit meninggi pada pemeriksaan berkala.
Terapi untuk pengganti cairan yaitu:
a) DBD tanpa renjatan
 Minum banyak 11/2 liter perhari
 Cairan intravena bila :
 Penderita muntah-muntah terus
 Intake tidak terjamin
 Pemeriksaan berkala Hmt cenderung meningkat terus.
Jenis cairan: RL atau asering 5, 10 mL/KgBB/24 jam.
b) DBD dengan renjatan
 Derajat IV : Infus asering 5/RL diguyur 100-200 mL sampai nadi
teraba serta tensi terukur, biasanya sudah tercapai dalam 15-30
menit.
 Derajat III: Infus asering 5/RL dengan kecepatan tetesan 20
mL/KgBB/ jam. Setelah renajatan teratasi:
 Tekanan sistol > 80mmHg
 Nadi jelas terasa
 Amplitudo nadi cukup besar.
 Kecepatan tetesan diubah 10mL/KgBB/jam selama 4-6 jam. Bila
keadaan umum baik, jumlah cairan sekitar 5-7 mL/KgBB/jam.
Jenis RL: Dextrose 5% =1:1. Infus dipertahankan 48 jam setelah
renjata
8. Pencegahan
Untuk memutuskan rantai penularan, pemberantasan vektor
dianggap cara paling memadai saat ini. Vektor dengue khususnya Aedes
aegypti sebenarnya mudah diberantas karena sarangnya terbatas di
tempat yang berisi air bersih dan jarak terbangnya maksimal 100 meter.
Tetapi karena vektor tersebut luas, untuk keberhasilan pemberantasan
diperlukan total coverage agar nyamuk tak dapat berkembang biak lagi.
Cara pemberantasan vektor:
1. Menggunakan insektisida
Yang lazim dipakai adalah malathion untuk membunuh
nyamuk dewasa dan temephos (abate) untuk membunuh jentik. Cara
penggunaan malathion ialah dengan pengasapan (thermal fogging)
atau pengabutan (cold fogging).
2. Tanpa insektisida
 Menguras bak mandi, tempayan, dan tempat-tepat penampungan
air minimal 1 kali seminggu.
 Menutup tempat penampungan air rapat-rapat.
 Membersihkan/mengubur kaleng-kaleng bekas, botol-botol pecah
dan benda-benda lain yang memungkinkan nyamuk bersarang.
 Memangkas pohon atau tanaman hias tempat nyamuk bisa
bersarang.

9. Komplikasi
Komplikasi dari penyakit demam berdarah diantaranya :
1. Ensepalopati : demam tinggi,gangguan kesadaran disertai atau tanpa
kejang
2. Disorientasi
3. Perdarahan luas.
4. Shock atau renjatan
5. Effuse pleura
6. Asidosis metabolik
7. Anoksia jaringan
8. Penurunan kesadaran.
10. Prognosa
Prognosis DBD berdasarkan kesuksesan dalam tetapi dan
penetalaksanaan yang dilakukan. Terapi yang tepat dan cepat akan
memberikan hasil yang optimal. Penatalaksanaan yang terlambat akan
menyebabkan komplikasi dan penatalaksanaan yang tidak tepat dan
adekuat akan memperburuk keadaan.
Kematian karena demam dengue hampir tidak ada. Pada
DBD/SSD mortalitasnya cukup tinggi. Penelitian pada orang dewasa di
Surabaya, Semarang, dan Jakarta menunjukkan bahwa prognosis dan
perjalanan penyakit umumnya lebih ringan pada orang dewasa
dibandingkan pada anak-anak.
DBD Derajat I dan II akan memberikan prognosis yang baik,
penatalaksanaan yang cepat, tepat akan menentukan prognosis.
Umumnya DBD Derajat I dan II tidak menyebabkan komplikasi
sehingga dapat sembuh sempurna.
DBD derajat III dan IV merupakan derajat sindrom syok dengue
dimana pasien jatuh kedalam keadaan syok dengan atau tanpa
penurunan kesadaran. Prognosis sesuai penetalaksanaan yang diberikan.

B. Konsep Dasar Keperawatan


1. Pengkajian
1. Aktivitas/istirahat
Malaise
2. Sirkulasi
Tekanan darah di bawah normal, denyut perifer melemah,
takikardi, susah teraba
Kulit hangat, kering, pucat, kemerahan/ bintik merah,
perdarahan bawah kulit
3. Eliminasi
Diare atau konstipasi
4. Makanan/ cairan
Anoreksia, mual, muntah
Penurunan berat badan, punurunan haluaran urine, oligouria, anuria.
5. Neurosensori
Sakit kepala, pusing, pingsan
Ketakutan, kacau mental, disorientasi, delirium.
6. Nyeri/ Ketidaknyamanan
Kejang abdominal, lokalisasi area sakit
7. Pernapasan
Takipneu dengan penurunan kedalaman pernapasan, suhu meningkat,
menggigil
8. Penyuluhan/ pembelajaran
Masalah kesehatan, penggunaan obat-obatan atau tindakan.

2. Diagnosa Keperawatan
1. Peningkatan suhu tubuh sehubungan dengan proses penyakit/
viremia
2. Nyeri sehubungan dengan proses patologi penyakit
3. Defisit volume cairan tubuh sehubungan dengan peningkatan
permeabilitas dinding plasma, evaforasi, intake tidak adekuat
4. Risiko tinggi terjadinya perdarahan sehubungan dengan
trombositopenia.
5. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi; kurang dari kebutuhan
tubuh sehubungan dengan mual, muntah, anoreksia.
6. Intoleransi aktifitas sehubungan dengan kelemahan
7. Kurang pengetahuan tentang proses penyakit, diet dan perawatan
pasien DHF sehubungan dengan kurangnya informasi.

3. IntervensiKeperawatan

1. Peningkatan suhu tubuh sehubungan dengan proses penyakit/ viremia


Tujuan : Klien tidak mengalami demam, suhu tubuh normal (36 0 –
370)
Intervensi:
a. Kaji saat timbulnya demam
R/ Untuk menidentifikasi pola demam klien dan sebagai indikator
untuk tindakan selanjutnya.
b. Observasi tanda – tanda vital klien : suhu, nadi, tensi, pernapasan,
tiap 4 jam atau lebih sering
R/ Tanda –tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui
keadaan umum pasien.
c. Beri penjelasan tentang penyebab demam atau peningkatan suhu
tubuh
R/ Penjelasan tentang kondisi yang dialami klien dapat membantu
klien/keluarga mengurangi kecemasan yang timbul.
d. Menjelaskan pentingnya tirah baring bagi pasien dan akibatnya
jika hal tersebut tidak dilakukan.
R/ Penjelasan yang diberikan akan memotivasi klien untuk
kooperatif.
e. Menganjurkan pasien untuk banyak minum ± 2,5 ltr/24 jam dan
jelaskan manfaatnya bagi pasien.
R/ Peningkatan suhu tubuh akan menyebabkan penguapan tubuh
meningkat sehingga perlu diimbangi dengan asupan cairan yang
banyak.
f. Berikan kompres hangat pada kepala dan axilla
R/ Pemberian kompres akan membantu menurunkan suhu tubuh.
g. Catat intake dan out put.
R/ Untuk mengetahui adanya ketidakseimbangan cairan tubuh.
h. Kolaborasi: Pemberian antipiretik
R/ Digunakan untuk mengurangi demam dengan aksi sentralnya
pada hipotalamus.

2. Nyeri sehubungan dengan proses patologi penyakit


Tujuan : Rasa nyaman klien terpenuhi, nyeri berkurang atau hilang,
klien tampak rileks.
Intervensi:
a. Kaji tingkat nyeri yang dialami klien.
R/ Untuk mengetahui berapa berat nyeri yang dialami klien.
b. Kaji faktor-faktor yang mempengaruhi reaksi klien terhadap nyeri
(budaya, pendidikan,dll)
R/ Reaksi klien terhadap nyeri dapat dipengaruhi oleh berbagai
faktor, dengan mengetahui faktor tersebut maka perawat dapat
melakukan intervensi sesuai masalah klien.
c. Berikan posisi nyaman, dan citakan lingkungan yang tenang.
R/ Untuk mengurangi rasa nyeri
d. Berikan suasana gembira bagi klien, lakukan teknik distraksi, atau
teknik relaksasi.
R/ Dengan teknik distraksi atau relaksasi, klien sedikit melupakan
perhatiannya terhadap nyeri yang dialami.
e. Beri kesempatanklien untuk berkomunikasi dengan orang
terdekat.
R/ Berhubungan dengan orang terdekat dapat membuat klien
teralih perhatiannya dari nyeri yang dialami.
f. Kolaborasi: Berikan obat-obat analgetik
R/ Obat analgetik dapat mengurangi atau menekan nyeri klien.

3. Defisit volume cairan tubuh sehubungan dengan peningkatan


permeabilitas dinding plasma, evaforasi, intake tidak adekuat
Tujuan : Terjadi homeostatis volume cairan, tanda tanda vital dalam
batas normal, tidak terjadi defisit cairan..
Intervensi:
a. Kaji keadaan umum klien 9pucat, lemah, taki kardi), serta tanda –
tanda vital.
R/ menetapkan data dasar, untuk mengetahui dengan cepat
penyimpangan dari keadaan normalnya.
b. Observasi adanya tanda – tanda syok
R/ Agar dapat segera dilakukan tindakan untuk menangani syok
yang dialami klien.
c. Anjurkan klien untuk banyak minum
R/ asupan cairan sangat diperluakan untuk menambah volume
cairan tubuh.
d. Kaji tanda dan gejala dehidrasi/hipovolemik (riwayat muntah,
diare, kehausan, turgor jelek)
R/ Untuk mengetahui penyebab defisit volume cairan
e. Kaji masukan dan haluaran cairan.
R/ untuk mengetahui keseimbangan cairan.
f. Kolaborasi : Pemberian cairan intra vena sesuai indikasi.
R/ Pemberian cairan intra vena sangat penting bagi klien yang
mengalami defisit volume cairan dengan keadaan umum yang
buruk untuk rehidrasi.

4. Risiko tinggi terjadinya perdarahan sehubungan dengan


trombositopenia.
Tujuan : Tidak terjadi tanda tanda perdarahan lebih lanjut dan terjadi
peningkatan trombosit> 150.000
Intervensi:
a. Monitor tanda-tanda penurunan trombosit yang disertai dengan
tanda-tanda klinis.
R/ Penurunan jumlah trombosit merupakan tanda adanya
kebocoran pembuluh darah yang pada tahap tertentu dapat
menimbulkan perdarahan.
b. Beri penjelasan tentang pengaruh trombositopenia pada klien.
R/ Agar klien/keluarga mengetahui hal hal yang mungkin terjadi
padaklien dan dapat membantu mengantisipasi terjadinya
perdarahan.
c. Anjurkan klien untuk banyak istirahat
R/ Aktivitas klien yang tidak terkontrol dapat menyebabkan
terjadinya perdarahan.
d. Beri penjelasan pada klien/keluarga untuk segera melaporkan
tanda-tanda perdarahan (hematemesis,melena, epistaksis)
R/ Keterlibatan keluarga akan sangat membantu klien
mendapatkan penanganan sedini mungkin.
e. Antisipasi terjadinya perdarahan ( sikat gigi lunak, tindakan
incvasif dengan hati-hati)
R/ Klien dengan trombositopenia rentan terhadap
cedera/perdarahan.
5. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi; kurang dari kebutuhan
tubuh sehubungan dengan mual, muntah, anoreksia.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi klien terpenuhi, klien mampu
menghabiskan makanan sesuai dengan porsi yang diberikan.
Intervensi:
a. Kaji keluhan mual, muntah, dan sakit menelan yang dialami klien
R/ Untuk menetapkan cara mengatasinya.
b. Kaji cara/pola menghidangkan makanan klien
R/ Cara menghidangkan makanan dapat mempengaruhi nafsu
makan klien.
c. Berikan makanan yang mudah ditelan seperti: bubur dan
dihidangkan saat masih hangat.
R/ Membantu mengurangi kelelahan klien dan meningkatkan
asupan makanan karena mudah ditelan.
d. Berikan makanan dalam porsi kecil dan frekuensi sering
R/ Untuk menghindari mual dan muntah serta rasa jenuh karena
makanan dalam porsi banyak.
e. Jelaskan manfaat nutrisi bgi klien terutama saat sakit.
R/ UntukMeningkatkan pengetahan klien tentang nutrisi sehingga
motivasi untuk makan meningkat
f. Berikan umpan balik positif saat klien mau berusaha mengahiskan
makannya.
R/ Memotivasi dan meningkatkan semangat klien.
g. Catat jumlah porsi yang dihabiskan klien
Mengetahui pemasukan/pemenuhan nutrisi klien.
h. Ukur berat badan kilen tiap hari.
R/ Untuk mengetahui status gizi klien.

6. Intoleransi aktifitas sehubungan dengan kelemahan


Tujuan : Kebutuhan aktivitas sehari-hari terpenuhi
Intervensi:
a. Mengkaji keluhan klien
R/ Untuk mengidentifikasi masalah-masalah klien.
b. Kaji hal-hal yang mampu/tidak mampu dilakukan oleh klien
sehubungan degan kelemahan fisiknya.
R/ Untuk mengetahui tingkat ketergantungan klien dalam
memenuhi kebutuhannya.
c. Bantu klien memenuhi kebutuhan aktivitasnya sesuai dengan
tingkat keterbatasan klien seperti mandi, makan, eliminasi.
R/ Pemberian bantuan sangat diperlukan oleh klien pada saat
kondisinya lemah tanpa membuat klien mengalami
ketergantungan pada perawat.
d. Bantu klien untuk mandiri sesuai dengan perkembangan
kemajuan fisiknya.
R/ Dengan melatih kemandirian klien, maka klien tidak
mengalami ketergantungan.
e. Letakkan barang-barang di tempat yang mudah dijangkau oleh
klien.
R/ akan membantu klien memenuhi kebutuhan sendiri tanpa
bantuan orang lain.

7. Kurang pengetahuan tentang proses penyakit, diet dan perawatan


pasien DHF sehubungan dengan kurangnya informasi.
Tujuan : Pengetahuan klien/keluarga tentang proses penyakit, diet,
perawatan meningkat sehingga klien/keluarga memperlihatkan
perilaku yang kooperatif.

Intervensi:
a. Kaji tingkat pengetahuan klien/keluarga tentang penyakit DHF
R/ Sebagai data fdasar pemberian informasi selanjutnya.
b. Kaji latar belakang pendidikan klien/ keluarga.
R/ Untuk memberikan penjelasan sesuai dengan tingkat
pendidikan klien/ keluarga sehingga dapat dipahami.
c. Jelaskan tentang proses penyakit, diet, perawatan dan obat-obatan
pada klien dengan bahasa dan kata-kata yang mudah dimengerti.
R/ agar informasi dapat diterima dengan mudah dan tepat
sehinggfa tidak terjadi kesalahpahaman.
d. Jelaskan semua prosedur yang akan dilakukan dan manfaatnya
pada klien.
R/ Dengan mengetahui prosedur/tindakan yang akan dilakukan
dan manfaatnya, klien akan kooperatif dan kecemasannya
menurun.
e. Berikan kesempatan pada klien/ keluarga untuk menanyakan hal-
hal yangingin diketahui sehubungan dengan penyakit yang
diderita klien.
R/ mengurangi kecemasan dan memotivasi klien untuk
kooperatif.
f. Gunakan leaflet atau gambar-gambar dalam memberikan
penjelasan.
R/ Untuk membantu mengingat penjelasan yang telah diberikan
karena dapat dilihat/ dibaca berulang kali.

BAB V

PENUTUP

SARAN

Anda mungkin juga menyukai