Anda di halaman 1dari 7

BAB II

MEKANISME DETEKSI DAN PENCACAHAN

A. Prinsip Dasar Kerja Alat Ukur Radiasi


Hal yang paling mendasar untuk mengendalikan bahaya radiasi adalah
mengetahui besarnya radiasi yang dipancarkan oleh suatu sumber radiasi (zat
radioaktif atau mesin pemancar radiasi), baik melalui pengukuran maupun
perhitungan. Keberadaan radiasi tidak dapat dirasakan secara langsung oleh sistem
panca indera manusia. Radiasi tidak bisa dilihat, dicium, didengar, maupun
dirasakan. Oleh sebab itu, untuk keperluan mengetahui adanya dan mengukur
besarnya radiasi, manusia harus mengandalkan pada kemampuan suatu peralatan
khusus.
Pada prinsipnya, pendeteksian dan pengukuran radiasi dengan menggunakan alat
ukur radiasi memanfaatkan prinsip-prinsip kemampuan interaksi (saling-tindak)
antara radiasi dengan materi. Setiap alat ukur radiasi selalu dilengkapi dengan
detektor yang mampu mengenali adanya radiasi. Apabila radiasi melewati bahan
suatu detektor, maka akan terjadi interaksi antara radiasi dengan bahan detektor
tersebut (terjadi pemindahan energi dari radiasi yang datang ke bahan detektor).
Perpindahan energi ini menimbulkan berbagai jenis tanggapan (response) yang
berbeda-beda dari bahan detektor tersebut. Jenis tanggapan yang ditunjukkan oleh
suatu detektor terhadap radiasi tergantung pada jenis radiasi dan bahan detektor yang
digunakan.
Pendeteksian keberadaan dan atau besarnya radiasi dilakukan dengan mengamati
tanggapan yang ditunjukan oleh suatu detektor. Untuk mengukur besarnya tanggapan
yang diberikan oleh bahan detektor, maka detektor tersebut dihubungkan dengan
peralatan khusus yang mampu mengubah tanggapan-tanggapan tersebut menjadi
sinyal-sinyal elektronik. Selanjutnya, sinyal-sinyal elektronik tersebut
diubah/dikonversikan ke dalam besaran tertentu. Dengan menggunakan faktor
konversi tertentu, besaran-besaran tersebut dapat ditampilkan secara digital/analog
sebagai hasil akhir berupa angka-angka yang menunjukkan besarnya radiasi yang
diterima oleh bahan detektor.

B. Pengelompokan Alat Ukur Radiasi


Hingga saat ini, telah dikembangkan berbagai jenis alat ukur radiasi dengan
spesifikasi dan keunggulannya masing-masing. Dilihat dari garis besar
pemanfaatannya, alat ukur radiasi dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu:
(1). Untuk kegiatan proteksi radiasi, dan
(2). Untuk kegiatan aplikasi/penelitian radiasi nuklir.
Alat ukur radiasi yang digunakan untuk kegiatan proteksi radiasi harus memiliki
kemampuan untuk menunjukkan nilai intensitas atau dosis radiasi yang mengenai
alat tersebut. Nilai intensitas atau besaran dosis radiasi yang ditunjukkannya itu dapat
dijadikan sebagai bahan acuan oleh seorang pekerja radiasi untuk dapat langsung
mengambil tindakan tertentu. Sedangkan alat ukur radiasi yang digunakan untuk
kegiatan aplikasi radiasi dan penelitian biasanya ditekankan memiliki kemampuan
untuk dapat menampilkan nilai kuantitas/spektrum energi dari radiasi yang
mengenainya.

ALAR UKUR RADIASI 2


Dari segi cara pembacaannya, alat ukur radiasi juga dapat dibedakan pula
menjadi dua kelompok, yaitu:
(1). Alat ukur pasif, yaitu alat ukur radiasi yang hasil pengukurannya tidak dapat
dibaca secara langsung, melainkan harus melalui proses khusus terlebih
dahulu. Contoh alat ukur radiasi pasif, antara lain: Film badge dan TLD
badge.
(2). Alat ukur aktif, yaitu alat ukur radiasi yang hasil pengukurannya dapat
dibaca secara langsung. Contoh alat ukur radiasi aktif, antara lain:
surveimeter dan dosimeter saku.
Selain itu, berdasarkan fungsinya terhadap manusia atau lingkungan, alat ukur
radiasi dapat dibedakan pula menjadi dua kelompok, yaitu:
(1). Alat ukur radiasi untuk pemonitoran dosis perseorangan, yaitu alat yang
digunakan untuk mengukur besarnya radiasi yang diterima oleh tubuh
manusia. Alat ini dapat berupa alat ukur aktif atau alat ukur pasif, dan
(2). alat ukur radiasi yang digunakan untuk pemonitoran lingkungan.

C. Mekanisme Deteksi Radiasi


Detektor radiasi bekerja dengan cara mendeteksi perubahan yang terjadi di
dalam bahan detektor/medium penyerap. Perubahan ini terjadi karena adanya
perpindahan energi dari radiasi ke medium tersebut. Terdapat beberapa mekanisme
yang pada umumnya digunakan untuk mendeteksi dan mengukur radiasi, yaitu:
(1). Proses ionisasi,
(2). Proses sintilasi,
(3). Proses termoluminensi,
(4). Efek pemanasan, dan
(5). Reaksi kimia.

1. Proses Ionisasi
Ionisasi pada suatu medium secara langsung dapat disebabkan oleh radiasi
partikel alpha dan beta; dan ionisasi secara tidak langsung dapat disebabkan oleh
sinar-X, sinar gamma, dan neutron Kumpulan/jumlah pasangan ion yang
terjadi/diproduksi berkaitan erat dengan jumlah energi radiasi yang
mengakibatkan terjadinya proses ionisasi tersebut.
Dalam proses ionisasi ini, energi radiasi diubah menjadi peristiwa
terlepasnya sejumlah elektron dari atomnya (energi listrik). Bila diberikan
medan listrik terhadap pasangan ion yang terbentuk itu, maka elektron akan
bergerak menuju ke kutub positif, sedangkan residual atom-nya yang
bermuatan positif akan bergerak menuju kutub negatif. Pergerakan elektron-
elektron tersebut dapat menginduksikan arus atau tegangan listrik. Arus dan
tegangan listrik yang ditimbulkan ini dapat diukur dengan menggunakan
peralatan penunjang misalnya Ampermeter atau Voltmeter.
Semakin besar energi radiasinya, maka akan dihasilkan lebih banyak
pasangan ion. Semakin banyak pasangan ion, maka arus atau tegangan listrik
yang ditimbulkannya akan semakin besar pula.

2. Proses Sintilasi

ALAR UKUR RADIASI 3


Yang dimaksud dengan proses sintilasi adalah terpancarnya sinar tampak
pada saat terjadinya perpindahan/transisi elektron dari tingkat energi yang lebih
tinggi ke tingkat energi yang lebih rendah. Perpindahan elektron seperti ini dapat
terjadi di dalam bahan detektor. Perpindahan elektron dari tingkat energi yang
lebih rendah ke tingkat energi yang lebih tinggi terjadi karena adanya proses
eksitasi. Dalam proses kembalinya elektron dari tingkat energi yang lebih tinggi
ke tingkat energi yang lebih rendah/keadaannya semula, maka akan dipancarkan
energi yang berupa foton sinar-X. Karena bahan detektor ditambahkan bahan
pengotor berupa unsur aktivator, yang berfungsi sebagai penggeser panjang
gelombang, maka radiasi yang dipancarkannya bukan lagi Sinar-X melainkan
berupa sinar tampak.
Proses sintilasi ini akan terjadi apabila terdapat kekosongan elektron pada
orbit elektron yang lebih dalam. Kekosongan elektron ini dapat disebabkan
karena lepasnya elektron dari ikatannya (proses ionisasi) atau proses loncatnya
elektron ke tingkat energi yang lebih tinggi (lintasan elektron yang lebih luar)
karena dikenai radiasi. Semakin besar energi radiasi yang diterima, maka akan
terjadi kekosongan elektron di orbit sebelah dalam akan semakin banyak,
sehingga percikan cahaya yang dikeluarkannya akan semakin banyak. Cahaya
tampak yang terjadi ini selanjutnya akan dikonversikan menjadi sinyal listrik.

3. Proses Termoluminensi
Pada prinsipnya, proses termoluminensi ini hampir sama dengan proses
sintilasi. Letak perbedaannya adalah: pada proses sintilasi, elektron yang
tereksitasi akan kembali ke orbit semula secara langsung (selang waktu yang
sangat cepat) sambil memancarkan Sinar-X yang selanjutnya dikonversikan
menjadi cahaya tampak, sedangkan pada proses termoluminensi, untuk membuat
elektron-elektron yang tereksitasi kembali ke orbitnya semula, maka medium
detektornya harus dipanaskan terlebih dahulu sampai dengan temperatur
tertentu. Sebelum medium detektor tersebut dipanaskan, elektron-elektron masih
terperangkap pada keadaan eksitasinya, sehingga tidak bisa kembali ke orbitnya
semula.
Semakin banyak radiasi yang diterima, maka akan semakin banyak pula
elektron yang terperangkap di orbit elektron yang lebih luar dari atom medium
detektor. Ketika medium detektor tersebut dipanaskan sampai dengan
temperatur tertentu, elektron-elektron tersebut kembali ke orbit semula dengan
memancarkan sinar tampak. Sinar tampak yang timbul akan dikonversikan
menjadi sinyal listrik.

4. Efek pemanasan
Peristiwa lain yang diakibatkan oleh adanya perpindahan/ penyerapan
energi radiasi oleh medium detektor adalah timbulnya kenaikan temperatur pada
medium. Semakin besar energi radiasi yang dipindahkan/diserap, maka kenaikan
temperaturnya akan semakin tinggi.
Jadi dalam mekanisme ini, energi radiasi diubah menjadi energi panas.
Mekanisme ini jarang/tidak cocok digunakan untuk melakukan pengukuran
radiasi secara rutin. Mekanisme pengukuran radiasi dengan memanfaatkan
mekanisme ini memiliki tingkat sensitivitas yang sangat rendah (diperlukan

ALAR UKUR RADIASI 4


dosis energi radiasi yang sangat tinggi untuk menaikan temperatur medium, dan
kenaikan temperatur medium pada umumnya tidak tinggi). Mekanisme ini, pada
umumnya hanya digunakan sebagai standar primer untuk peralatan kalibrasi.

5. Reaksi kimia
Energi radiasi dapat mengakibatkan perubahan kimia. Perubahan atau reaksi
kimia ini juga merupakan suatu mekanisme yang sering digunakan dalam
pengukuran radiasi. Bahan yang diradiasi dengan dosis tertentu akan mengalami
perubahan kimia, misalnya perubahan warna.
Selain itu radiasi juga dapat berfungsi sebagai katalisator pada reaksi kimia,
sehingga apabila diberikan dosis radiasi dengan besar tertentu, maka reaksi
kimia dalam medium dapat berlangsung lebih cepat. Jadi dalam mekanisme ini,
energi radiasi diubah menjadi perubahan-perubahan/ reaksi kimia. Pada
umumnya digunakan untuk menganalisa film fotografi untuk dosimetri
perseorangan, Sinar-X medis, dan radiografi industri.

D. Cara Pengukuran Radiasi


Terdapat dua cara pengukuran radiasi, yang menampilkan hasil pengukurannya
secara langsung, yaitu cara pulsa (pulse mode), dan cara arus (current mode).

1. Cara Pulsa
Setiap radiasi yang mengenai alat ukur akan dikonversikan menjadi sebuah
pulsa listrik. Apabila kuantitas/jumlah radiasi yang mengenai suatu alat ukur
semakin tinggi maka jumlah pulsa listrik yang dihasilkannya akan semakin
banyak pula.
Sedangkan energi dari setiap radiasi yang mengenai alat ukur akan sebanding
dengan tingginya pulsa listrik yang dihasilkan. Jadi semakin besar energi
radiasinya, maka akan semakin tinggi pula pulsa listrik yang ditimbulkannya.
Tinggi pulsa yang dihasilkan dapat dihitung dengan persamaan:

V Q/C (Persamaan
II.1)

ΔV adalah tinggi pulsa listrik yang dihasilkan, ΔQ adalah jumlah muatan listrik,
dan C adalah kapasitas detektor.

Contoh soal:
Bila ada 100 buah radiasi dalam 10 detik, dengan energi
radiasi sebesar 35 keV memasuki detektor gas yang mempunyai
daya ionisasi 35 eV, maka setiap radiasi tersebut akan
mengionisasi detektor dan akan menghasilkan 1000 pasangan
ion (elektron). Muatan listrik setiap elektron adalah 1,6 x 10 -19
Coloumb, sehingga jumlah muatan yang dihasilkan oleh radiasi
tersebut adalah 1,6 x 10-16 coloumb. Tinggi pulsa yang dihasilkan
oleh muatan tersebut adalah 0,1 mVolt (misalkan kapasitas
detektor tersebut adalah 1,6 x 10-12 farad). Jadi dalam contoh ini

ALAR UKUR RADIASI 5


akan menghasilkan 100 buah pulsa listrik dalam 10 detik dengan
tinggi pulsa masing-masing adalah 0,1 mVolt.

Informasi yang dihasilkan oleh alat ukur radiasi yang menggunakan cara
pulsa ini adalah jumlah pulsa listrik (cacahan) dalam selang waktu pengukuran
tertentu dan tinggi pulsa listriknya. Jumlah pulsa listrik yang ditimbulkannya akan
sebanding dengan jumlah radiasi yang masuk detektor, sedangkan tinggi pulsa
akan sebanding dengan energi radiasinya.
Kelemahan alat ukur radiasi yang menerapkan cara pulsa ini adalah adanya
kemungkinan tidak tercacahnya radiasi karena terlalu cepatnya proses konversi
radiasi yang masuk menjadi pulsa listrik.
Untuk dapat mengubah sebuah radiasi menjadi sebuah pulsa listrik
dibutuhkan waktu konversi tertentu. Apabila jumlah radiasi yang akan diukur
sedemikian banyaknya sehingga selang waktu antara dua buah radiasi yang
berurutan lebih cepat dari konversi alat, maka radiasi yang terakhir tidak akan
tercacah.

2. Cara Arus
Pada cara arus ini, radiasi yang masuk detektor tidak dikonversikan menjadi
pulsa listrik melainkan rata-rata akumulasi energi radiasi per satuan waktunya
akan dikonversikan menjadi arus listrik. Semakin banyak jumlah radiasi per
satuan waktu yang memasuki detektor, maka akan semakin besar arusnya.
Demikian pula bila energi radiasi semakin besar, arus yang dihasilkannya semakin
besar.
Alat ukur radiasi yang menerapkan cara arus ini dapat menghilangkan
kerugian penerapan cara pulsa, karena yang akan ditampilkan dalam cara ini
bukanlah informasi dari setiap radiasi yang memasuki detektor, melainkan
integrasi dari jumlah muatan yang dihasilkan oleh radiasi tersebut dalam satu
satuan waktu

I = Q/t  (Persamaan


II.2)

I adalah arus listrik yang dihasilkan oleh detektor, ΔQ adalah jumlah muatan
listrik, sedangkan Δt adalah tetapan waktu (time constant) detektor. Bila
menggunakan contoh soal di atas, maka araus listrik yang dihasilkan adalah 1,6 x
10-15 Ampere.
Terlihat di sini, bahwa proses konversi pada cara arus ini tidak dilakukan
secara individual untuk setiap radiasi, melainkan dilakukan secara akumulasi
untuk seluruh radiasi. Informasi yang ditampilkannya adalah intensitas radiasi
yang memasuki detektor. Kelemahan cara arus ini adalah ketidakmampuannya
untu memberikan/menampilkan informasi energi dari setiap radiasi. Keuntungan
cara arus ini adalah proses pengukurannya jauh lebih cepat dibandingkan dengan
cara pulsa.
Sistem pengukur radiasi dengan menerapkan mode arus ini pada umumnya
digunakan dalam kegiatan proteksi radiasi, seperti surveimeter. Sedangkan dalam
kegiatan penelitian, pada umumnya menerapkan cara pulsa.

ALAR UKUR RADIASI 6


E. Sistem Pencacahan
Seperti halnya dengan alat ukur yang digunakan untuk keperluan proteksi
radiasi, sistem pencacah radiasi juga terdiri atas detektor dan peralatanperalatan lain
sebagai penunjang. Perbedaannya, peralatan penunjang pada alat ukur proteksi
radiasi biasanya sudah merupakan satu kesatuan yang sifatnya portabel (mudah
untuk dibawa-bawa), sedangkan pada sistem pencacah radiasi, peralatan-peralatan
penunjang tersebut terpisah dan terdiri atas beberapa modul yang mengikuti standar
tertentu, seperti: NIM (Nuclear Instrument Module), misalnya modul penguat
(amplifier), modul sumber beda potensial, modul pencacah (counter), dan
modul-modul lainnya.
Modul-modul tersebut bersifat bongkar-pasang, sehingga suatu modul dapat
digunakan untuk berbagai macam konfigurasi sistem pencacah.
Sistem pencacah radiasi yang digunakan dalam aplikasi dan penelitian nuklir,
bertujuan untuk mengukur kuantitas dan energi radiasi. Kuantitas radiasi merupakan
jumlah radiasi yang memasuki detektor. Besarnya kuantitas radiasi ini dipengaruhi
oleh beberapa faktor, antara lain: aktivitas sumber radiasi, jenis dan energi radiasi,
serta jarak dan jenis penahan radiasi yang disimpan di antara sumber radiasi dan
detektor. Sedangkan energi radiasi merupakan kekuatan dari setiap radiasi yang
dipancarkan oleh suatu sumber radiasi. Besarnya energi radiasi ini bergantung pada
jenis radionuklidanya. Jenis radionuklida yang berbeda akan memancarkan radiasi
dengan energi yang berbeda.
Berdasarkan pada kegunaannya, untuk mengukur kuantitas dan atau energi
radiasi, sistem pencacah radiasi dapat dibedakan menjadi dua konfigurasi:

1. Sistem pencacah integral


Sistem pencacahan ini digunakan untuk menghitung jumlah radiasi yang
memasuki detektor tanpa memperhatikan tingkat energi radiasinya. Modul
peralatannya dapat dikatakan sangat sederhana. Jenis detektor yang digunakan
adalah detektor jenis G-M yang tidak dapat membedakan tingkat energi
radiasinya.

DETEKTOR INVERTER COUNTE


GM R

HVPS TIMER

Gambar II.1. Sistem Pencacahan Integral

Inverter berfungsi untuk membalik polaritas pulsa yang berasal dari detektor G-
M, High Voltage Power Supply berfungsi untuk memberikan sumber energi
listrik pada detektor G-M, Counter berfungsi untuk menghitung serta
menampilkan jumlah pulsa dalam rentang waktu tertentu, sedangkan Timer
berfungsi untuk menentukan rentang waktu pencacahan.

2. Sistem pencacahan diferensial

ALAR UKUR RADIASI 7


Sistem pencacahan diferensial ini digunakan untuk menghitung jumlah
radiasi yang memasuki detektor dengan memperhatikan rentang energinya.
Detektor yang digunakan harus mampu membedakan energi radiasi yang
memasukinya.

AMP DISDRIMI COUNTE


DETEKTOR NATOR R

HV TIMER

Gambar II.2. Sistem Pencacahan Differensial

ALAR UKUR RADIASI 8

Anda mungkin juga menyukai