Kanker kolorektal adalah jenis kanker yang tumbuh pada usus besar (kolon), atau pada
bagian paling bawah dari usus besar yang terhubung ke anus (rektum). Kanker ini bisa
dinamai kanker kolon atau kanker rektum, tergantung pada lokasi tumbuhnya kanker.
Kebanyakan kanker kolorektal bermula dari polip usus atau jaringan yang tumbuh di
dinding dalam kolon atau rektum. Namun, tidak semua polip akan berkembang menjadi
kanker kolorektal. Kemungkinan polip berubah menjadi kanker juga tergantung kepada jenis
polip itu sendiri. Terdapat 2 jenis polip di usus besar, yaitu:
Polip adenoma. Jenis polip ini yang dapat berubah menjadi kanker, karena itu
adenoma juga disebut kondisi pra kanker.
Polip hiperplastik. Polip jenis ini lebih sering terjadi, dan biasanya tidak menjadi
kanker.
Selain tergantung pada jenis polip, ada beberapa faktor yang bisa memengaruhi
perubahan polip menjadi kanker kolorektal, seperti ukuran polip yang lebih besar dari 1 cm,
terdapat lebih dari 2 polip di kolon atau rektum, atau bila ditemukan displasia (sel abnormal)
setelah polip diangkat.
Gejala Kanker Kolorektal
Gejala kanker kolorektal seringkali dirasakan oleh pasien ketika kanker sudah
berkembang jauh. Jenis gejalanya tergantung kepada ukuran dan lokasi tumbuhnya kanker.
Beberapa gejala yang dapat muncul, antara lain:
Segera periksakan diri ke dokter bila muncul gejala di atas. Pada tahap awal, gejala
kanker kolorektal sering tidak terasa. Karena itu, pemeriksaan secara rutin patut dilakukan
untuk berjaga-jaga.
Fecal occult blood test (FOBT) atau tes darah samar. Tes ini bertujuan untuk
mengetahui apakah ada darah yang tak terlihat pada feses melalui mikroskop. FOBT
disarankan untuk dilakukan sekali dalam setahun. Tes ini terdiri dari 2 jenis, yaitu:
o Guaiac FOBT. Sampel feses ditempatkan pada kartu khusus, kemudian diberi
bahan kimia. Kartu tersebut akan berubah warna bila feses positif
mengandung darah.
o Fetal immunochemical test (FIT). Sampel feses dicampur dengan cairan
khusus, kemudian dimasukkan ke mesin yang mengandung antibodi untuk
memeriksa darah pada feses.
FIT-DNA test, yaitu tes FIT yang digabungkan dengan tes untuk mendeteksi
perubahan DNA pada feses. Pemeriksaan ini dilakukan tiap 1-3 tahun sekali.
Sigmoidoskopi. Prosedur ini memasukkan selang tipis yang dilengkapi lampu dan kamera
(sigmoidoskop) dari anus ke bagian bawah kolon, untuk melihat apakah terdapat polip atau
kanker. Alat ini juga dilengkapi instrumen untuk membuang polip atau mengambil sampel
jaringan guna diperiksa di mikroskop (biopsi). Tes ini dilakukan tiap 5-10 tahun sekali,
disertai tes FIT tiap tahun.
Kolonoskopi. Prosedur ini sama seperti sigmoidoskopi, namun menggunakan selang yang
lebih panjang untuk memeriksa bagian dalam rektum dan seluruh bagian usus besar. Bila
dalam tes diketahui ada polip atau kanker, dokter akan membuang polip atau kanker
tersebut. Kolonoskopi disarankan untuk dilakukan tiap 10 tahun sekali.
CT kolonografi (kolonoskopi virtual). Pemeriksaan ini menggunakan mesin CT scan
untuk menampilkan gambar usus besar secara keseluruhan, untuk kemudian dianalisis. Tes
ini dilakukan setiap 5 tahun sekali.
Setelah pasien dipastikan menderita kanker kolorektal, dokter akan menjalankan
pemeriksaan untuk menentukan stadium atau tahap perkembangan kanker. Jenis pemeriksaan
yang bisa dipilih, antara lain foto Rontgen, CT scan, PET scan, atau MRI. Prosedur
pemeriksaan lain yang juga dapat dilakukan untuk menentukan stadium kanker kolorektal
adalah biopsi kelenjar getah bening, yaitu dengan mengambil sampel kelenjar getah bening
untuk diteliti di bawah mikroskop.
Selain pemeriksaan untuk mengetahui stadium kanker, terdapat pemeriksaan lain yang
dilakukan pada penderita kanker kolorektal. Salah satunya adalah mengukur kadar CEA
(carcioembryonic antigen) dalam darah. Kadar CEA yang tinggi dalam darah dapat menjadi
tanda bahwa seseorang menderita kanker kolorektal. Hitung darah lengkap, yaitu
penghitungan jumlah sel darah merah, sel darah putih, hemoglobin, dan trombosit, juga
diperlukan untuk menilai kesehatan pasien secara keseluruhan.
Untuk kasus kanker kolorektal yang sudah menyebar ke hati, paru, atau indung telur,
dokter dapat menjalankan prosedur bedah pengangkatan, tergantung pada kondisi pasien.
Untuk kasus kanker yang sudah menyebar hingga ke hati, bisa dilakukan bedah yang
dikombinasikan dengan kemoterapi sebelum atau setelah bedah.
Pilihan pengobatan lain adalah kemoembolisasi, yaitu pemberian kemoterapi langsung
melalui pembuluh darah arteri yang menuju tumor untuk menghambat pasokan darah ke sel
tumor. Sedangkan pada pasien kanker kolon yang tidak bisa menjalani bedah, dokter akan
menjalankan ablasi radiofrekuensi atau cryosurgery.
Referensi:
1. Kuipers, et al. (2015). Colorectal Cancer. Nature Reviews Disease Primers,
doi:10.1038/nrdp.2015.65.
2. Marley, AR. Nan, H. (2016). Epidemiology of Colorectal Cancer. International
Journal of Molecular Epidemiology and Genetics, 7(3), pp. 105-114.
3. American Cancer Society (2018). Colorectal Cancer.
4. US Department of Human and Health Services. CDC (2018). Colorectal (Colon)
Cancer.
5. NIH (2018). MedlinePlus. Colorectal Cancer.
6. NIH (2018). National Cancer Institute. Colon Cancer.
7. NIH (2018). National Cancer Institute. Rectal Cancer.
8. Mayo Clinic (2018). Diseases and Conditions. Colon Cancer.