Anda di halaman 1dari 12

APLIKASI TEKHNIK KOMUNIKASI

TERAPEUTIKPADA BERBAGAI USIA DAN


GANGGUAN

DIBUAT OLEH :
KELOMPOK 11
SUGIANTO
EDI SUTRISNO
MARILAM
MIRAWATI
SUPRIDIUS
AGUS PAWADI

TAHUN AKADEMIK 2017


APLIKASI TEKHNIK KOMUNIKASI TERAPEUTIKPADA BERBAGAI USIA
DAN GANGGUAN

1.Komunikasi Pada Berbagai usia.


A. Komunikasi Teurapeutik Pada Usia Bayi (0-12 bulan)
Perkembangan komunikasi dengan bayi dapat dimulai dengan kemampuan
bayi untuk melihat sesuatu yang menarik, ketika bayi digerakkan maka bayi akan
berespon untuk mengeluarkan suara-suara bayi. Perkembangan komunikasi pada
bayi tersebut dapat dimulai pada usia minggu ke delapan dimana bayi sudah mampu
untuk meliht objek atau cahaya, kemudian pada minggu ke dua belas sudah mulai
melakukan tersenyum.
Pada usia ke enam belas sudah menolehkan kepala pada suara asing pada
dirinya. Pada pertengahan tahun prtaa bayi sudah mulai mengucapkan kata-kata
awal seperti baba, da-da, dan lain-lain. Pada bulan ke sepuluh bayi sudah bereaksi
terhadap panggilan terhadap namanya, mampu melihat beberapa gambar yang
terdapat pada buku. Pada akhir tahun pertama bayi sudah mampu mengucapkan
kata-kata yang spesifik antara dua atau tiga kata. Selain melakukan komunikasi
seperti diatas terdapat cara komunikasi yang efektif pada bayi yakni dengan cara
menggunakan komunikasi non verbal dengan teknik sentuhan seperti mengusap,
menggendong, memangku, dan lain-lain. Mengungkapkan kebutuhan dengan
tingkah laku dan bersuara yang dapat diinterpretasikan oleh orang sekitarnya, misal:
menangis.
Respon bayi terhadap komunikasi ditunjukkan secara nonverbal, misalnya
tersenyum, menggerakkan badan, tangan dan kaki. Pada bayi yang berusia lebih 6
bulan kadang terjadi stranger anxiety (cemas pada orang asing) saat berkomunikasi
jangan langsung ingin menggendong atau memangkunya, tetap lakukan pendekatan
lebih dahulu dengan mainan yang dipegangnya atau banyak menggunakan
komunikasi non verbal untuk menyatakan kebutuhan (misalnya: tersenyum puas
atau menangis sakit).

Komunikasi pada bayi :


· Usahakan memenuhi kebutuhan bayi secepat mungkin.
· Berbicaralah dengan suara yang lembut, sentuhan dan belaian, ciuman,
mendekap, menggendong, atau dengan gerakan (seperti mengayun memberi
kenyamanan / senang
· Rangsang taktil (sentuhan) sangat kuat maknanya bagi bayi unt meningkatkan
rasa aman, melindungi bayi dan kedekaterbicara dgn ibunya.
· Berkomunikasilah dengan bermain (cilukba, mainan berbunyi) jika bayi menerima.
Tujuan Komunikasi Dengan Bayi :
· Memberi rasa aman kepada bayi
· Memenuhi kebutuhan bayi akan kasih sayang
· Melatih bayi mengembangkan kemampuan bicara, mendengar, dan menerima
rangsangan
B. Komunikasi Teurapeutik Pada Usia Toddler (1-3 tahun)
Anak berkomunikasi secara verbal maupun non verbal, anak bersifat
egosentris dan hanya memahami hal-hal yang hnya berhubungan dengan
dirinya.Perkembangan komunikasi pada usia ini dapat ditunjukkan dengan
perkembangan bahas anak dengan kemapuan anak sudah mampu memahami
kurang lebih sepuluh kata, pada tahun ke dua sudah mampu 200-300 kata dan
masih terdengar kata-kata ulangan. Pada anak usia ini khususnya usia 3 tahun anak
sudah mampu menguasai sembilan ratus kata dan banyak kata-kata yang digunkan
seperti mengapa, apa, kapan, dan sebagainya.
Pada usia ini cara berkomunikasi yang dapat dilakukan adalah dengan
memberi tahu apa yang terjadi pada dirinya, memberi kesempatan pada mereka
untuk menyentuh alat pemeriksaan yang akan digunakan, menggunakan nada
suara, bicara lambat, jika tidak dijawab harus diulang lebih jelas dengan pengarahan
yang sederhana, hindarkan sikap mendesak untuk dijawab seperti kata-kata “jawab
dong”, mengalihkan aktifitas saat komunikasi, memberi mainan saat komunikasi
dengan anak sebaiknya mengatur jarak, adanya kesadaran diri dimana kita harus
menghindarkan konfrontasi langsung, duduk yang terlalu dekat dan berhadapan.
Secara non verbal kita selalu memberi dorongan penerimaan dan persetujuan jika
diperlukan, jangan sentuh anak tanpa disetujui dari anak, bersalaman dengan anak
merupakan cara untuk menghilangkan perasaan cemas, menggambar, menulis atau
berceriita dalam menggali perasaan dan fikiran anak di saat melakukan komunikasi.
Komunikasi dengan anak usia toddler (1-3 tahun) :
· Panggil anak sesuai yang digunakan anak tersebut bagi dirinya.
· Gunakan pesan yang pendek dan jelas, suara lembut
· Pelajari dan gunakan kata-kata yang dipakai anak untuk ke kamar mandi, mandi,
makan.
· Perilaku protes yang dilakukan anak (seperti tantrum/mengamuk) dapat digunakan
untuk mengatasi tekanan/stres pada anak.

C. Komunikasi Teurapeutik Pada Usia Pra Sekolah (3-5 tahun)


Anak tidak dapat memahami/membedakan fantasi dan kenyataan, anak juga
hanya memahami kalimat yang pendek, sederhana, kata-kata yang dipahami
penjelasan yang konkrit.
Pada masa ini anak mulai mandiri dan mengembangkan keterampilan dirinya
untuk berinteraksi dengan orang lain, anak yang lebih kecil belum fasih berbicara
(ucapan dan perbendaharaan kata belum memadai sepenuhnya). Anak masih
egosentris percakapan tentang dirinya, berpikir kongkrit: bicara apa adanya (jujur),
bila perlu ijinkan untuk menyentuh, memegang, memeriksa barang yg akan
berhubungan dengan mereka. Bahasa sederhana belum lancar mengungkapkan
perasaan / keinginan komunikasi non verbal. Takut kesakitan karena
ketidaktahuannya jelaskan apa yang akan dilakukan dan jelaskan bagaimana
rasanya dengan penjelasan yang sederhana. Sebagian anak mengalami stranger
anxiety yang menjadi barier/penghambat dalam komunikasi.
Komunikasi pada anak usi pra ssekolah :
· Posisi yang baik pada saat berbicara pada anak adalah: jongkok, duduk di kursi
kecil, atau berlutut pandangan mata sejajar dgn anak
· Berikan pujian atas apa yang telah dicapainya
· Orang tua atau perawat harus konsisten dalam berkomunikasi (verbal / nonverbal)
sesuai situasi saat itu (misal tidak tertawa saat anak mengalami kesakitan karena
tindakan tertentu)
Tujuan komunikasi pada masa prasekolah
· Melatih keterampilan penggunaan pancaindra
· Meningkatkan keterampilan kognitif, afektif, dan psikomotor
· Sebagai bentuk pembelajaran dan permainan dalam melakukan hubungan dengan
orang lain.
· Mengembangkan konsep diri

D. Komunikasi Teurapeutik Pada Usia Sekolah (5-12 tahun)


Anak mencari alasan dan penjelasan atas segala sesuatu, namun tidak
membutuhkan pengesahan. Anak juga memahami penjelasan sederhana dan
mendemonstrasikan.
o Berfikir fungsional arah pertanyaan: mengapa, bagaimana, untuk apa sesuatu
dilakukan.
o diperlukan:
§ penjelasan yang sederhana disertai alasan
§ berikan kesempatan untuk bertanya
§ bila perlu beri kesempatan untuk mencoba melakukannya.
o Gunakan beberapa kosa kata anak dalam penjelasan.
o Buatlah gambar untuk mendemonstrasikan prosedur/anatomi
o Hargai privasi anak. Mungkin ada topik pembicaraan yang tidak ingin didiskusikan.
o Sangat memperhatikan keutuhan tubuh takut terluka perlu pendekatan shg anak
dapat mengungkapkan perasaannya kecemasannya turun.

o Anak dengan kecemasan tinggi dapat dialihkan dgn:


· Berbicara
· menghadirkan orang dekat kecemasan turun dapat menerima pendapat orang
lain.
o Anak usia sekolnah yag lebih besar mampu berpikir kongkrit dapat berkomunikasi
lebih baik.

E. Komunikasi Teurapeutik Pada Usia Remaja (13-18 tahun)


Remaja berfikir lebih abstrak frustasi antara tingkah laku berfikir kanak-kanak
dan dewasa karena pada masa ini adalah masa transisi atau peralihan dari akhir
masa anak-anak menuju dewasa. Pola pikir dan tingkah laku merupakan peralihan
dari anak-anak menjadi orang dewasa, bahasa dan kultur tersendiri bahasa gaul (
istilah tertentu: nyokap, bokap ). Peer group/kelompok sebaya yang utama lebih
terbuka pada orang lain dapat orang tua/keluarga.
Komunikasi dengan remaja:
· memberi perhatian
· mendengarkan ungkapan remaja
· menghargai dan terbuka terhadap pendapat yang disampaikan
· hindari menghakimi / mengkritik dengan tajam
· hargai keberadaan identitas diri dan harga dirinya
· Tunjukkan ekspresi wajah yang bersahabat dengannya
· Jangan memotong pembicaraan saat anak sedang mengekspresikan pikiran dan
perasaannya
· Hormati privasinya
· Beri dukungan pada apa yang telah dicapainya secara positif dengan memberikan
penguatan positif (pujian ).
· Komunikasi yang baik diperlukan:
· Kepercayaan sebagai dasar untuk berkomunikasi yang dibentuk dengan:
- meluangkan waktu bersama
- dorong agar berani mengungkapkan ide / pikiran / perasaan
- hargai, hormati pendpt / pikirannya
- toleransi terhadap perbedaan ide / pikiran
- pujian untuk hal yang baik
- hormati privasinaya
- berikan contoh yang baik

F. Komunikasi Teurapeutik Pada Usia Dewasa


Dari segi psikologis, Orang dewasa dalam situasi komunikasi mempunyai
sikap-sikap tertentu yaitu :
· Komunikasi adalah sutu pengetahuan yang diinginkan oleh orang dewasa itu
sendiri, maka orang dewasa tidak diajari tetapi dimotivasikan untuk mencari
pengetahuan yang lebih muktahir.
· Komunikasi adalah suatu proses emosional dan intelektual sekaligus, manusia
punya perasaan dan pikiran.
· Komunikasi adalah hasil kerjasama antara manusia yang saling memberi dan
menerima,akan belajar banyak,karena pertukaran pengalaman, saling
mengungkapkan reaksi dan tanggapannya mengenai suatu masalah.
Komunikasi pada dewasa awal mengalami puncaknya pada kematangan fisik,
mental dan kemampuan social mencapai optimal. Peran dan tanggung jawab serta
tuntutan social telah membentuk orang dewasa. melakukan komunikasi dengan
orang lain, baik pada setting professional ketika mereka bekerja atau pada saat
mereka berada di lingkungan keluarga dan masyarakat umum.
Teknik komunikasi yang dikembangkan pada masa dewasa telah mencapai
tahap optimal, baik dalam bentuk verbal maupun nonverbal. Kemampuan untuk
mengembangkan komunikasi (sebagai media transfer informasi). Dalam menguasai
pesan yang diterima, individu dewasa tidak hanya melihat isi pesan, tetapi juga
mempersiapkan pesan tersebut dengan lebih baik serta menciptakan hubungan
antar pesan yang di terima dengan konteks atau situasi pesan tersebut disampaikan.
Pesan yang diterima individu dewasa kadang kala dipersepsikan bukan hanya dari
konteks isi pesan, tetapi lebih kompleks lagi disesuaikan dengan situasi dan
keadaan yang menyertai. Contoh: “sayang…” dari sepenggal kata tersebut ketika
diungkapkan dengan nada datar, akan memberi kesan yang menyesalkan. Kesan ini
semakin kuat bila penyampai pesan menunjukkan rasa penyesalan dari gerakan
bibir, raur wajah, kepala menunduk. Namun, bila ungkapan tersebut diucapkan
dengan menggunakan bahasa yang halus dan mendesah serta menyampaikan
pesan dengan menunjukkan ekspresi mata bersinar, wajah cerah atau normal,
persepsi individu dewasa tersebut adalah bahwa makna kata “sayang” tersebut
adalah perasaan suka atau cinta.Kemampuan untuk menilai respon verbal dan
nonverbal yang disampaikan lingkungan memberi keuntungan karena pesan yang
kompleks dapat disampaikan secara sederhana. Namun, kadang kala kemampuan
kompleks untuk menangkap pesan ini menimbulkan kerugian pada manusia karena
kesalahan dalam menerima pesan menjadi lebih besar, akibat pengguna persepsi
dan lingkungan yang lebih kompleks. Contoh : seseorang yang meludah didepan
atau didekat orang seseorang kadang kala di persepsikan sebagai rasa tidak suka
atau benci terhadap orang tersebut, atau orang yang meludah tersebut tidak
bermaksud sebagaimana dipersepsikan orang lain. Situasi diatas selanjutnya
menimbulkan konflik antar individu atau kelompok.
Agar komunikasi dengan klien dewasa efektif perlu memperhatikan
terciptanya suasana komunikasi yang mendukung tercapainya tujuan komunikasi
seperti saling menghormati, percaya dan terbuka.
a. Suasana saling menghormati
Untuk dapat berkomunikasi secara efektif dengan klien dewasa, lawan
komunikasi (perawat/tenaga kesehatan) harus dapat menghormati pendapat
pribadinya. Klien dewasa akan merasa lebih senang apabila ia diperbolehkan untuk
menyampaikan pemikiran atau pendapat, ide, dan sistem nilai yang dianutnya.
Apabila hal-hal tersebut diabaikan akan menjadi kendala bagi keberlangsungan
komunikasi.
b. Suasana saling percaya
Komunikasi dengan klien dewasa perlu memperhatikan rasa saling percaya
akan kebenaran informasi yang dikomunikasikan. Apabila hal ini dapat diwujudkan
maka tujuan komunikasi akan lebih mudah tercapai.
c. Suasana saling terbuka
Keterbukaan untuk menerima hasil komunikasi dua arah, antara perawat atau
tenaga kesehatan dan klien dewasa akan memudahkan tercapainya tujuan
komunikasi.
Klien dewasa yang menjalani perawatan di rumah sakit dapat merasa tidak
berdaya, dan tidak aman ketika berada dihadapan pribadi-pribadi yang mengatur
sikap dan perilakunya. Status kemandirian mereka berubah menjadi bergantung
pada aturan dan ketetapan pihak lain. Hal ini dapat menjadi suasanya yang
dirasanya sebagai ancaman. Akumulasi perasaan ini dapat terungkap dalam bentuk
sikap emosional dan agresif.Dengan dilakukan komunikasi yang sesuai dengan
konteks pasien sebagai orang dewasa oleh para professional,pasien dewasa akan
mampu bergerak lebih jauh dari imobilitas bio psikososialnya untuk mencapai
penerimaan terhadap maslahnya.
Komunikasi merupakan alat yang efektif untuk mempengaruhi tingkah laku
manusia kearah yang lebih baik sehingga perawat perlu untuk menguasai tehnik dan
model konsep komunikasi yang tepat untuk setiap karakteristik klien.
· Orang dewasa memiliki pengetahuan, sikap dan keterampilan yang menetap
dalam dirinya yang sukar untuk dirubah dalam waktu singkat sehingga perlu model
komunikasi yang tepat agar tujuan dapat tercapai.
· Model konsep komunikasi yang sesuai untuk klien dewasa adalah model interaksi
king dan model komunikasi kesehatan yang menekankan hubungan relationship
yang saling member dan menerima serta adanya feedback untuk mengevaluasi
apakah imformasi yang disampaikan sesuai dengan yang ingin dicapai.

G. Komunikasi Teurapeutik Pada Usia Lanjut


Kemampuan komunikasi pada lansia dapat mengalami penurunan akibat
penurunan berbagai fungsi sistem organ (penglihatan, pendengaran, wicara dan
persepsi), perubahan psikis/emosi, interaksi sosial dan spiritual perlu pendekatan
dan teknik khusus dalam berkomunikasi. Perubahan emosi sering nampak berupa
reaksi penolakan terhadap kondisi yang terjadi.
Gejala penolakan yang terjadi:
· Tidak percaya terhadap diagnosa, gejala, perkembangan dan keterangan yang
diberikan tenaga kesehatan
· Mengubah keterangan yang diberikan sehingga diterima keliru
· Menolak membicarakan perawatan di Rumah Sakit
· Menolak ikut serta dalam perawatan dirinya, khususnya tindakan yang melibatkan
dirinya
· Menolak nasehat (istirahat baring, berganti posisi tidur untuk kenyamanan dirinya)
Pendekatan dalam komunikasi dengan lansia
· Pendekatan fisik mencari informasi tentang kesehatan objektif, kebutuhan,
kejadian yang dialami, perubahan fisik / organ tubuh, tingkat kesehatan yg masih
bisa dicapai dan dikembangkan.
· Pendekatan psikologis mengarah pd perubahan perilaku. Dalam pendekatan ini
perawat berperan sebagai: konselor, advokat, suporter, interpreter, sahabat dekat
klien
· Pendekatan sosial diskusi, tukar pikiran, berceritera, bermain, kegiatan kelompok
agar klien dapat berinteraksi dgn sesama klien / petugas
· Pendekatan spiritual memberikan kepuasan batin dalam hubungan dengan
Tuhan; efektif bagi klien dengan latar belakang keagamaan yg baik.
Teknik komunikasi pd lansia
· Teknik asertif sikap yang dapat menerima, peduli, sabar untuk mendengarkan
dan memperhatikan ketika pasangan sedang berbicara komunikasi dapat
dimengerti
· Responsif perawat segera bereaksi secara aktif ketika ada perubahan sikap /
kebiasaan klien dengan menanyakan / klarifikasi tentang perubahan tersebut.
· Klarifikasi mengajukan pertanyaan ulang dan memberi penjelasan lebih dari 1 kali
agar maksud pembicaraan dapat diterima dan dipersepsikan sama oleh lansia /
klien.
· Sabar dan iklas perawat bersikap sabar dan iklas menghadapi perubahan klien
lansia sehingga tercipta komunikasi yang terapeutik.
Hambatan komunikasi pada lansia
Lansia bersikap:
1) Agresif : ditandai dgn perilaku:
o berusaha mengontrol & mendominasi lawan bicara
o meremehka orang lain
o mempertahankan haknya dengan menyerang orang lain
o menonjolkan diri sendiri
o mempermalukan orang lain di depan umum, baik dengan kata-kata atau tindakan.
2) Nonasertif : ditandai dengan tanda-tanda:
o menarik diri bila diajak bicara

o merasa tidak sebaik orang lain (rendah diri)

o merasa tdk berdaya

o tidak berani mengungkapkan keyakinannya

o membiarkan orang lain membuat keputusan unt dirinya

o pasif

o mengikuti kehendak orang lain

o mengorbankan kepentingan dirinya untuk menjaga hubungan baik dgn orang lain.

Mengatasi hambatan sehingga komunikasi efektif


· Mulai komunikasi dengan mengecek pendengaran klien
· Keraskan suara bila perlu
· Dapatkan perhatian dari klien sebelum berbicara. Pandanglah klien sehingga klien
dapat melihat gerakan mulut perawat
· Atur lingkungan yang kondusif, kurangi gangguan visual dan auditory, pastikan
pencahayaan cukup
· Jika komunikasi macet, jangan anggap bahwa klien tidak kooperatif
· Bertindaklah sebagai partner yang memfasiltasi klien untuk mengungkapkan
perasaannya
· Berbicara pelan dan jelas, kalimat pendek, bahasa sederhana
· Bantu kata-kata dengan isyarat visual
· Serasikan bahasa tubuh dengan pembicaraan/berita yang menggembirakan
diiringi senyuman, tertawa secukupnya, dan sebagainnya.
· Berilah kesempatan klien untuk bertanya
· Jika klien salah, jangan menegur secara langsung
· Jadilah pendengar yang baik
· Arahkan suatu topik pada suatu saat
· Ikutkan keluarga (yang menunggu) untuk berpartisipasi
2..Komunikasi Terapeutik Pada Gangguan Jiwa
Berkomunikasi dengan penderita gangguan jiwa membutuhkan sebuah teknik
khusus, ada beberapahal yang membedakan berkomunikasi antara orang gangguan
jiwa dengan gangguan akibat penyakit fisik. Perbedaannya adalah :
1. Penderita gangguan jiwa cenderung mengalami gangguan konsep
diri, penderita gangguanpenyakit fisik masih memiliki konsep diri yang wajar
(kecuali pasien dengan perubahan fisik, ex :pasien dengan penyakit kulit,
pasien amputasi, pasien pentakit terminal dll).
2. Gangguan jiwa cenderung asyik dengan dirinya sendiri sedangkan penderita
penyakit fisikmembutuhkan Penderita support dari orang lain.
3. Penderita gangguan jiwa cenderung sehat secara fisik, penderita penyakit
fisik bisa saja jiwanya sehat tetapi bisa juga ikut terganggu.

Sebenarnya ada banyak perbedaan, tetapi intinya bukan pada mengungkap


perbedaan antara penyakit jiwa dan penyakit fisik tetapi pada metode
komunikasinya.

Komunikasi dengan penderita gangguan jiwa membutuhkan sebuah dasar


pengetahuan tentang ilmu komunikasi yang benar, ide yang mereka lontarkan
terkadang melompat, fokus terhadap topik bisa saja rendah, kemampuan
menciptakan dan mengolah kata- kata bisa saja kacau balau.

Ada beberapa trik ketika harus berkomunikasi dengan penderita gangguan jiwa :
1. Pada pasien halusinasi maka perbanyak aktivitas komunikasi, baik meminta
klien berkomunikasi dengan klien lain maupun dengan perawat, pasien
halusinasi terkadang menikmati dunianya dan harus sering dialihkan dengan
aktivitas fisik.
2. Pada pasien harga diri rendah harus banyak diberikan reinforcement
3. Pada pasien menarik diri sering libatkan dalam aktivitas atau kegiatan yang
bersama-sama, ajari dan contohkan cara berkenalan dan berbincang
dengan klien lain, beri penjelasan manfaat berhubungan dengan orang lain
dan akibatnya jika dia tidak mau berhubungan dll.
4. Pasien perilaku kekerasan, khusus pada pasien perilaku kekerasan maka
harus direduksi atau ditenangkan dengan obat-obatan sebelum kita support
dengan terapi-terapi lain, jika pasien masih mudah mengamuk maka perawat
dan pasien lain bisa menjadi korban.

Pengobatan secara medis dilakukan guna menjaga kesehatan para pasien secara
fisik. Sedangkan pengobatan yang dilakukan dengan cara non-medis ini dilakukan
dengan cara pengobatan terapi.Didalam terapi peranan perawat merupakan salah
satu faktor penting didalam proses penyembuhanpara pasiennya. Hal ini disebabkan
oleh faktor komunikasi yang lebih dominan dilakukan oleh para perawat. Kegiatan
pengobatan itu dimulai dengan interaksi kepada pasien untuk mencari bantuan
psikologis dan perawat menyusun interaksi dengan mempergunakan dasar
psikologis itu untuk membantu pasien dalam meningkatkan kemampuan
meningkatkan diri dalam kehidupannya dengan mengubah pikiran, perasaan, dan
tindakannya. Pesan psikoterapi dari perawatlah yang membawa pengaruh positif
berupa ketenangan (bersifat dukungan) untuk kesembuhan pasien gangguan
jiwa.Hasil yang ditimbulkan akibat suatu proses yang telah dilakukan oleh perawat
diharapkan menimbulkan suatu akibat, efek, atau hasil yang terjadi pada penerima
sesuai dengan keinginan sumber atau tujuan dari komunikasi psikoterapi itu sendiri.
Pada dasarnya komunikasi psikoterapi merupakan metode yang paling efektif dalam
melaksanakan pengobatan bagi pasien gangguan jiwa. Serta, untuk mendukung
proses penyembuhan pasien gangguan jiwa dibutuhkan hubungan kerjasama,
pengertian dan saling membutuhkan antara perawat dan pasien gangguan
jiwa selama melakukan pengobatan dan rehabilitasi untuk mendukung dalam proses
penyembuhan pasien gangguan jiwa yang meliputi, perlakuan perawat terhadap
pasien gangguan jiwa, bimbingan dan pendekatan terhadap pasien gangguan
jiwa, dan evaluasi dari hasil pelaksanaan komunikasi psikoterapi dalam proses
pengobatan pasien gangguan jiwa. Selanjutnya, komunikasi antar pribadi yang
dilakukan oleh perawat kepada pasien gangguan jiwa juga menggambarkan adanya
sikap keterbukaan atau sikap membuka diri. Selain itu,kemampuan ketrampilan
kognitif dan keterampilan tindakan sangat diperlukan perawat dalammenyampaikan
pesan kesehatan pada saat melaksankan tugas.

3. Komunikasi Teurapeutik Pada Pasien dengan Gangguan Pendengaran


Pada klien dengan gangguan pendengaran, media komunikasi yang paling
sering digunakan ialah media visual. Kondisi visual menjadi sangat penting bagi
klien ini sehingga dalam melakukan komunikasi, upayakan supaya sikap dan
gerakan anda dapat ditangkap oleh indra visualnya.
Berikut adalah teknik-teknik komunikasi yang dapat digunakan klien dengan
gangguan pendengaran:
· Orientasiakan kehadiran anda dengan cara menyentuh klien atau memposisikan
diri di depan klien.
· Gunakan bahasa yang sederhana dan bicaralah dengan perlahan untuk
memudahkan klien membaca gerak bibir anda.
· Usahakan berbicara dengan posisi tepat didepan klien dan pertahankan sikap
tubuh dan mimik wajah yang lazim.
· Jangan melakukan pembicaraan ketika anda sedang mengunyah sesuatu (permen
karet).
· Bila mungkin gunakan bahasa pantomim dengan gerakan sederhana dan wajar.
· Gunakan bahasa isyarat atau bahasa jari bila anda bisa dan diperlukan.
· Apabila ada sesuatu yang sulit untuk dikomunikasikan, cobalah sampaikan pesan
dalam bentuk tulisan atau gambar (simbol).

4.Komunikasi Teurapeutik Pada Pasien dengan Gangguan Penglihatan


Gangguan penglihatan dapat terjadi baik karena kerusakan organ, misal;
kornea, lensa mata, kekeruhan humor viterius, maupun kerusakan kornea, serta
kerusakan saraf penghantar impuls menuju otak. Kerusakan di tingkat persepsi
antara lain dialami klien dengan kerusakan otak. Semua ini mengakibatkan
penurunan visus hingga dapat menyebabkan kebutaan, baik parsial maupun total.
Akibat kerusakan visual, kemampuan menangkap rangsang ketika berkomunikasi
sangat bergantung pada pendengaran dan sentuhan.
Oleh karena itu, komunikasi yang dilakukan harus mengoptimalkan fungsi
pendengaran dan sentuhan karena fungsi penglihatan sedapat mungkin harus
digantikan oleh informasi yang dapat ditransfer melalui indra yang lain.

Berikut adalah teknik-teknik yang diperhatikan selama berkomunikasi dengan


klien yang mengalami gangguan penglihatan:
· Sedapat mungkin ambil posisi yang dapat dilihat klien bila ia mengalami kebutaan
parsial atau sampaikan secara verbal keberadaan / kehadiran perawat ketika anda
berada didekatnya.
· Identifikasi diri anda dengan menyebutkan nama (dan peran) anda.
· Berbicara menggunakan nada suara normal karena kondisi klien tidak
memungkinkanya menerima pesan verbal secara visual. Nada suara anda
memegang peranan besar dan bermakna bagi klien.
· Terangkan alasan anda menyentuh atau mengucapkan kata – kata sebelum
melakukan sentuhan pada klien.
· Informasikan kepada klien ketika anda akan meninggalkanya / memutus
komunikasi
· Orientasikan klien dengan suara – suara yang terdengar disekitarnya.
· Orientasikan klien pada lingkunganya bila klien dipindah ke lingkungan / ruangan
yang baru.
Dalam melakukan komunikasi terapeutik dengan pasien dengan gangguan
sensori penglihatan, perawat dituntut untuk menjadi komunikator yang baik sehingga
terjalin hubungan terapeutik yang efektif antara perawat dan klien, untuk itu syarat
yang harus dimiliki oleh perawat dalam berkomunikasi dengan pasien dengan
gangguan sensori penglihatan adalah :
· Adanya kesiapan; artinya pesan atau informasi, dan cara penyampaian harus
dipersiapkan terlebih dahulu secara matang.
· Kesungguhan; artinya apapun wujud dari pesan atau informasi tersebut tetap
harus disampaikan secara sungguh-sungguh atau serius.
· Ketulusan; artinya sebelum individu memberikan informasi atau pesan kepada
individu lain, pemberi informasi harus merasa yakin bahwa apa yang disampaikan itu
merupakan sesuatu yang baik dan memang perlu serta berguna untuk si pasien.
· Kepercayaan diri; artinya jika perawat mempunyai kepercayaan diri maka hal ini
akan sangat berpengaruh pada cara penyampaiannya kepada pasien.
· Ketenangan; artinya sebaik apapun dan sejelek apapun yang akan disampaikan,
perawat harus bersifat tenang, tidak emosi maupun memancing emosi pasien,
karena dengan adanya ketenangan maka informasi akan lebih jelas baik dan lancar.
· Keramahan; artinya bahwa keramahan ini merupakan kunci sukses dari kegiatan
komunikasi, karena dengan keramahan yang tulus tanpa dibuat-buat akan
menimbulkan perasaan tenang, senang dan aman bagi penerima.
· Kesederhanaan; artinya di dalam penyampaian informasi, sebaiknya dibuat
sederhana baik bahasa, pengungkapan dan penyampaiannya. Meskipun informasi
itu panjang dan rumit akan tetapi kalau diberikan secara sederhana, berurutan dan
jelas maka akan memberikan kejelasan informasi dengan baik.
Agar komunikasi dengan orang gangguan sensori penglihatan dapat berjalan
lancar dan mencapai sasarannya, maka perlu juga diperhatikan hal-hal sebagai
berikut :
· Dalam berkomunikasi pertimbangkan isi dan nada suara.
· Periksa lingkungan fisik.
· Perlu adanya ide yang jelas sebelum berkomunikasi.
· Komunikasikan pesan secara singkat.
· Komunikasikan hal-hal yang berharga saja.
· Dalam merencanakan komunikas, berkonsultasilah dengan pihak lain agar
memperoleh dukungan.

Anda mungkin juga menyukai