LABIOPALATOSKIZIS
DISUSUN OLEH:
Elsy Nasiha
G99181023
Alkasina
G99172092
Irma Dewayanti
G99181039
Kurniawan Ade
G99172113
N
PEMBIMBING :
Meidiana Risty
Widia Susanti, drg., MKes
Bibir sumbing adalah cacat lahir kraniofasial yang paling umum terjadi,
terjadinya bibir sumbing atau labioskisis merupakan kegagalan penyatuan
tonjolan maksila dan tonjolan hidung medial, bisa terjadi unilateral atau medial.
Bila tonjolan hidung medialis, bagian yang membentuk dua segmen antara
maksila gagal menyatu terjadi celah yang disebut palatoskisis.1,2
Kasus bibir sumbing dan celah langit-langit merupakan cacat lahir yang
masih menjadi masalah di tengah masyarakat. terutama penduduk dengan status
sosial ekonomi yang rendah. Akibatnya tindakan yang akan dilakukan
terlambat.1,2
Presentasi bibir sumbing bervariasi, anak dapat lahir dengan bibir sumbing
unilateral atau bilateral dengan langit-langit yang normal, sumbing (soft atau
hard) dengan bimbing normal, atau unilateral/bilateral dengan sumbing langit-
langit. Presentasi yang paling umum terjadi adalah bibir sumbing unilateral sisi
kiri dengan sumbing celah langi-langit. Kejadian ini juga lebih banyak terjadi
pada bayi laki-laki dibandingkan bayi perempuan. Sebagian besar bayi yang
terkena tidak mempunyai masalah kesehatan dan normal secara intelektual.
Namun, terdapat kejadian 25% dengan anomali tambahan, termasuk neurologis
dan kelainan jantung serta club foot. Insiden ini terjadi pada populasi Kaukasia
adalah 1-1.5/1000 kelahiran hidup, di Afrika dan Afrika-Amerika adalah
<0.5/1000 kelahiran hidup, dan di Asia dan Hispanik, 2-3/1000 kelahiran hidup.2
Selain masalah rekonstruksi bibir yang sumbing, masih ada masalah lain
yang perlu dipertimbangkan yaitu masalah gangguan bicara, gigi geligi dan
psikososial. Masalah -masalah ini sama pentingnya dengan rekonstruksi anatomis
dan pada akhirnya hasil fungsional yang baik dari rekonstruksi yang dikerjakan
juga dipengaruhi oleh masalah-masalah tersebut. Dengan pendekatan
multidisipliner, tatalaksana yang komprehensif dapat diberikan dan sebaiknya
kontinyu sejak bayi lahir hingga remaja.3,4
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi
Labioschizis adalah suatu kondisi dimana terdapatnya celah
pada bibir atas diantara mulut dan hidung. Kelainan ini dapat berupa
celah kecil pada bagian bibir yang berwarna sampai pada pemisahan
komplit satu atau dua sisi bibir memanjang dari bibir ke hidung.
2
bagian kanan dan bagian kiri tidak tumbuh bersatu. Kegagalan
penyatuan tonjolan maksila dan tonjolan hidung medial akan
menimbulkan labioschizis (bibir sumbing) yang terjadi unilateral
maupun bilateral. Bila tonjolan hidung medialis , bagian yang
membentuk dua segmen antara maksila, gagal menyatu, terjadi celah
yang disebut palatoschizis (celah langit - langit).4
2. Anatomi
A. Mulut
Rongga mulut merupakan sebuah bagian tubuh yang terdiri dari
: lidah, palatum durum, palatum mole, dasar dari mulut, trigonum
retromolar, bibir, mukosa bukal, ‘alveolar ridge’, dan gingiva. Tulang
mandibula dan maksila adalah bagian tulang yang membatasi rongga
mulut.5
Gambar 3. Anatomi Mulut
3
otot orbikularis oris dan dilapisi oleh kulit pada bagian eksternal dan
membran mukosa pada bagian internal.5
Secara anatomi, bibir dibagi menjadi dua bagian yaitu bibir
bagian atas dan bibir bagian bawah. Bibir bagian atas terbentang dari
dasar dari hidung pada bagian superior sampai ke lipatan nasolabial
pada bagian lateral dan batas bebas dari sisi vermilion pada bagian
inferior. Bibir bagian bawah terbentang dari bagian atas sisi vermilion
sampai ke bagian komisura pada bagian lateral dan ke bagian
mandibula pada bagian inferior.5
Kedua bagian bibir tersebut, secara histologi, tersusun dari
epidermis, jaringan subkutan, serat otot orbikularis oris, dan membran
mukosa yang tersusun dari bagian superfisial sampai ke bagian paling
dalam. Bagian vermilion merupakan bagian yang tersusun atas epitel
pipih yang tidak terkeratinasi. Epitel-epitel pada bagian ini melapisi
banyak pembuluh kapiler sehingga memberikan warna yang khas pada
bagian tersebut. Selain itu, gambaran histologi juga menunjukkan
terdapatnya banyak kelenjar liur minor. Folikel rambut dan kelejar
sebasea juga terdapat pada bagian kulit pada bibir, namun struktur
tersebut tidak ditemukan pada bagian vermilion.5
4
dari otot-otot businator di pipi dan otot-otot orbukularis oris di bibir
akan membantu untuk memosisikan agar makanan berada di antara
gigi bagian atas dan gigi bagian bawah. Otot-otot tersebut juga
memiliki fungsi untuk membantu proses berbicara.5,6
Palatum membentuk atap mulut, dibedakan menjadi dua
bagian, yaitu palatum durum di depan (bagian dari rongga mulut) dan
palatum molle di belakang (bagian dari oropharynx). Palatum
memisahkan rongga mulut dengan rongga hidung dan sinus
maksilaris.5,6
Suplai darahnya terutama berasal dari a.palatina mayor yang
masuk melalui foramen palitine mayor. Sedangkan a. Palatina minor
dan m. Palatina minor lewat melalui foramen palatine minor. Innervasi
palatum berasal dari n.trigeminus cabang maxilla yang membentuk
pleksus yang menginervasi otot-otot palatum. Selain itu, palatum juga
mendapat innervasi dari nervus cranial VII dan IX yang berjalan di
sebelah posterior dari pleksus.
a) Palatum Durum
Palatum durum dibentuk oleh processus palatines ossis
maxillae dan lamina horizontalis ossis palatini. Dibatasi oleh arcus
alveolaris, dan di belakang berlanjut sebagai palatum molle. Palatum
durum membentuk dasar cavum nasi. Permukaan bawah palatum
durum diliputi oleh mucoperiosteum dan mempunyai rigi mediana.
Membran mukosa di kanan dan kiri rigi ini tampak berlipat-lipat.5.6
b) Palatum Molle
Palatum molle merupakan lipatan yang melekat pada pinggir
posterior palatum durum. Pada garis tenggah pinggir posteriornya
terdapat uvula. Pinggir - pinggir palatum molle dilanjutkan sebagai
dinding lateral pharynx. Palatum molle terdiri atas membran mukosa
meliputi permukaan atas dan bawah palatum molle dan aponeurosis
palatina adalah lapisan fibrosa yang melekat pada pinggir – pinggir
posterior palatum durum dan merupakan lanjutan dari tendo m. tensor
veli palatini. Otot palatum molle adalah m. tensor veli palatine, m.
5
levator veli palatine, m. palatoglossus, m. palatopharyngeus, dan m.
uvulae.5,6
Secara fungsional, palatum molle berperan memisahkan
oropharynx dari nasopharynx selama menelan dan berbicara. Palatum
molle mendekat ke dinding posterior pharyngeal selama menelan
untuk mencegah regurgitasi nasopharyngeal dan mendekat selama
berbicara untuk mencegah udara keluar dari hidung.6
3. Etiologi
Penyebab labiopalatoschizis belum diketahui dengan pasti dan
memiliki faktor risiko yang bervariasi (multifaktorial). Kebanyakan
ilmuwan berpendapat bahwa labiopalatoschizis muncul akibat
kombinasi dari faktor genetik dan faktor lingkungan. Faktor penyebab
yang diduga dapat menyebabkannya yaitu :5,9,10
A. Genetik
Di Amerika Serikat dan bagian barat Eropa, para peneliti
melaporkan bahwa 40% orang yang mempunyai riwayat keluarga
labiopalatoschizis akan mengalami labiopalatoschizis. Kemungkinan
seseorang bayi dilahirkan dengan labiopalatoschizis meningkat bila
keturunan garis pertama (ibu, ayah, saudara kandung) mempunyai
riwayat labiopalatoschizis.
Dasar genetik terjadinya celah bibir dikatakan sebagai gagalnya
mesodermal berproliferasi melintasi garis pertemuan, di mana bagian
ini seharusnya bersatu dan biasa juga karena atropi dari pada
6
epithelium ataupun tidak adanya perubahan otot pada epithelium
ataupun tidak adanya perubahan otot pada daerah tersebut sebagai
tanda adanya hipoplasia mesodermal. Adanya gen yang dominan dan
resesif juga merupakan penyebab terjadinya hal ini. Teori lain
mengatakan bahwa celah bibir terjadi karena :7.9.10
Dengan bertambahnya usia ibu hamil dapat menyebabkan
ketidakkebalan embrio terhadap terjadinya celah.
Adanya abnormalitas dari kromosom menyebabkan terjadinya
malformasi kongenital yang ganda.
Adanya tripel autosom sindrom termasuk celah mulut yang diikuti
dengan anomali kongenital yang lain.
Pada penderita bibir sumbing terjadi trisomi 13 atau Sindroma
Patau dimana ada 3 untai kromosom 13 pada setiap sel penderita,
sehingga jumlah total kromosom pada setiap selnya adalah 47. Jika
terjadi hal seperti ini selain menyebabkan bibir sumbing akan
menyebabkan gangguan berat pada perkembangan otak, jantung, dan
ginjal. Namun kelainan ini sangat jarang terjadi dengan frekuensi 1
dari 8000-10000 bayi yang lahir.
B. Faktor usia ibu
Semakin bertambahnya usia ibu sewaktu hamil, maka
bertambah pula risiko ketidak sempurnaan pembelahan meiosis.
C. Faktor lingkungan
Zat kimia (rokok dan alkohol) karena zat toksik yang
terkandung pada rokok dan alkohol yang dapat mengganggu
pertumbuhan organ selama masa embrional. Gangguan metabolik
seperti diabetes mellitus dan penyinaran radioaktif juga berpengaruh
terhadap tumbuh kembang organ selama masa embrional.
D. Insufisiensi zat.
Untuk tumbuh kembang organ selama masa embrional dalam
hal kuantitas (pada gangguan sirkulasi feto-maternal) dan kualitas
(defisiensi asam folat, vitamin C dan Zn) serta penggunaan vitamin A
secara berlebihan dapat menigkatkan risiko melahirkan anak dengan
labio / palatoschizis.
E. Zat Kimia.
7
Penggunaan obat teratologi termasuk jamu dan kontrasepsi
hormonal. Mengkonsumsi jamu pada waktu kehamilan dapat
berpengaruh pada janin. Akan tetapi jenis jamu apa yang menyebabkan
kelainan kongenital ini masih belum jelas. Kontrasepsi hormonal pada
ibu hamil terutama hormone estrogen yang berlebihan dapat
menyebabkan terjadinya hipertensi sehingga berpengaruh terhadap
sirkulasi fetomaternal. Pemberian aspirin, kortisol dan insulin pada
masa kehamilan trimester pertama dapat menyebabkan terjadinya
celah. Obat – obatan seperti thalidomide, kortikosteroid dan obat
penenang (diazepam, phenytoin) serta alkohol, kafein juga dapat
menyebabkan kelainan ini.
F. Infeksi.
Terutama pada infeksi toksoplasma dan klamidia. Selain itu,
Frases mengatakan bahwa virus rubella dapat menyebabkan cacat
berat, namun hanya sedikit kemungkinan dapat menyebabkan celah.
G. Trauma.
Strean dan Peer melaporkan bahwa trauma mental dan fisik
dapat menyebabkan terjadinya celah. Stres yang timbul menyebabkan
terangsangnya ACTH (adrenocorticotropic hormone) sehingga
merangsang kelenjar adrenal bagian glukokortikoid mengeluarkan
hidrokortison, sehingga akan meningkat di dalam darah yang dapat
menganggu pertumbuhan janin.
4. Patofisiologi
Kelainan ini terjadi pada trimester pertama kehamilan, celah
bibir dan palatum nyata sekali berhubungan erat secara embriologis,
fungsional dan genetik. Prosesnya karena terdapat hipoplasia lapisan
mesenkim, menyebabkan kegagalan penyatuan prosesus nasalis media
dan prosesus maksilaris.
Celah palatum muncul akibat terjadinya kegagalan dalam
mendekatkan atau mefusikan lempeng palatum. Celah pada bibir
disebabkan oleh kegagalan perkembangan dan penyatuan processus
frontonasal dan processus maxilaris. Labial cleft bisa terdapat pada
8
satu sisi atau kedua sisi dari garis tengah. Biasanya sumbing bibir sisi
kiri lebih sering ditemukan dari pada sisi kanan. Karena vaskularisasi
sisi kanan lebih baik, sehingga sumbing sisi kanan lebih dahulu
mencapai bagian medial.11
Kelainan bibir terdiri atas berbagai macam, diantaranya bibir
sumbing (Labioschisis), sumbing atau celah pada langit-langit rongga
mulut (Palatoschisis), atau pun gabungan dari keduanya berupa
sumbing bibir dan langitan (Labiopalatoschisis), dan sumbing bibir
sampai gusi dan langit-langit (Labiogenatopalatoschisis). Kelainan
tersebut juga biasa terjadi pada satu sisi rahang (unilateral) ataupun
pada kedua sisi yaitu kanan dan kiri (bilateral). Cacat ini berupa celah
pada bibir atas yang dapat meneruskan diri sampai ke gusi, rahang dan
langitan, sehingga besarnya cacat bervariasi12,13,14
Dua teori yang muncul tentang embryogenesis bibir
sumbing:13,14
a. Teori klasik
Kegagalan fusi processus maksila dan processus nasalis
medialis selama interval waktu menghasilkan celah palatum
primer.
b. Teori penetrasi mesodermal (dikemukakan oleh Stark)
Penutupan palatum didasari oleh penetrasi mesodermal, tanpa
migrasi dan penguatan oleh mesodermal ini, akan terjadi kerusakan
epitel dan bagian yang telah menyatu (proses nasalis dan
maksilaris) pecah kembali sehingga terjadi pemisahan yang
berakibat adanya celah bibir / palatum.
Masalah yang ditimbulkan cacat ini adalah psikis, fungsi dan
estetik, ketiganya saling berhubungan. Masalah psikis yang mengenai
orang tua dapat diatasi dengan penerangan yang baik. Bila cacat
terbentuk lengkap sampai langit-langit, bayi tak dapat menghisap. ASI
harus dimanfaatkan dengan cara lain, dipompa dulu dan diberikan per
sendok atau dengan botol yang lubang dotnya cukup besar. 12,13,14
9
Pada labioskizis ditandai dengan adanya distorsi pada hidung,
tampak sebagian atau keduanya, dan didapatkan adanya celah pada
bibir. Sedangkan pada pasien biasa dikeluhan gejala, seperti:
a) Deformitas pada bibir
b) Kesukaran dalam menghisap/makan.
c) Kelainan susunan archumdentis.
d) Distersi nasal sehingga bisa menyebabkan gangguan pernafasan.
e) Gangguan komunikasi verbal
f) Regurgitasi makanan.
Berat ringannya manisfestasi klinis dari labioskizis bervariasi
tergantung dari klasifikasinya. Berdasarkan lengkap atau tidaknya
celah terbentuk, tingkat kelainan bibir sumbing bervariasi, mulai dari
yang ringan hingga yang berat. Beberapa jenis bibir sumbing yang
diketahui adalah:15
a) Unilateral Incomplete: jika celah sumbing terjadi hanya disalah
satu sisi bibir dan tidak memanjang hingga ke hidung. Terdapat
pada kanan atau kiri tanpa melibatkan alveolar. Insiden : 25 %
10
Kelainan ini sebaiknya secepat mungkin diperbaiki karena akan
mengganggu pada waktu menyusui dan akan mempengaruhi
pertumbuhan normal rahang serta perkembangan bicara. Labioschizis
sering disertai dengan hidung yang asimetrik karena gnatoschizis dan
palatoschizis.12,16
B. Palatoschisis
Pada Palato skisis, gejala dan tanda yang sering didtemui
adalah:15
a) Tampak ada celah pada tekak (unla), palato lunak, keras dan
faramen incisive.
b) Ada rongga pada hidung.
c) Distorsi hidung
d) Teraba ada celah atau terbukanya langit-langit saat diperiksa
dengan jari
e) Kesukaran dalam menghisap/makan
Celah palatum murni terjadi pada linea mediana dan dapat
melibatkan hanya uvula saja atau dapat meluas ke dalam atau melalui
palatum molle dan palatum durum sampai ke foramen incisivus.
Apabila celah palatum ini terjadi bersamaan dengan celah bibir
(sumbing), cacat ini dapat melibatkan linea mediana palatum molle
dan meluas sampai ke palatum durum pada satu atau kedua sisi,
11
memaparkan satu atau kedua rongga hidung sebagai celah palatum
unilateral atau bilateral.
12
Karena terdapat hubungan antara rongga mulut dan hidung
pada palatoschizis, anak pada waktu minum sering tersedak dan
suaranya sengau. Koreksi sebaiknya dilakukan sebelum anak mulai
bicara untuk mencegah terganggunya perkembangan bicara.
Penyuluhan bagi ibu si anak sangat penting, terutama dalam cara
memberikan minum agar gizi anak memadai saat akan menjalani
bedah rekonstruksi. Labiognatopalatoschizis merupakan gabungan dari
dua kelainan tersebut di atas. Koreksinya dapat dilakukan bertahap
maupun sekaligus.12,16
Manifestasi klinis lain yang dapat terjadi pada
labiopalatoschizis yaitu :
a) Masalah asupan makanan
Merupakan masalah pertama yang terjadi pada bayi penderita
labioschizis. Adanya kelainan ini memberikan kesulitan pada bayi
untuk melakukan hisapan pada payudara ibu atau dot. Tekanan lembut
pada pipi bayi dengan labioschizis mungkin dapat juga meningkatkan
kemampuan hisapan oral. Keadaan tambahan yang ditemukan adalah
reflex hisap dan reflex menelan pada bayi dengan laboschizis tidak
sebaik pada bayi normal dan bayi dapat menghisap lebih banyak udara
pada saat menyusu. Memegang bayi dengan posisi tegak lurus dapat
membantu proses menyusu bayi. Menepuk – nepuk bayi secara berkala
juga dapat membantu.
13
Gambar 10. The Haberman Feeder
14
sentralis sering terlihat malposisi sehingga relasi horizontal maupun
vertikal di daerah insisivus tampak tidak harmonis, demikian pula
erupsi gigi-gigi di sekelilingnya. Erupsi gigi menjadi terhambat
terutama gigi kaninus. Ektopik gigi molar atas juga sering terjadi, juga
over erupsi gigi geligi anterior bawah, hal ini disebabkan oleh tidak
adanya atau malposisi gigi anterior bawah.
Kelainan gigi geligi yang lain yaitu frekuensi anomali lain yang
tidak didapatkan pada anak yang tidak menderita cleft-palate seperti
tidak adanya benih gigi insisivus lateral di daerah celah yang sangat
sensitif terhadap gangguan tumbuh kembang. Gigi insisivus lateral
bisa juga mengalami mesiodens, bentuk konus, atau runcing,
mikrodontia gangguan pembentukan gigi, erupsi, kelainan
pembentukan akar dan mahkota lain. Kelainan gigi-geligi ini juga
menimbulkan masalah estetik, berpotensi menimbulkan masalah
fungsi, masalah periodontal karena gigi tidak didukung oleh tulang
alveolar yang cukup dan masalah dalam restorasi gigi.17
c) Infeksi telinga
Anak dengan labiopalatoschizis lebih mudah untuk menderita
infeksi telinga karena terdapatnya abnormalitas perkembangan dari
otot – otot yang mengontrol pembukaan dan penutupan tuba
eustachius.12
Insersi yang abnormal dari m.tensor veli palatine menyebabkan
tidak sempurnanya pengosongan pada telinga tengah. Karena sfingter
pada muara tuba eustachii kurang normal maka lebih mudah terjadi
infeksi di ruang telinga tengah. Kemungkinan ini harus selalu diingat
supaya tidak sampai terjadi otitis media perforata.
d) Gangguan berbicara
Komunikasi normal pada manusia membutuhkan struktur yang
utuh dari bibir, rahang, lidah, gigi, dan palatum yang bekerja di bawah
koordinasi otot-otot respirasi dan pita suara. Mengingat penderita celah
bibir dan langit-langit umumnya memiliki kesulitan mengontrol aliran
udara, maka produksi suara menjadi tidak normal. Suara labiodental
seperti f dan v sulit diucapkan bila bibir atas terlalu panjang, kencang,
15
dan sulit bergerak akibat jaringan parut yang timbul pasca tindakan
bedah korektif pada bibir. Malposisi gigi anterior atas atau malformasi
kontur alveolar ridge dapat mempengaruhi pengucapan huruf s, z, th,
f, dan v, juga deformitas alveolar ridge atau palatum yang memendek
dalam arah anteroposterior serta menyempit dapat menyebabkan
kesulitan dalam mengucapkan huruf k, g, dan ng.
Pada bayi dengan labiopalatoschizis biasanya juga memiliki
abnormalitas pada perkembangan otot – otot yang mengurus palatum
mole. Saat palatum mole tidak dapat menutup ruang / rongga nasal
pada saat bicara, maka didapatkan suara dengan kualitas nada yang
lebih tinggi (hypernasal quality of speech). Mekanisme velopharyngeal
yang utuh penting dalam menghasikan suara non asal dan sebagai
modulator aliran udara dalam pembentukan fonem lainnya yang
membutuhkan nasal coupling.
Meskipun telah dilakukan reparasi palatum, kemampuan otot –
otot tersebut di atas untuk menutup ruang / rongga nasal pada saat
bicara mungkin tidak dapat lagi kembali sepenuhnya normal.Anak
mungkin mempunyai kesulitan berbicara atau memproduksi suara /
kata “p, b, d, t, h, k, g, s, sh dan ch” dan terapi bicara (speech therapy)
biasanya sangat membantu.12,16
6. Diagnosis
Penegakkan diagnosis adanya celah bibir / bibir sumbing
maupun celah palatum terlihat dari tampilan klinis anak tersebut dan
16
dinilai apa saja bagian yang mengalami defek. Penegakan diagnosis
ditegakkan berdasarkan hasil anamnesis yang cermat, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang:
a) Mencatat informasi medis pasien & keluarga
b) Riwayat kehamilan ibu
i. Umur ibu saat hamil
ii. Abnormalitas kromosom
iii. Obat- obatan yang di konsumsi selama hamil
iv. Kebiasaan personal
v. Kesehatan ibu
c) Pemeriksaan fisik
i. Inspeksi
Pemeriksaan oral rutin yang dilakukan untuk
mendapatkan informasi yang berhubungan dengan
abnormalitas gigi, lengkung rahang, paltum lunak, palatum
keras dan lidah
• Gigi hilang yang dapat mempengaruhi bunyi konsonan
• Lengkung alveolar sempiti atau tidak
• Adanya fistula pada palatum lunak atau keras
• Malposisi memperberat keadaan sipasien sehingga
menghasilkan bunyi berdesis seperti “s” dan “z”.
ii. Palpasi
iii. Studi model digunakan untuk studi pertumbuhan palatal dan
relasi gigi (oklusi) maksila dan mandibula
iv. Tes artikulasi
d) Pemeriksaan penunjang
i. Cephaloroentgenogram
Merupakan x-ray kepala bagian lateral dan frontal.
Digunakan untuk mempelajari pertumbuhan fasial dan
tengkorak, membantu melihat bentuk atas dan bawah rongga
mulut, termasuk tengkorak dan ukuran dan bentuk bagian
diatas palatum lunak yang mempengaruhi ruang pernapasan
dan membantu menentukan pembentukan spinal servikal dan
ukuran serta panjang palatu lunak
ii. Multiview vidiofluroscopy
Merupakan gambaran x-ray maksila dan mandibula
( dari depan, samping dan bagian bawah pada vidio tape- ketiga
17
gambarnya digunakan untuk mengevaluasi fungsi
velofaringeal. Contoh : bicara dan mengunyah
18
waktu konseling dan rencana yang tepat, memungkinkan untuk
melaksanakan perbaikan dari celah bibir unilateral pada minggu
pertama kehidupan.18
Selain pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan saat bayi lahir,
Labioschizis juga dapat dideteksi selama kehamilan dengan USG
rutin.19
19
7. Penatalaksanaan
20
Misalnya, memberi minum harus dengan dot khusus dimana
ketika dot dibalik, susu dapat memancar keluar sendiri dengan
jumlah optimal artinya tidak terlalu besar sehingga membuat
bayi tersedak dan tidak terlalu kecil sehingga membuat asupan
gizi menjadi tidak cukup, jika dot dengan lubang khusus ini
tidak tersedia, maka pemberian minum dapat dilakukan dengan
bantuan sendok secara perlahan dengan posisi setengah duduk
atau tegak untuk menghindari masuknya susu melewati langit –
langit yang terbelah.
c. Celah bibir direkatkan dengan plaster khusus non alergenik.
Untuk menjaga agar celah pada bibir menjadi tidak
terlalu jauh akibat proses tumbuh kembang yang menyebabkan
menonjolnya gusi ke arah depan (protrusion pre maksila)
akibat dorongan lidah prolabium, karena jika hasil ini terjadi
tindakan koreksi pada saat operasi akan menjadi sulit dan
secara kosmetika hasil akhir yang didapat tidak sempurna.
Plester non alergenik tadi harus tetap direkatkan sampai waktu
operasi tiba.
2. Tahap operasi
Penutupan bibir sumbing secara bedah biasanya dilakukan
setelah umur 3 bulan, ketika anak itu telah menunjukkan kenaikan
berat badan yang memuaskan dan bebas dari infeksi oral, saluran
nafas atau sistemik.
Tujuan pembedahan/operasi :
a. Menyatukan bagian-bagian celah.
b. Mewujudkan bicara yang bagus dan jelas.
c. Mengurangi regurgitasi hidung.
d. Menghindari cedera pada pertumbuhan maksila.
1) Teknik operasi Labioplasty
Cara operasi yang umum dipakai adalah cara Millard
yang caranya memutar dan memajukan (rotation and
advacement). Harus memenuhi kriteria “rule of ten” (10
minggu, 10 pound, Hb ≥10 gr%, leukosit < 10.000). Teknik
operasinya yaitu :
21
1. Dari sisi lateral, mukosa dikupas dari otot orbikularis oris,
kemudian otot orbikularis oris bagian merah bibir
dipisahkan dari sisanya.
2. Kulit dan subkutis dibebaskan dari otot orbikularis oris
secara tajam, sampai kira – kira sulkus nasolabialis.
3. Lepaskan mukosa bibir dari rahang pada lekuk
pertemuannya, secukupnya, kemudian otot dibebaskan dari
mukosa hingga terbentuk 3 lapis flap : mukosa, otot dan
kulit.
4. Lalu pada sisi medial, mukosa dilepaskan dari otot. Dibuat
flap C, kemudian dibuat insisi 2 mm dari pinggir atap
lubang hidung.
5. Bebaskan kulit dari mukosa dan tulang rawan alae,
menggunakan gunting halus melengkung.
6. Letak tulang rawan alae diperbaiki dengan tarikan jahitan
yang dipasang ke kulit.
7. Setelah jahitan terpasang, lekuk atap dan lengkung atas atap
lubang hidung lebih simetris. Kolumela dan rangka tulang
rawan dan vomer yang miring dari depan ke belakang sulit
diperbaiki, sehingga masih miring.
8. Luka dipinggir dalam atap nares dijahit, kemudian mukosa
oral mulai dari cranial, menghubungkan sulkus ginggivo
labialis. Jahitan diteruskan sampai ke dekat merah bibir.
9. Setelah itu, otot dijahit lapis demi lapis. Jahitan kulit
dimulai dari titik yang perlu ditemukan yaitu ujung busur
Cupido. Diteruskan ke atas dan ke mukosa bibir. Jaringan
kulit atau mukosa yang berlebihan dapat dibuang.
10. Terakhir luka operasi ditutup dengan tulle dan kasa lembab
selama 1 hari, untuk menyerap rembesan darah / serum
yang masih akan keluar. 1 hari sesudahnya, barulah luka
dirawat terbuka dengan pemberian salep antibiotik.
22
Gambar 14. Reparasi labioschizis unilateral (labioplasti)
23
secara lembut mengurangi kemungkinan komplikasi yang
lazim terjadi, seperti atelektasis dan pneumonia.
Pertimbangan primer pada perawatan pasca bedah
adalah rumatan kebersihan garis jahitan dan menghindari
ketegangan pada jahitan, karenanya bayi diberikan makan
dengan penetes obat dan tangan diikat manset siku. Diet cair
atau setengah cair dipertahankan selama 3 minggu dan
pemberian makanan dilakukan dengan tetesan atau sendok.
Tangan penderita, mainan dan benda – benda asing harus
dijauhkan dari palatum. Setelah operasi labioplasti, pasien
harus dievaluasi secara periodik terutama status kebersihan
mulut dan gigi, pendengaran dan kemampuan berbicara, dan
juga keadaan psikososial.
b) Penatalaksanaan pada palatoschisis
Palatoschisis merupakan suatu masalah pembedahan, tidak ada
terapi medis khusus untuk keadaan ini. Akan tetapi komplikasi dari
palatoschisis yakni permasalahan dari intake makanan, obstruksi jalan
napas, dan otitis media membutuhkan penanganan medis terlebih
dahulu sebelum diperbaiki.
Terapi pembedahan bukanlah suatu yang emergensi, dilakukan
pada usia 12-18 bulan. Pada usia tersebut akan memberikan hasil
fungsi bicara yang optimal karena memberi kesempatan jaringan pasca
operasi sampai matang pada proses penyembuhan luka sehingga
sebelum penderita mulai bicara, soft palate dapat berfungsi dengan
baik.
Jika operasi dikerjakan lambat, sering hasil operasi dalam hal
kemampuan bicara atau mengeluarkan suara normal atau tak sengau,
sulit dicapai.
Perbaikan celah palatum dapat dilakukan dengan teknik :
1. Von Langenbeck Palatoplasty
Dasar teknik ini yaitu memisahkan celah palatum
yag terpisah. Pembedahan dan penjahitan otot merupakan
prosedur untuk membuat sling otot. Skematik palatoplasti Von
24
Langenbeck, melibatkan flap bipedikel mukoperiosteal untuk
menutup celah patum durum dan molle.
25
Gambar 17. Veau – Wardill – Kilner Pushback palatoplasty
26
Gambar 19. Double opposing Z-plasty
27
tertinggal pertumbuhannya dan mengubah posisinya maju ke depan.
Bila gusi juga terbelah (gnatoschizis) kelainannya menjadi
labiognatopalatoschizis, koreksi untuk gusi dilakukan pada saat usia 8-
9 tahun bekerja sama dengan dokter gigi ahli ortodonsi.
Pengelolaan bibir sumbing langitan merupakan pengelolaan
terpadu (multidisipliner). Dokter umum, biasanya orangtua penderita
mengontrol kesehatan bayi atau anak dan menulis surat rujukan yang
perlu. Ahli bedah plastik memberikan penerangan yang lebih terperinci
dan melakukan semua tindakan operasi. Ahli THT mungkin diperlukan
bila terjadi gangguan pada telinga. Speech therapist untuk
mengajarkan bicara dan dokter gigi untuk tindakan ortodonti.
8. Komplikasi
28
tidak berfungsi secara adekuat, orang itu sukar mencipatkan tekanan
yang cukup di dalam mulutnya untuk membuat suara – sura tertentu.
Kemungkinan terapi wicara diperlukan setelah suatu operasi.
Komplikasi juga dapat dapat terjadi setelah operasi, yaitu
berupa:
a. Wound dehiscence paling sering terjadi akibat ketegangan yang
berlebihan dari tempat operasi.
b. Wound expansion juga merupakan akibat dari ketegangan yang
berlebih. Bila hal ini terjadi, anak dibiarkan berkembang hingga tahap
akhir dari rekonstruksi langitan, dimana pada saat tersebut perbaikan
jaringan parut dapat dilakukan tanpa membutuhkan anestesi yang
terpisah.
c. Wound infection merupakan komplikasi yang cukup jarang terjadi
karena wajah memiliki pasokan darah yang cukup besar. Hal ini dapat
terjadi akibat kontaminasi pascaoperasi, trauma yang tak disengaja dari
anak yang aktif dimana sensasi pada bibirnya dapat berkurang
pascaoperasi, dan inflamasi local yang dapat terjadi akibat simpul yang
terbenam.
d. Malposisi Premaksilar seperti kemiringan atau retrusion, yang dapat
terjadi setelah operasi.
e. Whistle deformity merupakan defisiensi vermilion dan mungkin
berhubungan dengan retraksi sepanjang garis koreksi bibir. Hal ini
dapat dihindari dengan penggunaan total dari segmen lateral otot
orbikularis.
9. Prognosis
29
menunjukkan hasil peningkatan yang baik pada masalah-masalah
berbicara pada anak labioschsis.
10. Pencegahan
30
orofasial, dan defek kelahiran lainnya pada mamalia. Penelitian klinis
pada manusia menyatakan bahwa paparan fetus terhadap retinoid dan
diet tinggi vitamin A juga dapat menghasilkan kelainan kraniofasial
yang gawat.
BAB III
KESIMPULAN
Bibir sumbing (labiopalatoschizis) merupakan kongenital
anomali yang berupa adanya kelainan bentuk pada struktur wajah.
Labiopalatoschizis merupakan suatu kelainan yang dapat terjadi pada
daerah mulut, celah bibir dan atau palatum untuk menyatu selama
perkembangan embrio, hal ini dapat disebabkan oleh faktor genetik
dan berbagai faktor lingkungan yang terjadi pada trimester pertama
kehamilan karena tidak terbentuknya suatu jaringan di daerah tersebut.
Bibir sumbing merupakan kelainan kongenital yang memiliki
prevalensi cukup tinggi. Bibir sumbing memiliki beberapa tingkat
kerusakan sesuai organ yang mengalami kecacatannya yang dapat
menyebabkan terjadinya masalah asupan makan, dental, mudah
terjadinya infeksi di rongga hidung, tenggorokan dan tuba eustachius
(saluran penghubung telinga dan tenggorokan) serta gangguan bicara.
Pengelolaan bibir sumbing langitan merupakan pengelolaan
terpadu (multidisipliner) yang melibatkan tim yang terdiri dari dokter
ahli anak, ahli bedah atau bedah plastik, ahli THT, ahli ortodonsi yang
akan mengikuti perkembangan rahang dan giginya serta ahli logopedi
yang mengawasi dan membimbing kemampuan bicara. Kelainan ini
sebaiknya secepat mungkin diperbaiki dengan berbagai teknik operasi
labioplasty seperti teknik Millard untuk dan teknik palatoplasty seperti
teknik Von Langenbeck, V-Y palatoplasty, Bardach two flap serta
Furlow Z Plasty.
31
DAFTAR PUSTAKA