Anda di halaman 1dari 4

BAB I

PENDAHULUAN

Perikoronitis adalah keradangan jaringan gingiva disekitar mahkota gigi


yang erupsi sebagian, paling sering terjadi pada gigi molar ketiga rahang bawah.
Perikoronitis terjadi akibat penumpukan bakteri, plak, dan sisa makanan pada
rongga operkulum gusi dan gigi yang erupsi sebagian (Topazian, 2002).
Sedangkan beberapa peneliti mengatakan bahwa perikoronitis merupakan suatu
proses infeksi. Pada gigi yang erupsi sebagian, mahkota gigi ditutupi oleh jaringan
lunak yang disebut dengan operkulum. Operkulum tidak dapat dibersihkan dengan
sempurna sehingga sering mengalami infeksi (Keys and Bartold, 2000).

Penyebab perikoronitis adalah terjebaknya makanan di bawah operkulum.


Selama makan, debris makanan dapat berkumpul pada pseudopoket antara
operkulum dan gigi impaksi. Poket yang tidak bisa dibersihkan mengakibatkan
bakteri berkolonisasi dan menyebabkan perikoronitis (Hupp et al, 2008).
Mikroflora pada perikoronitis didapatkan mirip dengan mikroflora pada poket
periodontal. Bakteri-bakteri tersebut memicu inflamasi pada daerah perikorona
(Leung, 1993). Perikoronitis juga diperparah dengan adanya trauma akibat gigi
antagonis. Selain itu faktor emosi, merokok, dan infeksi saluran respirasi juga
memperparah perikoronitis (Topazian, 2002).

Gejala awal perikoronitis berupa nyeri dan pembengkakan lokal pada


operkulum yang menutupi mahkota gigi. Pada beberapa kasus yang lebih parah
pasien dapat mengeluhkan keterbatasan membuka mulut (trismus) dan
pembengkakan di wajah. (Coulthard et al. 2008).

Trismus didefinisikan sebagai gangguan motorik saraf trigeminal,


terutama spasme otot mastikasi dengan kesulitan membuka mulut (lockjaw),
gejala awal khas tetanus. Pembatasan dalam pembukaan mulut dapat memiliki
implikasi kesehatan yang serius, yang dapat secara dramatis mempengaruhi
kualitas hidup. Mastikasi yang terganggu dapat menyebabkan berkurangnya
nutrisi, kesulitan bicara, kualitas vokal berkurang, dan kebersihan mulut yang
terganggu. Peningkatan risiko aspirasi juga diamati.

Infeksi pulpa - Pulpitis umumnya disebabkan oleh karies gigi yang


mempengaruhi enamel dan dentin dari gigi untuk mencapai pulpa. Trauma/suhu
panas yang berulang selama perawatan gigi juga menyebabkan pulpitis. Dalam
kondisi ini, tekanan yang berlebihan membuat nyeri pada cavitas pulpa. Nyeri
juga bisa disebabkan oleh kenaikan tekanan yang disebabkan oleh jaringan,
gantinya, mengarah ke iritasi dari nervus trigeminal, yang menyebabkan spasme
dari muskulus masseter penyebab trismus.

Molar ketiga yang terkena terkait dengan risiko banyak gangguan dan
komplikasi, termasuk perikoritis, karies, resorpsi dan masalah periodontal.
Komplikasi serius, seperti perkembangan kista dan tumor, respon inflamasi berat,
patah tulang, dan osteomyelitis mandibula, memerlukan rawat inap untuk
perawatan.

Osteomielitis adalah kondisi peradangan tulang dan sumsum tulang. Di


wilayah oral dan maksilofasial hampir secara eksklusif mempengaruhi mandibula.
Meskipun osteomielitis mandibular kadang-kadang dikaitkan dengan terapi
bifosfonat (osteonekrosis terkait bifosfonat) atau radioterapi (osteoradione-
crosis), infeksi bakteri asal odontogenik (termasuk periodontitis periapikal,
perikoronitis, luka ekstraksi dan fraktur yang terinfeksi) dapat diidentifikasi dalam
banyak kasus. Kasus-kasus seperti itu didiagnosis sebagai osteomielitis sekunder.
Kasus-kasus di mana tidak ada faktor etiologi yang jelas dapat ditemukan
diklasifikasikan sebagai osteomyelitis primer.

Di antara komplikasi ini, osteomielitis mandibula sangat jarang terjadi.


Dalam penelitian ini, kami melaporkan kasus seorang pasien dengan osteomielitis
dari kondilus sekunder akibat perikoronitis dari molar ketiga yang terkena
dampak. Sejauh pengetahuan kami, kasus ini hanyalah kasus kedua yang telah
dilaporkan dengan osteomyeliis kondilus yang disebabkan oleh molar ketiga yang
terkena dampak
Terapi dari perikoronitis dapat dilakukan dengan irigasi di mukosa ruang
perikorona menggunakan larutan antimikroba, salin steril, atau larutan povidone
iodine 10%. Kemudian pasien diinstruksikan untuk berkumur dengan air hangat
atau larutan salin. Setelah fase akut terlewati, maka dapat dilakukan terapi kuratif
yaitu dengan operkulektomi atau dengan odontektomi (Topazian,
2002).Operkulektomi atau pericoronal flap adalah pembuangan operkulum secara
bedah. Perawatan perikororonitis tergantung pada derajat keparahan inflamasinya.
Komplikasi sistemik yang ditimbulkan dan pertimbangan apakah gigi yang
terlibat nantinya akan dicabut atau dipertahankan. Selain itu hal yang perlu
diperhatikan adalah faktor usia dan kapan dimulai adanya keluhan. Perlu adanya
observasi mengenai hal tersebut karena jika usia pasien adalah usia muda dimana
gigi terakhir memang waktunya untuk erupsi dan mulai keluhan baru saja terjadi,
maka operkulektomi sebaiknya tidak dilakukan dulu. Kondisi akut merupakan
kontraindikasi dilakukannya operkulektomi, namun tindakan emergensi dapat
dilakukan hingga kondisi akut dapat ditanggulangi kemudian keadaan dievaluasi
untuk dapat melakukan operkulektomi.

Perikoronitis berawal dari gigi yang erupsi sebagian, mahkota gigi diliputi
oleh jaringan lunak yang disebut dengan operkulum. Antara operkulum dengan
mahkota gigi yang erupsi sebagian terdapat spasia, bagian dari dental follicle,
yang berhubungan dengan rongga mulut melalui celah membentuk pseudopoket
(Guiterrez and Perez, 2004). Selama makan, debris makanan dapat berkumpul
pada poket antara operkulum dan gigi impaksi. Operkulum tidak dapat
dibersihkan dari sisa makanan dengan sempurna sehingga sering mengalami
infeksi oleh berbagai macam flora normal rongga mulut, terutama mikroflora
subgingiva yang membentuk koloni di celah tersebut. Kebersihan rongga mulut
yang kurang, sehingga terdapat akumulasi plak, dapat mendukung
berkembangnya koloni bakteri (Bataineh et al, 2003). Menurut Keys dan Bartold
(2000) infeksi tersebut dapat bersifat lokal atau dapat meluas ke jaringan yang
lebih dalam dan melibatkan spasia jaringan lunak. Perikoronitis juga diperparah
dengan adanya trauma akibat gigi antagonis. Selain itu faktor emosi, merokok,
dan infeksi saluran respirasi juga memperparah perikoronitis (Topazian, 2002).

Anda mungkin juga menyukai