Anda di halaman 1dari 5

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Infark miokard akut (IMA) merupakan nekrosis jaringan pada miokardium

karena terdapat ketidakseimbangan kebutuhan oksigen dan suplai darah

menuju miokardium (Muttaqin, 2009). Salah satu klasifikasi dari IMA

berupa Infark Miokard dengan elevasi segmen ST (ST-Elevation

Myocardial Infarct (STEMI)) sering menyebabkan kematian yang terjadi

secara mendadak. Hal ini merupakan suatu kegawatdaruratan yang

memerlukan tindakan secepatnya (Erhardt, Herlitz & Bossaert, 2002).

Insiden STEMI bervariasi setiap daerah dan rata-rata sebanyak 500 orang

dirawat di rumah sakit setiap tahun di Inggris. Secara keseluruhan

populasi STEMI di Inggris mencapai 750-1250 per 1 juta orang

(Myocardial Infarction with ST-Segment Elevation, 2013). Angka kejadian

STEMI di Indonesia sendiri dilaporkan oleh Jakarta Acute Coronary

Syndrome Registry tahun 2008 – awal 2015 sebanyak 3.826 pasien dan

sebanyak 13,6 % adalah perempuan (Anna et al. (eds), 2015).

Kelas Killip merupakan penggolongan untuk menentukan prognosis pada

pasien STEMI. Karakteristik pasien STEMI dengan syok kardiogenik jika

dihubungkan dengan penggolongan kelas Killip berada pada kelas IV.

Karakteristik tersebut berupa denyut jantung yang cepat yaitu > 100

x/detik dan adanya tanda-tanda hipotensi. Pasien pada Killip kelas IV

memperlihatkan hasil yang lebih buruk jika dibandingkan dengan kelas I,

II, dan III (El-Menyar et al., 2012).

1
2

Sejak tahun 2003 hingga 2010, Nationwide Inpatient Sample (NIS)

mengidentifikasi di antara 1.990.486 pasien dengan STEMI, terdapat

157.892 mengalami syok kardiogenik (Kolte et al., 2014). Angka

mortalitas pada pasien STEMI dengan syok kardiogenik terbilang tinggi

yaitu sebesar 33,1 % dibandingkan dengan 2,0 % pada pasien STEMI

tanpa syok kardiogenik. Pasien STEMI dengan syok kardiogenik

mengalami kematian meskipun telah dilakukan teknik revaskularisasi

dalam penanganannya dengan persentase sebesar 70,5 % (Anderson et

al., 2013).

STEMI memiliki beberapa komplikasi umum seperti syok kardiogenik. Hal

ini dapat terjadi ketika fungsi miokardium terganggu dan menyebabkan

ketidakadekuatan cardiac output untuk mempertahankan pemenuhan

metabolisme tubuh tidak terpenuhi (Edwards & Sabato, 2009). Syok

bersifat progresif dan akan semakin memburuk jika tidak cepat ditangani

(S. Kidd, Ann & Fultz, 2011).

Syok kardiogenik dipicu oleh berbagai macam faktor di antaranya usia

dan jenis kelamin (Anderson et al., 2013). Lokasi terjadinya infark juga

dapat memicu timbulnya syok kardiogenik. Lokasi terjadinya infark dapat

dibagi menjadi infark miokardium dinding anterior, dinding inferior, dinding

lateral, septal dan multiple. Pembagian lokasi tersebut didasarkan pada

Elektrokardiogram (EKG) (Jenkins, 2013).

Menurut penelitian Liu Y et al tahun 2013 tentang “Analisis faktor resiko

syok kardiogenik pada infark miokardium” menyebutkan 5 faktor yang

berhubungan dengan syok kardiogenik. Faktor-faktor yang berhubungan


3

di antaranya usia, riwayat IMA, riwayat stroke, gagal ginjal kronis, dan

pneumonia. Faktor-faktor tersebut berhubungan dengan syok kardiogenik

secara independen.

Angka kematian yang tinggi akibat kejadian syok kardiogenik pada pasien

STEMI menuntut perawat untuk dapat mendeteksi dengan cepat

kemungkinan hal tersebut. Faktor-faktor yang menjadi pemicu munculnya

syok kardiogenik menjadi faktor penting yang menentukan prognosis

pada pasien STEMI. Semakin cepat perawat mengenali tanda-tanda yang

dapat menjadi pemicu munculnya syok kardiogenik akan meningkatkan

prognosis menjadi lebih baik pada pasien STEMI.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasar uraian dalam latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan

pertanyaan penelitian sebagai berikut “Bagaimana gambaran kejadian

syok kardiogenik pada pasien STEMI berdasarkan usia, jenis kelamin dan

lokasi infark?”

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi gambaran

kejadian syok kardiogenik pada pasien STEMI berdasarkan usia, jenis

kelamin dan lokasi infark.

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui gambaran kejadian syok kardiogenik pada pasien

STEMI berdasarkan usia.

b. Untuk mengetahui gambaran kejadian syok kardiogenik pada pasien

STEMI berdasarkan jenis kelamin.


4

c. Untuk mengetahui gambaran kejadian syok kardiogenik pada pasien

STEMI berdasarkan lokasi infark.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat bagi Institusi Pendidikan

Hasil penelitian ini dapat menjadi data untuk penelitian selanjutnya dalam

memprediksi derajat keparahan STEMI berdasarkan faktor usia, jenis

kelamin dan lokasi infark. Hasil ini juga dapat menjadi data terhadap

manajemen faktor tersebut.

1.4.2 Manfaat bagi Responden

Gambaran faktor resiko pada kejadian syok kardiogenik pasien STEMI

dapat menjadi tambahan pengetahuan. Responden dapat lebih

mengetahui faktor yang dapat memperparah penyakit sehingga dapat

lebih waspada jika terdapat faktor tersebut.

1.4.3 Manfaat bagi Institusi Pelayanan Kesehatan

Gambaran faktor pada kejadian syok kardiogenik pasien STEMI dapat

dijadikan acuan dalam screening syok kardiogenik yang merupakan

penanda kerusakan jantung yang buruk. Gambaran faktor pada kejadian

syok kardiogenik pasien STEMI juga dapat dijadikan acuan dalam

menentukan prioritas tindakan pada bidang kegawatdaruratan.

1.5 Keaslian Penelitian

Liu Y et al. 2013 Analysis of risk factors of cardiogenic shock secondary to

acute myocardial infarction. Metode yang digunakan yaitu dengan

membagi pasien menjadi dua kelompok, kelompok dengan syok

kardiogenik dan tanpa syok kardiogenik. Analisis dilakukan untuk

mengidentifikasi faktor-faktor resiko syok kardiogenik. Faktor-faktor yang

berhubungan dengan syok kardiogenik berupa usia, riwayat infark


5

miokard, riwayat stroke, gagal ginjal kronik dan pneumonia. Penelitian ini

menggunakan 5 variabel bebas. Penelitian ini dilakukan di PLA General

Hospital Cina. Perbedaan dengan penelitian ini adalah dari sisi variabel

penelitian. Variabel bebas yang diteliti sebanyak 3 variabel dengan

kesamaan variabel pada usia. Variabel terikat yang diajukan peneliti

mengarah pada STEMI. Metode yang digunakan peneliti yaitu dengan

model deskriptif. Perbedaan lain terdapat pada tahun dan tempat

penelitian yaitu RSUD Ulin Banjarmasin.

Anda mungkin juga menyukai