Anda di halaman 1dari 7

Rangkuman Materi

Sejak awal Tuhan menciptakan dan menghendaki manusia sebagai makhluk yang
secitra dengan diriNya, sederajad/sepadan dan makhluk sosial. Makhluk yang berakal budi,
berhati nurani dan bertanggung jawab serta hidup dalam ketergantungan satu dengan yang
lain. Konsekuensinya manusia membutuhkan sarana agar relasi yang terbangun dapat
terkondisi sebagai pengalaman positif dan mengembangkan. Usaha menciptakan pengalaman
positif dan mengembangkan bukanlah hal yang sederhana dan dapat mengalir begitu saja,
tetapi tetap membutuhkan kesadaran dan perjuangan untuk mengusahakannya.
Empat pilar utama sebagai keutamaan manusiawi yang dapat digunakan sebagai sarana
pendukung untuk menciptakan pengalaman positif dan mengembangkan dalam kehidupan ini,
yaitu keadilan, kebijaksanaan, keberanian dan penguasaan diri. Keempat pilar tersebut selain
bersifat manusiawi, juga bermakna ilahi. Maksudnya semua itu bersumber dan bermuara pada
Tuhan sebagai penyelenggara segala sesuatu dan pada gilirannya yang akan menopang
berbagai nilai; kebenaran, kejujuran, keadilan, persaudaraan sejati dan lain-lain.
Namun demikian, semua itu membutuhkan adanya kesadaran agar dapat terwujud
dalam kehidupan ini. Kesadaran ini bukan sekedar pengalaman yang mengalir begitu saja
tetapi tetap harus diperjuangkan dan diusahakan. Hal itu disebabkan oleh fakta yang tidak bisa
kita hindari bahwa kita hidup di dalam berbagai kebohongan karena ketidakmampuan kita
menyadari segala sesuatu dan tetap sadar dalam berbagai kesempatan. Ketaksadaran inilah,
yang pada waktunya banyak menimbulkan konflik dan mengakibatkan manusia jatuh dalam
dosa karena berdusta.
Keadilan adalah kehendak batin terdalam dan tetap untuk memberi kepada pencipta
dan ciptaan apa yang menjadi haknya, seperti Tuhan telah mengadakan segala sesuatu demi
kebahagiaan bagi kehidupan. Hal ini dipertegas dengan hukum kasih.
Kebenaran merupakan nilai yang dapat disepakati dan diterima bersama secara objektif.
Selain itu, kebenaran juga merupakan nilai yang ada pada dirinya sendiri sekalipun dari
perspektif berbeda dapat dikatakan tidak benar. Meja pada dirinya sendiri benar sebagai meja,
namun bagi yang lain bisa benar itu meja, dapat juga tidak karena fungsinya atau yang lain.
Kejujuran adalah nilai untuk memberikan atau menginformasikan sesuatu sesuai dengan
situasi konkrit dengan bijak dan tidak ada manipulasi atau kebohongan. Perdamaian adalah
nilai untuk menerima segala kemungkinan dalam kasih. Artinya dengan berdamai berarti kita
tidak akan mengingkari fakta tetapi menerima fakta sebagai mana adanya dengan kerendahan
hati. Persaudaraan sejati adalah nilai yang mengarahkan manusia untuk mau berbagi dan
menerima satu dengan yang lain dengan berbagai fakta pada dirinya. Semua itu saling
mengikat satu dengan yang lain dan tidak terpisahkan.

-o0o-

Keberagaman yang ada di Indonesia merupakan kodrat, hakikat Indonesia. Indonesia


dilahirkan dari keberagaman. Akan tetapi, di balik keberagaman yang terdapat di Indonesia,
tidak menghalangi lahirnya suatu komunitas besar yang kemudian disebut bangsa
Indonesia. Kesatuan bangsa Indonesia terbentuk karena ada tekad untuk bersama.
Kebangsaan Indonesia merupakan suatu bentuk dari unity in diversity (kesatuan
dalam keberagaman). Kebangsaan semacam itulah yang terungkap dalam kata-kata
Bhinneka Tunggal Ika (=berbeda-beda tetapi tetap satu). Kemajemukan yang menjadi
hakikat keberadaan Indonesia terangkum dalam ungkapan itu. Kemajemukan tersebut
bukan untuk dipertentangkan, melainkan untuk dipersatukan dan saling melengkapi.
Kemajemukan Indonesia tidak hanya ada dalam satu bidang kehidupan saja, tetapi di
seluruh bidang kehidupan. Kemajemukan itu terjadi di dalam bidang politik, ekonomi,
sosial, budaya.
Berdasarkan Kitab Suci, dapat dikatakan bahwa keanekaragaman merupakan kodrat
dari setiap ciptaan, termasuk di dalamnya tentu saja manusia. Keanekaragaman itu
memunculkan kerinduan untuk bersatu membentuk komunitas. Keanekaragaman itu juga
menjadi salah satu penyebab keterpecahan komunitas bila orang-orang yang ada di
dalam komunitas itu tidak siap untuk menghadapi perbedaan yang ada. Oleh karena
itu, dibutuhkan suatu sikap rendah hati, tulus ikhlas, dan saling menghargai.
Kemajemukan yang terdapat di Indonesia bukan terbatas pada
keanekaragaman budaya, agama, suku, serta banyaknya pulau yang ada dan bahasa-
bahasa suku yang bermacam-macam. Kemajemukan yang diberikan Tuhan menjadi
kekayaan sekaligus kekuatan kita sebagai bangsa dan negara juga mencakup pada sisi
pengalaman yang dijalani selama ratusan bahkan ribuan tahun. Pengalaman-pengalaman
hidup sebagai bangsa dan negara itulah yang sekarang kita sebut dengan sejarah.
Rasa cinta tanah air atau nasionalisme adalah rasa kebanggaan, rasa memiliki, rasa
menghargai, rasa menghormati dan loyalitas yang dimiliki oleh setiap individu pada
negara tempat ia tinggal. Rasa itu tercermin dari perilaku membela, menjaga dan melindungi
tanah airnya, rela berkorban demi kepentingan bangsa dan negaranya, mencintai
adat atau budaya yang ada di negaranya dengan melestarikannya dan melestarikan alam
dan lingkungan.
Kemajemukan itu adalah rahmat Tuhan yang kita terima sebagai ciptaan.
Kemajemukan yang paling menonjol adalah kemajemukan agama dan kultur.
Masyarakat Indonesia adalah masyarakat transisi. Masyarakat sudah berubah dari
masyarakat tradisional ke masyarakat industri dan komunikasi modern. Makna kebudayaan
yang sedang berkembang dan nilai yang terkandung di dalamnya tidak lagi mudah diserap.
Akibatnya, di dalam situasi masyarakat transisi terjadi pendangkalan makna.

Mengakui diri kristiani berarti menyatakan bahwa hidup berimannya ditentukan


oleh pribadi Yesus Kristus yang mempunyai keprihatinan tunggal: menghadirkan Kerajaan
Allah. Kerajaan Allah adalah Allah sendiri yang meraja dengan kuasa dan belas kasih-Nya
yang menyelamatkan. Keselamatan itu bukanlah masalah rohani saja, melainkan
keselamatan yang menyangkut seluruh manusia, jasmani dan sosialnya. Gerakan
Kerajaan Allah adalah gerakan yang aktual dan tajam: terjadi hari ini dan menyentuh pada
titik permasalahan hidup manusia, keselamatan. Gerakan Kerajaan Allah harus diwujudkan
dalam keterlibatan sosio-politis. Dengan demikian, penghayatan hidup beriman merupakan
gerakan mistik dan politik.
Hukum adalah segala sesuatu yang mengatur relasi orang satu sama lain dalam
masyarakat. Hukum tersebut menjamin hak setiap orang. Hukum diadakan agar keadilan
ditegakkan dan dengan ditegakkannya keadilan masyarakat yang aman dan tentram
dapat tercapai. Kesadaran hukum adalah kesadaran yang ada pada setiap manusia
tentang apa hukum itu atau apa seharusnya hukum itu. Kesadaran hukum itu berarti
kesadaran bahwa hukum itu merupakan perlindungan kepentingan manusia. Faktor yang
mempengaruhi antara lain pengetahuan tentang kesadaran hukum, pengakuan terhadap
ketentuan-ketentuan hukum, penghargaan terhadap ketentuan-ketentuan hukum, dan
kepatuhan terhadap ketentuan-ketentuan hukum. Taraf kesadaran dapat diindikasikan
dengan pengetahuan hukum, pemahaman hukum, sikap hukum, dan perilaku hukum.
Yesus bukan mengkritik aturan-aturan yang sudah ditulis dalam Hukum Taurat,
melainkan Ia mengkritik tentang bagaimana cara hukum itu ditafsirkan dan diterapkan.
Yang menjadi tujuan kita pada hakikatnya bukanlah semata-mata sekadar meningkatkan
kesadaran hukum masyarakat saja, melainkan membina kesadaran hukum masyarakat.
Menanamkan kesadaran hukum berarti menanamkan nilai-nilai kebudayaan. Nilai-nilai
kebudayaan dapat dicapai dengan pendidikan. Oleh karena itu, usaha peningkatan dan
pembinaan yang utama, efektif dan efisien ialah dengan pendidikan.
Gereja Katolik membuka diri sepenuhnya terhadap kenyataan adanya pluralitas
agama dan keyakinan. Hal ini karena, Gereja meyakini benar, hanya dengan
memberikan penghormatan satu sama lain maka kebaikan bersama akan dapat
diwujudkan. Sikap Gereja dalam hal ini amat jelas. Maka jika ada sikap warga Gereja yang
tidak sesuai dengan sikap Gereja resmi sebagaimana ada dalam dokumen Gereja, maka
pembinaan mesti terus ditingkatkan terhadapnya. Sikap meremehkan atau menghina dan
cenderung merasa paling baik agama atau keyakinan yang dianut (paham sovinisme)
adalah benih terjadinya konflik, yang hanya akan merugikan banyak pihak. Perang
dan konflik yang terjadi di beberapa belahan dunia, diakibatkan oleh paham
sovinisme. Energi kita habis hanya untuk, hal-hal yang semestinya tidak perlu terjadi.
Alangkah dasyatnya dunia ini, jika energi potensial kita gunakan untuk membangun
dunia demi kesejahteraan bersama (Bonum Commune). Mempermasalahkan perbedaan
keyakinan dan agama, tidak akan ada untungnya dan jauh dari manfaat, bahkan hanya
memicu terjadinya konflik antarkita. Maka dialog agama dimaksudkan sebagai satu
bentuk komunikasi yang dibangun untuk membuahkan perdamaian dan kesejahteraan,
selain untuk membangun persaudaraan yang harmonis. Dialog bukan hanya diskusi,
namun mencakup semua hubungan antaragama yang positif dan konstruktif
(membangun) dengan orang perorangan dan komunitas lain yang ditujukan untuk saling
memperkaya, sehingga tumbuh aksi yang dapat dikerjakan bersama, mengatasi sebuah
keprihatinan. Dalam konteks Indonesia, tampaknya tidak mungkin ”membangun hidup
bersama”, tanpa menerima fakta kemajemukan (pluralitas), baik dalam hal agama maupun
kebudayaan.

Agama dapat dikatakan sebagai kekuatan paling dahsyat dan berpengaruh di


muka bumi ini. Komitmen keagamaan telah mengilhami individu dan kaum beriman
menanggalkan semua kepentingan pribadi yang sempit demi tercapainya nilai dan
kebenaran yang lebih tinggi. Nilai cinta kasih, pengurbanan dan pengabdian kepada
orang lain berakar begitu mendalam pada pandangan dunia keagamaan. Pada saat yang
sama, agama sering kali dikaitkan secara langsung dengan perilaku buruk manusia.
Hal ini kedengarannya usang, tetapi faktanya benar. Perang, membunuh
orang, dan kini semakin banyak tindak kejahatan sering dilakukan atas nama agama
dibandingkan atas nama kekuatan institusi lain. Melihat fakta ini kelihatannya agama
gagal memberikan keselamatan, cinta dan perdamaian karena atas nama agama orang bisa
saling menghancurkan.
Dalam konteks Indonesia, yang hidup beragamanya begitu kental, ibadah begitu
semarak dihayati oleh para pemeluknya.

Namun tantangannya adalah bagaimana agama dapat dihayati dan tidak


bertentangan dengan nilai kemanusiaan yang adil dan beradab. Dari pengalaman
sepanjang sejarah hampir semua agama dunia mempunyai rapor merah tentang praktik
kekerasan. Mengapa kekerasan justru datang dari sekelompok orang yang menghayati
pesan kasih dan perdamaian? Cara beragama yang benar harus terlihat secara konkret
dalam perilaku penganutnya yang jujur, ikhlas, dan lapang dada. Segala perbedaan yang
terlihat dalam teologi masing-masing agama jangan digunakan untuk merenggangkan
kualitas persaudaraan lintas umat beragama, melainkan dijadikan sumber untuk saling
memperkaya pengalaman keagamaan bangsa ini. Setiap agama mempunyai kekhasan teolo-
gisnya masing-masing, namun kekhasan itu tidak sama dengan eksklusivitas. Agama
sejati selalu mempunyai inklusivitas, arti-nya agama itu membangun kultur kehidupan
bersama, seperti solidaritas sosial, keadilan, dan perdamaian. Maka agama yang
menyingkirkan orang lain dalam tata kehidupan bersama adalah agama yang tidak
punya etika inklusif. Dan biasanya para pemeluknya punya kecenderungan merusak
daya upaya mem- bangun kehidupan bersama. Umat Katolik perlu waspada mengenai hal
ini, agar tidak terpancing dalam sikap semacam ini apalagi mengatasnamakan Gereja.
Pesan universal agama-agama menjadi nilai tertinggi. Hal ini akan terwujud
bila setiap agama berusaha dengan sekuat tenaga dalam ”lomba perdamaian”, bekerja
untuk meringankan penderitaan dan beban orang lain serta mendatangkan kebahagiaan yang
sebesar-besarnya bagi seluruh umat. Sejatinya agama-agama di dunia disatukan dalam
pesan universal, yakni ajakan untuk hidup saling mengasihi, ajakan untuk menciptakan
perdamain dan ajakan untuk mewujudkan kesejahteran bagi semua orang. Agama pada
hakikatnya menjadi tempat berlindung dan penuntun, baik dalam suka maupun duka.
Ajaran-ajarannya menunjukkan jalan hidup kepada kita dan menguatkan kita bilamana
kekacauan atau kejahatan berkecamuk di sekeliling kita.
Sebagai citra Allah, manusia adalah makhluk sosial. Ia diciptakan dan
dipanggil untuk mengembangkan hidup dalam kehadiran dan kebersamaan dengan
manusia yang lain dalam suatu komunitas hidup, yaitu masyarakat. Hidup kita tidak
bisa dilepaskan dengan kehidupan sosial bermasyarakat. Di mana pun kita berada dan
tinggal, kita tidak bisa melepaskan hubungan dengan lingkungan di sekitar kita.
Dalam membangun kehidupan bersama di dalam masyarakat kita, ada tiga nilai
utama yang perlu kita bangun, yaitu a) keadilan yang berdasarkan kebenaran dan kejujuran,
b) perdamaian dan c) persaudaraan sejati. Di masa sekarang ini, ketiga nilai ini semakin
mendesak untuk diperhatikan.
Dalam pandangan kristiani, keadilan merupakan salah satu dari empat kebajikan pokok
yang manusiawi. Keadilan adalah kehendak yang tetap dan teguh untuk memberi kepada Allah
dan sesama, apa yang menjadi hak mereka (KGK 1807). Keadilan harus ditegakkan
berdasarkan kebenaran dan kejujuran yang tidak memihak. Walau merupakan kebijakan
manusiawi, keadilan mengarahkan manusia untuk berjalan menuju kepada Allah.

Nilai keadilan dalam kehidupan bersama kita di masyarakat, tidak hanya


menyangkut ”rasa adil” bagi warganya, tetapi juga menyangkut bagaimana keadilan itu
diterapkan dan diatur dalam kehidupan bersama. Keadilan sosial terjadi jika di dalam
masyarakat terwujud relasi yang adil dan setara di semua tingkat dalam sistem masyarakat
kita, dari tingkat paling rendah hingga tingkat paling tinggi. Karena itu, Perjuangan keadilan
merupakan panggilan bagi kita semua. Kita perlu menyadari, bahwa perjuangan keadilan
tidak dapat dilepaskan juga dengan perjuangan dalam menegakkan kebenaran. Sebagai orang
kristiani, kita diutus menjunjung keadilan dan kebenaran. Panggilan itu telah diukir oleh Allah
di dalam hati nurani setiap orang.
Dalam khasanah istilah hidup kristiani, kata ”damai” sebagai akar kata perdamaian
merupakan istilah yang digunakan untuk menterjemahkan kata ”shalom”. Makna kata
damai tidak sekedar berarti tidak ada perselisihan, perseteruan. Situasi ”damai”
sesungguhnya berarti manusia berada pada situasi yang ilahi dalam kehidupannya di
dunia di mana Allah mengaruniakan Roh kepada manusia sehingga manusia berada
dalam hadirat Allah. Gereja memandang, bahwa perdamaian bukan hanya tidak terjadi
perang. Perdamaian adalah hasil dari penataan atau tata kelola yang bertujuan mencapai
keadilan yang lebih sempurna.
Perdamaian merupakan pencapaian tertinggi yang diperlukan demi
perkembangan manusia dan lembaga-lembaga kemanusiaan. Perdamaian sering
dihubungkan dengan shalom.
Persaudaraan sejati hanya dapat dibangun ketika masing-masing pribadi
mendasarkan diri pada kehendak yang kuat untuk mendengarkan dan melaksanakan
kehendak Allah dalam kehidupan bersama. Harus disadari, hidup bersama tidak berarti
sekedar hidup berdampingan di mana masing-masing terpaku pada urusannya sendiri-
sendiri. Dalam persaudaraan sejati, hidup bersama menjadi medan untuk
mengembangkan diri, saling terbuka dan saling berbagi. Dan, dalam hidup bersama,
pluralitas merupakan anugerah yang memperkaya setiap orang.

Pelajari dan Pahami


Jangan lupakan berbagai hal yang telah kita diskusikan
Tulisan ini sifatnya hanya membantu dan bukan yang utama
Masih ada banyak informasi tentang hal yang sama dari berbagai sumber
Dalam aktivitas kehidupan anda dimanapun dan kapanpun ada berada
2013

Anda mungkin juga menyukai