Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menurut data World Health Organization (WHO), masalah gangguan
kesehatan jiwa di seluruh dunia memang sudah menjadi masalah yang sangat serius.
Pada tahun 2001 WHO menyatakan paling tidak ada satu dari empat orang di dunia
mengalami gangguan kesehatan jiwa. WHO memperkirakan ada sekitar 450 juta
orang di dunia mengalami gangguan kesehatan jiwa. Sementara itu, menurut Uton
Muchtar Rafei, Direktur WHO wilayah Asia Tenggara hampir 1/3 dari penduduk di
wilayah ini penah mengalami gangguan neuropsikiatri. Hal ini dapat dilihat dari
Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1995 saja di Indonesia diperkirakan
sebanyak 264 dari 1.000 anggota rumah tangga menderita gangguan kesehatan jiwa.
Arul Anwar (Dirjen Bina Kesehatan Masyarakat Departemen kesehatan) mengatakan
bahwa jumlah penderita gangguan kesehatan jiwa di masyarakat sangat tinggi, yakni
satu dari empat penduduk Indonesia menderita kelainan jiwa rasa cemas depresi,
stress,, penyalahgunaan obat, kenakalan remaja sampai skizofrenia. Di era globalisasi,
gangguan kejiwaan meningkat sebagai contoh penderita tidak hanya dari kalangan
bawah sekarang kalangan pejabat dan masyarakat lapisan menengah ke atas juga
terkena gangguan jiwa (Yosep, 2009).
Prognosis untuk skizofrenia pada umumnya kurang begitu menggembirakan.
Sekitar 25% pasien dapat pulih dai episode awal dan fungsinya dapat kembali pada
tingkat premorbid sebelum munculnya gangguan tersebut. Sekitar 25% pasien tidak
akan pernah pulih dan perjalanan penyakitnya cenderung memburuk. Sekitar 50%
berada diantaranya, ditandai ada kekambuhan priodik dan ketidakmampuan berfungsi
dengan efektif kecuali untuk waktu yang singkat. Mortalitas pasien skizofrenia lebih
tinggi secara signifikan daripada populasi umum. Sering terjadi bunuh diri, gangguan
fisik yang menyertai masalah penglihatan dan gigi, tekanan darah tinggi diabetes,
penyakit yang ditularkan secara seksual (Arif, 2006). Undang – Undang Kesehatan
Jiwa No. 03 tahun 1966 ditetapkan oleh pemerintah Republik Indonesia (RI), maka
jalan lebih terbuka untuk mnghimpun semua potensi guna secara bertahap
melaksanakan modernisasi semua sistem rumah sakit serta fasilitas kesehatan jiwa di
Indonesia. Direktorat Kesehatan Jiwa mngadakan kerjasama dengan berbagai instansi
pemerintahan dan dengan bagian Ilmu Kedokteran Jiwa dari Fakultas Kedokteran

1
pemerintah maupun dengan badan Internasional (Maramis, 2004). Pemberian obat
yang tidak tepat dengan standar dan tujuan terapi, maka akan merugikan pasien.
Penggunaan obat yang tidak rasional seperti tidak tepat indikasi, dosis, obat dan
pasien sering kali dijumpai dalam praktik sehari – hari, baik di PUSKESMAS, rumah
sakit maupun swasta. Hal tersebut dapat menjadi penyebab kegagalan terapi
pengobatan skizofrenia (Anonim, 2000).
Oleh karena itu, penulis menulis makalah ini yang akan dibahas pada mata
kuliah Psikologi Keperawatan. Skizofrenia adalah gangguan psikotik yang sifatnya
merusak, melibatkan gangguan berfikir, persepsi, pembicaraan, emosional, dan
gangguan perilaku. Gangguan psikotik adalah gangguan jiwa yang ditandai dengan
ketidakmampuan individu menilai kenyataan yang terjadi. Masalah skizofrenia an
gangguan psikotik ini bukan hanya terjadi di negara Indonesia saja, melainkan di
berbagai belahan dunia lain seperti belahan bumi Barat, Selatan dan Utara. Baiklah
untuk mengetahui lebih lanjut, marilah kita sama – sama membaca, memahami dan
mengupas masalah tersebut pada makalah ini.

B. Tujuan
1. Tujuan umum dari pembahasan materi ini penulis berharap agar kita semua,
khususnya para pembaca dapat memahami tentang askep pada pasien Skizofrenia.
2. Tujuan khusus, menjelaskan pengertian Skizofrenia Menjelaskan jenis
Skizofrenia Menjelaskan etiologi Skizofrenia Menjelaskan gejalaSkizofrenia
Menjelaskan diagnosa Skizofrenia.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. DEFINISI SKIZOFRENIA
Skizofrenia adalah suatu bentuk psikosa fungsional dengan gangguan utama
pada proses fikir serta disharmoni (keretakan, perpecahan) antara proses pikir,
afek/emosi, kamauan dan psikomotor disertai distorsi kenyataan, terutama karena
waham dan halusinasi; asoisasi terbagi-bagi sehingga timbul inkoherensi, afek dan
emosi perilaku bizar.
Skizofrenia merupakan bentuk psikosa yang banyak dijumpai dimana-mana
namun faktor penyebabnya belum dapat diidentifikasi secara jelas. Kraepelin
menyebut gangguan ini sebagai demensia precox (demensia artinya kemunduran
intelegensi dan precox artinya muda/sebelum waktunya).
B. ETIOLOGI SKIZOFRENIA
Terdapat beberapa teori yang dikemukakan para ahli yang menyebabkan
terjadinya skizofrenia. Teori teori tersebut antara lain:
1. Endokrin
Teori ini dikemukakan berhubung dengan sering timbulnya Skizofrenia pada
waktu pubertas, waktu kehamilan atau puerperium dan waktu klimakterium,
tetapi teori ini tidak dapat dibuktikan.
2. Metabolisme
Teori ini mengemukakan bahwa skizofrenia disebabkan karena gangguan
metabolisme karena penderita tampak pucat, tidak sehat, ujung extremitas agak
sianosis, nafsu makan berkurang dan berat badan menurun serta pada penderita
dengan stupor katatonik konsumsi zat asam menurun. Hipotesa ini masih dalam
pembuktian dengan pemberian obat halusinogenik seperti meskalin dan asam
lisergik diethylamide (LSD-25). Obat-obat tersebut dapat menimbulkan gejala-
gejala yang mirip dengan gejala-gejala skizofrenia, tetapi reversible.
3. Teori Adolf Meyer
Skizofrenia tidak disebabkan oleh penyakit badaniah sebab hingga sekarang tidak
dapat ditemukan kelainan patologis anatomis atau fisiologis yang khas pada
susunan saraf tetapi Meyer mengakui bahwa suatu konstitusi yang inferior atau
penyakit badaniah dapat mempengaruhi timbulnya Skizofrenia. Menurut Meyer
Skizofrenia merupakan suatu reaksi yang salah, suatu maladaptasi, sehingga

3
timbul disorganisasi kepribadian dan lama kelamaan orang tersebut menjauhkan
diri dari kenyataan (otisme).
4. Teori Sigmund Freud
Teori Sigmund freud juga termasuk teori psikogenik. Menurut freud, skizofrenia
terdapat:
a. Kelemahan ego, yang dapat timbul karena penyebab psikogenik ataupun
somatik
b. Superego dikesampingkan sehingga tidak bertenaga lagi dan Id yamg
berkuasa serta terjadi suatu regresi ke fase narsisisme
c. Kehilangaan kapasitas untuk pemindahan (transference) sehingga terapi
psikoanalitik tidak mungkin
d. Eugen Bleuler Penggunaan istilah Skizofrenia menonjolkan gejala utama
penyakit ini yaitu jiwa yang terpecah belah, adanya keretakan atau
disharmoni antara proses berfikir, perasaan dan perbuatan. Bleuler membagi
gejala Skizofrenia menjadi 2 kelompok yaitu gejala primer (gangguan proses
pikiran, gangguan emosi, gangguan kemauan dan otisme) gejala sekunder
(waham, halusinasi dan gejala katatonik atau gangguan psikomotorik yang
lain).
Teori tentang skizofrenia yang saat ini banyak dianut dan di pelajari adalah
sebagai berikut:
1. Genetik
Teori ini telah dibuktikan dengan penelitian tentang keluarga-keluarga penderita
skizofrenia terutama anak-anak kembar satu telur sehingga dapat dipastikan
factor genetik turut menentukan timbulnya skizofrenia. Angka kesakitan bagi
saudara tiri 0,9-1,8 %, bagi saudara kandung 7-15 %, bagi anak dengan salah
satu orang tua yang menderita Skizofrenia 40-68 %, kembar 2 telur 2-15 % dan
kembar satu telur 61-86 % (Maramis, 2009). Pengaruh genetik ini tidak sederhana
seperti hokum Mendel, tetapi yang diturunkan adalah potensi untuk skizofrenia
(bukan penyakit itu sendiri
2. Neurokimia
Hipotesis dopaminmenyatakan bahwa skizofrenia disebabkan overaktivitas pada
jaras dopamine mesolimbik. Hal ini didukung dengan temuan bahwa amfetamin
yang kerjanya meningkatkan pelepasan dopamine, dapat menginduksi psikosis

4
yang mirip skizofrenia dan obat anti psikotik bekerja dengan mengeblok reseptor
dopamine, terutama reseptor D2.
3. Hipotesis Perkembangan Saraf
Studi autopsi dan studi pencitraan otak memperlihatkan abnormalitas struktur dan
morfologi otak penderita skizofrenia antara lain berupa berat orak rata-rata lebih
kecil 6% dari normal dan ukuran anterior-anterior yang 4% lebih pendek,
pembesaran ventrikel otak yang nonspesifik, gangguan metabolisme di daerah
frontal dan temporal serta kelainan susunan seluler pada struktur saraf di
beberapa korteks dan subkortek. Studi neuropsikologis mengungkapkan deficit di
bidang atensi, pemilihan konseptual, fungsi eksekutif dan memori pada penderita
skizofrenia.
C. PEMBAGIAN SKIZOFRENIA
Kraepelin membagi Skizofrenia dalam beberapa jenis berdasarkan gejala
utama antara lain :
1. Skizofrenia Simplek
Sering timbul pertama kali pada usia pubertas, gejala utama berupa kedangkalan
emosi dan kemunduran kemauan. Gangguan proses berfikir sukar ditemukan,
waham dan halusinasi jarang didapat, jenis ini timbulnya perlahan-lahan.
2. Skizofrenia Hebefrenia
Permulaannya perlahan-lahan atau subakut dan sering timbul pada masa remaja
atau antaraa 15-25 tahun. Gejala yang menyolok ialah gangguan proses berfikir,
gangguan kemauaan dan adaanya depersenalisasi atau double personality.
Gangguan psikomotor seperti mannerism, neologisme atau perilaku kekanak-
kanakan sering terdapat, waham dan halusinaasi banyak sekali.
3. Skizofrenia Katatonia
Timbulnya pertama kali umur 15-30 tahun dan biasanya akut serta sering didahului
oleh stress emosional. Mungkin terjadi gaduh gelisah katatonik atau stupor
katatonik.
4. Skizofrenia Paranoid
Gejala yang menyolok ialah waham primer, disertai dengan waham-waham
sekunder dan halusinasi. Dengan pemeriksaan yang teliti ternyata adanya gangguan
proses berfikir, gangguan afek emosi dan kemauan.Episode Skizofrenia akut
Gejala Skizofrenia timbul mendadak sekali dan pasien seperti dalam keadaan
mimpi. Kesadarannya mungkin berkabut. Dalam keadaan ini timbul perasaan

5
seakan-akan dunia luar maupun dirinya sendiri berubah, semuanya seakan-akan
mempunyai suatu arti yang khusus baginya.
5. Skizofrenia Residual
Keadaan Skizofrenia dengan gejala primernya Bleuler, tetapi tidak jelas adanya
gejala-gejala sekunder. Keadaan ini timbul sesudah beberapa kali serangan
Skizofrenia.
6. Skizofrenia Skizo Afektif
Disamping gejala Skizofrenia terdapat menonjol secara bersamaaan juga gejala-
gejal depresi (skizo depresif) atau gejala mania (psiko-manik). Jenis ini cenderung
untuk menjadi sembuh tanpa defek, tetapi mungkin juga timbul serangan lagi.
D. MANIFESTASI KLINIK SKIZOFRENIA
1. Gejala Primer
Gangguan proses pikir (bentuk, langkah dan isi pikiran). Yang paling
menonjol adalah gangguan asosiasi dan terjadi inkoherensi.
a. Gangguan afek emosi
1) Terjadi kedangkalan afek-emosi
2) Paramimi dan paratimi (incongruity of affect / inadekuat)
3) Emosi dan afek serta ekspresinya tidak mempunyai satu kesatuan
4) Emosi berlebihan
5) Hilangnya kemampuan untuk mengadakan hubungan emosi yang baik
b. Gangguan kemauan
1) Terjadi kelemahan kemauan
2) Perilaku negativisme atas permintaan
3) Otomatisme : merasa pikiran/perbuatannya dipengaruhi oleh orang lain
c. Gejala psikomotor
1) Stupor atau hiperkinesia, logorea dan neologisme
2) Stereotipi
3) Katelepsi : mempertahankan posisi tubuh dalam waktu yang lama
4) Echolalia dan echopraxia
2. Gejala Sekunder
Waham dan Halusinasi
Istilah ini menggambarkan persepsi sensori yang salah yang mungkin
meliputi salah satu dari kelima pancaindra. halusinasi pendengaran dan penglihatan

6
yang paling umum terjadi, halusinasi penciuman, perabaan, dan pengecapan juga
dapat terjadi.

E. RENTANG RESPON SKIZOFRENIA

F. PENATALAKSANAAN SKIZOFRENIA
1. Terapi Somatik (Medikamentosa)
Obat-obatan yang digunakan untuk mengobati Skizofrenia disebut
antipsikotik. Antipsikotik bekerja mengontrol halusinasi, delusi dan perubahan
pola fikir yang terjadi pada Skizofrenia. Pasien mungkin dapat mencoba beberapa
jenis antipsikotik sebelum mendapatkan obat atau kombinasi obat antipsikotik yang
benar-benar cocok bagi pasien. Antipsikotik pertama diperkenalkan 50 tahun yang
lalu dan merupakan terapi obat-obatan pertama yang efekitif untuk mengobati
Skizofrenia. Terdapat 3 kategori obat antipsikotik yang dikenal saat ini, yaitu :
a. Antipsikotik Konvensional
Obat antipsikotik yang paling lama penggunannya disebut antipsikotik
konvensional. Walaupun sangat efektif, antipsikotik konvensional sering
menimbulkan efek samping yang serius. Contoh obat antipsikotik konvensional
antara lain : Haldol (haloperidol),Mellaril (thioridazine),Navane

7
(thiothixene),Prolixin (fluphenazine),Stelazine ( trifluoperazine),Thorazine
(chlorpromazine),Trilafon (perphenazine).
Akibat berbagai efek samping yang dapat ditimbulkan oleh antipsikotik
konvensional, banyak ahli lebih merekomendasikan penggunaan newer atypical
antipsycotic. Ada 2 pengecualian (harus dengan antipsikotok konvensional).
Pertama, pada pasien yang sudah mengalami perbaikan (kemajuan) yang pesat
menggunakan antipsikotik konvensional tanpa efek samping yang berarti.
Biasanya para ahli merekomendasikan untuk meneruskan pemakaian
antipskotik konvensional. Kedua, bila pasien mengalami kesulitan minum pil
secara reguler. Prolixin dan Haldol dapat diberikan dalam jangka waktu yang
lama (long acting) dengan interval 2-4 minggu (disebut juga depot
formulations). Dengan depot formulation, obat dapat disimpan terlebih dahulu
di dalam tubuh lalu dilepaskan secara perlahan-lahan. Sistem depot
formulation ini tidak dapat digunakan pada newer atypic antipsychotic.
b. Newer Atypcal Antipsycotic
Obat-obat yang tergolong kelompok ini disebut atipikal karena prinsip
kerjanya berbda, serta sedikit menimbulkan efek samping bila dibandingkan
dengan antipsikotik konvensional. Beberapa contoh newer atypical
antipsycotic yang tersedia, antara lain :Risperdal (risperidone),Seroquel
(quetiapine),Zyprexa (olanzopine),
c. Clozaril
Clozaril mulai diperkenalkan tahun 1990, merupakan antipsikotik atipikal
yang pertama. Clozaril dapat membantu ± 25-50% pasien yang tidak merespon
(berhasil) dengan antipsikotik konvensional. Sangat disayangkan, Clozaril
memiliki efek samping yang jarang tapi sangat serius dimana pada kasus-kasus
yang jarang (1%), Clozaril dapat menurunkan jumlah sel darah putih yang
berguna untuk melawan infeksi. Ini artinya, pasien yang mendapat Clozaril
harus memeriksakan kadar sel darah putihnya secara reguler. Para ahli
merekomendaskan penggunaan. Clozaril bila paling sedikit 2 dari obat
antipsikotik yang lebih aman tidak berhasil.

8
Sediaan Obat Anti Psikosis dan Dosis Anjuran
No Nama Generik Sediaan Dosis
1 Klorpromazin Tablet, 25 dan 100 mg, 150-600mg/hari
Injeksi25mg/ml
2 Haloperidol Tablet, 0,5 mg, 1,5 mg, 5-15 mg/hari
5 mg, Injeksi5mg/ml
3 Perfenazin Tablet 2, 4, 8 mg 12 - 24 mg/hari
4 Flufenazin Tablet 2,5 mg, 5 mg 10 - 15 mg/hari
5 Flufenazin dekanoat Inj 25 mg/ml 25 mg/2-4 minggu
6 Levomeprazin Tablet 25 mg, 25 - 50 mg/hari
Injeksi 25 mg/ml
7 Trifluperazin Tablet 1 mg dan 5 mg 10 - 15 mg/hari
8 Tioridazin Tablet 50 dan 100 mg 150 - 600 mg/hari
9 Sulpirid Tablet 200 mg 300 - 600 mg/hari
10 Pimozid Tablet 1 dan 4 mg 1 - 4 mg/hari
11 Risperidon Tablet 1, 2, 3 mg 2 - 6 mg/hari

d. Pemilihan Obat untuk Episode (Serangan) Pertama


Newer atypical antipsycoic merupakn terapi pilihan untuk penderita
Skizofrenia episode pertama karena efek samping yang ditimbulkan minimal
dan resiko untuk terkena tardive dyskinesia lebih rendah. Biasanya obat
antipsikotik membutuhkan waktu beberapa saat untuk mulai bekerja. Sebelum
diputuskan pemberian salah satu obat gagal dan diganti dengan obat lain, para
ahli biasanya akan mencoba memberikan obat selama 6 minggu (2 kali lebih
lama pada Clozaril)
e. Pemilihan Obat untuk keadaan relaps (kambuh)
Biasanya timbul bila pendrita berhenti minum obat, untuk itu, sangat
penting untuk mengetahui alasan mengapa penderita berhenti minum obat.
Terkadang penderita berhenti minum obat karena efek samping yang
ditimbulkan oleh obat tersebut. Apabila hal ini terjadi, dokter dapat
menurunkan dosis menambah obat untuk efek sampingnya, atau mengganti
dengan obat lain yang efek sampingnya lebih rendah. Apabila penderita

9
berhenti minum obat karena alasan lain, dokter dapat mengganti obat oral
dengan injeksi yang bersifat long acting, diberikan tiap 2- 4 minggu. Pemberian
obat dengan injeksi lebih simpel dalam penerapannya. Terkadang pasien dapat
kambuh walaupun sudah mengkonsumsi obat sesuai anjuran. Hal ini
merupakan alasan yang tepat untuk menggantinya dengan obat obatan yang
lain, misalnya antipsikotik konvensonal dapat diganti dengan
newer atipycal antipsycotic atau newer atipycal antipsycotic diganti dengan
antipsikotik atipikal lainnya. Clozapine dapat menjadi cadangan yang dapat
bekerja bila terapi dengan obat-obatan diatas gagal.
f. Pengobatan Selama fase Penyembuhan
Sangat penting bagi pasien untuk tetap mendapat pengobatan walaupun
setelah sembuh. Penelitian terbaru menunjukkan 4 dari 5 pasien yang behenti
minum obat setelah episode petama Skizofrenia dapat kambuh. Para ahli
merekomendasikan pasien-pasien Skizofrenia episode pertama tetap mendapat
obat antipskotik selama 12-24 bulan sebelum mencoba menurunkan dosisnya.
Pasien yang mendertia Skizofrenia lebih dari satu episode, atau balum sembuh
total pada episode pertama membutuhkan pengobatan yang lebih lama. Perlu
diingat, bahwa penghentian pengobatan merupakan penyebab tersering
kekambuhan dan makin beratnya penyakit.
g. Efek Samping Obat-obat Antipsikotik
Karena penderita Skizofrenia memakan obat dalam jangka waktu yang
lama, sangat penting untuk menghindari dan mengatur efek samping yang
timbul. Mungkin masalah terbesar dan tersering bagi penderita yang
menggunakan antipsikotik konvensional gangguan (kekakuan) pergerakan otot-
otot yang disebut juga Efek samping Ekstra Piramidal (EEP). Dalam hal ini
pergerakan menjadi lebih lambat dan kaku, sehingga agar tidak kaku penderita
harus bergerak (berjalan) setiap waktu, dan akhirnya mereka tidak dapat
beristirahat. Efek samping lain yang dapat timbul adalah tremor pada tangan
dan kaki. Kadang-kadang dokter dapat memberikan obat antikolinergik
(biasanya benztropine) bersamaan dengan obat antipsikotik untuk mencegah
atau mengobati efek samping ini. Efek samping lain yang dapat timbul
adalahtardive dyskinesia dimana terjadi pergerakan mulut yang tidak dapat
dikontrol,protruding tongue, dan facial grimace. Kemungkinan terjadinya efek
samping ini dapat dikurangi dengan menggunakan dosis efektif terendah dari

10
obat antipsikotik. Apabila penderita yang menggunakan antipsikotik
konvensional mengalami tardive dyskinesia, dokter biasanya akan mengganti
antipsikotik konvensional dengan antipsikotik atipikal.
Obat-obat untuk Skizofrenia juga dapat menyebabkan gangguan fungsi
seksual, sehingga banyak penderita yang menghentikan sendiri pemakaian
obat-obatan tersebut. Untuk mengatasinya biasanya dokter akan menggunakan
dosis efektif terendah atau mengganti dengan newer atypical antipsycotic yang
efek sampingnya lebih sedikit. Peningkatan berat badan juga sering terjadi pada
penderita Sikzofrenia yang memakan obat. Hal ini sering terjadi pada penderita
yang menggunakan antipsikotik atipikal. Diet dan olah raga dapat membantu
mengatasi masalah ini. Efek samping lain yang jarang terjadi
adalah neuroleptic malignant syndrome, dimana timbul derajat kaku dan termor
yang sangat berat yang juga dapat menimbulkan komplikasi berupa demam
penyakit-penyakit lain. Gejala-gejala ini membutuhkan penanganan yang
segera.

2. Terapi Psikososial
a. Terapi perilaku
Teknik perilaku menggunakan hadiah ekonomi dan latihan ketrampilan
sosial untuk meningkatkan kemampuan sosial, kemampuan memenuhi diri
sendiri, latihan praktis, dan komunikasi interpersonal. Perilaku adaptif adalah
didorong dengan pujian atau hadiah yang dapat ditebus untuk hal-hal yang
diharapkan, seperti hak istimewa dan pas jalan di rumah sakit. Dengan
demikian, frekuensi perilaku maladaptif atau menyimpang seperti berbicara
lantang, berbicara sendirian di masyarakat, dan postur tubuh aneh dapat
diturunkan.
b. Terapi berorintasi-keluarga
Terapi ini sangat berguna karena pasien skizofrenia seringkali
dipulangkan dalam keadaan remisi parsial, keluraga dimana pasien skizofrenia
kembali seringkali mendapatkan manfaat dari terapi keluarga yang singkat
namun intensif (setiap hari). Setelah periode pemulangan segera, topik penting
yang dibahas didalam terapi keluarga adalah proses pemulihan, khususnya
lama dan kecepatannya. Seringkali, anggota keluarga, didalam cara yang jelas
mendorong sanak saudaranya yang terkena skizofrenia untuk melakukan

11
aktivitas teratur terlalu cepat. Rencana yang terlalu optimistik tersebut berasal
dari ketidaktahuan tentang sifat skizofreniadan dari penyangkalan tentang
keparahan penyakitnya. Ahli terapi harus membantu keluarga dan pasien
mengerti skizofrenia tanpa menjadi terlalu mengecilkan hati. Sejumlah
penelitian telah menemukan bahwa terapi keluarga adalah efektif dalam
menurunkan relaps. Didalam penelitian terkontrol, penurunan angka relaps
adalah dramatik. Angka relaps tahunan tanpa terapi keluarga sebesar 25-50 %
dan 5 - 10 % dengan terapi keluarga.
c. Terapi kelompok
Terapi kelompok bagi skizofrenia biasanya memusatkan pada rencana,
masalah, dan hubungan dalam kehidupan nyata. Kelompok mungkin
terorientasi secara perilaku, terorientasi secara psikodinamika atau tilikan, atau
suportif. Terapi kelompok efektif dalam menurunkan isolasi sosial,
meningkatkan rasa persatuan, dan meningkatkan tes realitas bagi
pasien skizofrenia. Kelompok yang memimpin dengan cara suportif, bukannya
dalam cara interpretatif, tampaknya paling membantu bagi pasien skizofrenia.
d. Psikoterapi individual
Penelitian yang paling baik tentang efek psikoterapi individual dalam
pengobatan skizofrenia telah memberikan data bahwa terapi alah membantu
dan menambah efek terapi farmakologis. Suatu konsep penting di dalam
psikoterapi bagi pasien skizofrenia adalah perkembangan suatu hubungan
terapetik yang dialami pasien sebagai aman. Pengalaman tersebut dipengaruhi
oleh dapat dipercayanya ahli terapi, jarak emosional antara ahli terapi dan
pasien, dan keikhlasan ahli terapi seperti yang diinterpretasikan oleh
pasien. Hubungan antara dokter dan pasien adalah berbeda dari yang
ditemukan di dalam pengobatan pasien non-psikotik. Menegakkan hubungan
seringkali sulit dilakukan; pasien skizofrenia seringkali kesepian dan menolak
terhadap keakraban dan kepercayaan dan kemungkinan sikap curiga, cemas,
bermusuhan, atau teregresi jika seseorang mendekati. Pengamatan yang
cermat dari jauh dan rahasia, perintah sederhana, kesabaran, ketulusan hati,
dan kepekaan terhadap kaidah sosial adalah lebih disukai daripada
informalitas yang prematur dan penggunaan nama pertama yang merendahkan
diri. Kehangatan atau profesi persahabatan yang berlebihan adalahtidak tepat

12
dan kemungkinan dirasakan sebagai usaha untuk suapan, manipulasi, atau
eksploitasi.
3. Perawatan di Rumah Sakit (Hospitalization)
Indikasi utama perawatan rumah sakit adalah untuk tujuan diagnostik,
menstabilkan medikasi, keamanan pasien karena gagasan bunuh diri atau
membunuh, prilaku yang sangat kacau termasuk ketidakmampuan memenuhi
kebutuhan dasar. Tujuan utama perawatan dirumah sakit yang harus ditegakkan
adalah ikatan efektif antara pasien dan sistem pendukung masyarakat. Rehabilitasi
dan penyesuaian yang dilakukan pada perawatan rumahsakit harus direncanakan.
Dokter harus juga mengajarkan pasien dan pengasuh serta keluarga pasien
tentang skizofrenia. Perawatan di rumah sakit menurunkan stres pada pasien dan
membantu mereka menyusun aktivitas harian mereka. Lamanya perawatan rumah
sakit tergantung dari keparahan penyakit pasien dan tersedianya fasilitas
pengobatan rawat jalan. Rencana pengobatan di rumah sakit harus memiliki
orientasi praktis ke arah masalah kehidupan, perawatan diri, kualitas hidup,
pekerjaan, dan hubungan sosial. Perawatan di rumah sakit harus diarahkan untuk
mengikat pasien dengan fasilitas perawatan termasuk keluarga pasien. Pusat
perawatan dan kunjungan keluarga pasien kadang membantu pasien dalam
memperbaiki kualitas hidup.

G. POHON MASALAH SKIZOFRENIA

13
H. ASUHAN KEPERAWATAN SKIZOFRENIA
Pengkajian keperawatan skizofrenia:
1. Identitas, Sering ditemukan pada usia dini atau muncul pertama kali pada masa
pubertas.
2. Keluhan Utama, Keluhan utama yang menyebabkan pasien dibawa ke rumah sakit
biasanya akibat adanya kumunduran kemauan dan kedangkalan emosi.
3. Faktor Predisposisi. Faktor ini sangat erat terkait dengan faktor etiologi yakni
keturunan, endokrin, metabolisme, susunan syaraf pusat, kelemahan ego.
4. Psikososial
a. Genogram Orang tua penderita skizofrenia, salah satu kemungkinan anaknya
7-16 % skizofrenia, bila keduanya menderita 40-68 %, saudara tiri
kemungkinan 0,9-1,8 %, saudara kembar 2-15 %, saudara kandung 7-15 %.
b. Konsep Diri Kemunduran kemauan dan kedangkalan emosi yang mengenai
pasien akan mempengaruhi konsep diri pasien.
c. Hubungan Sosial Klien cenderung menarik diri dari lingkungan pergaulan,
suka melamun, berdiam diri.
d. Spiritual Aktifitas spiritual menurun seiring dengan kemunduran kemauan.
e. Status Mental
f. Penampilan Diri Pasien tampak lesu, tak bergairah, rambut acak-acakan,
kancing baju tidak tepat, resliting tak terkunci, baju tak diganti, baju terbalik
sebagai manifestasi kemunduran kemauan pasien.
g. Pembicaraan Nada suara rendah, lambat, kurang bicara, apatis.
h. Aktifitas Motorik Kegiatan yang dilakukan tidak bervariatif, kecenderungan
mempertahankan pada satu posisi yang dibuatnya sendiri (katalepsia).
i. Emosi, Emosi dangkal
j. Afek Dangkal, tak ada ekspresi roman muka.
k. Interaksi Selama Wawancara Cenderung tidak kooperatif, kontak mata kurang,
tidak mau menatap lawan bicara, diam.
l. Persepsi, Tidak terdapat halusinasi atau waham.
m. Proses Berfikir, Gangguan proses berfikir jarang ditemukan.
n. Kesadaran, Kesadaran berubah, kemampuan mengadakan hubungan dengan
dan pembatasan dengan dunia luar dan dirinya sendiri sudah terganggu pada
taraf tidak sesuai dengan kenyataan (secara kualitatif).

14
o. Memori, Tidak ditemukan gangguan spesifik, orientasi tempat, waktu, orang
baik.
p. Kemampuan penilaian, Tidak dapat mengambil keputusan, tidak dapat
bertindak dalam suatu keadaan, selalu memberikan alasan meskipun alasan
tidak jelas atau tidak tepat.
q. Tilik diri, Tak ada yang khas.

5. Kebutuhan Sehari-hari
Pada permulaan penderita kurang memperhatikan diri dan keluarganya, makin
mundur dalam pekerjaan akibat kemunduran kemauan. Minat untuk memenuhi
kebutuhannya sendiri sangat menurun dalam hal makan, BAB/BAK, mandi,
berpakaian, intirahat tidur.
I. DIAGNOSA KEPERAWATAN SKIZOFRENIA
1. Isolasi sosial b.d harga diri rendah
2. Resiko perubahan persepsi sensori: halusinasi pendengaran b.d menarik diri
3. Kurang perawatan diri b.d menarik diri
J. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
1. Diagnosa keperawatan: Isolasi sosial b.d harga diri rendah
Tujuan : Klien dapat melakukan hubungan sosial secara bertahap
a. dapat membuni hubungan saling percaya.
b. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
c. Klien dapat menilai kemampuan yang data digunakan
Intervensi :
a. Bina hubungan saling percaya
1) Sapa klien secara ramah baik secara verbal maupun nonverbal
2) Perkenalkan diri dengan sopan
3) Tanya nama lengkap klien dan nama panggilanyang disukai
4) Jelaskan tujuan pertemuan, jujur dan menepati janji
5) Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
6) Beri perhatian kepada klien
b. Beri kesempatan untuk mengungkapkan perawaannya tentang penyakit yang
diderita
c. Sediakan waktu untuk mendengarkan klien

15
d. Katakan pada klien bahwa dia adalah seorang yang berharga dan bertanggung
jawab serta mampu menolong dirinya sendiri
e. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimilikiklien dan beri
reinforcement atas kemampuan mengungkapkan perasaannya
f. Saat bertemu klien hindarkan memberi penilaian negatif
g. Utamakan memberi pujian yang realistis
h. Diskusikan kemampuan klien yang masih dapat digunakan selama sakit
i. Diskusikan juga kemampuan yang dapat dilanjutkan penggunaan di rumah
sakit dah di rumah nantinya
j. Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari sesuai
kemampuan, kegiatan mandiri, kegiatan dengan bantuan minimal, kegiatan
dengan bantuan total
k. Tingkatkan kegiatan klien sesuai toleransi kondisi klien
l. Berikan contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan (sering
klien takut melaksanakannya).
2. Diagnosa keperawatan: resiko perubahan persepsi sensori: halusinasi
pendenganran b.d menarik diri
Tujuan : Klien dapat berinteraksi dengan orang lain sehingga tidak terjadi
halusinasi
a. Klien dapat membuna hubungan saling percaya
b. Klien dapat menyebutkan penyabab menarik diri
c. Klien dapat menyebutkan keuntungan bersosialisasi dengan orang lain dan
kerugian todak bersosialisasi dengan orang lain
Intervensi :
a. Bina hubungan saling percaya
1) Sapa klien secara ramah baik secara verbal maupun nonverbal
2) Perkenalkan diri dengan sopan
3) Tanya nama lengkap klien dan nama panggilanyang disukai
4) Jelaskan tujuan pertemuan, jujur dan menepati janji
5) Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
6) Beri perhatian kepada klien
b. Beri kesempatan untuk mengungkapkan perawaannya tentang penyakit yang
diderita
c. Sediakan waktu untuk mendengarkan klien

16
d. Katakan pada klien bahwa dia adalah seorang yang berharga dan bertanggung
jawab serta mampu menolong diri sendiri
e. Kaji pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri dan tanda-tandanya
f. Beri kesempatak kepada klien untuk mengungkapkan perasaan penyebab
menarik diri atau tidak mau bergaul
g. Diskusikan dengan klien tentang perilaku menarik diri, tanda dan gejala
h. Berikan pujian tentang kemampuan klien mengungkapkan perasaannya
i. Kaji pengetahuan klien tentang keuntungan dan manfaat bergaul dengan orang
lain
j. Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaannya tentang
keuntungan berhubungan dengan orang lain
k. Diskusikan dengan klien tentang manfaat berhubungan dengan orang lain
l. Kaji pengetahuan klien tentang kerugian bila todak bergaul dengan orang lain
m. Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaannya tentang
n. kerugian bila tidak berhubungan dengan orang lain
o. Diskusikan dengan klien tentang kerugian bila tidak berhubungan dengan
orang lain
p. Beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan perasaan
tentang kerugian tidak berhubungan dengan orang lain
3. Diagnosa keperawatan: Kurang perawatan diri b.d menarik diri
Tujuan : Pasien mengungkapkan keinginan untuk melakukan kegiatan hidup
sehari-hari.
Klien mampu melakukan kegiatan hidup sehari-hari secara mandiri dan
mendemontrasikan suatu keinginan untuk melakukannya
Intervensi :
a. Dukung pasien untuk melakukan kegiatan hidup sehari-hari sesuai tingkat
kemampuan pasien
b. Dukung kemandirian pasien, tapi berikan bantuan saat pasien tidak dapat
melakukan beberapa kegiatan
c. Perlihatkan secara konkret, bagaimana melakukakn kegiatan yang menurut
pasien sulit melakukannya
d. Bantu dalam menyiapkan perlengkapan ADL
e. Berikan pengakuan dan penghargaan positif untuk kemampuannya mandiri

17
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Skizofrenia adalah gangguan psikotik yang sifatnya merusak, melibatkan
gangguan berfikir, persepsi, pembicaraan, emosional, dan gangguan perilaku.
Gangguan psikotik adalah gangguan jiwa yang ditandai dengan ketidakmampuan
individu menilai kenyataan yang terjadi. Faktor – faktor penyebab skozofrenia
meliputi faktor biologis, psikologis, lingkungan dan organis. Sedangkan gangguan
psikotik disebabkan oleh faktor organo – biologik, psikologik, sosio - agama. Secara
umum ciri – ciri skizofrenia yaitu gangguan delusi, halusinasi, disorganisai,
pendataran afek, alogia, avolisi, anhedonia. Ciri – ciri gangguan psikotik diantaranya
memiliki labilitas emosional,menarik diri dari interaksi sosial, mengabaikan
penampilan dan kebersihan diri,mengalami penurunan daya ingat dan kognitif parah,
mengalami kesulitan mengorientasikan waktu, orang, tempat, memiliki keengganan
melakukan segala hal serta memiliki perilaku yang aneh. Tipe skizofrenia
dikelompokkan menjai tipe paranoid, katatonik, tak terperinci atau tak terbedakan,
residual. Untuk gangguan psikotik sendiri dikelompokkan menjadi tipe psikotik akut
dan kronik. Cara Mengatasi skizofrenia antara lain menciptakan kontak sosial yang
baik, terapi ECT (electrocompulsive therapy) dan (insulin comma therapy),
menghindarkan dari frustrasidan kesulitan psikis lainnya, membiasakan pasien
memiliki sikap hidup positif dan mau melihat hari depan dengan rasa berani, memberi
obat neuroleptik. Baik gangguan psikotik akut maupun kronik diatasi dengan
memberikan asuhan keperawatan pada klien.
B. SARAN
Keperawatan jiwa adalah masalah-masalah yang sangat serius dan sangat
penting. Masalah –masalah tersebut dapat dianggap ancaman atau tantangan yang
akan berdampak besar pada keperawatan jiwa baik dalam tatanan regional maupun
global. Sikap yang positif terhadap diri sendiri, tumbuh kembang , aktualisasi diri,
keutuhan, kebebasan diri sangat diperlukan untuk dimiliki oleh setiap individu.
Bagi pembaca pengontrolan emosi sangat harus diperhatikan, Karena dapat
memberikan dampak yang positif dan negatif. Jiwa dan diri anda sangatlah berarga.

18
DAFTAR PUSTAKA

Maramis, Willy F. 2009. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Ed 2. Surabaya. Airlangga


UniversityPress
Stuart, Gail W. 2006. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Ed 5. Jakarta. EGC
Schizophrenia. www.merck.com diakses tanggal 15 Oktober 2011
Schizophrenia. www.emedicine.com diakses tanggal 15 oktober 2011

19

Anda mungkin juga menyukai