Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

“INSTABILITY POSTURAL PADA LANSIA”


Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Stase Keperawatan Gerontik

Oleh:
SRI WAHYUNI.L
14901-18162

PROGRAM STUDI PROFESI NERS XXI


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN IMMANUEL
BANDUNG
2019
A. Definisi
Salah satu sindrom geriatri adalah terjadinya instabilitas dan mudah jatuh.
Ketidakstabilan saat berjalan dan kejadian jatuh pada lansia merupakan
permasalahan serius karena hal tersebut tidak hanya menyebabkan cedera,
melainkan juga dapat menyebabkan penurunan aktivitas, peningkatan utilisasi
pelayanan kesehatan, dan bahkan kematian. Seperti sindrom geriatri lainnya,
kejadian jatuh pada usia lanjut terjadi akibat perubahan fungsi organ, penyakit
dan lingkungan.(Longo, dkk 2012)
Instabilitas adalah keadaan tidak stabil; ketidakstabilan; ke-tidakmantapan;
keadaan goyah; keadaan labil; keadaan rawan (tentang keamanan, politik,
ekonomi, keadaan mental, dan sebagainya). (KBBI, 2012)
B. Etiologi
Penyebab jatuh pada lansia biasanya merupakan gabungan beberapa faktor
(Yulianti, 2015), antara lain:
1. Kecelakaan (merupakan penyebab utama)
a. Murni kecelakaan, misalnya terpleset, tersandung.
b. Gabungan antara lingkungan yang jelek dengan kelainan-kelainan akibat
proses menua, misalnya karena mata kurang jelas, benda-benda yang ada
di rumah tertabrak, lalu jatuh.
2. Nyeri kepala dan/atau vertigo
3. Hipotensiorthostatic
a. Hipovolemia / curah jantung rendah
b. Disfungsi otonom terlalu lama berbaring
c. Pengaruh obat-obat hipotensi
4. Obat-obatan: Diuretik / antihipertensi, Antidepresan trisiklik, Sedativa,
Antipsikotik, Obat-obat hipoglikemik, Alkohol.
5. Proses penyakit yang spesifik, misalnya., Aritmia, Stenosis, Stroke, Parkinson,
Spondilosis, Serangan kejang.
6. Idiopatik (tidak jelas sebabnya)
7. Sinkope (kehilangan kesadaran secara tiba-tiba)
a. Penurunan darah ke otak secara tiba-tiba
b. Terbakar matahari
C. Faktor resiko
Terdapat banyak faktor yang berperan untuk terjadinya jatuh pada usia
lanjut. Faktorfaktor tersebut dibagi menjadi faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik.
Faktor intrinsik meliputi gender, status psikologi (seperti ketakutan akan jatuh,
ansietas, dan depresi), keseimbangan, mobilitas, penurunan kekuatan otot, fungsi
fisik, dan kognitif.(Sartika Safitri, 2015)
Status psikologi seperti ketakutan akan jatuh memiliki hubungan yang
bermakna jika dikaitkan dengan penurunan aktifitas pada usia lanjut yang pernah
jatuh dan menimbulkan ketergantungan terhadap orang lain. Ketakutan
mengalami jatuh dialami 25-40% orang berusia lanjut yang kebanyakan dari
mereka belum mengalami jatuh. Rasa takut jatuh merupakan faktor risiko
terjadinya hendaya fungsional serta sering juga dikaitkan dengan depresi dan
isolasi sosial.(Sartika Safitri, 2015)
Faktor intrinsik lainnya yaitu (faktor risiko yang ada pada pasien misalnya
kekakuan sendi, kelemahan otot, gangguan pendengaran,penglihatan, gangguan
keseimbangan, penyakit misalnya hipertensi, DM, jantung,dll ) dan faktor risiko
ekstrinsik (faktor yang terdapat di lingkungan misalnya alas kaki tidak sesuai, lantai
licin, jalan tidak rata, penerangan kurang, benda-benda dilantai yang membuat
terpeleset dll). (Kemenkes RI, 2018)
Faktor ekstrinsik yang menyebabkan jatuh antara lain lingkungan yang
tidak mendukung meliputi penerangan yang tidak baik (kurang atau menyilaukan),
lantai yang licin dan basah, tempat berpegangan yang tidak kuat/tidak mudah
dipegang, alat-alat atau perlengkapan rumah tangga yang tidak stabil dan
tergeletak di bawah seperti tempat tidur atau jamban yang rendah sehingga harus
jongkok, obat-obatan yang diminum dan alatalat bantu berjalan.(Sartika Safitri,
2015)
D. Patofisiologi
Pada lansia seiring dengan bertambahnya faktor risiko jatuh yaitu faktor host
(faktor dari diri lansia, faktor lingkungan dan faktor obat-obatan). Lansia
mengalami kemunduran atau perubahan marfologis pada otot yang menyebabkan
perubahan fungsional otot yaitu terjadi penurunan kekuatan dan kontraksi otot,
elastisitas dan fleksibilitas otot dan kecepatan dalam melakukan aktivitas.
Penurunan fungsi dan kekuatan otot akan mengakibatkan penurunan dan
kemampuan mempertahankan keseimbangan tubuh manusia. Terdapat beberapa
hal yang dapat menyebabkan keseimbangan tubuh manusia, diantaranya efek
penuaan, kecelakaan, maupun karena faktor penyakit. Namun ada tiga hal
tersebut, faktor penuaan adalah faktor utama penyebab gangguan keseimbangan
postural pada lansia. Tingkat aktivitas juga menjadi salah satu penyebab terjadinya
jatuh pada lansia, sehingga lansia yang aktif akan memiliki resiko jatuh lebih tinggi
daripada yang tidak aktif. (Probosuseno, 2008 dalam Nita Utami, 2017)
E. Tanda dan gejala
Pada fungsi kognitif terjadi penurunan kemampuan meningkatkan fungsi
intelektual; berkurangnya efisiensi transmisi saraf di otak yang menyebabkan
proses informasi melambat dan banyak informasi hilang selama transmisi;
berkurangnya kemampuan mengakumulasi informasi baru dan mengambil
informasi dari memori. Kemampuan mengingat kejadian masa lalu lebih baik
dibandingkan kemampuan mengingat kejadian yang baru saja terjadi. (Yulianti,
2015)
Pada fungsi penglihatan terjadi gangguan adaptasi gelap; pengeruhan pada
lensa; ketidakmampuan untuk fokus pada benda-benda jarak dekat (presbiopia);
berkurangnya sensitivitas terhadap kontras dan lakrimasi. Hilangnya nada
berfrekuensi tinggi secara bilateral timbul pada funsgsi pendengaran. Di samping
itu pada usia lanjut terjadi kesulitan untuk membedakan sumber bunyi dan
terganggunya kemampuan membedakan target dari noise.(Yulianti, 2015),
Pada sistem saraf perifer lanjut usia mengalami hilangnya neuron motor
spinal, berkurangnya sensasi getar, terutama di kaki, berkurangnya sensitivitas
termal (hangatdingin), berkurangnya amplitudo aksi potensial yang termielinasi
dan meningkatnya heterogenitas selaput akson myelin. Massa otot berkurang
secara bermakna (sarkopenia) karena berkurangnya serat otot. Efek penuaan
paling kecil pada otot diafragma; berkurangnya sintesis rantai berat miosin,
inervasi, meningkatnya jumlah miofibril per unit otot dan berkurangnya laju basal
metabolik (berkurang 4%/dekade setelah usia 50).(Yulianti, 2015)
F. Pemeriksaan penunjang
Menurut Liza (2015) pemeriksaan penunjang pada lansia dengan instabilitas
postural adalah sebagai berikut:
1. Beberapa pemeriksaan seperti Time up an Go test (TUG), uji menggapai
fungsional dan uji keseimbangan Berg dilakukan untuk mengevaluasi fungsi
mobilitas sehingga dapat mendeteksi perubahan klinis bermakna yang
menyebabkan seseorang beresiko jatuh atau tumbul disabilitas dalam
mobilitas.
2. Selanjutnya ada pemeriksaan penunjang yang digunakan untuk membantu
mengidentifikasi faktor risiko dan menemukan penyebab/pencetusnya, seperti
pemeriksaan neurologis untuk mendeteksi deficit neurologis fokal, adakah
cerebro vascular disease atau transient ischemic attack, jika ada indikasi
lakukan CT Scan brain.
G. Asuhan keperawatan
1. Pengkajian Data Fokus
a. Anamnesa
1) Tanyakan riwayat medis umum, tingkat mobilitas, riwayat jatuh
sebelumnya dan obat=obatan yang dikonsumsi terutama obat
hipertensi dan psikotropika.
2) Tanyakan apa yang dipikirkan pasien sebagai penyebab jatuh
Apakah pasien sadar bahwa akan jatuh, apakah kejadian jatuh tersebut
sama sekali tidak terduga atau apakah pasien tersebut terpeleset atau
teratuk.
3) Tanyakan lingkungan sekitar tempat jatuh
Waktu dan tempat jatuh, kenyataan dengan perubahan postur
4) Gejala yang terkait
Kepala terasa ringan, dizziness, vertigo, palpasi adanya nyeri dada dan
sesak. Lihat gejala neurologis fokal mendadak, inkontinensia urin atau
alvi.
5) Hilangnya kesadaran
Tanyakan apakah yang diingat segera setelah jatuh, apakah pasien
dapat bangkit setelah jatuh, jika dapat berapa lama waktu yang
diperlukan untuk dapat bangkit setelah jatuh, adakah kehilangan
kesadaran.
b. Pemeriksaan Fisik
1) Tanda-tanda vital
Demam, hipotermi, frekuensi pernafasan, frekuensi nadi dan tekanan
darah saat berbaring, duduk dan berdiri.
2) Integument
Tugor kulit, trauma, kepucatan.
3) Mata
Periksa visus
4) Kardiovaskuler
Aritmia, bruit karotis, tanda stenosis aorta, sensitivitas sinus karotis.
5) Ekstermitas
Penyakit sendi degenerative, lingkup gerak sendi, deformitas, fraktur,
masalah podiatrik (kalus, bunion, ulserasi, sepatu yang tidak sesuai).
6) Neurologis
Status mental, tanda fokal, otot (kelemahan, rigiditas, spastisitas), saraf
perifer (terutama sensasi posisi), propripseptif, refleks, fungsi saraf
kranial, fungsi serebellum (terutama uji tumit ke tulang kering), gejala
ekslrapiramidal; tremor saat istirahat, bradikinesia, gerakan involunter
lain, keseimbangan dengan cara berjalan dengan mengobservasi cara
pasien berdiri dan berjalan.
H. Ringkasan dianosa keperawatan

Setiap diagnosa keperawatan harus dilengkapi dengan format ringkasan


1. Hambatan mobilitas fisik
DX Keperawatan Hambatan mobilitas fisik
Defenisi Keterbatasan dalam, pergerakan fisik ndiri
dan terarah pada tubuh atau satu
ekstremitas atau lebih (sebutkan tingkatnya,
gunakan skala fungsional
terstandardarisasi):
Tingkat 0 : mandiri total
Tingkat 1 : memerlukan peralatan atau alat
bantu
Tingkat 2 : memerlukan bantuan dari orang
lain untuk pertolongan, pengawasan, atau
pengajaran
Tingkat 3 : membutuhkan bantuan dari
orang lain dan peralatan dan alat bantu
Tingkat 4 : ketergantungan; tidak
berpartisipasi dalam aktifitas
Batasan Karakteristik Objektif
1. Penurunan waktu reaksi
2. Kesulitan membolak-balik posisi tubuh
3. Dispnea saat beraktifitas
4. Perubahan cara berjalan
5. Bergerak menyentak
6. Keterbatasan kemampuan untuk
melakukan keterampilan motorik halus
7. Keterbatasan kemampuan untuk
melakukan motorik kasar
8. Keterbatasan rentang pergerakan sendi

Pengkajian 1. Ajarkan dan bantu pasien dalam proses


berpindah
2. Ajarkan dan dukung pasien dalam latihan
ROM aktif dan pasif
3. Ajarkan teknik ambulasi dan berpindah
yang aman
4. Berikan analgesic sebelum memulai
latihan fisik
Faktor Yang Berhubungan Intoleransi aktivitas
Perubahan metabolisme sel
Ansietas
Indeks masa tubuh di atas persentil ke-75
sesuai usia
Alternatif Dx (saran penggunaan) Sindrom disuse, resiko
Cedera, risiko
Mobilitas: di tempat tidur, hambatan
Mobilitas: berkursi roda, hambatan
Deficit perawatan diri
Kemampuan berpindah, hambatan
Berjalan, hambatan
Nursing Outcome (Noc) Tujuan jangka panjang :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 1 minggu diharapkan masalah dapat
teratasi
Tujuan jangga pendek (SMART) :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 3x24 jam di harapkan masalah dapat
teratasi
kriteria hasil :
1. Klien dapat memperlihatkan
penggunaan alat bantu secara benar
dengan pengawasan.
2. Melakukan aktivitas fisik sehari-hari
secara mandiri.

Intervensi (Nic) 1. Kaji kebutuhan terhadap bantuan


pelayanan kesehatan.
2. Ubah posisi klien yang imobilisasi
minimal setiap dua jam, berdasarkan
jadwal spesifik.
3. Bantu klien dalam proses berpindah
(misalnya.,dari tempat tidur kekursi).
4. Ajarkan dan dukung klien dalam latihan
ROM aktif atau pasif untuk
mempertahankan dan meningkatkan
kekuatan dan ketahan otot.
Kolaboratif:
5. Gunakan ahli terapi fisik dan okupasi
sebagai suatu sumber untuk
mengembangkan perencanaan dan
mempertahankan atau meningkatkan
mobilitas

Wilkinson, J. M.,2014 halaman (267-269)

2. Intoleransi aktifitas
Dx keperawatan intoleransi aktivitas
Definisi Ketidak cukupan energy untuk melakukan aktivitas
sehari-sehari
batasan karakteristik Subjektif :
Ketidak nyamanan atau dispnea saat beraktifitas
Melaporkan keletihan atau kelemahan secara verbal

Objektif :
Frekuensi jantung atau tekanan darah tidak normal
sebagai respon terhadap aktivitas,
Perubahan EKG yang menunjukkan aritmia atau
iskimia.

Pengkajian 1. kaji tingkat kemampuan pasien untuk berpindah


dari tempat ttidur
2. kaji respon emosi,sosial dan spiritual terhadap
aktivitas klien
3. evaluasi motivasi dan keinginna pasien untuk
meningkatkan aktifitas
Faktor yang berhubungan 1. Tirah baring dan imobilitas
2. kelemahan umum
3. Ketidak seimbangan antara suplai dan kebutuhan
O2
4. Gaya hidup kurang gerak
Alternatif Dx (saran 1. keletihan (intoleran aktifitas dapat dikurangi
penggunaan) dengan istirahat. Keletihan tidak demikian )
2. deficit perawatan diri
Nursing outcome (NOC) Tujuan jangka panjang :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 7x24
jam intoleransi aktivitas teratasi.
Tujuan jangka pendek :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24
jam klien dapat menoleransi aktivitas yang biasa
dilakukan
kriteria hasil:
1. Mempertahankan aktivitas hidup sehari-hari,
nutrisi dan keamanan personal.
2. Melaksanakan aktivitas/kebugaran fisik yang
penuh vitalitas.
3. Mampu mengelola energy untuk memulai dan
menyelesaikan aktifitas
Intervensi (NIC) 1. Kaji tingkat kemampuan pasien untuk berpindah
dari tempat tidur, berdiri, ambulasi, dan
melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari.
2. Kaji penyebab keletihan
3. Bantu pasien untuk mengubah posisi secara
berkala, bersandar, duduk, berdiri, dan ambulasi,
sesuai toleransi.
4. Rencakan aktivitas bersama pasien dan keluarga
yang meningkatkan kemandirian dan ketahanan.
Kolaboratif:
5. Instruksikan kepada pasien dan keluarga dalam
penggunaan teknik napas terkontrol selama
aktivitas
6. Ajarkan tentang pengaturan aktivitas dan teknik
manajemen waktu untuk mencegah kelelahan
Wilkinson, J. M.,2014 halaman (15-18)

3. Resiko jatuh
Dx keperawatan Resiko jatuh
Definisi peningkatan kerentangan terhadap jatuh yang
menyebabkan bahaya fisik
Batasan karakteristik
Pengkajian 1. identifikasi yang mempengaruhi kebutuhan
keamaan
2. lakukan pengkajian resiko jatuh pada setiap pasien
3. Identifikasi karakteristik lingkungan yang dapat
meningkatkan potensi jatuh
Faktor yang berhubungan 1. System sensori
2. System saraf pusat
3. Kognitif
4. Muskuleskeletal
Alternative Dx (saran 1. Cidera,resiko
penggunaan) 2. Trauma, resiko
Nursing outcome (NOC) Tujuan panjang :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 7x24
jam klien tidak mengalami jatuh.
Tujuan pendek :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24
jam resiko jatuh akan menurun atau terbatas dengan
kriteriahasil:
1. Kemampuan mempertahankan keseimbangan
2. Gerakan terkoordinasi
3. Perilaku pencegahan jatuh
4. Keluarga dapat menciptakan lingkungan yang
aman
Intervensi (NIC)
1. Pencegahan jatuh (NIC)
a. Identifikasi karakteristik lingkungan yang dapat
meningkatkan potensi jatuh (Mis.,lantai yang
licin dan tangga tanpa pengaman)
b. Pantau cara berjalan, keseimbangan, dan
tingkat keletihan pada saat ambulasi.
2. Bantu kemampuan klien untuk berambulasi secara
aman dengan atau tanpa alat bantu.
3. Kaji kemampuan penglihatan dan ingatkan pasien
untuk menggunakan kacamata ketika ambulasi.
4. Rekomendasikan dan bantu klien untuk
menjangkau system pemanggil darurat pribadi.
Kolaboratif:
5. Ajarkan anggota keluarga mengenai faktor yang
menyebabkan jatuh dan cara menurunkan
resikonya.
6. Lakukan perujukan keahli fisioterapi untuk latihan
cara berjalan dan latihan fisik untuk memperbaiki
mobilitas, keseimbangan dan kekuatan.

Wilkinson, J. M.,2014 halaman (159-162)

4. Resiko Cidera
Dx keperawatan Resiko cidera
Definisi berisiko mengalami cidera sebagai akibat dari kondisi
lingkungan yang ber’interaksi dengan sumber-sumber
adaptif dan pertahana individu
Batasan karakteristik Eksternal dan Internal
Pengkajian 1. identifikasi faktor yang mempengaruhi kebutuhan
keamanan klien
2. identifikasi faktor lingkungan yang memungkinkan
resiko jatuh
3. mengkaji pasien apakah menggunakan pakean
ketat atau tidak
Faktor yang berhubungan
Alternative Dx(saran 1. Resiko aspirasi
penggunaan) 2. Resiko perdarahan
3. Resiko jatuh
4. Gangguan pemeliharaan rumah
5. Resiko infeksi
6. Respon alergi terhadap lateks
7. Resiko keracunan
8. Ketidak efektifan perlindungan diri
9. Resiko aspiksia
10. Resiko trauma
11. Resiko prilaku kekerasan terhadap diri sendiri
Nursing outcome (NOC) Tujuan panjang:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama7x24
jam klien tidak mengalami cidera.
Tujuan pendek :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24
jam risiko cidera akan menurun yang dibuktikan
dengan kriteria hasil:
1. Keamanan personal
2. Dapat mengendalikan risiko
Menciptakan lingkungan rumah yang aman
Intervensi NIC 1. Identifikasi faktor yang mempengaruhi kebutuhan
keamanan, misalnya perubahan status mental,
keletihan, defisit motorik dan sensorik (misalnya,
berjalan dan keseimbangan)
2. Identifikasi faktor lingkungan yang memungkinkan
risiko terjatuh (misal., lantai licin, karpet yang
sobek, anak tangga tanpa pagar, jendela dan kolam
renang)
3. Bantu klien ambulasi, jika perlu
4. Sediakan alat bantu berjalan (seperti tongkat dan
walker)
5. Ajarkan klien bagai mana mengenakan kacamata
dan alat bantu dengar serta bagai mana
menggunakan alat bantu berjalan; pastikan alat
bantu ini bekerja dengan baik, terpasang dengan
pas.
Kolaboratif:
Berikan klien atau keluarga edukasi yang berhubungan
dengan strategi dan tindakan untuk mencegah cidera

Wilkinson, J. M.,2014 halaman (237-239)

I. Analisa Data
No Data Etiologi Masalah
1 Data subjektif: - Instabilitas postural Hambatan mobilitas fisik
Data objektif: ↓
a. Kesulitan membolak Penyebab (kondisi
balik posisi tubuh. lingkungan, proses
b. Perubahan cara penyakit, obat-obatan)
berjalan dan faktor resiko (diri
c. Keterbatasan rentang lansia, aktivitas,
pergerakan sendi lingkungan)
d. Tremor yang ↓
diinduksi oleh Resiko tinggi jatuh
pergerakan ↓
e. Ketidak stabilan Resiko cidera
postur tubuh ↓
Penurunan fungsi fisik

Hambatan mobilitas fisik
2 Data subjektif: Instabilitas postural Intoleransi aktivitas
Melaporkan keletihan ↓
atau kelemahan secara Penyebab (kondisi
verbal. lingkungan, proses
penyakit, obat-obatan)
Data objektif: dan faktor resiko
a. Frekuensi jantung (dirilansia, aktivitas,
atau tekanan darah lingkungan)
tidak normal sebagai ↓
respons terhadap Resikotinggijatuh
aktivitas. ↓
b. Lemah. Resikocidera

Penurunanfungsifisik

Tirah baring

Intoleransiaktivitas
3 Data subjektif: Instabilitas postural Resiko jatuh
a. Melaporkansecara ↓
verbal riwayat jatuh. Penyebab
b. Melaporkan secara (kondisilingkungan,
verbal sudah lama proses penyakit, obat-
tidak keluar rumah obatan) danfaktorresiko
(dirilansia, aktivitas,
Data objektif: lingkungan)
a. Menggunakan alat ↓
bantu jalan Resiko tinggi jatuh
b. Postur tubuh tidak
seimbang
c. Gangguan system
sensori
d. Hasil pemeriksaan
time up and go test
lebihdari 14
4 Data subjektif: - Instabilitas postural Resiko cidera
Data objektif: ↓
a. Usia perkembangan Kondisi lingkungan buruk
b. Hambatan fisik ↓
c. Penggunaan alat Kecelakaan
bantu jalan ↓
d. Ketidak seimbangan Resiko cidera
postur tubuh
e. Gangguan system
sensori
Daftar Pustaka

https://kbbi.web.id/instabilitas). Diakses pada tanggal 14 Januari 2019

Liza. (2015). Instabilitas dan Jatuh Pada Lansia; www.scribd.com; Diakses Pada
Tanggal 14 Januari 2019

Longo DL, Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL, Jameson JL, Loscalzo J. 2012. Harrison’s
principle of internal medicine. Edisi ke-18. New York: McGraw-Hill

Mubarokah. (2016). Manajemen Pada Lansia Dengan Keluhan Instabilitas dan


Jatuh; www.respitory.ump.ac.id; Diakses Pada Tanggal 14 Januari 2019

Nita, Utami. 2017. Hubungan Dukungan Keluarga dengan Risiko Jatuh Pada Lansia
Di Desa Krasakan Lumbungrejo Tempel Sleman Yogyakarta. Yogyakarta:
Universitas Aisyiyah

Wilkinson&Ahern. (2013). Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 9. Jakarta :EGC

Yulianti. 2015. Geriatric Syndrome. Malang: Universitas Brawijaya

Anda mungkin juga menyukai