Anda di halaman 1dari 11

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan Penulisan
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Filariasis atau yang lebih dikenal juga dengan penyakit kaki gajah
merupakan penyakit menular menahun yang disebabkan oleh infeksi cacing
filaria dan ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk. Penyakit ini dapat
menimbulkan cacat seumur hidup berupa pembesaran tangan, kaki, payudara, dan
buah zakar. Cacing filaria hidup di saluran dan kelenjar getah bening. Infeksi
cacing filaria dapat menyebabkan gejala klinis akut dan atau kronik (Depkes RI,
2005).
Filariasis adalah suatu penyakit yang sering pada daerah subtropik dan
tropik, disebabkan oleh parasit nematoda pada pembuluh limfe.
(Witagama,dedi.2009).
Filariasis (penyakit kaki gajah) adalah penyakit menular kronik yang
disebabkan sumbatan cacing filaria di kelenjar / saluran getah bening,
menimbulkan gejala klinis akut berupa demam berulang, radang kelenjar / saluran
getah bening, edema dan gejala kronik berupa elefantiasis.
Filariasis ialah penyakit menular menahun yang disebabkan oleh infeksi cacing
filaria yang ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk pada kelenjar getah bening,
Penyakit ini bersifat menahun (kronis) dan bila tidak mendapatkan pengobatan
dapat menimbulkan cacat menetap berupa pembesaran kaki, lengan dan alat
kelamin baik perempuan maupun laki-laki. (Witagama,dedi.2009)
2.2 Etiologi
2.3 Di Indonesia ditemukan tiga jenis parasit penyebab filariasis limfatik pada
manusia yaitu,
2.4 a. Wuchereria bancrofti
2.5
2.6 Jenis cacing ini ditemukan di daerah perkotaan seperti Jakarta, Bekasi,
Pekalongan dan sekitarnya.Yang ditularkan oleh nyamuk Culex, dapat ditemukan
di dalam darah tepi pada malam hari. Sedangkan Whucheriria bancrofti yang
ditemukan dipedesaan dengan endemis tinggi terutama di Irian Jaya (Papua) yang
ditularkan melalui Anopheles, Culex dan Aedes.
2.7 Pada Wuchereria bancrofti, mikrofilarianya berukuran ±250μ, cacing betina
dewasa berukuran panjang 65 – 100mm dan cacing jantan dewasa berukuran
panjang ±40mm. Di ujung daerah kepala membesar, mulutnya berupa lubang
sederhana tanpa bibir (Oral stylet) Bentuk cacing ini gilig memanjang, seperti
benang. Jika terlalu banyak jumlahnya cacing yang berada dipembuluh darah,
2.8 http://repository.unimus.ac.id 8
2.9
2.10 maka dapat menyumbat aliran limfa sehingga kaki menjadi membengkak.
Pada saat dewasa, cacing ini menghasilkan telur kemudian akan menetas menjadi
anak cacing berukuran kecil yang disebut mikrofilaria. Selanjutnya, mikrofilaria
beredar di dalam darah.Larva ini dapat berpindah ke peredaran darah kecil di
bawah kulit. Jika pada waktu itu ada nyamuk yang menggigit, maka larva
tersebut dapat menembus dinding usus nyamuk lalu masuk ke dalam otot dada
nyamuk, kemudian setelah mengalami pertumbuhan, larva ini akan masuk ke alat
penusuk, nyamuk itu menggigit orang, maka orang itu akan tertular penyakit
ini.28
2.11 Gambar 2.2 cacing Whuchereria Bancrifti.28
2.12 b. Brugia malayi
2.13
2.14 Cacing dewasa umumnya mirip dengan Wuchereria bancrofti, hanya saja
cacing B. malayi lebih kecil. Panjang cacing betina beriksar 43 hingga 55 mm,
sedangkan panjang cacing jantan berkisar 13 hingga 23 mm. Cacing dewasa
dapat memproduksi mikrofilaria di dalam tubuh manusia. Mikrofilaria tersebut
memiliki lebar berkisar 5 hingga 7 um dan panjang berkisar 130 hingga 170 um.
2.15 Biasanya, vektor yang umum berperan dalam penyebaran B. malayi
adalah nyamuk yang berasal dari genera Mansonia dan Aedes.Ketika nyamuk
menghisap darah manusia, nyamuk yang terinfeksi B.malayi menyelipkan larva
B.malayi ke dalam inang manusia. Dalam tubuh manusia, larva B.malayi
berkembang menjadi cacing dewasa yang biasanya menetap di dalam pembuluh
limfa. Cacing dewasa dapat memproduksi mikrofilaria yang dapat menyebar
hinggamencapai darah tepi. Ketika nyamuk menggigit manusia yang telah
terinfeksi, mikrofilaria dapat terhisap bersamaan dengan darah kedalam perut
nyamuk.
2.16 Setelah masuk kedalam tubuh nyamuk, mikrofilaria meninggalkan
selubungnya. Mikrofilaria kemudian berenang melalui dinding proventikulus
2.17 http://repository.unimus.ac.id 9
2.18
2.19 dan porsi kardiak (bagian dalam perut nyamuk), hingga mencapai otot
toraksis (otot dada). Di dalam otot toraksis, larva filaria berkembang menjadi
larva tahap akhir.
2.20 Larva tahap akhir berenang melalui homocoel (rongga tubuh) hingga
sampai pada prosbosis (sungut) nyamuk. Ketika tiba di dalam probosis nyamuk,
cacing tersebut siap menginfeksi inang manusia yang selanjutnya infeksi
B.malayi terbatas pada wilayah Asia.
2.21 Beberapa negara yang mempunyai prevalensi B.malayi antara lain adalah
Indonesia, Malaysia, Filipina, dan India. Kehidupan cacing ini biasanya berada
pada manusi dan hewan (kera, anjing, kucing). Terdapat dua bentuk B. malayi
yang dapat dibedakan bedasarkan periodisitas mikrofilarianya pada darah tepi.
Bentuk yang pertama, bentuk periodis nokturnal, hanya dapat ditemukan pada
darah tepi pada malam hari.Bentuk yang kedua, bentuk subperiodis, dapat
ditemukan pada darah tepi setiap saat, hanya saja jumlah mikrofilaria terbanyak
ditemukan di malam hari.29
2.22 Gambar 2.3 Brugia malayi.29
2.23 c. Brugia timori
2.24
2.25 Pada kedua jenis kelamin, ujung anteriornya melebar pada kepalanya
yang membulat ekornya berbentuk seperti pita dan agak bundar pada tiap sisi
terdapat 4 papil sirkum oral yang teratur pada bagian luar dan bagian dalam
membentuk lingkaran, esophagus panjangnya lebih kurang 1 mm dengan ujung
yang kurang jelas diantara otot dan kelenjar. 15
2.26 Cacing dewasa hidup di dalam saluran dan pembuluh limfe, sedangkan
microfilaria di jumpai didalam darah tepi hospes definitif. Bentuk cacing dewasa
mirip bentuknya dengan W. bancrofti, sehingga sulit dibedakan. Panjang cacing
betina Brugia malayi dapat mencapai 55 mm,
2.27 http://repository.unimus.ac.id 10
2.28
2.29 dan cacing jantan 23 cm. Brugia timori betina panjang badannya sekitar
39 mm dan yang jantan panjangnya dapat mencapai 23 mm.
2.30 Mikrofilaria Brugia mempunyai selubung, panjangnya dapat mencapai
260 mikron pada B.malayi dan 310 mikron pada B.timori. Ciri khas mikrofilaria
B.malayi adalah bentuk ekornya yang mengecil, dan mempunyai dua inti
terminal, sehingga mudah dibedakan dari mikrofilaria W. bancrofti. 30
2.31 Brugia ada yang zoonotik, tetapi ada yang hanya hidup pada manusia.
Pada B.malayi bermacam-macam, ada yang nocturnal periodic nocturnal
subperiodic, atau non periodic, B. timori bersifat periodic nokturna.
2.32 Brugia timori ditularkan oleh Anopheles didalam tubuh nyamuk betina,
mikrofilaria yang terisap waktu menghisap darah akan melakukan penetrasi pada
dinding lambung dan berkembang dalam otot thorax hingga menjadi larva
filariform infektif, kemudian berpindah ke probosis. Saat nyamuk menghisap
darah, larva filariform infektif akan ikut terbawa dan masuk melalui lubang bekas
tusukan nyamuk di kulit. Larva infektif tersebut akan bergerak mengikuti saluran
limfa dimana kemudian akan mengalami perubahan bentuk sebanyak dua kali
sebelum menjadi cacing dewasa.29
2.33 Gambar 2.4 Brugia timori.30
2.34 Klasifikasi
2.3.1 Filariasis malayi
Filariasi malayi disebakan oleh disebabkan oleh brugiamalayi.
Periodisitas mikrofilaria B. Malayi adalah periodik nokturna, sub perodik
nokturna, atau non periodik. Periodisitas mikrofilaria yang bersarung dan
berbentuk kasini, tidak senyata periodisitas W.Bansofti. Sebagai hospes
sementara adalah nyamuk mansomia, anopeles, amigeres. Dalam tubuh
nyamuk mikrofilaria tumbuh menjadi larva impektif dalam waktu 6-12
hari. Ada peneliti yang menyebutkan bahwa masa pertumbuhanya di
dalam nyamuk kurang lebih 10 hari dan pada manusia kurang lebih 3
bulan. Didalam tubuh manusia dan nyamuk perkembangan parasit ini juga
sama dengan perkembangan W. Bansoft (Sudoyo dkk, 2010, hal. 2936).
2.3.2 Filariasis timori
Filariasis timori disebabkan oleh pilariatipetimori.filaria tipe ini
terdapat di timor, pulau rote, flores, dan beberapa pulau disekitarnya.
Cacing dewasa hidup di dalam saluran dan dikelenjar limfe. Pagetornya
adalah anopeles barberostis. Mikro filarianya menyerupai mikro filaria
brugiamalayi, yaitu lekuk badanya patah-patah dan susunan intinya tidak
teratur, perbedaanya terletak dalam: 1. Panjang kepala = 3 x lebar kepala;
2. Ekornya mempunyai 2 inti tambahan, yang ukuranya lebih kecil
daripada inti-inti lainya dan letaknya lebih berjauhan bila dibandingkan
dengan letak inti tambahan B. Malayi; 3. Sarungnya tidak mengambil
warna pulasan gamesa; ukuranya lebih panjang daripada mikrofilaria
berugiamalayi. Mikrofilaria bersifat periodik nokturna (Sudoyo dkk, 2010,
p. 2936).
2.35 Patofisiologi
Perubahan patologi utama disebabkan oleh kerusakan pembulu getah
bening akibat inflamasi yang ditimbulkan oleh cacing dewasa, bukan oleh
mikrofilaria. Cacing dewasa hidup dipembuluh getah bening aferen atau sinus
kelenjar getah bening dan menyebabkan pelebaran pembulu getah bening dan
penebalan dinding pembuluh. Infiltrasi sel plasma, eosinofil, dan magrofag
didalam dan sekitar pembuluh getah bening yang mengalami inflamasi bersama
dengan proliferasi sel endotel dan jaringan penunjang, menyebabkan berliku-
likunya sistem limfatik dan kerusakan atau inkompetensi katup pembuluh getah
bening.
Limfedema dan perubahan kronik akibat statis bersama edema keras terjadi
pada kulit yang mendasari. Perubahan-perubahan yang terjadi akibat filasriasis ini
disebabkan oleh efek langsung dari cacicng ini dan oleh respon imun yang
menyebabkan pejamu terhadap parasit. Respon imun ini dipercaya menyebabkan
proses granulomatosa dan proliferasi yang menyebabkan obstruksi total getah
bening (Sudoyo dkk, 2010, p. 2932).
2.36 Pathway

2.37 Manifestasi Klinis


Gejala-gejala yang terdapat pada penderita Filariasis meliputi gejala awal
(akut) dan gejala lanjut (kronik). Gejala awal (akut) ditandai dengan demam
berulang 1-2 kali atau lebih setiap bulan selama 3-4 hari apabila bekerja berat,
timbul benjolan yang terasa panas dan nyeri pada lipat paha atau ketiak tanpa
adanya luka di badan, dan teraba adanya tali urat seperti tali yang bewarna merah
dan sakit mulai dari pangkal paha atau ketiak dan berjalan kearah ujung kaki atau
tangan. Gejala lanjut (kronis) ditandai dengan pembesaran pada kaki, tangan,
kantong buah zakar, payudara dan alat kelamin wanita sehingga menimbulkan
cacat yang menetap (Depkes RI, 2005).
2.38 Pemeriksaan Penunjang
2.7.1 Diagnosis Klinik
Diagnosis klinik ditegakkan melalui anamnesis dan pemeriksaan klinik.
Diagnosis klinik penting dalam menentukan angka kesakitan akut dan
menahun (Acute and Chronic Disease Rate). Pada keadaan
amikrofilaremik, gejala klinis yang mendukung dalam diagnosis filariasis
adalah gejala dan tanda limfadenitis retrograd, limfadenitis berulang dan
gejala menahun.
2.7.2 Diagnosis Parasitologik
Diagnosis parasitologik ditegakkan dengan ditemukannya mikrofilaria
pada pemeriksaan darah kapiler jari pada malam hari. Pemeriksaan dapat
dilakukan siang hari, 30 menit setelah diberi DEC 100 mg. Dari
mikrofilaria secara morfologis dapat ditentukan species cacing filaria.
2.7.3 Radiodiagnosis
Pemeriksaan dengan ultrasonografi (USG) pada skrotum dan kelenjar limfe
inguinal penderita akan memberikan gambaran cacing yang bergerak-gerak
(filarial dance sign). Pemeriksaan limfosintigrafi dengan menggunakan
dekstran atau albumin yang dilabel dengan radioaktif akan menunjukkan
adanya abnormalitas sistem limfatik, sekalipun pada penderita yang
mikrofilaremia asimtomatik.
2.7.4 Diagnosis Immunologi
Pada keadaan amikrofilaremia seperti pada keadaan prepaten, inkubasi,
amikrofilaremia dengan gejala menahun, occult filariasis, maka deteksi
antibodi dan/atau antigen dengan cara immunodiagnosis diharapkan dapat
menunjang diagnosis. Adanya antibodi tidak menunjukkan korelasi positif
dengan mikrofilaremia, tidak membedakan infeksi dini dan infeksi lama.
Deteksi antigen merupakan deteksi metabolit, ekskresi dan sekresi parasit
tersebut, sehingga lebih mendekati diagnosis parasitologik. Gib 13,
antibodi monoklonal terhadap O. gibsoni menunjukkan korelasi yang
cukup baik dengan mikrofilaremia W. bancrofti di Papua New Guinea.
(Marty,Aileen,M.2009)
2.39 Komplikasi
2.8.1 Cacat menetap pada bagian tubuh yang terkena
2.8.2 Elephantiasis tungkai
2.8.3 Limfedema : Infeksi Wuchereria mengenai kaki dan lengan, skrotum,
penis,vulva vagina dan payudara.
2.8.4 Hidrokel (40-50% kasus), adenolimfangitis pda saluran limfe testis
berulang : pecahnya tunika vaginalis. Hidrokel adalah penumpukan cairan
yang berlebihan di antaralapisan parietalis dan viseralis tunika vaginalis.
Dalam keadaan normal, cairan yang berada di dalam rongga itu memang
adadan berada dalam keseimbangan antara produksi dan reabsorbsi oleh
sistem limfatik di sekitarnya.
2.8.5 Kiluria : kencing seperti susu karena bocornya atau pecahnya saluran limfe
oleh cacing dewasa yang menyebabkan masuknya cairan limfe ke dalam
saluran kemih. (T.Pohan,Herdiman.2009)
2.40 Penatalaksanaan
Dietilkarbamasin sitrat (DEC) merupakan obat filariasis yang ampuh, baik
untuk filariasis bancrofti maupun brugia, bersifat makrofilarisidal dan
mikrofilarisidal. Obat ini ampuh, aman dan murah, tidak ada resistensi obat,
tetapi memberikan reaksi samping sistemik dan lokal yang bersifat sementara.
Reaksi sistemik dengan atau tanpa demam, berupa sakit kepala, sakit pada
berbagai bagian tubuh, persendian, pusing, anoreksia, kelemahan, hematuria
transien, alergi, muntah dan serangan asma. Reaksi lokal dengan atau tanpa
demam, berupa limfadenitis, abses, ulserasi, limfedema transien, hidrokel,
funikulitis dan epididimitis. Reaksi samping sistemik terjadi beberapa jam
setelah dosis pertama, hilang spontan setelah 2-5 hari dan lebih sering terjadi
pada penderita mikrofilaremik. Reaksi samping lokal terjadi beberapa hari
setelah pemberian dosis pertama, hilang spontan setelah beberapa hari sampai
beberapa minggu dan sering ditemukan pada penderita dengan gejala klinis.
Reaksi sampingan ini dapat diatasi dengan obat simtomatik.
(Harun,riyanto.2010)
Reaksi samping ditemukan lebih berat pada pengobatan filariasis brugia,
sehingga dianjurkan untuk menurunkan dosis harian sampai dicapai dosis total
standar, atau diberikan tiap minggu atau tiap bulan. Karena reaksi samping DEC
sering menyebabkan penderita menghentikan pengobatan, maka diharapkan
dapat dikembangkan penggunaan obat lain (seperti Ivermectin) yang
tidak/kurang memberi efek samping sehingga lebih mudah diterima oleh
penderita.
DEC tidak dapat dipakai untuk khemoprofilaksis. Pengobatan diberikan
peroral sesudah makan malam, diserap cepat, mencapai konsentrasi puncak
dalam darah dalam 3 jam, dan diekskresi melalui air kemih. DEC tidak
diberikan pada anak berumur kurang dari 2 tahun, ibu hamil/menyusui, dan
penderita sakit berat atau dalam keadaan lemah.
Pada filariasis bancrofti, Dietilkarbamasin diberikan selama 12 hari sebanyak 6
mg/kg berat badan, sedangkan untuk filariasis brugia diberikan 5 mg/kg berat
badan selama 10 hari. Pada occult filariasis dipakai dosis 5 mg/kg berat badan
selama 2¬3 minggu. Pengobatan sangat baik hasilnya pada penderita dengan
mikrofilaremia, gejala akut, limfedema, chyluria dan elephantiasis dini. Sering
diperlukan pengobatan lebih dari 1 kali untuk mendapatkan penyembuhan
sempurna. Elephantiasis dan hidrokel memerlukan penanganan ahli bedah.
(harun,riyanto.2010)
Pengobatan nonfarmako pada filariasis adalah istirahat di tempat tidur,
pengikatan di daerah pembendungan untuk mengurangi edema, peninggian
tungkai, perawatan kaki, pencucian dengan sabun dan air, ekstremitas
digerakkan secara teratur untuk melancarkan aliran, menjaga kebersihan kuku,
memakai alas kaki, mengobati luka kecil dengan krim antiseptik atau antibiotik,
dekompresi bedah, dan terapi nutrisi rendah lemak, tinggi protein dan asupan
cairan tinggi. Dalam pelaksanaan pemberantasan dengan pengobatan
menggunakan DEC ada beberapa cara yaitu dosis standard, dosis bertahap dan
dosis rendah. Dianjurkan Puskesmas menggunakan dosis rendah yang mampu
menurunkan mf rate sampai < 1%. Pelaksanaan melalui peran serta masyarakat
dengan prinsip dasa wisma. Penduduk dengan usia kurang dari 2 tahun, hamil,
menyusui dan sakit berat ditunda pengobatannya. DEC diberikan setelah makan
dan dalam keadaan istirahat.
2.9.1 Dosis standar
Dosis tunggal 5 mg/kg berat badan; untuk filariasis bancrofti selama 15
hari, dan untuk filariasis brugia selama 10 hari.
2.9.2 Dosis bertahap
Dosis tunggal 1 tablet untuk usia lebih dari 10 tahun, dan 1/2 tablet untuk
usia kurang dari 10 tahun; disusul 5 mg/kg berat badan pada hari 5 - 12
untuk filariasis bancrofti dan pada hari 5 - 17 untuk filariasis brugia.
2.9.3 Dosis rendah Dosis tunggal 1 tablet untuk usia lebih dari 10 tahun, 1/2
tablet untuk usia < 10 tahun, seminggu sekali selama 40 minggu.
(Marty,Aileen,M.2009)

Anda mungkin juga menyukai