Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN TALASEMIA

DI RUANG INTERNE WANITA RSUP DR.M.DJAMIL PADANG

OLEH :

SUCI MEILISYA,S.KEP

1841312095

PROGRAM STUDI PROFESI NERS KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS ANDALAS

2019
TALASEMIA

A. Landasan Teori Penyakit


1. Defenisi
Thalasemia adalah suatu gangguan darah yang diturunkan ditandai oleh
defisiensi produk rantai globulin pada hemoglobin. Secara molekuler
Thalasemia dibedakan atas Thalasemia alfa dan beta, sedangkan secara klinis
dibedakan atas Thalasemia mayor dan minor. Menurut Nelson (2000)
Thalasemia adalah sekelompok heterogen anemia hipokromik penyakit
herediter dengan berbagai derajat keparahan. Thalasemia merupakan penyakit
kongenetal herediter yang diturunkan secara autosomal berdasarkan kelainan
hemoglobin , dimana satu atau dua rantai Hb kurang atau tidak terbentuk secara
sempurna sehingga terjadi anemia hemolitik. Kelainan hemolitik ini
mengakibatkan kerusakan pada sel darah merah di dalam pembuluh darah
sehingga umur eritrosit menjadi pendek (Ganie, 2005; Mandleco & Pott, 2007).
Thalasemia merupakan sindrom kelainan yang diwariskan (inherited)
dan masuk ke dalam kelompok hemoglobinopati, yakni kelainan yang
disebabkan oleh gangguan sistem hemoglobin akibat mutasi di dalam atau dekat
gen globin (Nurarif, 2013). Mutasi gen globin ini dapat menimbulkan dua
perubahan rantai globin, yakni perubahan struktur rangkaian asam amino acid
sequence rantai globin tertentu, disebut hemoglobinopati struktural, Perubahan
kecepatan sintesis atau kemampuan produksi rantai globin tertentu disebut
Thalasemia.
Thalasemia adalah penyakit yang diturunkan kepada anaknya. Anak yang
mewarisi gen Thalasemia dari satu orangtua dan gen normal dari orangtua yang
lain adalah seorang pembawa (carriers). Anak yang mewarisi gen Thalasemia
dari kedua orangtuanya akan menderita Thalasemia sedang sampai berat
(Munce & Campbell, 2009).
Thalasemia dapat diklasifikasikan berdasarkan jenis hemoglobin yang
mengalami gangguan menjadi Thalasemia alfa dan beta. Sedangkan
berdasarkan jumlah gen yang mengalami gangguan, Hockenberry & Wilson
(2009) mengklasifikasikan Thalasemia menjadi :
a. Thalasemia minor (Trait)
Thalasemia minor merupakan keadaan yang terjadi pada seseorang yang
sehat namun orang tersebut dapat mewariskan gen Thalasemia pada anak-
anaknya. Thalasemia trait sudah ada sejak lahir dan tetap akan ada
sepanjang hidup penderita. Penderita tidak memerlukan transfusi darah
dalam hidupnya.
b. Thalasemia Intermedia
Thalasemia intermedia merupakan kondisi antara Thalasemia mayor dan
minor. Penderita Thalasemia ini mungkin memerlukan transfusi darah
secara berkala, dan penderita Thalasemia jenis ini dapat bertahan hidup
sampai dewasa.
c. Thalasemia Mayor
Thalasemia jenis ini sering disebut Cooley Anemia dan terjadi apabila kedua
orangtua mempunyai sifat pembawa Thalasemia (Carrier). Anak-anak
dengan Thalasemia mayor tampak normal saat lahir, tetapi akan menderita
kekurangan darah pada usia 3-18 bulan. Penderita Thalasemia mayor akan
memerlukan transfusi darah secara berkala seumur hidupnya dan dapat
meningkatkan usia hidup hingga 10-20 tahun. Namun apabila penderita
tidak dirawat penderita Thalasemia ini hanya bertahan hidup sampai 5-6
tahun (Potts & Mandleco, 2007). (Bakta, 2003; Permono, dkk, 2006;
Hockenberry & Wilson, 2009). Thalasemia mayor biasanya menjadi
bergejala sebagai anemia hemolitik kronis yang progresif selama 6 bulan
kehidupan. Transfusi darah reguler diperlukan pada penderita ini untuk
mencegah kelemahan yang amat dan gagal jantung yang disebabkan oleh
anemia (Nelson, 2000).

2. Etiologi
Thalasemia terjadi akibat adanya perubahan pada gen globin pada kromosom
manusia. Gen globin adalah bagian dari sekelompok gen yang terletak pada
kromosom 11. Bentuk dari pada gen beta-globin ini dikontrol oleh locus control
region (LCR). Berbagai mutasi pada gen atau pada unsur-unsur dasar gen
menyebabkan cacat pada inisiasi atau pengakhiran transkripsi, pembelahan RNA
yang abnormal, substitusi, danframeshifts. Hasilnya adalah penurunan atau
pemberhentian daripada penghasilan rantai beta-globin, sehingga menimbulkan
sindrom thalassemia-beta.
Mutasi beta-zero (β0) ditandai dengan tidak adanya produksi beta-globin,
yang biasanya akibat mutasi nonsense, frameshift, atau splicing. Sedangkan
mutasi beta-plus (β+) ditandai dengan adanya produksi beberapa beta-globin
tetapi dengan sedikit cacat splicing.Mutasi yang spesifik memiliki beberapa
hubungan dengan faktor etnis atau kelompok berbeda yang lazim di berbagai
belahan dunia.Seringkali, sebagian besar individu yang mewarisi penyakit ini
memiliki pola resesif autosomal, dengan individu heterozigot memiliki kelainan
gen tersebut, sedangkan pada individu heterozigot atau individu compound
homozigot, kelainan itu memanifestasi sebagai penyakit beta-thalassemia mayor
atau intermedia.

3. Manifestasi Klinis
Anemia berat dengan limpa besar dan hepar yang membesar.Pada anak
yng besar bisanya disertai keadaan gizi yang jelek dan mukanya
memperlihatakan fasies Mongoloid.Jumlah retikulosit dalam darah meningkat.
Pada hapusan darah tepi akan didapatkan gambaran anisositosis, hipokromi,
poikilositsis. Kadar besi dalam serum meninggi dan daya ikat serum terhadap
besi menjadi rendah dapat mencapai nol.
Gambaran Radiologis tulang akan memperlihatakan medula yng lebar,
korteks tipis dan trabekula kasar. Tulang tengkorak memperlihatkan dploe dan
pada anak besar kadag-kadang terlihat brush appearance. Sering pula ditemukan
gangguan pneumatisasi rongga sinus paranasalis.Pada keadaan lebih lanjut
dapat terlihat kelainan tulang, fraktura, dan warna kulit yang kelabu akibat
penimbunan besi (apabila melakukan tranfusi).Anak dengan kelainan ini
biasana meninggal pada umur muda sebelum dewasa akibat gagal jantung dan
infeksi. (Ilmu Kesehatan Anak.2007.FKUI)
Tanda dan gejala secara umum dapat dilihat :
a. Face Mongoloid
b. Hepatosplenomegali
c. Ikterus atau sub-ikterus
d. Tulang : osteoporosis, tampak struktur mozaik. Tengkorak : tampak struktur
“hairs on end”
e. Jantung membesar karena anemia kronik
f. Pertumbuhan terhambat, bahkan mungkin tidak dapat mencapai adolensensi
karena adanya anemia kronik
g. Kelainan hormonal, seperti DM, hipotiroid, disfungsi gonid
h. Gizi buruk
Gejala Klinis Thalasemia mayor, gejala klinik telah terlihat sejak anak baru
berumur kurang dari 1 tahun, yaitu:
a. Lemah
b. Pucat
c. Perkembangan fisik tidak sesuai dengan umur
d. Berat badan kurang
e. Tidak dapat hidup tanpa transfuse
Thalassemia Intermedia : ditandai oleh anemia mikrositik, bentuk heterozigot.
Thalassemia minor/ Thalassemia trait : ditandai oleh splenomegaly anemia berat,
bentuk homozigot.
Gejala khas adalah:
a. Bentuk muka mongoloid yaitu hidung pesek, tanpa pangkal hidung, jarak
antara kedua mata lebar dan tulang dahi juga lebar.
b. Keadaan kuning pucat pada kulit, jika sering ditransfusi, kulitnya menjadi
kelabu karena penimbunan besi.

4. Pemeriksaan Penunjang dan Diagnostik


a. Darah tepi
1) Hb rendah dapat sampai 2-3 g%
2) Gambaran morfologi eritrosit : mikrositik hipokromik, sel target,
anisositosis berat dengan makroovalositosis, mikrosferosit, polikromasi.
3) Retikulosit meningkat.
4) Sumsum tulang (tidak menentukan diagnosis) :
5) Hiperplasi sistem eritropoesis dengan normoblas terbanyak dari jenis
asidofil.
6) Granula Fe (dengan pengecatan Prussian biru) meningkat.
b. Pemeriksaan khusus :
1) Hb F meningkat : 20%-90% Hb total
2) Elektroforesis Hb : hemoglobinopati lain dan mengukur kadar Hb F.
3) Pemeriksaan pedigree: kedua orangtua pasien thalassemia mayor
merupakan trait (carrier) dengan Hb A2 meningkat (> 3,5% dari Hb
total).
c. Pemeriksaan lain :
1) Foto Ro tulang kepala : gambaran hair on end, korteks menipis, diploe
melebar dengan trabekula tegak lurus pada korteks.
2) Foto tulang pipih dan ujung tulang panjang : perluasan sumsum tulang
sehingga trabekula tampak jelas.

5. Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan


Pengobatan Thalasemia bergantung pada jenis dan tingkat keparahan dari
gangguan. Seseorang pembawa atau yang memiliki sifat alfa atau beta
Thalasemia cenderung ringan atau tanpa gejala dan hanya membutuhkan
sedikit atau tanpa pengobatan. Terdapat tiga standar perawatan umum untuk
Thalasemia tingkat menengah atau berat, yaitu transfusi darah, terapi besi dan
chelation, serta menggunakan suplemen asam folat. Selain itu, terdapat
perawatan lainnya adalah dengan transplantasi sum-sum tulang belakang,
pendonoran darah tali pusat, dan HLA (Children's Hospital & Research Center
Oakland, 2005).
a. Transfusi darah
Transfusi yang dilakukan adalah transfusi sel darah merah. Terapi ini
merupakan terapi utama bagi orang-orang yang menderita Thalasemia
sedang atau berat. Transfusi darah dilakukan melalui pembuluh vena dan
memberikan sel darah merah dengan hemoglobin normal. Untuk
mempertahankan keadaan tersebut, transfusi darah harus dilakukan secara
rutin karena dalam waktu 120 hari sel darah merah akan mati. Khusus untuk
penderita beta Thalasemia intermedia, transfusi darah hanya dilakukan
sesekali saja, tidak secara rutin. Sedangkan untuk beta Thalasemia mayor
(Cooleys Anemia) harus dilakukan secara teratur (Children's Hospital &
Research Center Oakland, 2005).
b. Terapi Khelasi Besi (Iron Chelation)
Hemoglobin dalam sel darah merah adalah zat besi yang kaya protein.
Apabila melakukan transfusi darah secara teratur dapat mengakibatkan
penumpukan zat besi dalam darah. Kondisi ini dapat merusak hati, jantung,
dan organ-organ lainnya. Untuk mencegah kerusakan ini, terapi khelasi besi
diperlukan untuk membuang kelebihan zat besi dari tubuh. Terdapat dua
obat-obatan yang digunakan dalam terapi khelasi besi menurut National
Hearth Lung and Blood Institute (2008) yaitu:
1) Deferoxamine
Deferoxamine adalah obat cair yang diberikan melalui bawah kulit
secara perlahan-lahan dan biasanya dengan bantuan pompa kecil
yang digunakan dalam kurun waktu semalam. Terapi ini memakan waktu
lama dan sedikit memberikan rasa sakit. Efek samping dari pengobatan
ini dapat menyebabkan kehilangan penglihatan dan pendengaran.

2) Deferasirox

Deferasirox adalah pil yang dikonsumsi sekali sehari. Efek sampingnya


adalah sakit kepala, mual, muntah, diare, sakit sendi, dan kelelahan.

c. Suplemen Asam Folat


Asam folat adalah vitamin B yang dapat membantu pembangunan sel-sel
darah merah yang sehat. Suplemen ini harus tetap diminum di samping
melakukan transfusi darah ataupun terapi khelasi besi.
1) Transplantasi sum-sum tulang belakang
Bone Marrow Transplantation (BMT) sejak tahun 1900 telah
dilakukan. Darah dan sumsum transplantasi sel induk normal akan
menggantikan sel-sel induk yang rusak. Sel-sel induk adalah sel- sel
di dalam sumsum tulang yang membuat sel-sel darah merah.
Transplantasi sel induk adalah satu- satunya pengobatan yang dapat
menyembuhkan Thalasemia. Namun, memiliki kendala karena hanya
sejumlah kecil orang yang dapat menemukan pasangan yang baik antara
donor dan resipiennya (Okam, 2001).
2) Pendonoran darah tali pusat (Cord Blood)
Cord blood adalah darah yang ada di dalam tali pusat dan
plasenta.Seperti tulang sumsum, itu adalah sumber kaya sel induk,
bangunan blok dari sistem kekebalan tubuh manusia. Dibandingkan
dengan pendonoran sumsum tulang, darah tali pusat non-invasif, tidak
nyeri, lebih murah dan relatif sederhana (Okam, 2001).
3) HLA (Human Leukocyte Antigens)
Human Leukocyte Antigens (HLA) adalah protein yang terdapat
pada sel dipermukaan tubuh. Sistem kekebalan tubuh kita mengenali sel
kita sendiri sebagai 'diri' dan sel „asing' sebagai lawan didasarkan pada
protein HLA ditampilkan pada permukaan sel kita. Pada transplantasi
sumsum tulang, HLA ini dapat mencegah terjadinya penolakan dari
tubuh serta Graft versus Host Disease (GVHD). HLA yang terbaik
untuk mencegah penolakan adalah melakukan donor secara genetik
berhubungan dengan penerima (Okam, 2001).

6. Komplikasi
Bagi thalassemia mayor memerlukan transfuse darah seumur hidup. Pada
thalassemia mayor komplikasi lebih sering di dapatkan dari pada thalassemia
intermedia.Komplikasi neuromuscular tidak jarang terjadi.Biasanya pasien
terlambat berjalan.Sindrom neupati juga mungkin terjadi dengan kelemahan
otot-otot proksimal. Terutama ekstremitas bawah akibat iskemia serebral dapat
timbul episode kelainan neurologic fokal ringan, gangguan pendengaran
mungkin pula terjadi seperti pada kebanyakan anemia hemolitik atau
diseritropoitik lain ada peningkatan kecenderungan untuk terbentuknya batu
pigmen dalam kandung empedu. Serangan pirai sekunder dapat timbul akibat
transfuse yang berulang-ulang dan atau salah pemberian obat-obat yang
mengandung besi. Pencegahan untuk ini adalah dengan selatin azen misalnya
desferal.
Hepatitis paska transfuse bisa dijumpai terutama bila darah transfuse atau
komponennya tidak diperiksa dahulu terhadap adanya keadaan pathogen seperti
HbsAg dan anti HCV. Penyakit AIDS atau HIV dan penyakit Creutzfeldt Jacob
(Analog penyakit sai gila=mad cow, pada sapi) dapat pula ditularkan melalui
transfusi.
Hemosiderosis mengakibatkan sirosis hepatitis, diabetes mellitus dan
penyakit jantung.Pigmentasi kulit meningkat aabila ada hemosiderosis karena
peningkatan endapan melanin dikatalisasi oleh endapan besi yang meningkat.
Dengan chellatin agents hiperpigmentasi ini dapat di koreksi kembali. Tukak
menahun pada kaki dapat di jumpai deformitas pada skelet, tulang dan sendi
mungkin pula terjadi.Deformitas pada muka kadang-kadang begitu berat
sehingga memberikan gambaran yang menakutkan dan memerlukan operasi
koreksi.Pembesaran limpa dapat mengakibatkan hipersplenisme dan dapat
menyebabkan trombositopenia dan perdarahan.
Komplikasi juga dapat berakibat gagal jantung. Transfusi darah yang
berulang-ulang dan proses hemolisis menyebabkan kadar besi dalam darah
sangat tinggi, sehingga ditimbun dalam berbagai jaringan tubuh seperti hepar,
limpa, kulit, jantung dan lain-lain. Hal ini dapat mengakibatkan gangguan fungsi
alat tersebut (hemokromatosis).Limpa yang besar mudah rutur akibat trauma
yang ringan.Kadang-kadang thalassemia disertai oleh tanda hipersplenisme
seperti leukopenia dan trombopenia.

B. Landasan Teori Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a. Identitas Pasien
Identitas pasien meliputi nama, jenis kelamin, umur, nomor rekam medis,
pekerjaan, alamat, nama penanggung jawab dan hubungan dengan pasien.
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan Utama
Merupakan keluhan yang menjadi alasan masuk pasien ke rumah sakit.
Keluhan utama yang ditemui pada pasien talasemia yaitu, demam,
tampak pucat, letih dan lemah.
2) Riwayat Kesehatan Sekarang
Merupakan keluhan yang dirasakan pasien pada saat melakukan
pengkajian. Keluhan yang biasanya disampaikan pasien talasemia adalah
pasien akan mengeluhkan demam, kulit yang terlihat pucat dan
mengeluhkan badan terasa letih dan lemah.
3) Riwayat Kesehatan Dahulu
Merupakan riwayat kesehatan terdahulu pasien yang memiliki hubungan
dengan kesehatan sekarang. Biasanya pasien pernah dirawat karena
penyakit yang sama.
4) Riwayat penyakit keluarga
Merupakan riwayat penyakit pada keluarga pasien. Biasanya pada pasien
dengan talasemia ada keluarga yang menderita penyakit yang sama atau
penyakit darah lainnya, karena penyakit talasemia ini merupakan
penyakit turunan.

c. Pengkajian Pola Fungsional Gordon


1) Persepsi kesehatan dan penanganan kesehatan
Pada pola ini yang dikaji adalah pandangan pasien terhadap penyakit,
kesehatan dan penatalaksanaan kesehatan. Biasanya pasien tidak
mengetahui tentang factor resiko yang menyebabkan pasien menderita
suatu penyakit . Perlu dikaji juga bagaimana prilaku sehat pasien sehari-
hari dan seperti apa pencegahan penyakit yang diderita. Biasanya pada
pasien talasemia akan mengalami perubahan atau gangguan pada
personal hygiene, misalnya kebiasaan mandi, ganti pakaian, BAB dan
BAK dikarenakan kondisi tubuh yang lemah, pasien kesulitan melakukan
kegiatan tersebut dan pasien biasanya cenderung dibantu oleh keluarga
atau perawat.
2) Nutrisi dan metabolik
Pada pola ini yang dikaji adalah diet atau suplemen yang dikonsumsi
pasien, instruksi diet sebelumnya, nafsu makan, jumlah makan atau
jumlah minum serta cairan yang masuk, ada tidaknya mual-muntah,
stomatitis, berat badan selama 6 bulan terakhir apakah ada penurunan,
adakah kesulitan menelan, penggunaan gigi palsu atau tidak, adakah
riwayat masalah pada kulit seperti ruam, kekeringan serta kebutuhan
jumlah zat gizinya. Selain itu, perlu dikaji juga bagaimana intake dan
output makanan serta keseimbangan cairan tubuh pasien.
Biasanya pasien dengan talasemia mengalami penurunan nafsu makan,
mual, muntah, dan juga pasien akan mengalami penurunan BB yang
cukup drastis dalam waktu singkat.
3) Eliminasi
Pada pola ini yang dikaji adalah jumlah buang air besar perhari, ada atau
tidaknya konstipasi, diare, inkontinensia, alvi, disuria, nuktoria, urgensi,
hematuri, retensi, jika menggunakan kateter apakah kateter indwing atau
eksternal. Selain itu perlu dikaji juga bagaimana frekurnsi, konsistensi
dari eliminasi pasien.

4) Aktivitas dan latihan


Pada pola ini yang dikaji adalah kemampuan pasien dalam aktivitas
sehari-hari seperti makan, mandi, berpakaian, tingkat mobilitas di tempat
tidur, berpindah, berjalan.
Biasanya pada pasien talasemia aktivitas dan latihan mengalami
perubahan. Ada beberapa orang tidak dapat melakukan aktifitasnya
karena badan yang lemah dan mudah terasa letih.
5) Kognitif dan perseptual
Pada pola ini yang dikaji adalah keadaan mental pasien, bagaimana cara
berbicara, apakah normal atau tidak, kemampuan berkomunikasi,
kekuatan sensori dan penginderaan (penglihatan pendengaran,
pengecapan, penghidu), nyeri dan kemampuan fungsional kognitif.
Pada pasien talasemia biasanya tidak mengalami gangguan pada
pengiderannya.
6) Istirahat dan tidur
Pada pola ini yang dikaji adalah kebiasaan tidur dan istirahat pasien,
seperti jumlah jam tidur dalam 24 jam, apakah ada masalah selama tidur,
seperti insomnia kemudian tanyakan jam efektif istirahat pasien.
Biasanya pasien dengan talasemia pola istirahat dan tidur mengalami
gangguan karena adanya gejala seperti demam yang berulang. Selain itu
juga didukung oleh perasaan cemas pasien terhadap penyakitnya.
7) Persepsi diri dan konsep diri
Pada pola ini yang dikaji adalah pandangan pasien tentang dirinya dari
masalah-masalahn, apakah ada merasa cemas/takut atau penilaian
terhadap diri mulai dari peran, ideal diri, konsep diri, gambaran diri dan
identitas tentang dirinya.
Pasien tidak begitu mengalami gangguan dalam konsep dirinya. Pada
pasien talasemia biasanya mengalami perasaan cemas dengan
penyakitnya.

8) Peran dan hubungan


Pada pola yang perlu dikaji adalah pekerjaan, status pekerjaan,
kemampuan bekerja, hubungan dengan pasien atau keluarga dan
gangguan terhadap peran yang dilakukan.
Biasanya pada pasien talasemia akan terjadi perubahan peran yang dapat
mengganggu hubungan interpersonal.
9) Seksualitas dan reproduksi
Pada pola ini yang dikaji adalah kepuasan atau ketidakpuasan yang
dirasakan oleh pasien dengan seksualitas, tahap dan pola reproduksi.
Pada pasien talasemia pola reproduksi seksualitas nya tidak terganggu.
10) Koping dan toleransi stress
Pada pola ini yang dikaji adalah pola koping umum, toleransi stress,
sistem pendukung, dan kemampuan yang dimiliki untuk mengendalikan
situasi.
Biasanya pasien akan mengalami cemas, gelisah karena penyakit yang
dideritanya. Lamanya waktu perawatan, perjalanan penyakit, perasaan
tidak berdaya karena ketergantungan menyebabkan reaksi psikologis
yang negatif dapat menyebabkan penderita tidak mampu menggunakan
mekanisme koping yang kontruksif dan adaptif.
11) Nilai dan keyakinan
Pada pola ini yang dikaji adalah pendekatan spritual klien serta perlu
atanu tidaknya dengan rohaniawan.
Biasanya klien lebih mendekatkan diri pada Yang Maha Kuasa untuk
kesembuhan penyakit

d. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum
Keadaan umum meliputi kesan pasien pada keadaan sakit seperti ekspresi
wajah dan posisi pasien, serta kesadaran pasien seperti komposmentis,
apatis, somnolen, sopor, koma dan delirium.
Pada pasien talasemia ditemukan pasien tampak lemah dan pucat.
2) Pemeriksaan tanda vital
Pemeriksaan ini meliputi tekanan darah, nadi (frekuensi, irama,
kualitas), pernafasan (frekuensi, irama, kedalaman, pola pernafasan) dan
suhu tubuh.
Pada pasien talasemia tekanan darah biasanya dalam batas normal.
Sedangkan nadi, fekuensi pernafasan dan suhu yang meningkat.
3) Berat badan dan Tinggi badan
Pada pasien talasemia berat badan biasanya mengalami penurunan
kadang sampai 10% dari BB normal, sedangkan tinggi badannya tetap.
4) Pemeriksaan kepala
Pemeriksaan ini menilai bentuk dan ukuran kepala, distribusi rambut dan
kulit kepala, ubun-ubun (fontanel), wajah simetris atau tidak, atau
ada/tidaknya lesi pembengkakan dan nyeri tekan.
Pada pasien talasemia mempunyai bentuk khas, yaitu kepala membesar
dan bentuk mukanya adalah mongoloid, yaitu hidung pesek tanpa
pangkal hidung, jarak kedua mata lebar, dan tulang dahi terlihat lebar.
5) Mata
Pemeriksaan ini melihat visus, alis bulu mata, konjungtiva anemis/tidak,
sklera ikterik/tidak, pupil, lensa dan adanya udem palpebra/tidak.
Biasanya ditemukan konjungtiva anemis, sclera ikhterik/kekuningan ,
pupil isokor, reflek pupil terganggu.
6) Telinga
Pemeriksaan ini yaitu pada liang telinga, membran timpani, mastoid,
ketajaman pendengaran.
Biasanya tidak ada kelainan atau msalah pada telinga pasien talesemia.
7) Hidung
Pemeriksaan ini melihat ada atau tidaknya polip, sumbatan, pernafasan
cuping hidung dan nyeri tekan.
Biasanya tidak ditemukan kelainan pada hidung pasien dengan talesemia.

8) Mulut
Pemeriksaan ini melihat ada tidaknya kesukaran membuka mulut
(trismus), mukosa bibir, gusi, lidah, salivasi, ada tidaknya peradangan
dan karies pada gigi.
Biasanya bibir pasien dengan talasemia tampak pucat kehitaman.
9) Leher
Pemeriksaan ini untuk melihat kaku kuduk, ada tidaknya massa di leher
(ukuran, bentuk, posisi, konsistensi dan ada tidaknya nyeri telan) . Selain
itu juga pemeriksaan kelenjar getah bening yang dapat dinilai dari
bentuknya serta tanda-tanda radang yang dapat dinilai di daerah servikal
anterior, inguinal, oksipital dan retroaurikuler.
Biasanya tidak ada kelainan pada leher pasien dengan talasemia.
10) Kulit
Pemeriksaan ini meliputi warna (pigmentasi, sianosis, ikterus, pucat,
eritema dan lain-lain), turgor, kelembaban kulit dan ada/tidaknya edema.
Biasanya ditemukan turgor kulit jelek, kulit berwarna pucat kekuningan.
11) Paru
Pemeriksaan ini melihat bentuk dadanya, keadaan paru yang meliputi
simetris/tidak, pergerakan nafas, ada/tidaknya fremitus suara, krepitasi
serta pada saat perkusi bagaimana (hipersonor atau timpani), apabila
udara di paru atau pleura bertambah bunyinya redup dan apabila terjadi
konsolidasi jarngan paru maka bunyika pekak. Selain itu dilakukan
auskultasi untuk mendengar suara nafas apakah normal atau ada suara
tambahan seperti ronchi (basah dan kering) dan wezzing.
Biasanya terdapat sesak nafas (dipsnea) pada pasien talasemia.
12) Jantung
Pemeriksaan adalah denyut apeks atau iktus kordis dan aktivitas
ventrikel, getaran bising (thriil), dan bunyi jantung.
Pada pasien talasemia dada sebelah kiri menonjol akibat adanya
pembesaran jantung yang disebabkan oleh anemia kronik

13) Abdomen
Pemeriksaan ini tentang ukuran atau bentuk perut apakah membuncit
atau tidak, dinding perut, bising usus normal atau tidak,
adanya/tidaknya ketegangan dinding perut dan nyeri tekan. Selain itu
dilakukan palpasi untuk melihat ada tidaknya pembesaran pada organ
hati, limpa, ginjal, kandung kencing, kemudian pemeriksaan pada
daerah anus, rektum serta genetalianya. Pada pasien talasemia perut
terlihat pucat, dipalpasi ada pembesaran limpa dan hati.
14) Ekstremitas
Pemeriksaan ini untuk melihat rentang gerak, keseimbangan dan gaya
berjalan, genggaman tangan, otot kaki, dan ada tidaknya udem di
ekstremitas. Biasanya terjadi kelemahan otot, tonus otot menurun, akral
hangat.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan perfusi jaringan b. penurunan oksigenasi ke sel – sel
b. Hipertermi berhubungan dengan penyakit, peningkatan laju metabolisme
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d faktor biologis,
ketidak mampuan menelan.
d. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan

3. Evaluasi
Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan dalam mengukur
keberhasilan sejauhmana tujuan tersebut tercapai. Bila ada yang belum tercapai
maka dilakukan asuhan keperawatan ulang.
Hasil Evaluasi yang mungkin didapat adalah :
a. Terjadi perbaikan dalam perfusi pasien
b. Terjadi perbaikan dalam suhu pasien
c. Terjadi pemenuhan nutrisi
d. Terjadi toleransi aktivitas
No. NANDA NOC NIC

1. Gangguan perfusi jaringan berhubungan Perfusi jaringan klien adekuat Perawatan sirkulasi :
dengan penurunan oksigenasi ke sel – sel
Setelah dilakukan tindakan  Lakukan penilaian secara komprehensif fungsi
Defenisi : Pengurangan / penurunan perawatan selama 3 x 24 jam, sirkulasi periper. (cek nadi priper,oedema,
konsentrasi dalam sirkulasi darah diharapkan sirkulasi pasien kapiler refil, temperatur ekstremitas).
keperifer yang bisa
menyebabkan adekuat dengan kriteria hasil :
gangguan kesehatan / membahayakan  Evaluasi nadi, oedema

kesehatan - Membran mukosa merah muda


 Inspeksi kulit dan Palpasi anggota badan
- Conjunctiva tidak anemis
 Atur posisi pasien, ekstremitas bawah lebih
Faktor Resiko : - Akral hangat rendah untuk memperbaiki sirkulasi.

- TTV dalam batas normal  Berikan therapi antikoagulan.

 Rubah posisi pasien jika memungkinkan

 Monitor status cairan intake dan output

 Berikan makanan yang adekuat untuk menjaga


viskositas darah

2. Hipertermi b.d proses penyakit Termoregulasi Regulasi Suhu


Defenisi : Peningkatan suhu tubuh Setelah dilakukan tindakan  Pantau suhu paling sedikit tiap 2 jam
Batasan Karakteristik perawatan selama 3 x 24 jam,  Pantau temperatur bayi baru lahr sampai stabil
 Gunakan alat pemantau inti temperatur yang
diharapkan termoregulasi pasien
 Kulit dingin tepat secara berkala
 Sianosis pada bantalan kuku membaik dengan kriteria hasil :  Pantau tekanan darah, nadi, pernafasan dengan
 Suhu tubuh berfluktuasi diatas  Berkeringat tepat
dan dibawah rentang normal  Menyatakan perasaan  Pantau warna kulit dan temperatur
 Kulit kemerahan nyaman  Laporkan tanda hipotermi dan hipertermi
 Hipertensi  TTV dalam batas normal  Naikkan intake cairan yang adekuat dan intake
 Peningkatan frekuensi  Perubahan warna kulit nutrisi
pernapasan  Beri pengobatan tepat untuk untuk mencegah
 Peningkatan suhu tubuh diatas dan megendalikan menggigil
normal  Beri antipiretik sesuai kolaborasi
 Menggigil ringan Pengobatan Demam
 Pucat moderat  Pantau temperature dan tanda vital lainnya
 Piloreksi  Pantau warna kulit dan temperature
 Penurunan suhu tubuh dibawah  Pantau intake dan output
 Atur pengobatan dan cairan intravena
normal
 Kejang (mialnya antipiretik. Agen antibakteri, dan
 Kapila refil lambat agen antishivering)
 Teraba hangat  Tutup pasien dengan selimut atau pakaian
ringan tergantung pada fase demam(selimut
hangat untuk fase dingin dan pakaian ringan
atau sprei untuk demam dan fase panas)
 Dorong konsumsi cairan
 Fasilitasi istirahat, menerapkan pembatasan
kegiatan kegiatan
 Berikan oksgen sesuai kolaborasi
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nutrisi
kebutuhan tubuh b.d faktor biologis, perawatan selama 3 x 24 jam,  Tentukan status gizi pasien dan kemampuan
ketidak mampuan menelan. diharapkan nutrisi pasien untuk memenuhi kebutuhan gizi
Defenisi : Asupan nutrisi yang tidak terpenuhi dengan kriteria hasil :  Identifikasi alergi makanan pada pasien atau

cukup untuk memenuhi kebutuhan  Status gizi intoleransi


Asupan makanan dan cairan :  Tentukan preferensi makanan pasien
metabolik
- Pasien menghabiskan  Anjurkan pasien tentang kebutuhan nutrisi
porsi makanan yang (yaitu , membahas pedoman diet dan piramida
Batasan Karakteristik :
disediakan makanan)
 Kram perut  Bantu pasien dalam menentukan pedoman atau
 Nyeri perut - Status hidrasi baik
 Keengganan untuk makan  Status gizi: asupan zat gizi piramida makanan (misalnya , piramida makanan
 Berat badan 20% ataulebih di baik vegetarian , panduan piramida makanan, dan
bawah kisaran berat badan yang  Kontrol berat badan piramida makanan untuk pasien berusia lebih
ideal dari 70 tahun) yang paling cocok dalam
 Kapiler kerapuhan
memenuhi kebutuhan gizi dan pilihan pasien
 Diare
 Tentukan jumlah kalori dan jenis nutrisi yang
 Rambut rontok berlebihan
 Suara hiperaktifusus dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi
 Kurang nyamakanan  Berikan makanan pilihan sambil menawarkan
 Kurangnya informasi bimbingan terhadap pilihan yang lebih sehat
 Kurangnya minat dalam makanan  Atur pola makan,(menyediakan makanan
 Kehilangan berat badan dengan berprotein tinggi, menyarankan menggunakan
asupan makanan yang cukup bumbu dan rempah-rempah sebagai alternatif
 Kesalahpahaman
 Informasi yang salah untuk garam, menyediakan pengganti gula ,
 Membran mukosa pucat meningkatkan atau menurunkan kalori,
 Persepsi ketidakmampuan untuk
menambah atau mengurangi vitamin, mineral ,
menelan makanan
atau suplemen )
 Tonus otot miskin
 Laporan diubah sensasi rasa Terapi nutrisi
 Laporan asupan makanan kurang
 Kolaborasi dngan ahli gizi jumlah kalori yang
dari saku harian yang
dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan pasien.
direkomendasikan (RDA  Selesaikan pengkajian nutrisi pasien.
 Kenyang segera setelah menelan  Pastikan bahwa diet telah memenuhi makanan
makanan yang tinggi serat untuk mencegah konstipasi.
 Rongga bukal Sore
 Steatorrhea Monitor Nutrisi
 Kelemahan otot diperlukan untuk
 Timbang Berat badan pasien
pengunyahan  Mendapatkan ukuran antropometri dari
 Kelemahan otot yang dibutuhkan
komposisi tubuh (seperti : BMI, ukuran
untuk menelan
pinggang)
 Monitor turgor kulit dan mobilitas
 Identifikasi abnormalitas pada kulit (seperti
banyak memar, penyembuhan luka yang tidak
baik, dan perdarahan)
 Identifikasi abnormalitas pada rambut (seperti
kering, tipis, rambut kasar, dan mudah patah)
 Monitor mual dan muntah
 Identifikasi abnormalitas pada eliminasi (seperti
diare, darah, mukus, dan nyeri dan
ketidakteraturan eliminasi)
 Monitor intake diet dan kalori
 Identifikasi perubahan terbaru nafsu makan dan
aktifitas.
3 Intoleransi aktivitas b.d kelemahan Toleransi terhadap aktivitas Monitor tanda-tanda vital

Setelah dilakukan tindakan  Monitor tekanan darah, temperatur, status


Defenisi : Ketidakcukupan energi secara
perawatan selama 3 x 24 jam, respirasi
fisiologis maupun psikologis untuk  Monitor irama paru-paru
diharapkan toleransi pada
meneruskan atau menyelesaikan aktivitas  Monitor bunyi jantung
aktivitas pasien dengan kriteria  Identifikasi penyebab terjadinya perubahan
yang diminta atau aktivitas sehari-hari.
hasil : tanda-tanda vital
Batasan Karakteristik  Klien mampu aktivitas Terapi aktivitas :
minimal
 Respon abnormal tekanan darah  Kaji kemampuan ps melakukan aktivitas
 Kemampuan aktivitas
terhadap aktifitas  Jelaskan pada ps manfaat aktivitas bertahap
 Respon abnormal denyut jantung meningkat secara bertahap
terhadap aktifitas  Tidak ada keluhan sesak  Evaluasi dan motivasi keinginan ps u/
 Perubahan EKG yang menunjukan
nafas dan lelah selama dan meningktkan aktivitas
ritmia
setelah aktivits minimal  Tetap sertakan oksigen saat aktivitas.
 Perubahan EKG yang menunjukan
 Tanda-tanda vital DBN
iskemia
 Adanya ketidaknyamanan saat Manajemen Energi
beraktivitas
 Adanya dispnea saat beraktivitas  Rencanakan aktivitas saat ps mempunyai energi
 Melaporkan secara verbal adanya cukup u/ melakukannya.
kelelahan  Bantu klien untuk istirahat setelah aktivitas.
 Melaporkan secara verbal adanya
kelemahan

Pola nafas tidak efektif Nyeri Akut


DAFTAR PUSTAKA

Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofiologi Edisi Revisi 3. Jakarta : EGC
Johnson, M.,et all, 2002, Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition,
IOWA Intervention Project, Mosby.
Mansjoer, Arif. dkk . 2008. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2 Edisi 3. Jakarta :
Media Aesculapius FKUI
Moorhead,Sue, Dkk. (2013). Nursing Outcomes Classification (NOC). United
Kingdom: ELSEVIER
NANDA International. (2015). Diagnosa Keperawatan Definisi dan Klasifikasi.
Jakarta. EGC
Padila. (2012). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta : Nuha
Medika
Smeltzer dan Bare. 2013. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Vol.3. Jakarta:
EGC
Syaifuddin, H . 2006 . anatomi Fisiologi untuk Mahasiswa Keperawatan Edisi 3.
Jakarta : EGC
Sudoyo, Aru W.dkk.Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi V.Jakarta Pusat:Internal
Publishing.

Anda mungkin juga menyukai