Anda di halaman 1dari 12

HIGEIA 2 (2) (2018)

HIGEIA JOURNAL OF PUBLIC HEALTH


RESEARCH AND DEVELOPMENT
http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/higeia

KEJADIAN KATARAK SENILIS DI RSUD TUGUREJO

Anni Nur Aini, Yunita Dyah Puspita Santik

Epidemiologi dan Biostatistika, Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat,


Fakultas Ilmu Keolahragaan, Universitas Negeri Semarang

Info Artikel Abstrak


________________ ___________________________________________________________________
Sejarah Artikel: Angka kejadian katarak senilis di RSUD Tugurejo pada tahun 2014 sebanyak 519 orang, pada
Diterima Februari 2018 tahun 2015 meningkat menjadi 674 orang, dan pada tahun 2016 sebanyak 572 orang. Tujuan
Disetujui Maret 2018 penelitian ini untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian katarak senilis di
Dipublikasikan April RSUD Tugurejo. Penelitian ini dilakukan pada bulan November 2017. Jenis penelitian adalah
2018 observasional analitik studi kasus kontrol dengan sampel sebesar 45 kasus dan 45 kontrol.
________________ Instrumen yang digunakan adalah lembar kuesioner. Analisis data dilakukan secara univarat dan
Keywords: bivariat dengan menggunakan uji chi-square. Hasil penelitian menunjukkan bahwa p-value umur
Risk Factors, Age, Cataract (p=0,00), jenis kelamin (p=0,83), tingkat pendidikan (p=0,00), tingkat penghasilan (p=0,02),
Senilis riwayat keluarga katarak (p=0,45), kebiasaan merokok (p=0,29), lama terpapar sinar matahari
____________________ (p=0,02), dan hipertensi (p=0,03). Simpulan penelitian ini adalah terdapat hubungan antara umur,
tingkat pendidikan, tingkat penghasilan, lama terpapar sinar matahari, hipertensi dengan kejadian
katarak senilis. Tidak ada hubungan antara jenis kelamin, riwayat keluarga katarak, dan kebiasaan
merokok dengan kejadian katarak senilis di RSUD Tugurejo.

Abstract
___________________________________________________________________
The incidence of senile cataracts in RSUD Tugurejo 2014 were 519 people, 2015 increased to 674 people, and
2016 were 572 people. This study purposed to determine the factors associated with the incidence of senile
cataracts in RSUD Tugurejo. The study was conducted in November 2017. The type of research was case
control study with 45 cases and 45 controls. The instrument used is a questionnaire. The Data were analyzed
by univariate and bivariate using chi-square test. The results showed p-value of age (p = 0,00), gender (p =
0,83), education level (p = 0,00), income level (p = 0,02), family history of cataract (p = 0.45), smoking habits
(p = 0.29), long exposure to sunlight (p = 0.02), and hypertension (p = 0.03). The conclusion of this research is
the relationship between age, education level, income level, long exposure to sunlight, hypertension with senile
cataract. There was no relationship between sex, family history of cataracts, and smoking habits with the
incidence of senile cataracts in RSUD Tugurejo.

© 2018 Universitas Negeri Semarang


Alamat korespondensi:
p ISSN 1475-362846
Gedung F5 Lantai 2 FIK Unnes
Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang, 50229 e ISSN 1475-222656
E-mail: anniaini67@yahoo.com

295
Aini N.A. dan Yunita D.P.S. / Katarak Senilis / HIGEIA 2 (2) (2018)

PENDAHULUAN akan menentukan dalam pembentukan katarak


yang ditandai dengan mengaburnya lensa mata.
Katarak adalah pengembangan dari Semakin besar intensitas cahaya, maka semakin
keadaan tidak tembus cahaya dalam lensa. besar kemungkinan kerusakan mata.
Seiring bertambahnya usia, ada gangguan Indonesia merupakan negara dengan
dalam struktur lensa dan akumulasi pigmen. angka kebutaan tertinggi kedua di dunia setelah
Katarak ditandai dengan adanya gangguan Ethiopia dengan prevalensi di atas 1%.
penglihatan (kabur atau mendung), penurunan Tingginya angka kebutaan di Indonesia tidak
tajam penglihatan secara progresif, hanya mejadi masalah kesehatan tetapi juga
membutuhkan lebih banyak cahaya untuk masalah sosial. Berdasarkan data dari World
melihat hal-hal yang jelas, silau, perubahan Health Organization (WHO) (2012) katarak
persepsi warna dapat terjadi dengan intensitas merupakan penyebab kebutaan utama di dunia.
berkurang, kurangnya kontras atau distorsi Terdapat 39 juta orang yang buta di seluruh
kekuningan. Katarak terus berkembang seiring dunia, dengan penyebab utama kebutaan yaitu
waktu, menyebabkan kerusakan penglihatan katarak sebesar 51%. Selain itu, katarak
secara progresif (Nash, 2013). Jenis katarak merupakan penyebab gangguan penglihatan
yang paling sering ditemukan adalah katarak kedua di dunia dengan angka kejadian sebesar
senilis. Berdasarkan penelitian yang dilakukan 33% (Kemenkes RI, 2014).
oleh Bhardwaj (2016) di Medical College Berdasarkan Riset kesehatan Dasar
Hospital di India menyebutkan bahwa dari 746 (RISKESDAS) Indonesia tahun 2007 dan 2013,
pasien, 53,6% adalah penderita katarak. prevalensi penduduk yang menderita katarak
Sebagian besar pasien (55%) penderita katarak termasuk katarak senilis di Indonesia sebesar
berusia 60-80 tahun, dan 53,8% katarak adalah 1,8% (Kemenkes RI, 2007). Pada tahun 2013,
jenis katarak senilis. prevalensi katarak semua umur sebesar 1,8%
Faktor penyebab katarak termasuk atau sekitar 18.499.734 orang. Sementara
katarak senilis dapat berasal dari beberapa perkiraan insidensi katarak sebesar 0,1% per
faktor yaitu 1) faktor yang tidak dapat tahun. Selain itu, penduduk Indonesia juga
dimodifikasi seperti jenis kelamin perempuan memiliki kecenderungan menderita katarak 15
dan riwayat keluarga katarak, 2) kondisi medis tahun lebih cepat dibandingkan penduduk di
seperti diabetes, dehidrasi akut, gangguan daerah subtropis (Kemenkes RI, 2013).
atopik, hipertensi, asam urat (lebih dari 10 Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar
tahun), 3) trauma mata, 4) penyakit mata (RISKESDAS) Provinsi Jawa Tengah tahun
lainnya, 5) konsumsi obat seperti kortikosteroid, 2007 dan 2013, presentase penduduk yang
statin, agen topikal yang digunakan dalam terdiagnosis katarak termasuk katarak senilis
pengobatan glukoma, dll serta 6) gaya hidup mengalami peningkatan sebesar 1,1% yakni
seperti kebiasaan merokok, paparan sinar pada tahun 2007 dengan prevalensi 1,3%
matahari, konsumsi alkohol, status gizi (Nash, (Kemenkes RI, 2007) dan pada tahun 2013
2013). prevalensi katarak meningkat menjadi 2,4%.
Hasil penelitian Heidar (2015) Selain itu, pada tahun 2013, Provinsi Jawa
menyebutkan terdapat hubungan antara lama Tengah merupakan salah satu provinsi yang
terpapar sinar matahari dengan kejadian memiliki prevalensi katarak diatas angka
katarak. Sebanyak 64,9% penderita katarak nasional (1,8%) dan merupakan provinsi dengan
senilis terpapar sinar matahari selama mereka jumlah kebutaan terbanyak di Indonesia dengan
bekerja, sementara hanya 15,1% responden penyebab utama kebutaan adalah katarak
kontrol yang terpapar sinar matahari selama (Kemenkes RI, 2013).
bekerja. Menurut Robert (2011) bahwa radiasi Berdasarkan laporan dari sub bidang
UV akut yang intens dan terpapar secara kronis pelayanan kesehatan Dinas Kesehatan Kota

296
Aini N.A. dan Yunita D.P.S. / Katarak Senilis / HIGEIA 2 (2) (2018)

Semarang mengalami fluktuatif. Pada tahun responden, 64,5% reponden bekerja diluar
2014 jumlah penderita katarak senilis sebanyak gedung seperti wiraswasta, buruh, petani, dll,
194 penderita. Pada tahun 2015 penderita serta 35,4% responden bekerja didalam gedung
katarak senilis mengalami peningkatan sebesar seperti pegawai swasta, PNS, pensiun, IRT,
549 menjadi 734 penderita. Pada tahun 2016 perawat, tidak bekerja. Distribusi responden
penderita katarak senilis mengalami penurunan berdasarkan asal penderita, bahwa sebagian
menjadi 593 penderita. besar responden katarak senilis yang berobat di
Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) RSUD Tugurejo adalah responden yang berasal
Tugurejo Semarang merupakan Rumah Sakit dari 4 kecamatan, yaitu kecamatan Ngaliyan,
Kelas B milik Pemerintah Provinsi Jawa Tugu, Mijen, dan Semarang Barat. Berdasarkan
Tengah, yang terletak di Semarang bagian barat. uraian permasalahan diatas peneliti bertujuan
Katarak senilis merupakan jenis katarak yang untuk mengetahui faktor-faktor yang
paling banyak dialami pasien yang berkunjung berhubungan dengan kejadian katarak senilis di
ke RSUD Tugurejo baik rawat jalan maupun RSUD Tugurejo Kota Semarang.
rawat inap. Pada tahun 2016 jumlah kunjungan
katarak sebanyak 1817 orang dengan 56,5% METODE
merupakan penderita katarak senilis. Sedangkan
pada pasien rawat inap, pada tahun 2016 dari Jenis penelitian ini menggunakan metode
115 kunjungan katarak, 73% adalah penderita penelitian kuantitatif menggunakan
katarak senilis. observasional analitik dengan rancangan
Berdasarkan data rekam medis RSUD penelitian kasus kontrol (case control study).
Tugurejo menunjukkan bahwa angka kejadian Populasi kasus dalam penelitian ini yaitu semua
katarak senilis mengalami peningkatan dari pasien dengan diagnosis menderita katarak
tahun 2014 sampai 2016 baik pasien rawat jalan senilis yang berkunjung ke poli mata RSUD
maupun rawat inap. Pasien rawat jalan Tugurejo Kota Semarang selama rentang waktu
meningkat sebesar 28 pasien, sedangkan rawat Januari-November 2017 dan tercatat dalam
inap meningkat sebesar 23 pasien. Jumlah rekam medis rumah sakit yakni sebesar 305
penderita katarak senilis rawat jalan tahun 2014 orang. Populasi kontrol yaitu semua pasien
sebesar 460 meningkat menjadi 576 pada tahun yang tidak menderita katarak yang berkunjung
2015 dan menurun menjadi 488 pada tahun ke poli mata RSUD Tugurejo Kota Semarang
2016. Sementara itu, jumlah penderita katarak selama rentang waktu Januari-November 2017
senilis rawat inap tahun 2014 sebesar 59 dan tercatat dalam rekam medis rumah sakit
meningkat menjadi 98 pada tahun 2015 dan berjumlah 2771 orang.
menurun menjadi 84 pada tahun 2016. Sampel kasus dalam penelitian ini adalah
Berdasarkan studi pendahuluan tentang penderita katarak senilis yang memenuhi
distribusi penderita katarak senilis rawat jalan kriteria inklusi meliputi penderita dengan
dan rawat inap tahun 2016 di RSUD Tugurejo diagnosis katarak senilis, berumur ≥40 tahun,
menyebutkan bahwa 57% penderita katarak tercatat dalam rekam medis RSUD Tugurejo
senilis berjenis kelamin perempuan. Sedangkan periode waktu 2017 sampai waktu dilakukannya
berdasarkan umur responden, usia 45-64 tahun penelitian, dan kriteria eksklusi yaitu responden
sebesar 56,8%, dan pada usia 65 tahun keatas kasus katarak senilis telah 3 kali didatangi tidak
sebesar 42,6%. Distribusi responden berhasil ditemui atau tidak bersedia
berdasarkan pendidikan yang diambil dengan berpartisipasi dalam penelitian, pada saat
sampel 213 responden yaitu, 8,69% tidak penelitian responden sudah pindah rumah atau
sekolah, 24,5% SD, 15,8% SMP, 44,3% SMA, meninggal dunia, serta responden menderita
dan 10,67% pendidikan perguruan tinggi. diabetes dan obesitas.
Berdasarkan jenis pekerjaan, dari 141 Sampel kontrol pasien yang berkunjung

297
Aini N.A. dan Yunita D.P.S. / Katarak Senilis / HIGEIA 2 (2) (2018)

ke poli mata RSUD Tugurejo Kota Semarang Prosedur penelitian ini meliputi tahap pra
dengan diagnosis selain katarak serta pada saat penelitian, tahap penelitian, dan tahap pasca
penelitian berlangsung memenuhi kriteria penelitian. Pada tahap pra penelitian langkah
inklusi meliputi umur ≥40 tahun, tercatat dalam yang dilakukan yaitu koordinasi dengan pihak-
rekam medis tidak menderita katarak di RSUD pihak terkait ijin penelitian, pengambilan data
Tugurejo periode waktu 2017 sampai waktu jumlah penderita kasus dan kontrol di RSUD
dilakukannya penelitian, dan kriteria eksklusi Tugurejo, menyusun rencana penelitian,
yaitu pada saat penelitian responden sudah menentukan besar sampel yang akan diteliti,
pindah rumah atau meninggal dunia, responden mengurus perizinan, menyiapkan instrumen
menderita diabetes mellitus dan obesitas. berupa kuesioner penelitian untuk
Besar sampel minimal yang didapat mengumpulkan data primer. Pada tahap
berdasarkan perhitungan sampel minimal penelitian langkah yang dilakukan yaitu
adalah sebesar 45 orang. Pengambilan sampel menyeleksi responden berdasarkan kriteria
untuk kasus dan kontrol menggunakan inklusi dan eksklusi, meminta kesediaan subjek
perbandingan 1:1, sehingga besar sampel penelitian untuk mengikuti penelitian, pengisian
penelitian ini adalah 45 kasus dan 45 kontrol. kuesioner, serta mendokumentasikan kegiatan
Jadi, jumlah sampel secara keseluruhan sebesar penelitian dalam bentuk foto. Sementara pada
90 sampel. Pengambilan sampel dilakukan tahap pasca penelitian dilakukan pengolahan
dengan teknik purposive sampling. data dengan bantuan komputer untuk
Sumber data dalam penelitian ini yaitu memudahkan dalam analisis data, menyusun
data primer dan data sekunder. Adapun data hasil penelitian, dan menarik kesimpulan.
primer yang diperoleh dari penelitian ini berasal Teknik pengolahan data meliputi editing,
dari hasil pengisian kuesioner oleh responden coding, skoring, tabulasi, dan entry. Data diolah
secara langsung untuk memperoleh data terkait dan dianalisis dengan komputer. Analisis
dengan identitas responden seperti nama, umur, univariat disajikan dalam bentuk tabel distribusi
pendikan terakhir, pekerjaan, pendapatan, lama frekuensi dan prosentase dari masing-masing
terpapar sinar matahari, kebiasaan merokok, variabel baik variabel bebas maupun terikat.
riwayat keturunan pernah menderita katarak Sementara analisis bivariat dengan
dan riwayat hipertensi. Data sekunder diperoleh menggunakan uji statistik chi square.
dari rekam medis RSUD Tugurejo berupa
jumlah penderita, nama, umur, jenis kelamin, HASIL DAN PEMBAHASAN
alamat, diagnosis responden, status menderita
diabetes serta data tekanan darah responden. Rumah Sakit Umum Daerah Tugurejo
Teknik pengambilan data terdiri dari merupakan rumah sakit kelas B milik
wawancara dan dokumentasi. Instrumen yang pemerintah provinsi Jawa Tengah yang terletak
digunakan yaitu kuesioner. Wawancara dengan di Kecamatan Ngaliyan, Kota Semarang. Salah
kuesioner yaitu dilakukan untuk memperoleh satu kasus yang menjadi perhatian di klinik
data primer dengan menggunakan kuesioner spesialis mata RSUD Tugurejo Semarang
sebagai alat. Data yang akan diambil meliputi adalah masalah katarak termasuk katarak
status menderita diabetes mellitus, umur, jenis senilis.
kelamin, tingkat pendidikan, tingkat Variabel yang diteliti dalam penelitian
penghasilan, riwayat katarak dalam keluarga, ini meliputi umur, jenis kelamin, tingkat
kebiasaan merokok, lama terpapar sinar pendidikan, tingkat penghasilan, riwayat
matahari, serta adanya riwayat hipertensi. keluarga katarak, kebiasaan merokok, lama
Dokumentasi dalam penelitian ini berbentuk terpapar sinar matahari, dan riwayat hipertensi.
foto serta dokumen pencatatan hasil wawancara Variabel umur dikategorikan menjadi
selama penelitian dilaksanakan. berisiko jika berumur ≥ 60 tahun dan tidak

298
Aini N.A. dan Yunita D.P.S. / Katarak Senilis / HIGEIA 2 (2) (2018)

Tabel 1. Distribusi Karakteristik Responden


Variabel Kategori Kasus % Kontrol % Jumlah %
Umur 40-50 Tahun 1 2,2 23 51,1 24 26,7
51-60 Tahun 15 33,4 17 37,8 32 35,5
61-70 Tahun 18 40 5 11,1 23 25,6
>71 Tahun 11 24,4 0 0 11 12,2
Tingkat Tidak Tamat SD 7 15,6 3 6,7 10 11,1
Pendidikan Tamat SD 13 28,9 7 15,6 20 22,2
Tamat SMP 12 26,6 5 11,1 17 19
Tamat SMA 9 20 22 48,8 31 34,4
Diploma/Sarjana 4 8,9 8 17,8 12 13,3
berisiko jika berumur <60 tahun. Variabel jenis square diperoleh nilai p=0,000 <0,05 dengan
kelamin dikategorikan perempuan dan laki-laki. OR sebesar 12,02 dan 95%CI=4,32-33,46, maka
Variabel tingkat pendidikan dikategorikan redah dapat diketahui bahwa responden yang berumur
(tidak tamat SD, tamat SD dan SMP) dan tinggi ≥60 tahun 12,02 kali lebih berisiko menderita
(SMA dan perguruan tinggi). Variabel tingkat katarak senilis dibandingkan responden yang
penghasilan dikategorikan rendah (<UMR berusia <60 tahun. Menurut Michael (2011)
Rp.2.125.000,-) dan tinggi (≥UMR Makin bertambah usia seseorang, protein lensa
Rp.2.125.000,-). Variabel riwayat keluarga mengalami proses non-enzimatik,
katarak dikategorikan ada dan tidak ada. perkembangan genetik yang dapat
Variabel kebiasaan merokok yaitu riwayat meningkatkan kerentanan terhadap proses
responden melakukan aktifitas menghisap rokok oksidasi, perubahan susunan molekul lensa dan
secara rutin sedikitnya satu batang perhari peningkatan penghamburan cahaya. Lensa
selama sekurang-kurangnya 1 tahun. Variabel manusia yang tumbuh sepanjang hidup
merokok dikategorikan ya dan tidak. Variabel menyebabkan inti lensa terkena pengaruh
lama terpapar sinar matahari dikategorikan tersebut dalam jangka waktu yang lama dan
terpapar jika ≥6 jam perhari dan tidak terpapar berisiko mengalami kerusakan oksidatif yang
jika <6 jam perhari. Variabel hipertensi akan meningkat pada usia dekade keempat.
dikategorikan hipertensi dan tidak hipertensi. Akibatnya, transparansi lensa berkurang dan
Tabel 1. Menunjukkan distribusi inti lensa menjadi lebih kaku, sehingga
karakteristik responden berdasarkan usia dan menyebabkan kesulitan dalam kemampuan
tingkat pendidikan. Distribusi karakteristik akomodasi mata yang dapat memperberat
responden berdasarkan usia yakni sebanyak 32 dalam pembentukan katarak.
(35,5%) responden berusia 51-60 tahun, Data di lapangan menunjukkan bahwa
sebanyak 24 (26,7%) responden berusia 40-50 jumlah penderita katarak senilis dengan umur ≥
tahun, sebanyak 23 (25,6%) responden berusia 60 tahun sebanyak 31 orang (68,9%) lebih
61-70 tahun, serta sebanyak 11 (12,2%) banyak dibandingkan dengan responden yang
responden berusia >71 tahun. Distribusi tidak menderita katarak senilis sebanyak 7 orang
karakteristk responden berdasarkan tingkat (15,6%). Sedangkan penderita katarak senilis
pendidikan yakni sebanyak 31 (34,4%) dengan umur <60 tahun sebanyak 14 orang
responden tamat SMA, sebanyak 20 (22,2%) (31,1%) lebih sedikit dibandingkan dengan
responden tamat SD, sebanyak 17 (19%) responden yang tidak menderita katarak senilis
responden tamat SMP, sebanyak 12 (13,3%) sebesar 38 (84,4%). Hal ini menunjukkan bahwa
diploma/ sarjana, dan sebanyak 10 (11,1%) usia mempengaruhi katarak senilis. Banyak
responden tidak tamat SD. responden yang mengeluhkan penglihatan
Tabel 2. Menunjukkan analisis bivariat mulai kabur dan tidak dapat melihat dengan
yakni analisis hubungan antara variabel bebas jelas lagi pada usia yang semakin tua.
dan variabel terikat. Hasil analisis bivariat yang Penelitian ini sejalan dengan penelitian
dilakukan pada variabel umur menunjukkan Hadini (2016) yang menunjukkan ada hubungan
secara statistik bahwa umur berhubungan antara umur dengan kejadian katarak senilis di
dengan kejadian katarak senilis. Hasil uji chi RSU Bahteramas. Penelitian Handini menjelas-

299
Aini N.A. dan Yunita D.P.S. / Katarak Senilis / HIGEIA 2 (2) (2018)

Tabel 2. Distribusi Analisis Bivariat


No Variabel Kategori Frekuensi (n) Jumlah
OR p-
Kasus Kontrol
(95% CI) value
N % N % N %
1. Umur ≥ 60 tahun 31 68,9 7 15,6 38 42,2 12,02 0,00
< 60 tahun 14 31,1 38 84,4 52 57,8 (4,32-33,46)
2. Jenis Kelamin Perempuan 21 46,7 19 42,2 40 44,4 0,83
-
Laki-Laki 24 53,3 26 57,8 50 55,6
3. Tingkat Rendah 32 71,1 15 33,3 47 52,2 4,92 0,00
pendidikan Tinggi 13 28,9 30 66,7 43 47,8 (2,01-12,04)
4. Tingkat Rendah 29 64,4 17 46 46 51,1 2,98 0,02
Penghasilan Tinggi 16 35,6 28 44 44 48,9 (1,26-7,04)
5. Riwayat Ada 12 26,7 8 17,8 20 22,2 0,45
Keluarga -
Tidak Ada 33 73,3 37 82,2 70 77,8
Katarak
6. Kebiasaan Ya 17 37,8 23 51,1 40 44,4 0,29
-
Merokok Tidak 28 62,2 22 48,9 50 55,6
7. Lama Terpapar ≥6 jam perhari 22 48,9 11 24,4 33 36,7 2,96 0,02
Sinar Matahari <6 jam perhari 23 51,1 34 75,6 57 63,3 (1,21-7,25)
8. Hipertensi Hipertensi 26 57,8 15 33,3 41 45,6 0,03
2,74
Tidak
19 42,2 30 66,7 49 54,4 (1,16-6,45)
Hipertensi
-kan bahwa semakin meningkatnya usia, maka estrogen bertanggungjawab dalam pembentukan
sifat lensa sebagai salah satu organ tubuh juga katarak.
akan ikut berubah. Perubahan yang terjadi salah Perbedaan hasil dalam penelitianini
satunya adalah meningkatnya kemampuan disebabkan karena perbedaan tingkat hormon
lensa untuk menghamburkan cahaya matahari. dan konsentrasi metabolit terhadap kerentanan
Tidak hanya pada lensa, penyebaran cahaya individu dalam pembentukan katarak. Hal ini
matahari juga terjadi secara intraokular, dan ini sesuai dengan Zhang (2003) menyebutkan
juga meningkat secara eksponensial sesuai bahwa prevalensi katarak meningkat dengan
dengan peningkatan usia. Perubahan ini secara bertambahnya usia baik laki-laki maupun
nyata dimulai dari usia 40 tahun, kemudian perempuan. Hormon seks tidak dapat
meningkat hingga 2 kali lipat saat usia 65 menjelaskan kecenderungan ini. Hal ini
tahun, dan mencapai 3 kali lipat pada usia 77 dimungkinkan adanya riwayat genetik yang
tahun (Berg, 2007). Hasil penelitian ini mengatur terjadinya katarak senilis atau
diperkuat oleh penelitian Sonowal (2013) di mungkin protein pada lensa secara bertahap
India yang menunjukkan bahwa prevalensi memiliki berat molekul yang tinggi, sehingga
katarak senilis meningkat dengan pertambahan menyebabkan terjadinya kekeruhan lensa.
usia, sebagian besar berusia ≥60 tahun (90,81%), Perbedaan tingkat hormon dan konsentrasi
diikuti dengan umur 50-59 tahun (31,46%), serta metabolit menghasilkan kerentanan yang
prevalensi terendah pada rentang umur 40-49 berbeda dalam pembentukan katarak. Oleh
tahun (10,38%). karena itu, kadar hormon seks dapat dianggap
Berdasarkan hasil penelitian diketahui sebagai faktor risiko kataraktogenesis, namun
bahwa tidak ada hubungan antara jenis kelamin bukan merupakan faktor utama.
dengan kejadian katarak senilis di RSUD Hasil penelitian ini berbeda dengan
Tugurejo Kota Semarang (p value=0,83). penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh
Menurut Andjelic (2012) bahwa hormon Hadini (2016), Mo’otapu (2015) yang
estrogen pada wanita mungkin mempengaruhi menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara
pembentukan katarak. Hormon ovarian jenis kelamin perempuan dengan kejadian
meningkatkan katarak yang didinduksi radiasi. katarak. Perbedaan hasil penelitian ini
Endogen utama estrogen, ẞ-estradiol memiliki dikarenakan proporsi penderita katarak berjenis
mitogenik dan efek anti-oksidatif pada kelamin laki-laki lebih mendominasi
konsentrasi fisiologis, sedangkan tingkat dibandingkan perempuan. Selain itu adanya
farmakologi menginduksi stres oksidatif dan perbedaan kriteria inklusi maupun eksklusi yang
bertindak proapoptosis dalam lensa. Suplemen berpengaruh terhadap hasil penelitian.
hormon percobaan menunjukkan bahwa Hasil analisis bivariat menunjukkan

300
Aini N.A. dan Yunita D.P.S. / Katarak Senilis / HIGEIA 2 (2) (2018)

tingkat pendidikan berhubungan dengan rendah dapat berpengaruh pada penghasilan


kejadian katarak senilis di RSUD Tugurejo Kota yang akan mempengaruhi status nutrisi
Semarang. Hasil uji chi square diperoleh nilai seseorang. Selain itu, rendahnya pendidikan
p=0,000 <0,05 dengan OR sebesar 4,92 dan menjadikan responden memiliki pekerjaan
95%CI=2,01-12,04, maka dapat diketahui sebagai nelayan, buruh, dan pedagang jalanan
bahwa responden dengan tingkat pendidikan dengan paparan sinar matahari yang berdampak
rendah 4,92 kali lebih berisiko menderita pada pembentukan katarak. Penelitian Bae
katarak senilis dibandingkan responden dengan (2015) berdasarkan Korea national health
tingkat pendidikan tinggi. Menurut Tana (2009) nutrition examnation survey menunjukkan
pendidikan yang kurang dapat menyebabkan bahwa terdapat hubungan antara tingkat
kurangnya pengetahuan dan kesadaran pendidikan dengan kejadian katarak senilis.
mengenai penyakit katarak dan pengobatannya. Adanya hubungan dalam penelitian Bae
Data di lapangan menunjukkan bahwa dikarenakan orang dengan pendidikan rendah
responden penderita katarak dengan pendidikan mungkin mengalami kesulitan memperoleh
rendah sebanyak 32 orang (71,1%) lebih banyak informasi tentang risiko kesehatan.
dibandingkan dengan bukan penderita katarak Hasil analisis bivariat menunjukkan
yaitu 15 orang (33,3%). Sedangkan responden bahwa tingkat penghasilan berhubungan dengan
bukan penderita katarak dengan pendidikan kejadian katarak senilis di RSUD Tugurejo Kota
tinggi yaitu 30 orang (66,7%) lebih banyak Semarang .Hasil uji chi square diperoleh nilai
dibandingkan dengan responden penderita p=0,02 <0,05 dengan OR sebesar 2,98 dan
katarak sebanyak 13 orang (28,9%). Pendidikan 95%CI=1,26-7,04, maka dapat diketahui bahwa
masyarakat yang rendah akan berdampak pada responden dengan tingkat penghasilan rendah
tidak adanya pemahaman dan kesadaran akan 2,98 kali lebih berisiko menderita katarak senilis
penyakit katarak. Dari beberapa wawancara dibandingkan responden dengan tingkat
dengan responden, mereka mengaku tidak penghasilan tinggi. Hal ini sesuai dengan
pernah tahu sebelumnya mengenai penyakit Andayani (2017) bahwa tingkat kesehatan pada
katarak, gejala katarak serta pencegahannya. sebagian responden ditentukan oleh pendapatan
Mereka juga cenderung memeriksakan diri keluarga. Uang dapat dipakai untuk
setelah penglihatan dirasa cukup mengganggu memperoleh pelayanan kesehatan, dan
aktifitas sehari-hari. Hasil ini sesuai dengan perbaikan faktor dari lingkungan, sehingga
hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) membantu mencegah suatu penyakit.
Indonesia tahun 2013 yang menunjukkan Penelitian ini menunjukkan responden
bahwa terdapat tiga terbanyak alasan penderita penderita katarak dengan penghasilan rendah
katarak belum operasi yaitu 51,6% karena tidak sebanyak 29 orang (64,4%) lebih banyak
mengetahui menderita katarak, 11,6% karena dibandingkan dengan bukan penderita katarak
tidak mampu membiayai dan 8,1% karena takut sebanyak 17 orang (37,8%). Sedangkan
operasi. responden bukan penderita katarak dengan
Penelitian ini sejalan dengan penelitian penghasilan tinggi sebanyak 28 orang (62,2%)
yang dilakukan oleh Laila (2017) menunjukkan lebih banyak dibandingkan dengan penderita
bahwa terdapat hubungan antara pendidikan katarak sebanyak 16 orang (35,6%).
dengan kejadian katarak senilis di daerah Berdasarkan data di lapangan menyatakan
pesisir, hal ini dikarenakan pendidikan belum bahwa responden yang berpenghasilan rendah
menjadi kebutuhan yang penting apalagi kondisi berkaitan dengan pendidikan responden yang
sarana dan prasarana yang tidak mendukung. rendah. Pendidikan responden yang rendah
Selain itu, faktor ekonomi juga menjadi alasan mempengaruhi pekerjaan responden yang
rendahnya tingkat pendidikan. Meskipun tidak banyak di bidang informal dengan penghasilan
ditemukan hubungan langsung antara tingkat yang kurang menentu, sehingga kurang
pendidikan dan katarak. Namun, pendidikan terpenuhi dalam asupan nutrisi serta kesulitan

301
Aini N.A. dan Yunita D.P.S. / Katarak Senilis / HIGEIA 2 (2) (2018)

dalam memperoleh informasi kesehatan. Selain ke fasilitas pelayanan kesehatan, jadi diagnosis
itu, meskipun pemerintah telah menyediakan katarak tidak dapat ditegakkan secara pasti.
jaminan kesehatan nasional (JKN) secara gratis Hasil penelitian menunjukkan
bagi masyarakat kurang mampu, namun belum responden katarak yang mempunyai riwayat
bisa mengcover akses layanan kesehatan keluarga sebelumnya ada katarak sebanyak 12
dikarenakan kurangnya dukungan keluarga, orang (26,7%) lebih tinggi dibandingkan
jarak rumah yang jauh dari sarana pelayanan responden bukan katarak yaitu 8 orang (17,8%).
kesehatan yang menyebabkan ongkos Sedangkan responden bukan penderita katarak
transportasi menjadi mahal. dengan tidak adanya riwayat keluarga katarak
Hasil penelitian ini sejalan dengan sebelumnya sebanyak 37 orang (82,2%) lebih
penelitian yang dilakukan oleh Sonowal (2013) banyak dibandingkan dengan penderita katarak
yang menunjukkan adanya hubungan yang sebanyak 33 orang (73,3%).
signifikan antara status sosial ekonomi rendah Hasil penelitian ini berbeda dengan
dengan kejadian katarak. Sebagian besar penelitian Heidar (2015) di Iran, Sonowal
penderita katarak mempunyai status ekonomi (2013) di India yang menunjukkan adanya
rendah yaitu berjumlah 33,49%, status ekonomi hubungan yang signifikan antara adanya
paling rendah sebanyak 19,59%, dan sebanyak riwayat keluarga yang pernah sakit katarak
16% responden mempunyai status ekonomi dengan kejadian katarak senilis. Adanya
kelas menengah. Hasil penelitian ini didukung hubungan ini dimungkinkan karena proporsi
oleh Wesolosky (2015) bahwa responden responden dengan riwayat keluarga katarak
dengan sosial ekonomi rendah memiliki katarak lebih tinggi dibandingkan responden tanpa
yang lebih parah. Status sesioekonomi adanya riwayat katarak dalam keluarga, akses
seseorang mempengaruhi kesehatan, hal ini layanan kesehatan yang sudah memadai, serta
meliputi pendidikan, pendapatan, status adanya kesadaran tentang kesehatan.
keluarga, dan lingkungan sosial yang berperan Hasil analisis bivariat menunjukkan
dalam pengembangan permasalahan kesehatan bahwa kebiasaan merokok tidak berhubungan
seperti katarak. dengan kejadian katarak senilis di RSUD
Hasil analisis bivariat menunjukkan Tugurejo Kota Semarang (p value= 0,29).
bahwa riwayat keluarga katarak tidak Secara teori, merokok dapat menyebabkan
berhubungan dengan kejadian katarak senils di katarak dengan beberapa mekanisme biologis
RSUD Tugurejo Kota Semarang (p value= diantaranya, yang pertama kerusakan oksidatif
0,45). Menurut Abraham (2006) bahwa gen memiliki peran utama dalam pembentukan
berkontribusi dalam mekanisme katarak. Merokok menyebabkan pertambahan
kataraktogenesis yang pada akhirnya zat oksidatif melalui aktifitas radikal bebas,
menghasilkan produk gen yang selanjutnya oksidasi dan peroksidasi lipid. Di sisi lain,
informasi tersebut dapat membantu dalam merokok dapat menyebabkan stres oksidatif
mengidentifikasi individu yang memiliki (keadaan dimana jumlah radikal bebas dalam
kecenderungan lebih rentan terhadap faktor tubuh melebihi kapasitas tubuh untuk
risiko katarak. Ketidaksesuaian hasil penelitian menetralkannya) secara tidak langsung pada
dengan teori dikarenakan responden tidak lensa melalui penipisan antioksigen endogen,
mengetahui tentang adanya riwayat sakit seperti vitamin C, vitamin E, dan b-karoten.
katarak pada keluarga sebelumnya, hal ini Kedua, tembakau mengandung logam berat
disebabkan karena tidak adanya pemeriksaan seperti kadmium, timbal, dan tembaga yang
mata sebelumnya, terdapat responden yang menumpuk dalam lensa menyebabkan
telah memisahkan diri dari keluarga sejak kecil, kerusakan secara langsung. Ketiga, kadar
serta terdapat beberapa responden yang sianida dan aldehid naik dalam darah perokok,
mengaku mempunyai keluarga dengan gejala kemudian aldehida dan isosianat yang terbentuk
katarak, namun tidak pernah memeriksakan diri dari sianida dapat mengubah struktur protein

302
Aini N.A. dan Yunita D.P.S. / Katarak Senilis / HIGEIA 2 (2) (2018)

lensa yang menyebabkan terjadinya kekeruhan dengan panjang gelombang ultraviolet/UVB


dalam lensa yang berdampak dalam 300-400 nm berhubungan dengan terjadinya
pembentukan katarak (Ye, 2012). perubahan kimia dan fisik pada protein dan sel
Perbedaan hasil penelitian ini dengan epitel lensa. Lensa mata rapuh terhadap
teori disebabkan merokok berkaitan dengan kerusakan karena lensa tidak memiliki sensor
jenis kelamin, dari 24 penderita katarak berjenis panas dan mempunyai mekanisme penyalur
kelamin laki-laki, sebanyak 29% menyatakan panas yang buruk. Pejanan pada radiasi UVB
tidak memiliki kebiasaan merokok. Sedangkan bahkan tingkat terendah yang berasal dari
dari 21 responden katarak dengan jenis kelamin matahari kadang-kadang meningkatkan risiko
perempuan, 100% menyatakan tidak pernah katarak dan dicurigai berhubungan dengan
merokok, bahkan mereka menganggap merokok terjadinya katarak jenis kortikol. Hasil
bagi wanita adalah sesuatu yang tidak baik, dan Penelitian Tang (2015) menunjukkan bahwa
beberapa responden lebih menyukai menginang aktivitas luar ruangan lebih lama berkorelasi
dibandingkan merokok. Selain itu, dari total 90 dengan risiko terjadinya katarak jenis kortikol
responden, responden yang tidak memiliki meningkat sebesar 1,1% ketika paparan UV-B
kebiasaan merokok sebanyak 50 orang (55,6%) secara kumulatif bertambah setiap tahun.
lebih banyak dibandingkan memiliki kebiasaan Beberapa responden yang berusia lebih tua yang
merokok yaitu 40 orang (44,4%). Hal ini sesuai melakukan sedikit aktifitas di luar ruangan lebih
dengan hasil Riset Kesehatan Dasar memungkinkan berisiko terkena katarak jenis
(RSKESDAS) tahun 2013 yang menunjukkan kortikol dibandingkan responden usia muda
bahwa Provinsi Jawa Tengah khususnya Kota yang lebih banyak beraktifitas di luar, hal ini
Semarang lebih dari setengah penduduknya dikarenakan pada responden dengan usia tua
tidak merokok, yang terdiri dari 4,8% mantan memiliki paparan UV-B dari tahun ke tahun
perokok dan 71,5% bukan perokok. yang terus bertambah.
Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan Hasil penelitian menunjukkan
penelitian Heidar (2015), Hadini (2016) yang penderita katarak dengan paparan lebih dari 6
menunjukkan adanya hubungan antara jam perhari yaitu 22 orang (48,9%) lebih banyak
merokok dengan kejadian katarak. Perbedaan dibandingkan dengan responden bukan
hasil penelitian ini disebabkan karena jumlah penderita katarak yaitu 11 orang (24,4%).
responden yang merokok lebih besar Sedangkan penderita bukan katarak dengan
dibandingkan dengan jumlah responden yang paparan kurang dari 6 jam perhari sejumlah 34
tidak merokok, adanya perbedaan karakteristik orang (75,6%) lebih banyak dibandingkan
responden, serta adanya variasi acak dengan responden penderita katarak yaitu 23
pengambilan sampel dalam populasi yang orang (51,1%). Data di lapangan menunjukkan
mempengaruhi hasil penelitian. responden katarak bekerja dengan paparan
Hasil analisis bivariat menunjukkan matahari yang cukup lama, mereka bekerja dari
bahwa lama terpapar sinar matahari pagi sampai sore di lapangan. Mereka bekerja
berhubungan dengan kejadian katarak senilis di sebagai buruh bangunan, supir, pedagang,
RSUD Tugurejo Kota Semarang .Hasil uji chi petani, tukang kebun, tukang parkir yang
square diperoleh nilai p=0,02 <0,05 dengan OR berhubungan langsung dengan paparan sinar
sebesar 2,96 dan 95%CI=1,21-7,25, maka dapat matahari. Selain itu, banyak responden yang
diketahui bahwa responden yang terpapar sinar mengaku tidak selalu memakai alat pelindung
matahari ≥6 jam perhari 2,96 kali lebih berisiko diri saat terpapar sinar matahari.
menderita katarak senilis dibandingkan dengan Responden yang bekerja dibawah terik
responden dengan lama terpapar sinar matahari sinar matahari langsung seperti buruh tani,
<6 jam perhari. Hal ini sesuai dengan Tana mereka bekerja dari pukul 06.00 pagi sampai
(2006) yang mengatakan bahwa pejanan sinar dengan pukul 05.00 sore, selama bekerja mereka
dengan panjang gelombang yang berdekatan menggunakan caping untuk meminimalisir

303
Aini N.A. dan Yunita D.P.S. / Katarak Senilis / HIGEIA 2 (2) (2018)

masuknya sinar matahari ke mata. Pekerja sinar matahari saat bekerja. Hasil penelitian
lapangan di bidang yang lain seperti buruh didukung oleh Sinha (2009) yang menyatakan
bangunan, tukang parkir, tukang kebun dapat bahwa pekerjaan berhubungan dengan paparan
terpapar sinar matahari dengan mudah, namun sinar ultraviolet langsung yang berpengaruh
saat bekerja mereka hanya memakai APD dalam pembentukan katarak. Sinar ultravolet
berupa topi dan tidak menggunakan kacamata yang berasal dari sinar matahari akan diserap
gelap. Selain itu, terdapat responden yang oleh protein lensa dan kemudian akan
bekerja sebagai supir. Pada saat bekerja, sinar menimbulkan reaksi fotokimia sehingga
matahari dapat masuk melalui kaca mobil yang terbentuk radikal bebas atau spesies oksigen yan
tidak diproteksi terhadap UV. Pantulan sinar bersifat sangat reaktif. Reaksi tersebut akan
matahari ini dapat diminimalisir dengan kaca mempengaruhi struktur protein lensa, sehingga
mobil yang diproteksi terhadap sinar matahari menyebabkan kekerukan lensa yang disebut
berupa kaca film atau penggunaan kacamata dengan katarak.
gelap. Akan tetapi responden tidak Hasil analisis bivariat menunjukkan
menggunakan salah satu atau keduanya. bahwa riwayat hipertensi berhubungan dengan
Terdapat responden yang bekerja sebagai kejadian katarak senilis di RSUD Tugurejo Kota
pedagang, yaitu pedagang sayur keliling, Semarang. Hasil uji chi square diperoleh nilai
pedagang obat keliling, namun pada saat p=0,03 <0,05 dengan OR sebesar 2,74 dan
bekerja responden tidak memakai kacamata 95%CI=1,16-6,45, maka dapat diketahui bahwa
gelap. Aktifitas responden yang lain selain responden yang pernah menderita hipertensi
bekerja seperti seperti berkendara motor, 2,74 kali lebih berisiko menderita katarak senilis
berjalan, dll yang secara langsung terkena dibandingkan dengan responden yang tidak
paparan sinar matahari, sebagian besar tidak pernah menderita hipertensi. Hal ini sesuai
memakai APD seperti kacamata gelap, helm dengan Yu (2014) yang mengatakan bahwa
dengan kaca anti UV saat bekendara, dan topi hipertensi menyebabkan peningkatan sitokinin
dengan pinggiran lebar bagi pejalan kaki. inflamasi seperti tumor necrosis factor-alpha
Berdasarkan rekap data responden yang (TNF-α), interleukin-6 (IL-6). Selain itu,
memakai alat pelindung diri saat bekerja peningkatan tingkat protein C-reaktif (CRP)
sebanyak 36 orang (40%). Pada kelompok telah terdeteksi saat tekanan darah individu
kontrol yang memakai APD saat beraktifitas di meningkat. Telah diketahui bahwa katarak
bawah terik sinar matahari sebanyak 19 orang berhubungan erat dengan inflamasi sistemik
(42,2%) lebih banyak dibandingkan responden yang hebat, karena hipertensi terlibat dalam
kasus sebanyak 17 orang (37,8%). Jenis APD jalur patologis perkembangan katarak melalui
yang banyak dipakai responden adalah topi. mekanisme inflamasi. Selain itu, mekanisme
Sedangkan, pemakaian kacamata gelap anti UV hipertensi menyebabkan katarak senilis dengan
hanya berjumlah 11 orang (12,2%). Bahaya cara mempengaruhi perubahan struktur protein
akan sinar ultraviolet ini belum banyak lensa menyebabkan ketidakseimbangan osmotik
diketahui oleh responden, sehingga perlu dalam lensa yang mengakibatkan terjadinya
diadakannya penyuluhan atau promosi katarak senilis.
kesehatan untuk menggunakan alat pelindung Hasil penelitian ini menunjukkan
diri saat beraktfitas di bawah sinar matahari. penderita katarak yang menderita hipertensi
Hasil penelitian ini sejalan dengan sebanyak 26 orang (57,8%) lebih banyak
penelitian yang dilakukan oleh Penelitian dibandingkan dengan responden bukan
Heidar (2015), Sonowal (2013) yang penderita katarak yaitu 15 orang (33,3%).
menunjukkan ada hubungan antara lama Sedangkan responden bukan penderita katarak
terpapar sinar matahari dengan kejadian katarak yang tidak menderta hipertensi sebanyak 30
senilis. Adanya hubungan dikarenakan sebagian orang (66,7%) lebih banyak dibandingkan
besar responden katarak senilis terkena paparan dengan responden penderita katarak sebanyak

304
Aini N.A. dan Yunita D.P.S. / Katarak Senilis / HIGEIA 2 (2) (2018)

19 orang (42,2%). Data dilapangan Andjelic, S., & Hawlina, M. 2012. Cataractogenesis.
menunjukkan bahwa tekanan darah responden Zdrav Vestn, 81(I): I-122-32.
bersifat tidak tetap, kadang tekanan darah naik, Bae, J. H., Shin, D. P., Lee, S. C., & Hwang I. C.
2015. Sodium Intake and Socioeconomic
terkadang menurun. Tekanan darah ini
Status as Risk Factors for Development of
dikaitakan dengan adanya riwayat hipertensi
Age-Related Cataracts: The Korea national
dalam keluarga, stress, jarang berolahraga serta health and Nutrition Examination Survey.
usia responden penderita katarak yang tergolong PLOS ONE, 10 (8): e0136218.
lansia. Berg, T., Rijn, LJ., Michael, R, dst. 2007. Straylight
Hasil penelitian ini sejalan dengan Effects with Aging and Lens Extraction.
penelitan Heidar (2015) menyatakan adanya American Journal of Ophthalmology, 144 (3):
hubungan yang bermakna antara hipertensi 358-363.
dengan kejadian katarak senilis di Iran. Bhardwaj, A. 2016. Incidence of Cataract in Tertiary
Care Hospital. Indian Journal of Applied
Penelitian Heidar menunjukkan bahwa
Research, 6 (1): 2249-555x.
penderita katarak senilis yang menderita
Dinas Kesehatan Kota Semarang. 2016. Laporan Sub
tekanan darah tinggi sebanyak 27,1% lebih Bidang Pelayanan Kesehatan tentang Angka
tinggi dibandingkan non katarak sebesar 8,9%. Kejadian Katarak Senilis Tahun 2013-2016.
Semarang: Dinas Kesehatan Kota Semarang
PENUTUP Hadini, MA., Eso, A., & Wicaksono S. 2016.
Analisis Faktor Risiko yang Berhubungan
Berdasarkan hasil penelitian dan dengan Kejadian Katarak Senilis di RSU
Bahteramas Tahun 2016. Jurnal Medula, 3
analisis data yang telah dilakukan dapat
(2): 2443-0218.
disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara
Heidar, F., Jamal F., & Mohammad N. 2015.
umur, tingkat pendidikan, tingkat penghasilan,
Comparison of Epidemiological Factors
lama terpapar sinar matahari, dan riwayat Between Patients with Senile Cataract and
hipertensi dengan kejadian katarak senilis di Controls Without Cataract. Open Science
RSUD Tugurejo Kota semarang (p value<α), Journal of Clinical Medicine, 3(3): 86-89.
sedangkan tidak terdapat hubungan antara jenis Kemenkes RI. 2007. Riset Kesehatan Dasar
kelamin, riwayat keluarga katarak, dan (RISKESDAS) tahun 2007. Kementrian
kebiasaan merokok dengan kejadian katarak Kesehatan RI: Jakarta.
Kemenkes RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar
senilis di RSUD Tugurejo Kota Semarang (p
(RISKESDAS) tahun 2013. Kementrian
value>α). Saran bagi peneliti yang akan
Kesehatan RI: Jakarta.
melakukan penelitian dengan tema yang sama, Kemenkes RI. 2014. Infodatin: Situasi Gangguan
diharapkan agar diharapkan agar Penglihatan dan Kebutaan. Kementrian
mengembangkan penelitian dengan memperluas Kesehatan RI: Jakarta.
sampel penelitian, melakukan penelitian pada Laila, A., Raupong, I., & Saimin, J. dkk. 2017.
populasi yang seragam, atau membandingkan Analisis Faktor-Faktor Risiko Kejadian
faktor risiko pada responden di daerah Katarak di Daerah Pesisir Kendari. Jurnal
pegunungan dan di daerah pantai. Medula, 4 (2): 2443-0218.
Michael, R., & Bron, A. J. 2011. The ageing lens and
cataract: a model of normal and pathological
DAFTAR PUSTAKA
ageing. Philosophical Transactions of the
Royal Society B: Biological Sciences, 366
Abraham, A. G., Condon, N. G., & Gower, E. W. (1568): 1278–1292.
2006. The New Epidemiology of Cataract. Mo’otapu, A., Rompas, S., & Bawotong, 2015.
Ophtalmology Clinics of North America, Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan
19(4): 415 – 25. Kejadian Penyakit Katarak di Poli Mata
Andayani., & Fibriana, AI. 2018. Kejadian Demam RSUP Prof. Dr. R. D Kandou Manado. e-
Tifoid di Wilayah Kerja Puskesmas Journal Keperawatan (e-Kp), 3 (2): 1-6 Nash,
Karangmalang. HIGEIA, 2 (1): 57-68.

305
Aini N.A. dan Yunita D.P.S. / Katarak Senilis / HIGEIA 2 (2) (2018)

E. 2013. Cataracts. Sage Journal, 6 (9): 555– Tana, L., Rif’ai, L., & Ghani, L. 2009. Peranan
562. pekerjaan Terhadap Kejadian Katarak pada
Robert, JE. 2011. Ultraviolet Radiation as a Risk Masyarakat Indonesia Riset Kesehatan Dasar
Factor for Cataract and Macular 2007. Buletin Penelitian Kesehatan
Degeneration. Eye & Contact Lens, 37(4): Supplement, 37 (9): 77-84.
246-249. Tang, Y., Ji, Y., Wang., X, dst. 2015. The
RSUD Tugurejo Kota Semarang. 2017. Catatan Association of Outdoor Activity and Age-
Rekam Medis RSUD Tugurejo tentang Angka Related Cataract in a Rural Population of
Kejadian Katarak Senilis. Semarang: RSUD Taizhou Eye Study: Phase 1 Report. PLOS
Tugurejo. ONE, 10 (8): e0135870.
Sinha, R., Kumar, C., & Titiyal, JS. 2009. Wesolosky, JD., & Rudnisky, CJ. 2015. Reprint of:
Etiopathogenesis Of Cataract: Journal Relationship between Cataract Severity and
Review. Indian Journal Of Ophtalmology, 57 Socioeconomic Status. Can J Ophtalmol, 50
(3): 245-249. (S1): S16-S22.
Sonowal, S. K., Kuli, J. J., & Gogoi G. 2013. A Ye, J., He, J., Wang, C., Wu, H, dst. 2012. Smoking
Study of Prevalence and Risk Factors of and Risk of Age-Related Cataract: A Meta
Senile Cataract in Tea Garden Community in Analysis. IOVS, 53 (7): 3885-3895.
Dibrugarh District, Assam, India. Yu, X., Lyu, D., Dong,X, He, J., & Yao, K. 2014.
International Journal of Science and Research Hipertensi and Risk of Cataract: A Meta-
(IJSR), 5 (3): 2319-7064. Analysis. PLOS ONE, 9 (12): e114012.
Tana, L. 2006. Faktor Risiko dan Upaya Pencegahan Zhang, XH., Sun, HM., Ji, J, dst. 2003. Sex
Katarak pada Kelompok Pekerja. Media Hormones and Their Receptors in Patients
Litbang Kesehatan, 16(1): 43-50. With Age Related Cataract. NCBI, 29(1):71-7

306

Anda mungkin juga menyukai