Keperawatan Klinik Eleminasi
Keperawatan Klinik Eleminasi
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Manusia merupakan salah satu makhluk hidup, dikatakan sebagai makhluk hidup karena dapat
bernafas, berkembang biak, tumbuh, beradaptasi, memerlukan makanan dan mengeluarkan
metabolisme (eliminasi). Setiap kegiatan yang dilakukan tubuh dikarenakan peran masing – masing
organ.
Salah satu kegiatan tubuh dalam membuang sisa – sisa metabolism adalah mengeluarkan urine.
Membuang urine dengan melalui eliminasi merupakan salah satu aktivitas pokok yang harus
dilakukan oleh setiap manusia. Apabila eliminasi tidak dilakukan oleh tubuh, maka akan terjadi
gangguan – gangguan diantaranya : retensi urine (perubahan pola eliminasi urine), enuresis,
inkontinensia urine, dll. Selain dapat menimbulkan gangguan –diantaranya : retensi urine (perubahan
pola eliminasi urine), enuresis, inkontinensia urine, dll. Selain dapat menimbulkan gangguan –
gangguan yang disebutkan diatas, dapat juga menimbulkan dampak pada sistem organ lain seperti
sistem pencernaan.
Berdasarkan judul makalah yang kami susun dengan judul “ pemenuhan kebutuhan eliminasi” maka
kami memberikan batasan masalah yaitu megetahui bagaimana aspek membantu klien dalam
pemenuhan kebutuhan eliminasi, serta hal hal yang perlu di perhatikan saat melakukan tindakan
membantu klien.
1.3 Tujuan
PEMBAHASAN
Eliminasi adalah proses pembuangan sisa metabolisme tubuh baik berupa urine atau feses. Kebutuhan
eliminasi dibagi menjadi dua yaitu; eliminasi urine dan eliminasi alvi (kebutuhan buang air besar).
(Uliyah, Hidayat;2008)
Kandung Kemih
Kandung kemih merupakan sebuah kantong yang terdiri atas otot polos yang berfungsi sebagai tempat
penampungan air seni (urine). Di dalam kandung kemih, terdapat lapisan jaringan otot yang
memanjang ditengah dan melingkar disebut sebagai detrusor, dan berfungsi untuk mengeluarkan
urine. Pada dasar kandung kemih terdapat lapisan tengah jaringan otot yang berbentuk lingkaran
bagian dalam atau disebut sebagai otot lingkaran yang berfungsi menjaga saluran antara kandung
kemih keluar tubuh.
Penyaluran rangsangan ke kandung kemih dan rangsangan motoris ke otot lingkar bagian dalam diatur
oleh system saraf simpatis. Akibat dari rangsangan ini, otot lingkar menjadi kendur dan terjadi
kontraksi sphinoter bagian dalam sehingga urine tetap tinggal di dalam kandung kemih. System para
simpatis menyalurkan rangsangan motoris kandung kemih dan rangsangan penghalang ke bagian
dalam otot lingkar. Rangsangan ini dapat menyebabkan terjadinya kontraksi otot detrusor dan
kendurnya shinoter.
Uretra
Uretra merupakan organ yang berfungsi untuk menyalurkan urine ke bagian luar. Saluran perkemihan
dilapisi membrane mukosa, dimulai dari meatus uretra hingga ginjal. Secara normal, mikroorganisme
tidak ada yang bias melewati uretra bagian bawah, namun membrane mukosa ini pada keadaan
patologis yang terus – menerus akan menjadikannya media baik untuk pertumbuhan beberapa
patogen.
Mekanisme berkemih terjadi karena vesika urinaria berisi urie yang dapat menimbulkan rangsangan
pada saraf – saraf di dinding vesika urinaria. Kemudian rangsangan tersebut diteruskan melalui
medulla spinalis ke pusat pengontrol berkemih yang terdapat di korteks serebral. Selanjutnya, otak
memberikan impuls melalui medula spinalis ke neuromotoris di daerah sakral, kmudian terjadi
kontraksi otot detrusor dan relaksasi otot sphincter internal. Urine dilepaskan dari vesika urinaria,
tetapi masih tertahan oleh spincter eksternal. Jika waktu dan tempat memungkinkan, akan
menyebabkan relaksasi spincter eksternal dan urine dikeluarkan (berkemih).
Gaya Hidup
Perubahan gaya hidup dapat mempengaruhi pemenuhan kebutuhan eliminasi. Hal ini terkait dengan
tersedianya fasilitas toilet.
Stres psikologis
Meningkatnya stress dapat meningkatkan frekuensi keinginan berkemih. Hal ini karena meningkatnya
sensitivitas untuk keinginan berkemih dan jumlah urine yang diproduksi.
Tingkat aktivitas
Eliminasi urine membutuhkan tonus otot vesika urinaria yang baik untuk fungsi sphincter.
Kemampuan tonus otot didapatkan dengan braktivitas. Hilangnya tonus otot vesika urinaria dapat
menyebabkan kemampuan pengontrolan berkemih menurun.
Tingkat Perkembangan
Tingkat pertumbuhan dan perkembangan juga dapat mempengaruhi pola berkemih. Hal tersebut dapat
ditemukan pada anak, yang lebih memiliki kesulitan untuk mengontrol buang air kecil. Namun,
kemampuan dalam mengontrol buang air kecil meningkat seiring dengan pertambahan usia.
Kondisi Penyakit
Kondisi penyakit dapat mempengaruhi produksi urine, seperti diabetes mellitus.
Sosiokultural
Budaya dapat mempengaruhi pemenuhan kebutuhan eliminasi urine, seperti adanya kultur pada
masyarakat tertentu yang melarang untuk buang air kecil di tempat tertentu.
Kebiasaan Seseorang
Seseorang yang memiliki kebiasaan berkemih di toilet, biasanya mengalami kesulitan untuk berkemih
dengan melalui urineal/pot urine bila dalam keadaan sakit.
Tonus Otot
Tonus otot berperan penting dalam membantu proses berkemih adalah otot kandung kemih, otot
abdomen, dan pelvis. Ketiganya sangat berperan dalam kontraksi sebagai pengontrolan pengeluaran
urine.
Pembedahan
Pembedahan berefek menurunkan filtrasi glomerulus sebagai dampak dari pemberian obat anestesi
sehingga menyebabkan penurunanjumlan produksi urine.
Pengobatan
Pemberian tindakan pengobatan dapat berdampak pada terjadinya peningkatan atau penurunan proses
perkemihan. Misalnya pemberian diuretik dapat meningkatkan jumlah urine, sedangkan pemberian
obat antikolinergik dan anthipertensi dapat menyebabkan retensi urine.
Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik ini juga dapat mempengaruhi kebutuhan eliminasi urine, khususnya prosedur
– prosedur yang berhubungan dengan tindakan pemeriksaan saluran kemih seperti intra venus
pyelogram (IVP). Pemeriksaan ini dapat membatasi jumlah asuan sehingga mengurangi produksi
urine. Selain itu, tindakan sistoskopi dapat menimbulkan edema local pada uretra sehingga
pengeluaran urine terganggu.
Inkontinensia Urine
Inkontinensia urine merupakan ketidakmampuan otot sphincter eksternal sementara atau menetap
untuk mengontrol ekskresi urine. Secara umum, penyebab dari inkontinensia urine adalah proses
penuaan, pembesaran kelenjar prostat, serta penuaaan kesadaran, serta penggunaan obat narkotik.
Enuresis
Enuresis merupakan ketidaksanggupan menahan kemih yang diakibatkan tidak mampu mengontrol
sphincter eksternal. Biasanya, enuresis terjadi pada anak atau otang jompo. Umumnya enuresis terjadi
pada malam hari.
Frekuensi
Frekuensi merupakan banyaknya jumlah berkemih dalam sehari. Peningkatan frekuensi berkemih
dikarenakan meningkatnya jumlah cairan yang masuk. Frekuensi yang tinggi tanpa suatu tekanan
asupan cairan dapat disebabkan oleh sistisis. Frekuensi tinggi dapat ditemukan juga pada keadaan
stres atau hamil.
Urgensi
Urgensi adalah perasaan seseorang yang takut mengalami inkontinensia jika tidak berkemih. Pada
umumnya, anak kecil memiliki kemampuan yang buruk dalam mengontrol sphincter eksternal.
Biasanya, perasaan segera ingin berkemih terjadi pada anak karena kurangnya pengontrolan pada
sphincter.
Disuria
Disuria adalah rasa sakit dan kesulitan dalam berkemih. Hal ini sering ditemukan pada penyakit
infeksi saluran kemih, trauma, dan striktur uretra.
Poliuria
Poliuria merupakan produksi urine abnormal dalam jumlah besar oleh ginjal, tanpa adanya
peningkatan asupan cairan. Biasanya, hal ini dapat ditemukan pada penyakit diabetes mellitus dan
penyakit ginjal kronis.
Urinaria Supresi
adalah berhentinya produksi urine secara mendadak. Secara normal, urine diproduksi oleh ginjal pada
kecepatan 60 – 120 ml/jam secara terus – menerus.
Mengingat tujuan pemeriksaan dengan bahan urine tersebut berbedaa-beda, maka dalam pengambilan
atau pengumpulan urine juga di bedakan sesuai dengan tujuannya.Diantara cara pengambilan urine
tersebut antara lain : pengambilan urin biasa, pengambilan urin steril, dan pengumpulan selama 24
jam.(uliyah,hidayat 2010)
1. Pengambilan urin biasa merupakan pengambilan urin dengan cara mengeluarkan urin secara
biasayaitu buang air kecil. Pengambilan urin biasanya digunakan untuk pemeriksaan kadar gula
dalam urin, pemeriksaan kehamilan, dan lain-lain.
2. Pengambilan urin steril merupakan pengambilan urin dengan menggunakan alat steril, dilakukan
dengan cara kateterisasi atau fungsi supra pubis yang bertujuan mengetahui adanya infeksi pada
uretra, ginjal, atau saluran kemih lainnya.
3. Pengambilan urin selama 24 jam merupakan pengambilan urin yang di kumpulkan dalam waktu 24
jam, bertujuan untuk mengetahui jumlah urin selama 24 jam dan mengukur berat jenis, asupan dan
output, serta mengetahui fungsi ginjal.
Alat:
1. Botol penampung beserta penutup
2. Etiket khusus.
Prosedur kerja (untuk pasien mampu buang air kecil ):
1. Cuci tangan
2. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
3. Bagi pasien yang tidak mampu sendiri untuk buang air kecil maka bantu untuk buang air kecil (lihat
prosedung menolong buang air
4. kecil),keluarkan urin, setelah itu tamping kedalam botol.
5. Bagi pasien yang mampu untuk buang air kecil sendiri anjurkan pasien untuk buang air kecil
biarkan urin yang pertama keluar dahulu kemudian anjurkan menampung urin kedalam botol.
6. Catat nama pasien, dan tanggal pengambilan bahan pemeriksaan.
7. Cuci tangan.
2.1.8 Menolong Pasien Pada Waktu Buang Air Besar dan Buang Air Kecil
Persiapan alat:
Tubuh harus cukup cairan untuk tetap sehat. Lebih dari setengah berat badan orang dewasa terdiri dari
cairan. Jumlah atau volume cairan yang ada dalam tubuh kurang lebih konstan. Individu mendapat
cukup cairan melalui minum air dan cairan lain dan melalui makan makanan yang mengandung
cairan. Volume ini di seimbangkan oleh jumlah cairan yang dikeluarkan individu dalam pernafasan,
keringat, urin, dan cairan dalam feses yang dieliminasikan dari saluran gastroinstetinal.
Cairan tubuh mengandung elektrolit seperti natrium, kalium, klorida, fosfat, dan kalsium. Pada
individu, elektrolit ini seimbang. Beberapa penyakit menyebabkan cairan atau elektrolit tidak
seimbang. Ketika individu sakit, perawat harus memerhatikan dengan ketat jumlah cairan yang masuk
dan keluar, untuk myakinkan bahwa cairan dan elektrolit seimbang.
Eliminasi alvi adalah proses pembuangan atau pengeluaran metabolism berupa feses yang berasal dari
saluran pencernaan yang melalui anus. Manusia dapat melakukan buang air besar beberapa kali dalam
satu hari atau satu kali. Tetapi bahkan dapat mengalami gangguan yaitu hingga hanya beberapa kali
saja dalam satu minggu atau dapat berkali – kali dalam satu hari, biasanya gangguan – gangguan
tersebut diakibatkan oleh gaya hidup yang tidak benar dan jika dibiarkan dapat menjadi maslah yang
lebih besar. (Hidayat, Uliyah;2009)
Usus Halus
Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan yang terletah diantara lambung dan
usus besar. Bagian – bagian dari usus halus yaitu; duodenum (usus dua belas jari), jejunum (usus
kosong), ileum (usus penyerapan).
Usus Besar
Usus besar adlah bagian usus antara usus buntu dan rektum. Fungsi utama organ ini adalah menyerap
air dan feses. Bagian – bagian dari usus besar yaitu; kolon, rektum, dan anus.
Kolon
Kolon adalah bagian usus antara usus buntu dan rektum.
Rektum
Rektum adalah organ terakhir dari usus besar. Organ ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan feses
sementara.
Anus
Anus atau dubur adlah sebuah bukaan dari rektum ke lingkungan luar tubuh.
Proses Defekasi
Defekasi merupakan proses pengosongan usus yang sering disebut buang air besar. Terdapat dua
pusat yang menguasai reflex untuk defekasi, yang terletak di medulla dan sussum tulang belakang.
Apabila terjadi rangsangan parasimpatis, sphincter anus bagian dalam akan mengendur dan usus besar
menguncup. Refleks defekasi dirangsang untuk buang air besar, kemudian sphincter anus bagian luar
yang diawasi oleh sistem saraf parasimpatis, setiap waktu menguncup atau mengendur. Selam
defekasi berbagai otot lain membantu prose situ, seperti otot dinding perut, diafragma, dan otot – otot
dasar pelvis.
Secara umum, terdapat dua macam refleks yang membantu proses defekasi, yaitu refleks defekasi
intrinsik dan refleks defekasi parasimpatis. Refleks defekasi intrinsik dimulai dari adanya zat sisa
makanan (feses) di dalam rektum sehingga terjadi distensi kemudian flexus mesenterikus merangsang
gerakan peristaltik, dan akhirnya feses sampai di anus. Lalu pada saat sphincter internal relaksasi,
maka terjadilah proses defekasi. Sedangkan, refleks defekasi parasintetis dimulai dari adanya proses
dalam rektum yang merangsang saraf rektum, ke spinal cord, dan merangsang ke kolon desenden,
kemudian ke sigmoid, lalu ke rektum dengan gerakan peristaltik dan akhirnya terjadi relaksasi
sphincter internal, maka terjadilah proses defekasi saat sphincter internal berelaksasi. Feses terdiri atas
sisa makanan seperti selulosa yang tidak direncanakan dan zat makanan lainyang seluruhnya tidak
dipakai oleh tubuh, berbagai macam mikroorganisme, sekresi kelenjar usus, pigmen empedu dan usus
kecil.
Konstipasi
Konstipasi merupakan keadaan individu yang mengalami atau beresiko tinggi mengalami statis usus
besar sehingga mengalami eliminasi yang jarang atau keras, serta tinja yang keluar terlalu kering dan
keras.
Diare
Diare merupakan keadaan individu yang mengalami atau beresiko sering mengalami pengeluaran
feses dalam bentuk cair. Diare sering disertai kejang usus, mungkin ada rasa mual dan muntah.
Inkontinesia Usus
Inkontinesia usus merupakan keadaan individu yang mengalami perubahan kebiasaan dari proses
defekasi normal, sehingga mengalami proses pengeluaran feses tidak disadari. Hal ini juga disebut
sebagai inkontinesia alvi yang merupakan hilangnya kemampuan otot untuk mengontrol pengeluaran
feses dan gas melalui sphincter akibat kerusakan sphincter.
Kembung
Kembung merupakan keadaan penuh udara di dalam perut karena pengumpulan gas berlebih di dalam
lambung atau usus.
Hemorroid
Hemorrhoid merupakan keadaan terjadinya pelebaran vena di daerah anus sebagai akibat peningkatan
tekanan di daerah anus yang dapat disebabkan karena konstipasi, peregangan saat defekasi dan lain –
lain.
Fecal Impaction
Fecal impaction merupakan massa feses karena dilipatkan rektum yang diakibatkan oleh retensi dan
akumulasi materi feses yang berkepanjangan. Penyebab fecal impaction adalah asupan kurang, kurang
aktivitas, diet rendah serat, dan kelemahan tonus otot
Usia
Setiap tahap perkembangan atau usia memiliki kemampuan mengontrol proses defekasi yang berbeda.
Diet
Diet pola atau jenis makanan yang dikonsumsi dapat mempengaruhi proses defekasi. Makanan yang
memiliki kandungan serat tinggi dapat membantu proses percepatan defekasi dan jumlah yang
dikonsumsi dapat mempengaruhinya.
Asupan Cairan
Pemasukan cairan yang kurang ke dalam tubuh membuat defekasi menjadi keras. Oleh karena itu,
proses absorpsi air yang kurang menyebabkan kesulitan proses defekasi.
Aktivitas
Aktivitas dapat mempengaruhi proses defekasi karena melalui aktivitas tinus otot abdomen, pelvis,
dan diafragma dapat membantu kelancaran proses defekasi.
Pengobatan
Pengobatan juga dapat mempengaruhi proses defekasi, sperti penggunaan laksantif, atau antasida
yang terlalu sering.
Nyeri
Adanya nyeri dapat mempengaruhi kemampuan atau keingian untuk defekasi seperti nyeri pada kasus
hemorrhoid atau episiotomy.
Memberikan Gliserin
Memberikan gliserin merupakan tindakan memasukkan cairan gliserin ke dalam poros usus dengan
menggunakan spuit gliserin. Hal ini dilakukan untuk merangsang peristaltik usus, sehingga pasien
dapat buang air besar.
KATETER
2.3.1 Pengertian Kateter
Kateterisasi adalah memasukkan kateter melalui uretra ke dalam kandung kencing untuk membuang
urine. Kateter hendaknya hanya dilakukan pada pasien bila mutlak perlu, karena dapat menimbulkan
kerusakan berat pada uretra. Uretra wanita lebeh pendek dari pria, dan lebih mudah di cidera oleh
kateter yang dipaksakan kedalamnya. Bakteri dapat di dorong memasuki kandung kencing selagi
kateter dimasukkan.
Kateterisasi dapat dipasang sebelum pembedahan untuk mengosongkan seluruh isi kandung kencing
pasien, karena ketegangan dan obat pereda sebelum operasi dapat menyebabkan kandung kencing
tidak sepenuhnya kosong. (yuni kusmiyati 2009)
Kateterisasi selalu membawa resiko infeksi dan ini harus di hindari jika mungkin.
Kateterisasi melibatkan pemasangn selang yang di sebut kateter melalui uretra ke dalam kandung
kemih. Seperti juga mengalirkan urine, kateterisasi dapat digunakan selama pembedahan untuk
mempertahankan kandung kemih kosong. Ada dua jenis kateter. Kateter lurus di gunakan untuk
mengeluarkan isi kandung kemih selama beberapa menit. Kateter foley atau menetap (indwelling)
tetap di pasang dan terus menerus mengalirkan urin.
Selalu memberikan privasi untuk pasien bila prosedur melibtatkan area genital.tutup pintu atau tarik
tirai di sekeliling tempat tidur.
Sebelum anda memulai, jelaskan apa yang akan anda lakukan dan alasannya. Beri tahu pasien bahwa
pasangan kateter tidak akan menyakiti meskipun mereka dapat merasakan adanya tekanan.
(kedokteran ECG; )
Dalam merawat pasien dengan kateter menetap, tujuan utamanya adalah mencegah infeksi saluran
kemih.
Cara terbaik untuk mencagah infesi adalah memastikan bahwa pasien minum banyak air setiap hari,
sampai 3 liter. Minum banyak menghasilkan banyak urin. Ini mempertahankan kandung kemih
terbilas dan menghiangkan sedimen yang melekat pada kateter. Ajarkan pasien dan keluarganya untuk
memeriksa selang drainase dan kantung serta meyakinkan bahwa alat ini selalu berada lebih rendah
dari kandung kemih pasien, sehingga gravitasi akan membantu aliran urin. Ingatkan pasien jangan
pernah berbaring di atas selang dan memerikasanya untuk meyakinkan tidak ada tekukakan pada
selang. Berikan atau bantu pasien dengan higiene perineum 2 kali sehari.
Penggantian kateter meningkatkn kesempatan infeksi. Jangan melepaskan selang kecuali benar-benar
perlu. Lepaskan kateter sesegera mungkin. Infeksi mudah di tularkan melalui kateter. Selalu cuci
tangan anda dengan seksama sebelum dan setelah merawat kateter. Jika sedimen menumpuk di dalam
selang atau kandung drainase, atau bila ada kebocoran, anda perlu mengganti selang dan kantung.
Jika anda mengganti selang, anda arus menggunakan teknik steril yang ketat. (lihat bab lindungi
pasien dari infeksi.(kedokteran EGC)
1. Bak instrument
2. Spuit 10 cc
3. Bengkok
4. Sarung tangan steril
5. Aqua destilata
6. Plester
7. Gunting plester
8. Perlak
9. Kateter
10. Kapas air DTT
11. Kassa
12. Urine bag
13. Jelly atau vaselin
14. Waskom larutan klorin 0,5%
PROSEDUR PELAKSANAAN
1. Wanita
2. Beritahu dan jelaskan pada ibu maksud dan tujuan tindakan yang akan dilakukan.
3. Susun alat secara ergonomis untuk memudahkan dalam bekerja.
4. Pasang sampiran atau tirai.
5. Atur posisi pasien senyaman mungkin.
6. Pasang perlak dibawah bokong pasien.
7. Cuci tangan dengan sabun dan air mengalir, keringkan dengan handuk bersih.
8. Buka kemasan bungkus kateter dan tempatkan kateter di bak instrument steril.
9. Pakai sarung tangan.
10. Lakukan vulva higiens dengan kapas air DTT.
11. Olesi ujung kateter dengan jelly atau vaselin kira-kira 4 cm.
12. Buka labia mayora dengan ibu jari dan jari telunjuk tangan yang tidak dominan.
13. Masukkan ujung kateter ke uretra secara perlahan-lahan menuju kandung kencing, sampai keluar air
kencing, alirkan ke bengkok atau urinal.
14. Masukkan cairan aquadest ke karet pengunci kateter sebanyak 10 cc untuk mengunci kateter agar
tidak lepas bila di pasang permanen.
15. Hubungkan pangkal kateter dengan pipa penyambung pada kantong urin(urine bak).
16. Rekatkan kateter pada paha pasien dengan plester.
17. pasang urine bak pada tempat tidur pasien ( urine bak diberi tali dari kassa untuk mengikat dengan
tepi tempat tidur).
18. Rapikan pasien.
19. Bereskan alat.
20. Cuci sarung tangan dalam larutan klorin 0,5% lepas sarung tangan secara terbalik dan merendam
dalam larutan klorin selama 10 menit.
21. Cuci tangan dengan sabun dan air mengalir, mengeringkan dengan handuk bersih.(yuni kusmiyati
2009)
http//:www.google.com/imegres?imurl=http://2.bp.blogspot.com
http;//www.google.com/imgres?imgurl=http//2.bp.blogspot.com
1. Pada laki-laki
2. Memberi tahu dan menjeaskan pada klien.
3. Mendekatkan alat-alat.
4. Memasang sampiran.
5. Mencuci tangan.
6. Menanggalkan pakaian bagian bawah.
7. Memasang selimut mandi, perlak, dan pengalas bokong.
8. Menyiapkan posisi klien.
9. Meletakkan dua bengkok diantara tungkai pasien.
10. Mencuci tangan dan memakai sarung tangan.
11. Memegang penis dengan tangan kiri.
12. Menarik preputium sedikit ke pangkalnya, kemudian membersihkan dengan kapas.
13. Mengambil kateter, ujungnya di beri vaselin 20 cm.
14. Memasukkan kateter pelahan-lahan sedalam uretra 20 cm sambil penis diarahkan ke atas, jika
kateter tertahan jangan dipaksakan. Usahakan penis lebih di keataskan, sedikit dan pasien di
anjurkan menarik nafas panjang dan memasukkan kateter perlahan-lahan sampai urine keluar,
kemudian menampung urine kedalam botol steril bila diperlukan untuk pemeriksaan.
15. Bila urin sudah keluar semua anjurkan klien untuk menarik nafas panjang. Kateter di cabut pelan-
pelan di masukkan ke dalam botol yang berisi larutan klorin.
16. Melepas sarung tangan dan memasukkan kedalam botol bersama dengan kateter dan pinset.
17. Memasang pakaian bawah, mengambil perlak dan pengalas.
18. Menarik selimut dan mengambil selimut mandi.
19. Membereskan alat.
20. Mencuci tangan.(Yuni Kusmiati 2009)
Peralatan:
1. Sarung
2. Spuit
3. Betadine
4. Bengkok 2 buah
Prosedur:
1. Memberitahu pasien
2. Mendekatkan alat.
3. Memasang sampiran.
4. Mencuci tangan.
5. Memakai sarung tangan.
6. Mengeluarkan isi balon kateter dengan spuit.
7. Menarik kateter dan anjurkan pasien untuk tarik nafas panjang, kemudian letakkan kateter pada
engkok
8. Olesi area prepotium (meatus uretra ) dengan betadin
9. Membereskan alat
10. Melepaskan sarung tangan
11. Mendokumentasikan
(siti banaliya 2008)
BAB III
PENUTUP
kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas maka adapun simpulan yang dapat penulis ambil yaitu sebagai
berikut:
Eliminasi merupakan proses pembuangan sisa metabolism tubuh baik berupa urine maupun alvi demi
menjaga homeostasis tubuh.
Eliminasi urine merupakan kebutuhan dalam manusia yang esensial dan berperan dalam menentukan
kelangsungan hidup manusia. Eliminasi dibutuhkan manusia untuk mempertahankan kesehatan tubuh.
Adapun organ – organ yang berperan dalam proses eliminasi urine diantaranya; ginjal, ureter,
kandung kemih, uretra.
Eliminasi alvi merupakan proses pembuangan atau pengeluaran metabolism berupa feses yang berasal
dari saluran pencernaan. Adapun sistem tubuh yang berperan dalam proses eliminasi alvi ini adalah
sistem gastrointestinal yang meliputi usus halus dan usus besar.
Saran
Penulisan makalah ini diharapkan dapat memotivasi masyarakat atau pembaca, agar dapat menjaga
kesehatan organ eliminasi sehingga proses eliminasi di dalam tubuh manusia dapat berjalan dengan
baik dan seimbang.
Daftar Pustaka