Anda di halaman 1dari 74

Universitas Sumatera Utara

Repositori Institusi USU http://repositori.usu.ac.id


Departemen Biologi Skripsi Sarjana

2017

Gambaran Histologi dan Fungsi Hati


(SGPT & SGOT) Mencit Jantan (Mus
musculus L.) setelah Pemberian Ekstrak
Metanol Biji Pare (Momordica charantia
L.) dan Depo Medroksi

Chairani

http://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/3006
Downloaded from Repositori Institusi USU, Univsersitas Sumatera Utara
GAMBARAN HISTOLOGI DAN FUNGSI HATI (SGPT &
SGOT) MENCIT JANTAN (Mus musculus L.) SETELAH
PEMBERIAN EKSTRAK METANOL BIJI PARE (Momordica
charantia L.) DAN DEPO MEDROKSI PROGESTERON
ASETAT (DMPA)

SKRIPSI

CHAIRANI
130805037

DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2017

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


GAMBARAN HISTOLOGI DAN FUNGSI HATI (SGPT &
SGOT) MENCIT JANTAN (Mus musculus L.) SETELAH
PEMBERIAN EKSTRAK METANOL BIJI PARE (Momordica
charantia L.) DAN DEPO MEDROKSI PROGESTERON
ASETAT (DMPA)

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar


Sarjana Sains

CHAIRANI
130805037

DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2017

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


PERSETUJUAN

Judul : Gambaran Histologi Dan Fungsi Hati


(SGPT & SGOT) Mencit Jantan (Mus
musculus L.) Setelah Pemberian Ekstrak
Metanol Biji Pare (Momordica charantia
L.) Dan Depo Medroksi
Progesteron Asetat (DMPA).
Kategori : Skripsi
Nama : Chairani
Nomor Induk Mahasiswa (NIM) : 130805037
Program Studi : Sarjana (S1) Biologi
Fakultas : Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Sumatera Utara

Disetujui di
Medan, Oktober 2017

Komisi Pembimbing
Pembimbing 2 Pembimbing 1

Dra.Emita Sabri, M.Si Prof. Dr. Syafruddin Ilyas, M.Biomed


NIP. 19560712 198702 2 002 NIP. 19660209 199203 1 003

Disetujui oleh:
Departemen Biologi FMIPA USU
Ketua,

Dr.Saleha Hannum, M.S.i


Nip.197108312000122001

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


PERNYATAAN

GAMBARAN HISTOLOGI DAN FUNGSI HATI (SGPT &


SGOT) MENCIT JANTAN (Mus musculus L.) SETELAH
PEMBERIAN EKSTRAK METANOL BIJI PARE (Momordica
charantia L.) DAN DEPO MEDROKSI PROGESTERON
ASETAT (DMPA)

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil karya sendiri. Kecuali beberapa
kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, 0ktober 2017

CHAIRANI
130805037

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


PENGHARGAAN

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT, yang telah
memberikan berkat dan rahmat karunia kesehatan dan kesempatan serta shalawat
beriringan salam tetap tercurah kepada junjungan kita Rasulullah Muhammad
SAW. Sehingga penulis dapat menyelesaikan hasil penelitian ini yang berjudul
“Gambaran Histologi Hepar Dan Fungsi Hati (SGPT & SGOT) Mencit (Mus
musculus L.) Jantan Setelah Pemberian Ekstrak Metanol Biji Pare
(Momordica charantia L.) Dan Depo Medroksi Progesteron Asetat (DMPA)”.
Pada kesempatan ini, dalam menyusun hasil penelitian penulis
mengucapkan banyak terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Syafruddin Ilyas, M.Biomed selaku Dosen
Pembimbing I atas segala bantuan, bimbingan, perhatian, motivasi,
selama penyusunan hasil penelitian.
2. Ibu Dra. Emita Sabri, M.Si selaku Dosen Pembimbing II, yang telah
memberikan dorongan, bimbingan, arahan, motivasi, semangat, waktu
serta perhatian yang cukup besar terutama saat penulis memulai
penulisan hingga penyempurnaan hasil penelitian ini.
3. Dr. Salomo Hutahaean, M.Si. selaku Dosen Penguji I, yang telah
memberikan nasehat, arahan, dan saran tentang penyusunan hasil
penelitian
4. Dr. Elimasni, M.Si. selaku Dosen Penguji II, yang telah memberikan
masukan, arahan, dan semangat tentang penyusunan hasil penelitian.
5. Teristimewa Orang Tua Penulis yang penulis hormati dan sayangi
Muhammaddin dan Rika Lasmira Shinta yang telah bersusah payah
membesarkan dan mendidik dengan cinta dan kasih sayang yang
tulus, memberikan semangat dan motivasi kepada penulis, kesabaran
dalam mendampingi serta penulis juga mengucapkan terima kasih
kepada sahabat hidup Zamakhsari, Chairum, dan Annisa yang telah
memberikan dorongan berupa motivasi dan semangat.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


6. Teman – teman stambuk 2013, khususnya Masyita Ulfa, Siti Sarah,
Kiki Anisa, Iradani Yupita Ningrum, Sri Hermaya dan Siti Sahara,
Saudara asuh Nazmul Asri dan Kakak stambuk 2012, khususnya
Darni Prista atas segala bantuan, perhatian, dukungan, motivasi, dan
kebersamaan.
Penulis ucapkan semoga Allah SWT melimpahkan rahmat-Nya. Dengan
segala kerendahan hati, penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam
penyusunan hasil penelitian ini, untuk itu mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari semua pihak demi kesempurnaan penulisan hasil penelitian ini.
Sebelum dan sesudahnya penulis mengucapkan terima kasih. Demikianlah hasil
penelitian ini disampaikan semoga dapat bermanfaat bagi perkembangan dan ilmu
pengetahuan. Amin Ya Robbal ‘ Alamin.

Medan, Oktober 2017

Penulis

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


GAMBARAN HISTOLOGI DAN FUNGSI HATI (SGPT & SGOT)
MENCIT JANTAN (Mus musculus L.) SETELAH PEMBERIAN
EKSTRAK METANOL BIJI PARE (Momordica charantia L.) DAN DEPO
MEDROKSIPROGESTERON ASETAT (DMPA)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran histologi dan fungsi (SGPT
& SGOT) mencit jantan (Mus musculus L.) setelah pemberian ekstrak metanol
biji pare (Momordica charantia L.) dan Depo Medroksi Progesteron Asetat
(DMPA). Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang
terdiri atas lima perlakuan ekstrak metanol biji pare (Momordica charantia L.)
dan lima ulangan, selama 0 minggu, 4 minggu, 8 minggu, 12 minggu dan 16
minggu dengan dosis DMPA 0,125 mg/25 g BB dan dosis ekstrak metanol biji
pare (Momordica charantia L.) 0,5/10 g BB. Preparat organ hepar dibuat dengan
metode parafin dan pewarnaan Hematoksilin Erlich-Eosin (HE). Hasil
pengamatan histologis dan fungsi hati (SGPT & SGOT) menunjukkan bahwa
tidak ada perbedaan yang bermakna (p>0,05) antara kelompok kontrol dengan
jumlah sel yang rusak serta fungsi hati (SGPT & SGOT) pada mencit jantan yang
diberikan ekstrak metanol biji pare (Momordica charantia L.) dan depo medroksi
progesteron asetat (DMPA).

Kata kunci: DMPA, Hepar, SGOT, SGPT, Mencit, Momordica charantia L.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DESCRIPTION OF HISTOLOGY AND LIVER FUNCTION (SGPT &
SGOT) MALE MICE (Mus musculus L.) AFTER GIVING OF METANOL
EXTRACT OF BITTER MELON SEED (Momordica charantia L.) AND
DEPO MEDROXY PROGESTERONE ACETATE (DMPA)

ABSTRACT

The objective of this study was to determine the description of histology and liver
function (sgpt & sgot) male mice (Mus musculus L.) after giving of metanol
extract of bitter melon seed (Momordica charantia L.) and depo medroxy
progesterone acetate (DMPA). This research use the Completely Randomized
Design (CRD), which consists of five groups of bitter melon extract and five
iterations for 0 week, 4 week, 8 week, 12 week, and 16 weeks, at dosage of
DMPA0,125mg/g body weight and at dosage of extract bitter melon seed
(Momordica charantia L.) 0,5/10g body weight. The livers were made into
preparations by using the paraffin method and Hematoxylin Erlich-Eosin staining
(HE). The results of histological observation and liver function sgpt sgot showed
that there is no a significant difference (p>0,05) between control group with
damaged cells and liver function (sgpt & sgot) male mice (Mus musculus L.) after
giving of metanol extract of bitter melon seed (Momordica charantia L.) and depo
medroxy progesterone acetate (DMPA).

Keywords: DMPA, Liver, SGOT, SGPT, Mencit, Momordica charaantia L.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR ISI

Halaman
Persetujuan ii
Penghargaan iii
Pernyataan iv
Abstrak vi
Abstract vii
Daftar Isi viii
DaftarTabel x
Daftar Gambar xi
Daftar Lampiran xii

BAB 1. Pendahuluan
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Rumusan Masalah 2
1.3. Hipotesis 3
1.4. Tujuan Penelitian 3
1.5. Manfaat Penelitian

BAB 2. Tinjauan Pustaka


2.1. Depo Mendroksi Progesteron Asetat (DMPA) 4
2.2. Buah Pare (Momordica charantia L.) 4
2.2.1. Kandungan Buah Pare (Momordica
6
charantia L.)
2.3. Hepar 6
2.3.1. Fungsi Hepar 7
2.3.2. Hepatosit 8
2.3.3. Hepatoksisitas 9
2.4. SGPT SGOT 11

BAB 3. Bahan dan Metode


3.1. Waktu danTempat Penelitian 12
3.2. Bahan dan Alat Penelitian 13
3.3. Prosedur Penelitian 13
3.3.1. Hewan coba 13
3.3.2. Pembuatan Ekstrak Metanol Biji Pare
14
(Momordica charantia L.)
3.3.3. Pengenceran dan Dosis Perlakuan 14
3.3.4. Rancangan Penelitian 14
3.4. Pembedahan 15
3.5. Pembuatan Sediaan Histologi Hepar 15
3.6. Parameter Pengamatan 16
3.6.1.Pemeriksaan Histologi Hepar 16
3.6.2.Pemeriksaan Fungsi Hati SGPT Serum 17
3.6.3.Pemeriksaan Fungsi Hati SGOT Serum 17
3.7 Analisis Data 17

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB 4. Hasil Pengamatan
4.1. Hasil Penelitian 18
4.1.1. Histologi Hepar Setelah Pemberian Ekstrak
18
Metanol Biji Pare
4.1.2. Hepatosit Normal 19
4.1.3. Degenerasi Parenkimatosa 20
4.1.4. Degenerasi Hidropik 21
4.1.5. Nekrosis 22
4.1.6. Nilai SGOT 23
4.1.7. Nilai SGPT 24
4.2. Pembahasan 25
BAB 5. Kesimpulan dan Saran
5.1. Kesimpulan 32
5.2. Saran 32
Daftar Pustaka 33

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman


Tabel
2.4. Kadar Normal SGPT dan SGOT Mencit 12
3.3.4. Rancangan Perlakuan 15
3.6.1. Kriteria Penilaian Derajat Histopatologi Sel Hepar 17
Model Scoring Histopatologi Manja Roenigk

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman


Gambar
2.2. Momordica charantia L. 5
2.4. Histologi Hepar Mencit Normal 7
4.1.1. Histologi Hepar Setelah Pemberian Ekstrak Metanol 18
Biji Pare (Momordica charantia L.) dan Depo
Medroksi progesteron Asetat (DMPA)
4.1.2. Rata-rata Jumlah Hepatosit Normal Setelah Pemberian 19
Kombinasi Ekstrak Metanol Biji Pare (Momordica
charantia L.) dan Depo Medroksi Progesteron Asetat
(DMPA).
4.1.3 Rata-rata Jumlah Sel Degenerasi Parenkimatosa Setelah 20
Pemberian KombinasiEkstrak Metanol Biji Pare
(Momordica charantia L.) dan Depo Medroksi
Progesteron Asetat (DMPA).
4.1.4. Rata-rata Jumlah Sel Degenerasi Hidropik Setelah 21
Pemberian Kombinas Ekstrak Metanol Biji Pare
(Momordica charantia L.) dan Depo Medroksi
Progesteron Asetat (DMPA).
4.1.5. Rata-rata Jumlah Sel Nekrosis Setelah pemberian 22
Kombinasi Ekstrak Metanol Biji Pare (Momordica
charantia L.) dan Depo Medroksi Progesteron Asetat
(DMPA).
4.1.6. Rata-rata Nilai SGOT Setelah Pemberian Kombinasi 23
Ekstrak Metanol Biji Pare (Momordica charantia L.) dan
Depo Medroksi Progsteron Asetat (DMPA).
4.1.7. Rata-rata Nilai SGPT Setelah Pemberian Kombinasi 24
Ekstrak Metanol Biji Pare (Momordica charantia L.) dan
Depo Medroksi Progesteron Asetat (DMPA).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman


Lampiran
1. Dokumentasi Penelitian 37
2. Data dan Analisis Statistik Hepatosit Normal dan 39
Kerusakan Histologi Hepar Mencit
3. Data dan Analisis Statistik Nilai SGOT Hepar 53
Mencit
4. Data dan Analisis Statistik Nilai SGPT Hepar Mencit 57

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Keluarga berencana merupakan salah satu upaya pelayanan kesehatan yang paling
dasar dan utama. Upaya untuk mengoptimalkan manfaat keluarga berencana bagi
kesehatan, salah satu pelayanannya yaitu harus digabungkan dengan pelayanan
kesehatan reproduksi yang bertujuan untuk pengaturan kehamilan dan merupakan
hak setiap individu sebagai mahluk seksual. Salah satunya yaitu upaya mengatur
jarak kehamilan perlu melakukan program. Program tersebut dapat berjalan
dengan baik jika menggunakan alat kontrasepsi. Salah satu metode kontrasepsi
hormonal yaitu dengan menggunakan suntik dan yang paling sering digunakan
adalah DMPA (Depo Medroxy Progesterone Asetat) yang berisi 150 mg dengan
daya guna 3 bulan (Ningsih,2012).
Namun penggunaan obat secara berkelanjutan dan dengan dosis yang tidak
sesuai dapat menyebabkan kerusakan hati. Dimana fungsi hati bersangkutan
dengan metabolisme tubuh, khususnya mengenai pengaruhnya atas makanan dan
darah. Hati merupakan pabrik kimia terbesar dalam tubuh dalam hal bahwa ia
menjadi “pengantar metabolisme” artinya ia mengubah zat makanan yang
diabsorpsi dari usus dan disimpan disuatu tempat di dalam tubuh, guna dibuat
sesuai untuk pemakaiannya di dalam jaringan. Selain itu hati juga mengubah zat
buangan dan bahan beracun untuk dibuat mudah untuk ekskresi ke dalam empedu
dan urine (Pearce, 1991).
Penggunaan obat sintetik banyak berpengaruh bagi kesehatan oleh karena
itu banyak masyarakatyang beralih ke obat tradisional. Pare (Momordica
charantia L.) merupakan salah satu tanaman yang telah banyak dikenal dan
digunakan oleh masyarakat Indonesia sebagai pengobatan. Tanamanini
mengandung senyawa alkaloid, triterpenoid, saponin dan flavonoid. Pemakaian
dalam jumlah tertentu dapat menyebabkan toksisitas. Masyarakat Indonesia telah
sejak lama menggunakan buah pare sebagai hidangan sehari-hari dan juga telah
lama dipercaya dan digunakan sebagai obat tradisional untuk mengobati berbagai
macam penyakit. Hal inilah yang mengundang banyak penelitian mengenai buah

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


pare mulai dari kandungan kimia yang ada didalamnya sampai manfaat atau
khasiat yang dapat diperoleh dari buah pare sendiri (Cahyadi, 2009).
Pare alias paria kaya mineral nabati, kalsium dan fosfor, juga karotenoid.
Pare mengandung alpha-momorchorin, beta-momorchorinan MAP30 (momordica
antiviral protein 30) yang bermanfaat sebagai anti HIV/AIDS. Akan tetapi,biji
pare juga mengandung triterpenoid yang mempunyai aktivitas anti spermatozoa,
sehingga penggunaan biji pare secara tradisional dengan maksud untuk mencegah
AIDS dapat mengakibatkan infertilitas pada pria. Konsumsi pare dalam jangka
panjang, baik dalam bentuk jus, lalap atau sayur, dapat mematikan sperma,
memicu impotensi, merusak buah zakar dan hormon pria, bahkan berpotensi
merusak liver (Hernawati, 2010.)
Mencit dipilih sebagai bahan penelitian karena mencit (Mus musculusL.)
adalah salah satu hewan yang banyak digunakan di laboratorium karena memiliki
anatomi yang mirip dengan mamalia manusia (Homo sapiens) dan beberapa
keunggulan dari mencit antara lain mudah dalam penanganan, siklus hidup
pendek, pengadaan hewan ini tidak sulit dan dapat dipelihara dalam kandang yang
terbuat dari bahan yang relatif lebih murah, meskipun hewan ini lebih rentan
terhadap penyakit yang disebabkan oleh virus, kuman, jamur, dan parasit seperti
tuberkolose dan cacingan (Muliani, 2011).
Dari penelitian diatas yang sudah dilakukan belum diketahui efek negatif
akibat dari pemberian kombinasi ekstrak metanol biji pare (Momordica charantia
L.) dan Depo Medroksi Progesteron Asetat (DMPA) terhadap histologi dan fungsi
hati (SGPT dan SGOT). Oleh karena itu dilakukan penelitian lebih lanjut agar
dapat mengetahui apakah pemberian ekstrak metanol biji (Momordica charantia
L.) dan Depo Medroksi Progesteron Asetat (DMPA) berpengaruh terhadap
histologi dan fungsi hati (SGPT dan SGOT).

1.2.Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari penelitian ini yaitu berdasarkan uraian latar
belakang diatas dan hasil penelitian Ilyas (2014) yang sudah dilakukan
sebelumnya, ekstrak metanol biji pare (Momordica charantia L.) dan Depo
Medroksi Progesteron Asetat (DMPA) yang telah dikombinasikan mampu

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


menurunkan spermatogenesis, namun belum diketahui efek negatif akibat dari
pemberian kombinasi ekstrak metanol biji pare (Momordica charantia L.) dan
Depo Medroksi Progesteron Asetat (DMPA) terhadap histologi hepar. Hal ini
yang mendorong penulis untuk melakukan penelitian keamanan dari ekstrak
metanol biji pare (Momordica charantia L.) dan Depo Medroksi Progesteron
Asetat (DMPA) terhadap histologi dan juga fungsi hati (SGPT dan SGOT).

1.3. Hipotesis
Diharapkan pemberian ekstrak metanol biji pare (Momordica charantia
L.) dan Depo Medroksi Progesteron Asetat (DMPA) tidak memberi pengaruh
negatif terhadap histologi dan fungsi hati (SGPT dan SGOT) pada mencit (Mus
musculus L.) jantan.

1.4. Tujuan Penelitian


Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis keamanan dari
ekstrak metanol biji pare (Momordica charantia L.) dan Depo Medroksi
Progesteron Asetat (DMPA) terhadap histologi dan fungsi hati (SGPT dan SGOT)
pada mencit (Mus musculus L.) jantan.

1.5.Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah bahwa kombinasi ekstrak metanol biji
pare (Momordica charantia L.) dan Depo Medroksi Progesteron Asetat (DMPA)
aman terhadap histologi dan fungsi hati (SGPT dan SGOT) pada mencit (Mus
musculus L.) jantan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Depo Medroxyprogesterone Acetate (DMPA)


Depo medroksi progesteron asetat (DMPA) merupakan salah satu kontrasepsi
progestin yang sering digunakan dan bekerja jangka panjang. DMPA merupakan
hormon progesteron steroid alami yang dapat menekan sekresi gonadotropin
hipofisis yang menghambat produksi Follicle Stimulating Hormone (FSH) dan
Luteinizing Hormone (LH), sehingga digunakan sebagai kontrasepsi hormonal
pada wanita. DMPA aktif bekerja secara biologis dan farmakologis setelah
pemberian melalui oral dan parenteral. Secara umum, DMPA berpengaruh
terhadap jaringan dan organ sistem reproduksi beserta fungsinya. DMPA juga
mempengaruhi kerja beberapa enzim seperti enzim metabolisasi obat di dalam
hati. DMPA tergolong obat yang aman karena kadar toksisitasnya sangat rendah
(Yunardi et al.2009).
DMPA merupakan metode kontrasepsi hormonal suntik yang hanya
mengandung progesteron memiliki angka kegagalan <1% pertahun. Metode ini
diberikan secara injeksi intramuskular setiap 3 bulan dengan dosis 150 mg.
Namun dalam penggunaannya, DMPA ini memiliki beberapa efek samping
seperti gangguan pola menstruasi dan penambahan berat badan (Pratiwi et
al.2014).
Penggunaan kontrasepsi suntik lebih dari satu tahun sesuai dengan tujuan
kontrasepsi yaitu untuk menjarangkan kehamilan dan salah satu dari keuntungan
metode kontrasepsi suntik DMPA adalah pencegahan kehamilan jangka panjang.
Dengan metode kontrasepsi suntik DMPA ini wanita dapat mengatur jarak
kehamilannya sesuai yang diinginkannya dengan lama pemakaian kontrasepsi
suntik DMPA (Munayarohk et al. 2014).

2.2. Buah pare (Momordica charantiaL.)


Tanaman Pare (Momordica charantia L.) adalah sejenis tanaman menjalar
dengan buahnya panjang bergerigi dan runcing ujungnya. Pare banyak terdapat di
daerah tropika, tumbuh baik di dataran rendah dan dapat ditemukan tumbuh liar di

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


tanah terlantar, serta dibudidayakan atau ditanam di pekarangan dengan
dirambatkan di pagar, untuk diambil buahnya. Tanaman ini tidak memerlukan
banyak sinar matahari, sehingga dapat tumbuh subur di tempat-tempat yang agak
terlindung. Tanaman setahun, merambat atau memanjat dengan alat pembelit atau
sulur dengan karakteristik umum berbentuk spiral, banyak bercabang, dan
berbautidak enak. Tanaman pare mempunyai biji banyak, coklat kekuningan,
bentuknya pipih memanjang, keras (Cahyadi, 2009).
Menurut Interagency Taxonomic Information System (ITIS), klasifikasi
buah pare (Momordica charantia L.) sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Division : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Subkelas : Dilleniidae
Order : Violales
Famili : Cucurbitaceae
Genus : Momordica
Spesies : Momordica charantia L.

Gambar 2.2.Momordica charantia L.(Hernawati, 2010).

Di India, berbagai sifat obat yang diklaim untuk Momordica charantia L.


mencakup antidiabetes, obat cacing, kontrasepsi, antimalaria, dan digunakan
untuk pengobatan asam urat, penyakit kuning, batu ginjal, kusta, keputihan, wasir,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


pneumonia, rematik dan kudis. Namun, umumnya dikonsumsi sebagai sayuran.
Selain itu, Momordica charantia L. memiliki aktivitas biologis beragam seperti
antioksidan, antimikroba, antivirus, anti hepatotoksik dan anti ulserogenik yang
dikaitkan dengan berbagai bahan aktif dalam tanaman termasuk triterpen,
proteindan steroid (Gover & Yadav, 2004).

2.2.1. Kandungan Buah Pare


Tanaman pare (Momordica charantia L.) mengandung momordisin, momordin,
karantin, asam trikosanik, resin, asam resinat, steroid, vitamin A dan C serta
minyak lemak yang terdiri atas asam oleat, asam linoleat, asam stearat dan L-
oleostearat, karantin, hydroxytryptamine, serta vitamin A, B, dan C, yang dalam
ilmu farmasi dikenal sebagai senyawa antiradang, antioksidan, analgesik, antivirus
(khususnya HIV), serta mencegah keracunan hati, antialergi, dan antikanker (Naid
et al. 2012).
Kandungan kimia didalam buah pare yang berkhasiat dalam pengobatan
adalah saponin, flavonoid, polifenol, alkaloid, triterpenoid, momordisin, glikosida
cucurbitacin, charantin,asam butirat, asam palmitat, asam linoleat, dan asam
stearat. Saponin, charantin danglikosida cucurbitacin memiliki efek menurunkan
kadar gula darah. Flavonoid berfungsi sebagai antimikroba dan triterpenoid
sebagai antifagus atau insektisida dan mempengaruhi sistem saraf. Senyawa
alkaloid, triterpenoid, saponin, dan flavonoid diduga dapat bersifat toksik pada
kadar tertentu (Cahyadi, 2009).

2.3. Hepar
Hati adalah organ kelenjar terbesar dengan berat kira-kira 1200-1500 g. Terletak
di abdomen kuadrat kanan atas menyatu dengan saluran bilier dan kandung
empedu. Hati menerima pendarahan dari sirkulasi sistemik melalui arteri hepatika
dan menampung aliran darah dari sistem porta yang mengandung zat makanan
yang diabsorbsi usus. Secara mikroskopis, hati tersusun oleh banyak lobulus
dengan struktur yang serupa yang terdiri dari hepatosit, saluran sinusoid yang
dikelilingi oleh endotel vaskuler dan sel kupffer yang merupakan bagian dari
sistem retikuloendotelial (Rosida, 2016).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Hati berfungsi untuk detoksifikasi zat yang masuk ke dalam tubuh, dan
ampas detoksifikasi itu dibuang lewat empedu. Organ hati ini juga mengolah sari
makanan yang diangkut oleh darah dari usus. Pembuluh darah yang mengangkut
sari makanan dari usus ke hati adalah vena porta. Ia menerima darah pula lewat
arteria hepatica, dan keluar dari hati lewat vena hepatica yang bermuara ke vena
cava inferior dekat ke jantung. Hati disebut juga hepar yang merupakan kelenjar
gabungan antara kelenjar eksokrin dan kelenjar endokrin. Sebagai kelenjar
eksokrin organ ini berfungsi untuk menggetahkan empedu. Untuk sementara
empedu itu disimpan dalam kantung empedu (vesica fellea). Selain empedu, hati
juga memproduksi protein komponen darah yaitu albumin, protrombin,
fibrinogen, dan globulin. Selain kelenjar eksokrin hati juga berfungsi sebagai
kelenjar endokrin dimana organ hati dapat menghasilkan glukagon untuk
menguraikan gligoken menjadi glukosa sebagai sumber energi. Proses penguraian
inilah disebut dengan glikogenolisis(Yatim, 1990).

Vena
sentral

Lempeng
sel hati endotel

sinusoid Vena
i i porta

Arteri
hepati

Gambar 2.3.Histologi Hepar Mencit Normal(Eroschenko, 2008)

2.3.1. Fungsi Hepar


Hati (hepar) merupakan kelenjar tubuh yang paling besar dan khas karena
memiliki multifungsi yang kompleks, misalnya ekskresi berupa hasil metabolit,
sekresi dengan hasil produk seperti cairan empedu, penyimpanan lipid, vitamin A,
vitamin B, dan glikogen, mensintesis fibrinogen, globulin, albumin, dan
protrombin, fagositosis benda asing yang ada di dalam tubuh, detoksifikasi obat
yang larut dalam lipid, konjugasi zat atau senyawa beracun, dan hormon steroid,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


esterifikasi yaitu pengubahan asam lemak bebas menjadi trigliserida, metabolisme
protein, lemak, hemoglobin, dan obat (Dellmann et al.1992).
Menurut Sloane (1994), hepar memiliki fungsi yaitu sebagai berikut.
a. Sekresi, hepar memproduksi empedu yang berperan dalam emulsifikasi dan
absorpsi lemak.
b. Metabolisme protein, lemak dan karbohidrat tercerna. Hepar berperan penting
dalam mempertahankan homeostatik kadar gula dalam darah, mengurai protein
dari sel-sel tubuh dan sel-sel darah yang rusak, membentuk urea dariasam
amino berlebih dan sisa nitrogen, menyintesis lemak dari karbohidrat dan
protein dan terlibat dalam penyimpanan dan pemakaian lemak, mensintesis
protein plasma dan faktor-faktor pembekuan darah serta mensintesis bilirubin
dari produk penguraian hemoglobin dan mensekresikannya ke dalam empedu.
c. Penyimpanan, hepar menyimpan mineral seperti zat besi dan tembaga, serta
vitamin larut lemak seperti vitamin A, D, E dan K dan hati menyimpan toksin
tertentu serta obat yang tidak dapat diuraikan dan diekskresikan.
d. Detoksifikasi, hepar melakukan inaktivasi hormon dan detoksifikasi toksin dan
obat. Hepar juga memfagosit eritrosit dan zat asing yang terdisintegrasi dalam
darah.
e. Produksi panas, hepar sebagai sumber utama panas tubuh.
f. Penyimpanan darah, hepar bersama limfa mengatur volume darah.

2.3.2. Hepatosit
Hepatosit adalah sel yang terdapat di dalam organ hati. Sel hepatosit adalah sel
parenkimal utama yang terdapat di dalam hati yang mempunyai peran dalam
metabolisme. Sel hepatosit memiliki berat 80% dari berat hati dan memiliki inti
sel baik tunggal maupun ganda. Hepatosit sangat aktif mensintesis protein dan
lipid untuk disekresi, dan memiliki banyak retikulum endoplasma dan badan
golgi. Dimana retikulum endoplasma dan badan golgi berperan aktif dalam
memodifikasi dan mensistesis protein. Hepatosit dipisahkan oleh sinusoid yang
tersusun dengan melingkari efferent vena hepatica dan duktus hepatikus. Darah
yang masuk ke dalam hati melalui arteri hepatikadan vena porta serta yang akan
menuju ke vena sentralis akan mengalami pengurangan oksigen secara bertahap.
Di dalam organ hati, hepatosit terletak berhadapan dengan sinusoid yang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


mempunyai banyak mikrofil. Sinusoid hati memiliki lapisan endothelial berpori
yang dipisahkan dari hepatosit oleh ruang disse atau ruang yang berada diantara
dinding sinusoid dengan sel parenkim hati (Julio et al.2013).
Sel hati (hepatosit) yang berbentuk polihedral, intinya bulat terletak
ditengah, nukleulus dapat satu atau lebih dengan kromatin yang menyebar. Sering
tampak adanya dua inti, sebagai hasil pembagian yang tidak sempurna dari
sitoplasma setelah terjadi pembelahan inti. Sitoplasma hepatosit agak berbutir,
tetapi dapat tergantung pada perubahan nutrisi serta fungsi seluler. Mitokondria
relatif banyak dan aparatus golgi terletak dekat kanalikuli empedu. Selain itu
hepatosit juga dapat menyerap bilirubin (pigmen empedu) dari darah, dilakukan
konjugasi dan diekskresikan sebagai salah satu komponen empedu (Dellmann et
al.1992).

2.3.3. Hepatoksisitas
Menurut Departemen Kesehatan RI (2007), beberapa penyakit hepar
adalah sebagai berikut.
a. Hepatitis
Istilah "hepatitis" dipakai untuk semua jenis peradangan pada hepar.
Penyebabnya dapat berbagai macam, mulai dari virus sampai dengan obat-
obatan, termasuk obat tradisional. Virus hepatitis terdiridari beberapa jenis:
hepatitis A, B, C, D, E, F dan G. Manifestasi penyakit hepatitis akibat virus
bisa akut tergolong hepatitis A, kronik tergolong hepatitis B dan C atau pun
dapat menjadi kanker hati.
b. Sirosis
Setelah terjadi peradangan dan bengkak, sel hepar mencoba memperbaiki
dengan membentuk bekas luka atau parut kecil. Parut ini disebut fibrosisyang
membuat hepar lebih sulit melakukan fungsinya. Sewaktu kerusakan berjalan,
semakin banyak parut terbentuk dan menyatu, dalam tahap selanjutnya
disebut sirosis. Pada sirosis, area hepar yang rusak dapat menjadi permanen.
Darah tidak dapat mengalir dengan baik pada jaringan hepar yang rusak dan
hepar mulai menciut, serta menjadi keras. Sirosis hepar dapat terjadi karena

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


virus hepatitis B, alkohol, perlemakan hepar atau penyakit lain yang
menyebabkan sumbatan saluran empedu.
c. Kanker Hati
Kanker hati yang banyak terjadi adalah Hepato Cellular Carcinoma(HCC).
HCC merupakan komplikasi akhir yang serius dari hepatitis kronis, terutama
sirosis yang terjadi karena virus hepatitus B, C dan hemochromatosis.
. d. Perlemakan Hati
Perlemakan hati mengenai terjadi bila penimbunan lemak melebihi 5% dari
berat hati atau lebih dari separuh jaringan sel hati. Perlemakan hati ini sering
berpotensi menjadi penyebab kerusakan hati dan sirosis hati.
e. Kolestasis dan Jaundice.
Kolestasis merupakan keadaan akibat kegagalan produksi dan atau
pengeluaran empedu. Lamanya menderita kolestasis dapat menyebabkan
gagalnya penyerapan lemak dan vitamin A, D, E, K oleh usus, juga adanya
penumpukan asam empedu, bilirubin dan kolesterol di hati. Jaundice adalah
kelebihan bilirubin dalam sirkulasi darah dan penumpukan pigmen empedu
pada kulit, membran mukosa dan bola mata pada lapisan sklera.
f. Hemochromatosis
Hemochromatosis merupakan kelainan yang terjadi di hati dimana
proses metabolisme zat besi terganggu yang ditandai dengan adanya
pengendapan zat besi secara berlebihan di dalam jaringan. Penyakit ini
bersifat genetik atau keturunan.
g. Abses Hati
Abses hati dapat disebabkan oleh infeksi bakteri atau amuba. Kondisi ini
disebabkan karena bakteri berkembang biak dengan cepat, menimbulkan
gejala demam dan menggigil.
Kerusakan hepatosit berupa nekrosis ditandai dengan nukleus yang
menghitam dan mengalami fragmentasi. Selain itu, hepatosit tampak semakin
kecil dan mengkerut sehingga mempunyai bentuk yang tidak teratur. Nekrosis hati
adalah kematian hepatosit yang ditandai oleh pembengkakan mitokondria,
pembengkakan sitoplasma, penghancuran organel dan inti, dan pecahnya
membran plasma (Fajariah, 2010).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Terjadinya degenerasi hidropik disebabkan karena adanya zat yang
memiliki sifat toksik yang akan menyebabkan gangguan pada organel mitokondria
yang menghasilkan Energi Adenosin Triposphat (ATP) dan ATP tersebut
dibutuhkan untuk berjalannya pompa natrium (Na+). Apabila tidak ada ATP maka
natrium (Na+) yang ada dalam sel tidak akan keluar dari sel. Dimana natrium
(Na+) memiliki sifat menarik air. Sehingga menyebabkan terganggunya
permeabilitas sel sehingga cairan yang ada di ekstrasel akan masuk ke dalam
intrasel dalam jumlah yang banyak yang mengakibatkan terbentuknya vakuola
yang jernih, kecil dan banyak. Vakuola-vakuola tersebut bersatu membentuk
vakuola yang lebih besar atau vakuola tunggal yang menempati di dalam
sitoplasma dan menggantikan inti sel serta terjadi pembengkakan sel (Tatukude,
2014).
Degenerasi parenkimatosa merupakan degenerasi paling ringan, terjadi
pembengkakan dan kekeruhan sitoplasma. Degenerasi ini reversibel karena hanya
terjadi pada mitokondria dan retikulum endoplasma akibat gangguan oksidasi. Sel
yang terkena jejas tidak dapat mengeliminasi air sehingga tertimbun di dalam
sel dan sel mengalami pembengkakan (Hapsari, 2010).

2.4. SGOT dan SGPT


SGOT merupakan suatu enzim dalam tubuh yang segera terdeteksi dalam sirkulasi
perifer. Apabila terjadi trauma atau nekrosis pada suatu jaringan, kadar SGOT
pada pemeriksaan laboratoris dapat digunakan untuk menilai seberapa luas
kerusakan hati namun SGOT juga banyak ditemukan pada jaringan selain hati
seperti jantung. Perubahan kadar SGOT pada umumnya sering dikaitkan dengan
penyakit hati namun tidak menutup kemungkinan perubahan SGOT juga terjadi
akibat penyakit jantung (Qodriyatiet al. 2016).
SGPT merupakan enzim yang akan keluar dari sel hepar apabila sel hepar
mengalami kerusakan sehingga dengan sendirinya akan menyebabkan
peningkatan kadarnya dalam serum darah. Organ hepar memiliki kapasitas tinggi
mengikat bahan kimia dan menetralkan racun yang masuk ke dalam tubuh.
Pemeriksaan fungsi hepar salah satunya yaitu Serum Glutamic Pyruvic
Transaminase (SGPT). Enzim ini akan keluar dari sel hepar apabila sel hepar

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


mengalami kerusakan sehingga dengan sendirinya akan menyebabkan
peningkatan kadarnya dalam serum darah. SGPT adalah suatu enzim yang
berfungsi sebagai katalis berbagai fungsi tubuh. SGPT dianggap lebih spesifik
untuk menilai kerusakan hepar dibandingkan SGOT (Tanoeisan, 2009).
Peningkatan SGPT atau SGOT disebabkan perubahan permiabilitas atau
kerusakan dinding sel hati sehingga digunakan sebagai penanda gangguan
integritas sel hati hepatoseluler (Rosida, 2016).

Tabel 2.4. Kadar Normal SGPT, SGOT pada Mencit (Mus musculus L).
No Indikator Nilai
1 SGPT (IU/L) 23,2-48,4
2 SGOT (IU/L) 2,1- 23,8
Sumber : Arfeliana, (2010).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB 3
BAHAN DAN METODE

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian


Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni 2016 sampai dengan Mei 2017 di
Laboratorium Fisiologi Hewan dan Struktur Hewan, Departemen Biologi,
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Laboratorium Patologi
Anatomi, Universitas Sumatera Utara dan Laboratorium Kesehatan, Jl. Pancing,
Medan Percut Sei Tuan, Sumatera Utara.

3.2. Bahan dan Alat Penelitian


Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: jarum gavage, beaker glass,
timbangan digital, gelas ukur, mikroskop, spatula, hot plate, kamera digital,
pinset, bak bedah, botol minum, tempat minum, jarum pentul, rang-rang, cawan
petri, disecting set, blender corong, lemari pendingin, rotatory vacum evaporator,
pisau, shaker, oven 40°C, holder kayu, mikrotom, pisau mikrotom, kuas kecil.
Sedangkan bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: Depo
Medroxy Progesterone Asetate (DMPA), metanol, NaCl 0,9 %, spuit 1 ml, objek
glass, cover glass, sampel cup, biji buah pare (Momordica charantia L.), sekam,
pakan mencit (pelet 551), kapas, kertas saring Whatman, akuades, ketamin,label
tempel, kertas grafik millimeter, alkohol absolut, alkohol 96%, alkohol 80%,
alkohol 70%, alkohol 60%, alkohol 50%, alkohol 30%, xylol, Bufferformalin,
parafin, Hematoxylin Erlich-Eosin (H-E), canada balsam.

3.3. Prosedur Penelitian


3.3.1.Hewan Coba
Mencit (Musmusculus L.) jantan strain DDW. Umur 8-11 minggu dengan
berat badan 25-30 g, sehat, mencit dari Balai Penyidikan Penyakit Hewan Sumatra
Utara Medan, Hewan coba akan dibagi menjadi 5 kelompok, yaitu kontrol dan
perlakuan. Hewan coba diadaptasikan selama seminggu. Hewan coba diberi
makan secara berlebihan setiap hari (adlibitum), kandang dibersihkan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


3.3.2.Pembuatan Ekstrak
Buah pare diperoleh dari Desa Sei Rampah Serdang Bedagai Sumatera
Utara. Biji diperoleh dari buah segar sebanyak 2 kg dan dijemur sampai kering
dengan pemanasan sinar matahari selama beberapa hari atau menggunakan
inkubator suhu 40°C sampai berat konstan. Biji kemudian digiling halus dengan
blender. Penyiapan ekstrak dilakukan dengan cara maserasi menggunakan
metanol 96%. Maserasi dilakukan selama 3 hari dan setiap hari dilakukan
pengadukan. Kemudian disaring dengan kertas saring dan biji pare yang tertinggal
ditambahkan metanol sampai warna metanol hampir sama dengan ekstrak biji
pare setelah diaduk. Ekstrak yang terbentuk disaring kembali. Pemisahan pelarut
metanol dilakukan dengan menggunakan waterbath pada suhu 50°C hingga
diperoleh ekstrak kental. Selanjutnya ekstrak disimpan di dalam lemari pendingin
(Farmakope Indonesia, 1995).

3.3.3. Pengenceran dan Dosis Perlakuan


DMPA yang disuntikkan kepada mencit (Mus musculus L.) secara
intramuscular sebanyak 0,1 ml dengan dosis 0,125 mg/25 g BB. Kemudian
mencit(Mus musculus L.) disuntik pada paha kanan atau kiri pada minggu ke-0.
Kemudian mencit (Mus musculus L.) pada kelompok perlakuan dicekok setiap
hari dengan ekstrak metanol biji pare secara oral sebanyak 0,3 ml dengan dosis
0,5 mg/10 g BB, sedangkan pada kelompok kontrol tidak dilakukan penyuntikan
DMPA dan pencekokan ekstrak metanol biji pare .

3.3.4. Rancangan Penelitian


Penelitian ini dapat dilakukan secara uji praklinis dengan metode desain paralel.
Penelitian yang dilakukan ini merupakan penelitian eksperimen laboratorik
dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Dimana penelitian ini menggunakan
mencit jantan dewasa sebanyak 50 ekor yang dibagi secara acak ke dalam 5
kelompok percobaan, dan dalam tiap perlakuan mencit dibagi menjadi 5 ekor
mencit per kelompok. Jumlah ulangan ditentukan dengan menggunakan rumus
sebagai berikut (Federer, 1963):
(t-1) (n-1) ≥ 15

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Dimana t adalah jumlah perlakuan (dalam penelitian ini ada 5 kelompok
perlakuan) dan n adalah jumlah ulangan perkelompok yaitu 5 ekor. Perlakuan
dibagi menjadi lima kelompok berdasarkan waktu pemberian perlakuan untuk
setiap kelompok dan pengamatan sebagai berikut (Ilyas, 2014):
Tabel 3.3.4. Rancangan Perlakuan
Waktu Kelompok
Pengamatan Kontrol ( K) Perlakuan (P)
0 minggu Dilakukan pencekokan DMPA diinjeksikan secara intramuskular 0,125
akuades sebanyak 0.3 mg/25 g BB. Setelah itu, ekstrak biji pare
ml dicekokkan sebanyak 0,5 mg/10 g Bb selama 6 jam
lalu dikorbankan.
4 minggu Dilakukan pencekokan DMPA diinjeksikan secara intramuskular 0,125
akuades sebanyak 0.3 mg/25 g BB pada hari ke-0, kemudian ekstrak biji
ml selama 28 hari (4 pare 0,5 mg/10 g BB dicekokkan selama 28
minggu ). (4minggu) hari lalu dikorbankan
8 minggu Dilakukan pencekokan DMPA diinjeksikan secara intramuskular 0,125
akuades sebanyak 0.3 mg/25 g BB pada hari ke-0, kemudian ekstrak biji
ml selama 56 hari (8 pare 0,5 mg/10 g BB dicekokkan selama 56 hari (8
minggu). minggu) lalu dikorbankan
12 minggu Dilakukan pencekokan DMPA diinjeksikan secara intramuskular 0,125
akuades sebanyak 0.3 mg/25 g BB pada hari ke-0, kemudian ekstrak biji
ml selama 8 minggu pare 0,5 mg/10 g BB dicekokkan selama 56 hari (8
kemudian didiamkan minggu). Dilakukan masa pemulihan selama 4
selama 4 minggu minggu tanpa dicekok ekstrak biji pare lalu
dikorbankan.
16 minggu Dilakukan pencekokan DMPA diinjeksikan secara intramuskular 0,125 mg/
akuades sebanyak 0.3 25 g BB pada hari ke-0, kemudian ekstrak biji pare
ml selama 8 minggu 0,5 mg/10 g BB dicekokkan selama 8 minggu.
kemudian didiamkan Dilakukan masa pemulihan selama 8 minggu tanpa
selama 8 minggu dicekok ekstrak biji pare lalu dikorbankan.

3.4. Pembedahan
Mencit dikorbankan dengan cara dislokasi pada bagian leher. Kemudian
mencit dibedah, darah diambil dari aorta dan organ hati diambil secara
menyeluruh.

3.5.Pembuatan Sediaan Histologi Hepar


Pembuatan sediaan histologi menurut Nafiah (2013)yang sudah
dimodifikasi, metode parafin adalah seleksi bahan, fiksasi, pencucian, dehidrasi,
penjernihan, infiltrasi parafin, pemotongan, penempelan, deparafinasi, pewarnaan,
penutupan serta pemberian label. Organ hepar yang telah dicuci dengan larutan
NaCl 0,9 % kemudian dimasukkan ke dalam larutan fiksatif Buffer formalin 10%
pH 7. Selanjutnya dilakukan dehidrasi secara bertahap dengan menggunakan
alkohol 70%, 80%, 96%, dan alkohol absolut, masing-masing selama 60 menit.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Setelah proses fiksasi dilakukan proses pencucian dengan alkohol 70%.
Dilanjutkan dengan penjernihan segera setelah proses dehidrasi dengan
menggunakan xylol 1, 2 dan 3 masing-masing 1 jam. Proses embedding atau
parafinasi, infiltrasi parafin dengan menggunakan parafin cair 1 dan 2 dengan
suhu 60-700 masing-masing selama 2 jam. Pembuatan blok parafin (penanaman
jaringan dalam kaset) dan didinginkan. Pemotongan secara melintang dilakukan
dengan ketebalan 4µm dengan mikrotom. Potongan dimasukkan ke dalam
waterbath dan diletakkan diatas objek glass yang telah diolesi glyserin.
Deparafinasi memakai xylol 1, 2 dan 3 masing-masing 1 menit. Rehidrasi dengan
alkohol 96%, 80%, dan 50% dan dibersihkan dengan air mengalir. Pewarnaan
dengan Hematoxylin Erlich-Eosin (H-E) dilakukkan dengan cara objek glass
direndam dalam zat warna hematoxylin selama 5 menit, kemudian dicuci dengan
air mengalir. Objek glass dicelupkan ke dalam larutan acid alkohol 1%dan dicuci
dengan air mengalir. Dilakukan dehidrasi dengan alkohol 80%, 90%, dan alkohol
absolut dua kali masing-masing selama 1 menit dan dikeringkan. Objek glass
dimasukkan kedalam larutan Eosin 1% selama1 menit. Kemudian objek glass
dimasukkan kedalam larutan alkohol 96%dan absolut dua kali masing-masing
selama 1 menit dan dikeringkan. Selanjutnya objek glass dimasukkan kedalam
larutan xylol selama 1 menit. Objek glass ditutup dengan cover glass dan entelin,
lalu diberi label.

3.6. Parameter Pengamatan


3.6.1. Pemeriksaan Kerusakan Histologi Hepar
Preparat histologi hepar diamati dibawah mikroskop cahaya dalam lima
lapangan pandang yang berbeda, dengan perbesaran 400 kali. Setiap lapangan
pandang dihitung 20 sel secara acak sehingga dalam satu preparat tersebut
teramati 100 sel hati. Kemudian dihitung rata-rata bobot skor perubahan
histopatologi hepar dari lima lapangan pandang dari masing-masing mencit
dengan model Scoring Histopathology Manja Roenigk. Jenis kerusakan yang
diamati meliputi nekrosis, degenerasi parenkimatosa, dan degenerasi hidropik
(Maulida, 2013).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Tabel 3.6.1. Kriteria Penilaian Derajat Histopatologi Sel Hepar Model Skoring
Histopathology Manja Roenigk
Tingkat perubahan Nilai Kriteria
Normal 1 - Bentuk polyhedral
- Inti sel di tengah
Degenerasi parenkimatosa 2 - Sitoplasma keruh
- Pembekakan sel
Degenerasi hidropik 3 - Terdapat vakuola – vakuola yang banyak,
jernih dan berukuran kecil
Nekrosis 4 - Inti sel berwarna hitam
- Hepatosit mengecil dan mengkerut

Data yang didapat dari setiap parameter pengamatan dicatat dan disusun
ke dalam bentuk tabel. Data diuji kemaknaannya terhadap pengaruh kelompok
perlakuan dengan bantuan program SPSS release 20. Pada setiap preparat dihitung
rerata skornya dengan cara mengalikan sel sesuai dengan kategorinya.

3.6.2. Pemeriksaan Fungsi Hati SGPT Serum


Analisis SGPT serum akan dilakukan di Laboratorium Kesehatan.
Pemeriksaan SGPT dilakukan dengan menggunakan metode IFCC (Sardini,
2007).

3.6.3. Pemeriksaan Fungsi Hati SGOT Serum


Analisis SGOT serum akan dilakukan di Laboratorium Kesehatan.
Pemeriksaan SGOT dilakukan dengan menggunakan metode IFCC (Sardini,
2007).

3.7.Analisis Data
Data hasil dari penelitian dengan berbagai parameter uji, disusun dalam
tabel dan dianalisis dengan software SPSS 20. Data hasil pengamatan kerusakan
histologi hepar mencit dianalisis secara statistik dengan menggunakan uji Mann-
whitney dengan derajat kemaknaan yang digunakan adalah α≥0,05. Sedangkan
data hasil SGPT dan SGOT dibandingkan kelompok kontrol dengan perlakuan
tiap lamanya dilakukan pengujian dilakukan uji parametrik atau uji t independent
(Nugrahani, 2008; Purnomo, 2010)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian


4.1.1. Histologi Hepar Setelah Pemberian Ekstrak Metanol Biji Pare
(Momordica charantia L). dan DMPA
Berdasarkan pengamatan histologi hepatosit hepar mencit setelah pemberian
ekstrak metanol biji pare (Momordica charantia L). dan Depo Medroksi
progesteron Asetat (DMPA) didapatkan hasil pada Gambar 4.1.1.
A B
b e d
c b
e

c
a

d
100 µm 100µm

Gambar 4.1.1. Histologi hepar mencit dengan pewarnaan HE dan perbesaran 40×10 pada
kontrol (A) dan perlakuan (B); a. Vena Centralis; b. Hepatosit Normal; c.
Degenerasi parenkimatosa; d. Degenerasi Hidropik; e. Nekrosis. Dengan
skala 100µm.

Pada Gambar 4.1.1 menunjukkan hasil pengamatan struktur histologi hepatosit


pada hepar mencit jantan ditemukan adanya perubahan sel berupa degenerasi
parenkimatosa, degenerasi hidropik, dan nekrosis pada masing masing kelompok,
baik itu pada kelompok kontrol maupun pada kelompok perlakuan. Pada
kelompok kontrol hal ini bisa saja terjadi, hal ini mungkin dikarenakan organ
hepar tersebut terinfeksi, yang disebabkan karena kondisi fisiologi secara alami
pada mencit tersebut sehingga dapat menyebabkan kerusakan pada hepatosit
sedangkan pada kelompok perlakuan kerusakan hepatosit terjadi kemungkinan
dikarenakan adanya perlakuan sehingga menyebabkan gangguan permeabilitas sel
pada membran sel. Terganggunya permeabilitas pada membran sel tersebut

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


dikarenakan adanya efek dari pemberian ekstrak metanol biji pare dan DMPA
yang mengandung senyawa aktif kukurbitasin, saponin dan flavonoid pada pare
yang bisa menyebabkan gangguan permeabilitas pada membran sel. Dimana
membran sel merupakan salah satu komponen sel yang paling penting.

4.1.2. Hepatosit Normal


Berdasarkan pengamatan struktur histologi hepatosit normal pada hepar mencit
jantan setelah pemberian kombinasi ekstrak metanol biji pare (Momordica
charantia L.) dan Depo Medroksi Progesteron Asetat (DMPA) didapatkan hasil
pada Gambar 4.1.2.

Gambar 4.1.2. Rata-rata jumlah hepatosit normal setelah pemberian kombinasi ekstrak
metanol biji pare (Momordica charantia L.) dan Depo Medroksi
Progesteron Asetat (DMPA).

Gambar 4.1.2. menunjukkan rata-rata jumlahhepatosit normal KO: 8,1;


PO:7,7; K1:6,9; P1:5,8; K2:5,5; P2:6,2; K3:5,5; P3:5,2; K4:5,9; P4:5,6.Pada
kelompok perlakuan hari ke 0 (P0), kelompok perlakuan 4 minggu (P1),
kelompok perlakuan 12 minggu (P3), dan kelompok perlakuan 16 minggu (P4),
jumlah hepatosit normal pada kelompok kontrol cenderung lebih tinggi dari
kelompok perlakuan. Hal ini mungkin terjadi karena ekstrak metanol biji pare dan
DMPA (Depo Medroksi Progesteron Asetat) yang diberikan tidak memberi
pengaruh yang cukup berarti dimana untuk kelompok kontrol dan kelompok
perlakuan jumlah hepatosit normal tidak jauh berbeda. Sedangkan kelompok

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


perlakuan 8 minggu (P2), jumlah hepatosit normal mengalami peningkatan dari
kelompok kontrol hal ini disebabkan karena adanya pengaruh pemberian dari
ekstrak metanol biji pare dan DMPA (Depo Medroksi Progesteron Asetat) yang
menyebabkan terjadinya poliferasi sel-sel hepatosit meningkat pada waktu
tertentu. Namun setelah dilakukan pengujian menggunakan uji Mann Whitney
antara seluruh kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan tidak menunjukkan
perbedaan bermakna (p>0,05).

4.1.3. Degenerasi Parenkimatosa


Berdasarkan pengamatan struktur histologi yang mengalami degenerasi
parenkimatosa pada hepar mencit jantan setelah pemberian kombinasi ekstrak
metanol biji pare (Momordica charantia L.) dan Depo Medroksi Progesteron
Asetat (DMPA) didapatkan hasil pada Gambar 4.1.3.

Gambar 4.1.3. Rata-rata jumlah sel degenerasi parenkimatosa setelah pemberian


kombinasi ekstrak metanol biji pare (Momordica charantia L.) dan Depo
Medroksi Progesteron Asetat (DMPA).

Gambar 4.1.3. menunjukkan rata-rata jumlah hepatosit yang mengalami


degenerasi parenkimatosa dimana untuk KO: 3,9; PO: 4,5; K1:4,6; P1:4,9; K2:
4,2; P2:4,5; K3:4,1; P3:3,5; K4:3,3; P4:2,9. Pada kelompok perlakuan hari ke 0
(P0), kelompok perlakuan 4 minggu (P1) dan kelompok perlakuan 8 minggu (P2),
jumlah hepatosit yang mengalami degenerasi parenkimatosa cenderung lebih
tinggi dari kelompok kontrol. Sedangkan untuk kelompok perlakuan 12 minggu
(P3) dan kelompok 16 minggu (P4) jumlah hepatosit yangmengalami degenerasi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


parenkimatosa cenderung lebih rendah dari kelompok kontrol. Hal ini mungkin
terjadi karena pemberian ekstrak metanol biji pare dan DMPA (Depo Medroksi
Progesteron Asetat), pada perlakuan 12 minggu (P3) dilakukan masa pemulihan
selama 4 minggu dan kelompok 16 minggu (P4) dilakukan masa pemulihan
selama 8 minggu. Dimana pada masa pemulihan tersebut kemungkinan biji pare
mengandung zat aktif kukurbitasin dan steroid yang bersifat reversibel pada
hepatosit sehingga pada fase pemulihan mampu membuat sel berdegenerasi dan
setelah adanya fase pemulihan tersebut maka adanya timbul rangsangan pada
hepatosit yang menyebabkan kerusakan terhenti, sehingga hepatosit mampu
kembali normal seperti saat sebelum diberi perlakuan. Namun setelah dilakukan
pengujian menggunakan uji Mann Whitney antara seluruh kelompok kontrol
dengan kelompok perlakuan tidak menunjukkan perbedaan bermakna (p>0,05).

4.1.4. Degenerasi Hidropik


Berdasarkan pengamatan struktur histologi yang mengalami degenerasi hidropik
pada hepar mencit jantan setelah pemberian kombinasi ekstrak metanol biji pare
(Momordica charantia L.) dan Depo Medroksi Progesteron Asetat (DMPA)
didapatkan hasil pada Gambar 4.1.4.

Gambar 4.1.4. Rata-rata jumlah sel degenerasi hidropik setelah pemberian


kombinasi ekstrak metanol biji pare (Momordica charantia L.) dan Depo
Medroksi Progesteron Asetat (DMPA).
Gambar 4.1.4. menunjukkan rata-rata jumlah hepatosit yang mengalami
degenerasi hidropik dimana untuk KO: 2,6; PO: 2,9; K1:3,4; P1:3,6; K2:3,2;
P2:3,3; K3:4,2; P3:4,5; K4:4,0; P4:4,4. Pada kelompok perlakuan hari ke 0 (P0),

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


kelompok perlakuan 4 minggu (P1), kelompok perlakuan 8 minggu (P2),
kelompok perlakuan 12 minggu (P3), dan kelompok perlakuan 16 minggu (P4),
jumlah hepatosit yang mengalami degenerasi hidropik cenderung lebih tinggi dari
kelompok kontrol. Hal ini mungkin terjadi karena pengaruh ekstrak metanol biji
pare dan DMPA (Depo Medroksi Progesteron Asetat) yang diberikan mampu
meningkatkan jumlah hepatosit yang mengalami degenerasi hidrofik. Hal ini
kemungkinan dikarenakan adanya senyawa aktif pada biji pare yaitu kukurbitasin,
saponin dan flavonoid. Namun setelah dilakukan pengujian menggunakan uji
Mann Whitney antara seluruh kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan tidak
menunjukkan perbedaan bermakna (p>0,05).

4.1.5. Nekrosis
Berdasarkan pengamatan struktur histologi yang mengalami nekrosis pada hepar
mencit jantan setelah pemberian kombinasi ekstrak metanol biji pare (Momordica
charantia L.) dan Depo Medroksi Progesteron Asetat (DMPA) didapatkan hasil
pada Gambar 4.1.5.

Gambar 4.1.5. Rata-rata jumlah sel nekrosis setelah pemberian kombinasi ekstrak
metanol biji pare (Momordica charantia L.) dan Depo Medroksi
Progesteron Asetat (DMPA).
Gambar 4.1.5. menunjukkan rata-rata jumlahhepatosit yang mengalami
nekrosis dimana untuk KO:5,0; PO:5,3; K1:5,0; P1:5,5; K2:6,4; P2:6,6; K3:5,9;
P3:6,5; K4:6,1; P4:6,4. Pada kelompok perlakuan hari ke 0 (P0), kelompok
perlakuan 4 minggu (P1), kelompok perlakuan 8 minggu (P2),kelompok

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


perlakuan 12 minggu (P3), dan kelompok perlakuan 16 minggu (P4), jumlah
hepatosit yang mengalami nekrosis cenderung lebih tinggi dari kelompok kontrol.
Hal ini mungkin terjadi karena ekstrak metanol biji pare dan DMPA (Depo
Medroksi Progesteron Asetat) yang diberikan mampu meningkatkan jumlah
hepatosit yang mengalami nekrosis. Hal ini kemungkinan terjadi karna adanya
senyawa aktif yaitu alkaloid yang terkandung dalam biji pare Namun setelah
dilakukan pengujian menggunakan uji Mann Whitney kelompok kontrol dengan
kelompok perlakuan tidak menunjukkan perbedaan bermakna (p>0,05).

4.1.6. Nilai SGOT


Berdasarkan pengamatan dari hasil uji SGOT yang telah dilakukan pada hepar
mencit jantan setelah pemberian kombinasi ekstrak metanol biji pare (Momordica
charantia L.) dan Depo Medroksi Progesteron Asetat (DMPA) didapatkan hasil
pada Gambar 4.1.6.

Gambar 4.1.6. Rata-rata nilai SGOT setelah pemberian kombinasi ekstrak metanol biji
pare (Momordica charantia L.) dan Depo Medroksi Progesteron Asetat
(DMPA).
Gambar 4.1.6. menunjukkan rata-rata nilai SGOT untuk KO:150; PO:
247; K1: 224; P1:340; K2:337; P2:444; K3:145; P3:232; K4:167; P4:204. Pada
kelompok perlakuan hari ke 0 (P0), kelompok perlakuan 4 minggu (P1),
kelompok perlakuan 8 minggu (P2),kelompok perlakuan 12 minggu (P3), dan
kelompok perlakuan 16 minggu (P4), nilai SGOT hepar yang didapat lebih tinggi
dari kelompok kontrol. Hal ini mungkin terjadi karena ekstrak metanol biji pare

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


dan DMPA (Depo Medroksi Progesteron Asetat) yang diberikan mampu
meningkatkan nilai SGOT dimana nilai SGOT meningkat disebabkan adanya
gangguan fungsi hati, namun setelah dilakukan pengujian menggunakan uji Mann
Whitney antara seluruh kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan tidak
menunjukkan perbedaan bermakna (p>0,05).

4.1.7. Nilai SGPT


Berdasarkan pengamatan dari hasil uji SGPT yang telah dilakukan pada hepar
mencit jantan setelah pemberian kombinasi ekstrak metanol biji pare (Momordica
charantia L.) dan Depo Medroksi Progesteron Asetat (DMPA) didapatkan hasil
pada Gambar 4.1.7.

Gambar 4.1.7. Rata-rata nilai SGPT setelah pemberian kombinasi ekstrak metanol biji
pare (Momordica charantia L.) dan Depo Medroksi Progesteron Asetat
(DMPA).
Gambar 4.1.7. menunjukkan rata-rata nilai SGPT untuk KO: 88; PO:
103; K1:266; P1:306; K2:447; P2:451; K3:435; P3:435; K4:246; P4:279. Pada
kelompok perlakuan hari ke 0 (P0), kelompok perlakuan 4 minggu (P1),
kelompok perlakuan 8 minggu (P2),kelompok perlakuan 16 minggu (P4), nilai
SGOT hepar yang didapat lebih tinggi dari kelompok kontrol. Hal ini mungkin
terjadi karena ekstrak metanol biji pare dan DMPA (Depo Medroksi Progesteron
Asetat) yang diberikan mampu meningkatkan nilai SGPT dimana nilai SGPT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


meningkat disebabkan adanya gangguan fungsi hati, sedangkan kelompok
perlakuan 12 minggu (P3), hasil yang didapat antara kelompok kontrol dan
kelompok perlakuan sama hal ini mungkin disebabkan karena farmakokinetik dari
ekstrak metanol biji pare dan DMPA (Depo Medroksi Progesteron Asetat) yang
diberikan mengalami penurunan kinerja sehingga hasil yang didapat sama, namun
setelah dilakukan pengujian menggunakan uji Mann Whitney antara seluruh
kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan tidak menunjukkan perbedaan
bermakna (p>0,05).

4.2. Pembahasan
Tabel 4.1.1. menunjukkan gambaran struktur histologi hepar mencit jantan
antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan yang diberi ekstrak metanol biji
pare (Momordica charantia L.) dan Depo Medroksi Progesteron Asetat (DMPA).
Histologi hepar mencit jantan menunjukkan masing-masing kelompok mengalami
perubahan sel seperti degenerasi parenkimatosa, degenerasi hidropik dan nekrosis.
Menurut Braha (2003), Kerusakan hepar berhubungan erat dengan perdarahannya
dan suatu susunan unit yang lebih kecil yaitu asinus hepar, yang merupakan
konsep terbaru dari unit dan fungsional hepar terkecil. Hepatosit berbentuk
polihedral, dengan sisi paling sedikit enam. Inti besar dan bundar, selaput inti
memiliki permukaan yang rata. Pada umumnya inti hanya satu, sekitar 250/0
hepatosit berinti dua. Kromatin dalam inti tampak membentuk bercak yang
tersebar. Nukleolus ada satu, ada juga yang memiliki lebih dari satu. Sitoplasma
mengandung banyak butiran glikogen, gikogen merupakan hasil olahan glukosa
yang dibawa darah dari usus (Yatim,1990).
Menurut Robbins dan Kumar (1992), kerusakan hepar akibat senyawa kimia
ditandai dengan lesi biokimiawi yang memberikan rangkaian perubahan fungsi
dan struktur. Beberapa perubahan struktur hepar akibat senyawa kimia yang dapat
tampak dalam pengamatan mikroskopis seperti radang, fibrosis, degenerasi dan
nekrosis. Nekrosis adalah kematian sel atau jaringan pada organisme hidup. Inti
sel yang mati terlihat lebih kecil, kromatin dan serabut retikuler menjadi berlipat-
lipat. Inti menjadi lebih padat dan kemudian sel menjadi eosinofilik atau kariolisis
(Kasno, 2003).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Tabel 4.1.2. menunjukkan rata-rata jumlah hepatosit normal pada hepar
mencit jantan antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan yang diberi
ekstrak metanol biji pare (Momordica charantia L.) dan Depo Medroksi
Progesteron Asetat (DMPA). Hasil yang diperoleh dari pengamatan histologi dan
uji statistik yaitu tidak adanya perbedaan jumlah hepatosit normal yang bermakna
(p>0,05) antara masing-masing kelompok kontrol maupun kelompok
perlakuan. Peningkatan kerusakan hepatosit yang terjadi kemungkinan besar
diakibatkan oleh senyawa kimia yang terkandung dalam ekstrak metanol biji pare
seperti steroid. Menurut Cholifah et al. (2014), steroid merupakan senyawa yang
terkandung pada pare yang bersifat reversibel. Steroid ini juga bersifat estrogenik,
karena mampu merangsang pembentukan estrogen dalam tubuh sehingga
meningkatkan kadar estrogen.
Menurut Indriani (2007), steroid banyak ditemukan di alam yaitu pada
tumbuhan dan hewan. Steroid pada jaringan tumbuhan disebut sitosterol yang
biasanya terdapat pada lapisan lilin daun yang berfungsi sebagai pelindung
tanaman dari serangan serangga (insektisida). Selain itu, perbedaan konsentrasi
ekstrak yang diberikan dengan intensitas pemberian yang berbeda juga dapat
berpengaruh terhadap kondisi morfologi hepar.
Tabel 4.1.3. menunjukkan rata-rata jumlah hepatosit yang mengalami
degenerasi parenkimatosa pada hepar mencit jantan antara kelompok kontrol dan
kelompok perlakuan yang diberi ekstrak metanol biji pare (Momordica charantia
L.) dan Depo Medroksi Progesteron Asetat (DMPA). Hasil yang diperoleh dari
pengamatan histologi dan uji statistik yang telah dilakukan yaitu tidak adanya
perbedaan jumlah hepatosit yang mengalami degenerasi parenkimatosa yang
bermakna (p>0,05) pada masing-masing kelompok baik kelompok kontrol
maupun kelompok perlakuan. Pada kelompok perlakuan 0 minggu, 4 minggu dan
8 minggu yang diberi ekstrak metanol biji pare dan DMPA jumlah hepatosit yang
mengalami degenerasi parenkimatosa lebih tinggi dari kelompok kontrol.
Sedangkan kelompok perlakuan 12 minggu dengan waktu pemulihan selama 4
minggu,dan 16 minggu dengan waktu pemulihan selama 8 minggu, jumlah
hepatosit yang mengalami degenerasi parenkimatosa lebih rendah dibandingkan
dengan kelompok kontrol, hal ini kemungkinan terjadi karena adanya fase

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


pemulihan, dimana mencit hanya diberi akuades, sehingga jumlah hepatosit yang
mengalami degenerasi parenkimatosa lebih rendah dari kelompok kontrol.
Menurut Kandena (2011), organ hati yangsel-selnya sebagian mengalami
degenerasi dapat mengalami perbaikan, sedangkan sel-sel yang mengalami
nekrosis pada waktu tertentu akan digantikan dengan sel-sel hati yang baru akibat
adanya proses regenerasi sel pada organ hati.
Menurut Maulida (2013), perubahan degeneratif adalah perubahan yang
prosesnya bersifat reversibel, artinya jika rangsangan yang menyebabkan
kerusakan sel dihentikan, maka sel tersebut akan kembali sehat seperti saat
sebelum diberi rangsangan. Sebaliknya, nekrosis adalah perubahan yang
prosesnya bersifat irreversibel artinya tidak dapat kembali seperti semula, dimana
saat sel telah mencapai titik akhir kerusakan sel maka akan mengalami kematian.
Menurut Braha (2003), degenerasi parenkimatosa merupakan tingkat
ketegori degenerasi yang paling ringan. Pada sel yang mengalami degenerasi
parenkimatosa ditemukan adanya granula-granula dalam sitoplasma akibat adanya
endapan yang menyebabkan sitoplasma menjadi keruh dan diikuti pembengkakan
pada sel. Perubahan ini disebabkan oleh adanya gangguan oksidasi mitokondria
dan retikulum endoplasma.
Tabel 4.1.4. menunjukkan rata-rata jumlah hepatosit yang mengalami
degenerasi hidrofik pada hepar mencit jantan antara kelompok kontrol dan
kelompok perlakuan yang diberi ekstrak metanol biji pare (Momordica charantia
L.) dan Depo Medroksi Progesteron Asetat (DMPA). Hasil yang diperoleh dari
pengamatan histologi dan uji statistik yaitu tidak adanya perbedaan jumlah
hepatosit yang mengalami degenerasi hidropik yang bermakna (p>0,05)pada
masing-masing kelompok baik kelompok kontrol maupun kelompok perlakuan.
Pada kelompok perlakuan yang diberi ekstrak metanol biji pare dan DMPA
jumlah hepatosit yang mengalami degenerasi hidrofik lebih tinggi dari kelompok
kontrol. Hal ini terjadi karena pengaruh ekstrak metanol biji pare dan DMPA
(Depo Medroksi Progesteron Asetat) yang diberikan mengandung senyawa kimia
seperti kukurbitasin, saponin, flavonoid dan alkaloid yang mampu meningkatkan
jumlah hepatosit yang mengalami degenerasi hidrofik. Sejalan dengan penelitian
yang dilakukan oleh Nasman et al., (2015) senyawa alkaloid yang terkandung

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


dalam buah pepaya menyebabkan peningkatan jumlah hepatosit yang mengalami
degenerasi hidropik.
Menurut Takude (2014), akumulasi bahan toksik dan metabolit lain dapat
menyebabkan terjadinya degenerasi sel. Zat yang memiliki sifat toksik akan
menyebabkan gangguan pada organel mitokondria dalam menghasilkan energy
Adenosin Triposphat (ATP). Bila produksi ATP turun, dapat mengganggu fungsi
pompa Na+ pada membran plasma sehingga air dan Na+ masuk ke sel. Organel
dalam sel pun membengkak terjadilah degenerasi.
Menurut Hapsari (2010), degenerasi hidropik merupakan derajat kerusakan
yang lebih berat, tampak vakuola yang berisi air dari sitoplasma yang tidak
mengandung lemak dan glikogen. Perubahan ini umumnya merupakan akibat
adanya gangguan metabolisme seperti hipoksia atau keracunan bahan kimia.
Degenerasi ini juga bersifat reversibel meskipun tidak menutup kemungkinan bisa
menjadi irreversibel apabila penyebab cederanya menetap. Sel yang telah cedera
kemudian bisa mengalami robekan membran plasma dan perubahan inti.
Tabel 4.1.5. menunjukkan rata-rata jumlah hepatosit yang mengalami
nekrosis pada hepar mencit jantan antara kelompok kontrol dan kelompok
perlakuan yang diberi ekstrak metanol biji pare (Momordica charantia L.) dan
Depo Medroksi Progesteron Asetat (DMPA). Hasil yang diperoleh dari
pengamatan histologi dan uji statistik yaitu tidak adanya perbedaan jumlah
hepatosit yang mengalami nekrosis yang bermakna (p>0,05) pada masing-masing
kelompok baik kelompok kontrol maupun kelompok perlakuan. Pada kelompok
perlakuan yang diberi ekstrak metanol bijipare dan DMPA jumlah hepatosit yang
mengalami nekrosis lebih tinggi dari kelompok kontrol hal ini terjadi karena
pengaruh ekstrak metanol biji pare dan DMPA (Depo Medroksi Progesteron
Asetat) yang diberikan mengandung senyawa alkaloid pada biji pare yang mampu
meningkatkan jumlah hepatosit yang mengalami nekrosis. Menurut Ulfa (2009),
kandungan alkaloid pada buah pare diduga dapat mensintesis protein dengan cara
mencegah Polymerase Deoxyribonucleic Acid (DNA). Alkaloid ini memiliki
kemampuan mengikat tubulin yaitu protein yang menyusun mikrotubulus dengan
menghambat polimerasi protein kedalam mikrotubulus yang berakibat adanya
gangguan pada enzim telomerase. Adanya hambatan pembentukan enzim

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


telomerase menyebabkan kromososm tidak ada yang melindungi dan terjadinya
proses fragmentasi kromosom (pecahnya kromosom) sehingga terjadi kematian
sel.
Menurut Indayani (2009), kerusakan yang terjadi pada hepar merupakan
kematian sel atau nekrosis. Nekrosis pada hepatosit timbul karena adanya
senyawa toksik yang masuk kedalam hepar yang menyebabkan terjadinya infeksi.
Kerusakan pada hepar yang timbul akibat senyawa toksik, dipengaruhi oleh
beberapa faktor diantaranya jenis senyawa kimia, dosis, dan lamanya paparan dari
senyawa tersebut.
Menurut Price and Wilson (1995), nekrosis adalah perubahan sel yang
prosesnya bersifat irreversibel atau kematian sel jaringan tubuh akibat pengaruh
jejas dengan perubahan morfologi yang nyata pada inti sel dimana inti sel yang
mati menyusut, batasnya tidak teratur dan berwarna gelap disebut piknosis.
Kemungkinan lain, inti dapat hancur dan meninggalkan pecahan-pecahan zat
kromatin yang tersebar di dalam sel, proses ini disebut karioreksis. Sedangkan
pada beberapa keadaan, inti sel yang mati kehilangan kemampuan untuk diwarnai
dan menghilang begitu saja, proses ini disebut kariolisis.
Tabel 4.1.6. menunjukkan rata-rata peningkatan nilai SGOT pada hepar
mencit jantan antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan yang diberi
ekstrak metanol biji pare (Momordica charantia L.) dan Depo Medroksi
Progesteron Asetat (DMPA). Hasil yang diperoleh yaitu tidak adanya perbedaan
nilai SGOT yang bermakna (p>0,05) pada masing-masing kelompok baik pada
kelompok kontrol maupun kelompok perlakuan. Pada kelompok perlakuan yang
diberi ekstrak metanol biji pare dan DMPA nilai SGOT yang di dapat lebih tinggi
dari kelompok kontrol hal ini terjadi karena pengaruh ekstrak metanol biji pare
dan DMPA (Depo Medroksi Progesteron Asetat) yang diberikan mampu
meningkatkan nilai SGOT. Menurut Arfeliana (2010), hepar merupakan suatu
organ yang peka terhadap zat toksik dan memiliki peranan yang penting dalam
metabolisme bahan toksik yang berfungsi sebagai detoksifikasi. Zat-zat yang
diabsorbsi melalui saluran cerna akan dibawa melalui peredaran darah menuju
hepar untukproses detoksifikasi sehingga menjadi non toksik dan kemudian
diekskresikan. Kemudian sel hepar akan mengeluarkan enzim-enzim dimana

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


kadar enzim tersebut dapat dijadikan parameter terjadinya kerusakan pada sel
hepar.
Menurut Wahyuni (2005), salah satu indikator kerusakan sel-sel hati
adalah meningkatnya kadar enzim-enzim hati dalam serum, termasuk
meningkatnya kadar SGOT (Serum Glutamic Pyruvic Transamine) merupakan
enzim aminotransferase yang beraktivitas dalam serum untuk mengukur indikasi
penyakit-penyakit hati.
Tabel 4.1.7. menunjukkan rata-rata peningkatan nilai SGPT pada hepar
mencit jantan antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan 0 minggu (P0), 4
minggu (P1), 8 minggu (P2), dan 16 minggu (P4), yang diberi ekstrak metanol biji
pare (Momordica charantia L.) dan Depo Medroksi Progesteron Asetat (DMPA).
Namun dari hasil yang di dapat antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan
12 minggu (P3) hasil yang di dapat sama. Hal ini kemungkinan disebabkan karna
farmakokinetik DMPA. Sesuai sengan penelitian Agustina (2016) menyatakan
farmakologi dari kontasepsi DMPA setelah 1 minggu penyuntikan dengan dosis
150 mg, akan mencapai kadar puncak, dimana kadarnya akan tetap tinggi pada
waktu 2-3 bulan, dan selanjutnya kadar tersebut dapat menurun kembali. Dan dari
hasil yang diperoleh dari uji statistik yang dilakukan yaitu tidak adanya perbedaan
nilai SGPT yang bermakna (p>0,05) pada masing-masing kelompok. Baik
kelompok control maupun kelompok perlakuan. Pada kelompok yang diberi
ekstrak metanol biji pare dan DMPA nilai SGPT yang di dapatkan lebih tinggi
kelompok perlakuan dari pada kelompok kontrol, hal ini terjadi karena pengaruh
ekstrak metanol biji pare dan DMPA (Depo Medroksi Progesteron Asetat) yang
diberikan mampu meningkatkan nilai SGPT. Namun menurut hasil penelitian
Fajariah (2010),menyatakan meningkatnya enzim SGPT dapat mengidentifikasi
adanya kerusakan sel-sel hepar, enzim ini akan lebih cepat meningkat bila sel
hepar mengalami gangguan atau kerusakan. Kenaikan kadar transamine dalam
serum disebabkan oleh sel-sel yang kaya transamine mengalami nekrosis atau
hancur. Demikian pula yang dinyatakan Fathir (2010), SGPT (Serum Glutamic
Piruvat Transamine) adalah enzim transaminase yang banyak terdapat di sitosol.
Kadar enzim ini akan melebihi kadar normal didalam darah apabila terjadi
kerusakan permeabilitas membran yang diakibatkan oleh bahan toksik.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Dari hasil pembahasan diatas tersebut, bahwa kerusakan hepar yang terjadi
yaitu berupa degenerasi parenkimatosa, degenerasi hidropik dan nekrosis. Dimana
kerusakan tersebut dapat dilihat secara histologi, sedangkan nilai SGPT dan nilai
SGOT yang di dapatmerupakan kerusakan hepar secara fisiologi. Dan kerusakan
hepar secara histologi dapat dicerminkan dari hasil kerusakan hepar secara
fisiologi, hal ini dikarenakan nilai SGPT dan nilai SGOT akan meningkat apabila
hepatosit mengalami gangguan berupa degenerasi ataupun nekrosis.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
a. Kombinasi ekstrak metanol biji pare (Momordica charantia L.) dan Depo
Medroksi Progesteron Asetat (DMPA) tidak menunjukkan adanya perbedaan
yang signifikan (p>0,05) terhadap histologi hepar antara kelompok kontrol dan
perlakuan yang dilihat dari skor kerusakan sel hepar yakni degenerasi
parenkimatosa, degenerasi hidropik dan nekrosis dan fungsi hati SGPT dan
SGOT.
b. Kombinasi ekstrak metanol biji pare (Momordica charantia L.) dengan dosis
0,5 mg/10 g BB dan Depo Medroksi Progesteron Asetat (DMPA) dengan dosis
0,125 mg/25 g BB tidak berpotensi merusak hepar dan berpeluang untuk
dikembangkan sebagai obat antifertilitas.

5.2. Saran
Untuk mengetahui pengaruh ekstrak metanol biji pare (Momordica
charantia L.) dan Depo Medroksi Progesteron Asetat (DMPA) perlu dilakukan
penelitian lebih lanjut terhadap tingkat keamanan zatnya pada hepar mencit
jantan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR PUSTAKA

Agustina. T. I. 2016. Gambaran Indeks Masa Tubuh Dan Kadar Kolestrol Pada
Akseptor KB DMPA Suntik 3 Bulan Di Puskesmas Purwoyoso Krapyak
Semarang. [Skripsi]. Semarang: Program Studi Keperawatan dan
Kesehatan. Universitas Muhammaddiyah Semarang .

Arfeliana.C. 2010. Pengaruh Pemberian Teh Hitam Terhadap Kadar SGOT Dan
SGPT Mencit BALB /C. [Karya Tulis Ilmiah] Semarang: Fakultas
Kedokteran Universitas Diponegoro, Program Pendidikan Sarjana.

Braha, M. I. A. 2003. Pengaruh Pemberian Kopi Dosis Beringkat Per Oral 30 Hari
Terhadap Gambaran Histologi Hepar Tikus Winstar. [Laporan Akhir].
Semarang: Universitas Diponegoro.

Cahyadi. M.2009.Uji Toksisitas Akut Ekstrak Etanol Buah Pare (Momordica


charantia L.) Terhadap Larva Artemia salina leach DenganMetode Brine
Shrimp Lethality Test (Bst). [Laporan Akhir Karya Tulis Ilmiah]
Semarang: Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang,
Program Studi Sarjana.

Cholifah, S., Arsyad., dan Salni. 2014. Pengaruh Pemberian Ekstrak Pare
(Momordica charantia L.) Terhadap Struktur Histologi Testis dan
Epididimis Tikus Jantan (Rattus norvegicus) Spraque Dawley. MKS.2:
149-157.

Dellmann. H.D. dan Brown E.M.1992. Buku Teks Histologi Veteriner II. Edisi
Ketiga. UI Press. Universitas. Indonesia.

Departemen Kesehatan RI. 2007. Pharmaeutical Care untuk Penyakit Hati.


Jakarta.

Eroschenco.V. P. 2008. Atlas of Histology With Functional Correlations. 11th ed.


United States Of America: Lippincott Williams & Willkins.

Fajariyah.S. 2010. Efek Pemberian Estrogen Sintetis (Diethylstillbestrol)Terhadap


Struktur Hepar Dan Kadar SGOT Dan SGPT Pada Mencit (Mus
musculus) Betina Strain Balb’C.Jurnal Ilmu Dasar. 11: 76-82.

Farmakope Indonesia. Edisi IV. 1995. Departemen Kesehatan Republik


Indonesia. Jakarta.

Fathir. A. 2010. Pengaruh Ekstrak Jahe Merah ( Zingiber officinale Rosc)


Terhadap Kadar SGPT dan Gambaran Histologis Hepar Tikus Putih
(Rattus norvegicus) Yang Terpapar Allentherin [Skripsi]. Malang:

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Maulana Malik Ibrahim,
Program Pendidkan Sarjana.

Federer, W.T. 1963. Experimental Design: Theory and Application. Macmillan.


New York.

Gover, J.K and Yadav, S.P. 2004. Pharmacological Actions and Potential Uses of
Momordica charantia.Journal of Ethnopharmacology. 93: 123-132.

Hapsari. R. A. 2010. Pengaruh Lama Pemberian Metanol 50% Per Oral Terhadap
Tingkat Kerusakan Sel Hepar Pada Tikus Wistar. [Karya Tulis Ilmiah].
Semarang:Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, Program
Pendidikan Sarjana.

Hernawati. 2010. Potensi Buah Pare (Momordicha charantia L.) Sebagai Herbal
Anti fertilitas. Jurusan Pendidikan BiologiFMIPA Universitas Pendidikan
Indonesia. Email : Hernawati_Hidayat@Yahoo.Com.

Ilyas, S. 2014. Effect of Methanolic Momordica charantia Seed Extract and


Depot Medroxyprogesteron Acetate (DMPA) to Quantity and Quality of
Rat Sperm.International Journal Of PharmTech Research. 6: 1817-1823.

Indriani, N. 2007. Aktivitas Antibakteri Daun Senggugu (Clerodendron serratum


L.). [Skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Program Sarjana.

Indayani. N. S., Susilawati., dan Lestari. S. R.2009. Pengaruh Pemberian


Deksametason Terhadap Kerusakan Hepar Tikus Jantan (Rattus norvegicus)
Galur Wistar. [Skripsi].Malang: Universitas Negeri Malang

Interagency Taxonomy Information System [serial online]. Available:


http://www.itis.gov/

Julio.E. Busman. H, dan Nurcahyani.N.2013. Struktur Histologis Hati Mencit


(Mus musculus L.) Sebagai Respon Terhadap Kebisingan. Jurusan Biologi
FMIPA, Universitas Lampung.

Kandena, I. M dan Winaya, I. B. O. 2011. Kadar Perasan Kunyit yang Efektf


Memperbaiki Kerusakan Hati Mencit yang Dipicu Karbon Tetrachlorida.
Jurnal Veteriner. 1:34-49.

Kasno, P. A. 2003. Patologi Hati dan Saluran Empedu Ekstrak Hepatik.


Semarang: Balai Penerbit Universitas Diponegoro.

Maulida. A. 2013. Pengaruh Pemberian Vitamin C dan E Terhadap Gambaran


Histologi Hepar Mencit (Mus musculus L.) yang Dipajankan Monosodium
Glutamat (MSG). [Skripsi]. Medan: Universitas Sumatera Utara, Program
Pendidikan Sarjana.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Munayarokh., Triwibowo, M., dan Rizkilillah, Z.D.M. 2014. Hubungan Lama
Pemakaian Kontrasepsi Suntik DMPA Dengan Gangguan Menstruasi di
BPM Mariyah Nurlaili, Rambe Anak Mungkid Tahun 2014.Jurnal
Kebidanan. 6: 2089-7669.

Nafiah.2013. Pengaruh Lama Fermentasi Terhadap Jumlah Koloni Bakteri Asam


Laktat Dalam Soyghurt Dan Efektivitasnya Pada Penyembuhan Gastritis
Lambung Mencit (Mus musculus L.) Yang Diinduksi Dengan Aspirin
[Tesis]. Medan: Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Sumatra Utara, Program Pascasarjana.

Naid. T., Muflihunna, A., dan Madi, M.I.O. 2012.Analisis Kadar β-Karoten pada
Buah Pare(Momordica charantia L.) Asal Ternate Secara Spektrofotometri
UV-VIS. Majalah Farmasi dan Farmakologi. 3: 127-130.

Ningsih. N. F. 2012. Hubungan Lama Pemakaian Alat Kontasepsi Suntik DMPA


(Depo Medroksi Progesterone Asetate Dengan Perubahan Tekanan Darah.
Pada Aeptor KB Suntik DMPA di Puskesmas Mergangsan Yogyakarta.
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Aisyiyah. Yogyakarta.

Nugrahani. A.R. 2008. Uji Penurunan Kadar Glukosa Darah Infusa Herba Daun
Sendok (Plantago mayor L.) pada Kelinci Jantan yang Dibebani
Glukosa. [Skripsi]. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Nasman. N., Kharisma. Y., dan Dananjaya.R. 2015. Uji Toksisitas. Akut Ekstrak
Air Buah Pepaya ( Carica papaya L.) Terhadap kadar Alt Plasma dan
Gambaran Histopatologi Hepar Mencit. Bandung: Universitas Islam
Bandung.

Pearce. E. C. 1991.Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Gramedia Pustaka


Utama. Jakarta.

Price. S. A, Lorraine, M. Wilson. 1995. Buku I Patofisiologi ‘‘Konsep Klinis


Proses-Proses Penyakit’’, Edisi : 4. Jakarta : EGC.

Pratiwi, D., Syahredi., dan Erkadius. 2014. Hubungan Antara Penggunaan


Kontrasepsi Hormonal Suntik DMPA dengan Peningkatan Berat Badan di
Puskesmas Lapai Kota Padang. Jurnal Kesehatan Andalas. 3: 365-369.

Qodriyati. N. L. Y. Erna. S dan Budi Y. 2016. Kadar Serum Glutamic


Oxaloacetic Transaminase (SGOT) padaTikus Wistar (Rattus norvegicus)
Jantan yang Dipapar StresorRasa Sakit Electrical Foot Shock selama 28
Hari.e-JurnalPustaka Kesehatan. 4: 1.

Robbins, S. L. dan Kumar, V. 1992. Buku Ajar Patologi 1. Edisi keempat.


Surabaya: Penerbit Buku Kedokteran (EGC).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Rosida. A. 2016. Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Hati. Bagian Patologi
Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat/Rsud Ulin
Banjarmasin.

Sardini. S. 2007. Penentuan Aktivitas Enzim GOT dan GPT dalam Serum Dengan
Metode Reaksi Kinetik Enzimatik Sesuai IFCC (Internasional Federation
Of Chemical Chemistry and Laboratory Medicine). Prosiding Pertemuan
dan Presentasi ilmiah Fungsional Pengembangan Teknologi Nuklir 1.

Sloane, E. 1994.Anatomi dan Fisiologi Untuk Pemula. Jakarta: Penerbit Buku


Kedokteran (EGC).

Smith, B. J. dan S. Mangkoewidjojo. 1988. Pemeliharaan, Pembiakan dan


Penggunaan Hewan Percobaan di Daerah Tropis Indonesia. University
Press, Jakarta.

Takude. R. L. 2014. Gambaran Histopatologi Hati Tikus Wistar Yang Diberikan


Boraks.Jurnal E-Biomedik (Ebm).2:3.

Tanoeisan. A.P.Yanti M. M. dan Stefana H.M. K.2009. Gambaran Kadar Serum


Glutamic Pyruvic Transaminase (SGPT) Pada Perokok Aktif Usia > 40
Tahun. Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado.

Ulfa. M. S. 2009. Pengaruh Pemberian Ekstrak Buah Pare (Momordica charantia


L). Terhadap Kematian Sel Fibroblas Secara In Vitro.
Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga.

Wahyuni, S. 2005. Pengaruh Daun Sambiloto (Andrographis paniculata NEES)


Terhadap Kadar SGPT dan SGOT tikus Putih. Malang. Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan. Universitas Muhammadiyah

Yatim.W. 1990. Biologi Modern Histologi.Tarsito. Bandung.

Yunardi., Suryandari, D.A dan Moeloek, N. 2009. Pengaruh Penyuntikan Dosis


Minimal Depot Medroksiprogesteron Asetat (DMPA) Terhadap Berat
Badan dan Kimia Darah Tikus Jantan Galur Sprague-Dawley Makara,
Sains. 2: 189-194.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


LAMPIRAN 1. Dokumentasi Penelitian

1. Dokumentasi Alat

Bak Bedah Disssecting set

Spuit Timbangan Digital


`

Mikroskop Mikrotom

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2. Dokumentasi Bahan

DMPA Mencit

Pare

3. Dokumentasi Kerja

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


LAMPIRAN 2. Data Dan Analisis Statistik Hepatosit Normal Dan
Kerusakan Histologi Hepar Mencit

Rataan Hepatosit Normal dan Masing-Masing Derajat Kerusakan (Degenerasi


Parenkimatosa, Degenerasi Hidropik, dan Nekrosis) Histologi Hepar Mencit
Dengan Pemberian Ekstrak Metanol Biji Pare dan DMPA (Depo Medroksi
Progesteron Asetat) (X±SD).

Perlakuan Normal Degenerasi Degenerasi Nekrosis


(X±SD) Parenkimatosa Hidropik (X±SD)
(X±SD) (X±SD)
K0 8,10± 1,02 3,92± 1,19 2,60±0,94 5,05± 1,28
P0 7,70± 1,17 4,50± 0,81 2,90±0,55 5,30± 1,26
K1 6,92± 0,95 4,60± 1,04 3,40±0,91 5,08± 0,70
P1 5,84±0,87 4,92± 0,81 3,64±0,81 5,56± 1,08
K2 5,55±1,57 4,24± 0,83 3,25±1,00 6,40±0,94
P2 6,25 ± 1,16 4,50± 0,76 3,35±1,29 6,60 ± 0,94
K3 5,50± 0,83 4,15± 1,04 4,20±0,98 5,90± 1,02
P3 5,25±1,16 3,35±0,89 4,55±0,89 6.55±0,94
K4 5,95± 0,89 3,30± 1,13 4,05±0,94 6,10± 0,97
P4 5,65±1,27 2,95±0,83 4,40±0,99 6,45 ±1,47

Hasil Uji Analisis Mann-Whitney Test Histologi Hepar Mencit

Hepatosit Normal
Kelompok KO dan PO
Ranks
Mean Sum of
Kelompok N Rank Ranks
Perlakuan K0 20 22,70 454,00
P0 20 18,30 366,00
Total 40

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Test Statisticsa
Perlakuan
Mann-Whitney U 156,000
Wilcoxon W 366,000
Z -1,244
Asymp. Sig. (2-tailed) ,214
Exact Sig. [2*(1-tailed
,242b
Sig.)]
a. Grouping Variable: kelompok
b. Not corrected for ties.

Kelompok K1 dan P1
Ranks
Mean Sum of
Kelompok N Rank Ranks
Perlakuan K1 25 26,56 664,00
P1 25 24,44 611,00
Total 50

Test Statisticsa
Perlakuan
Mann-Whitney U 286,000
Wilcoxon W 611,000
Z -,541
Asymp. Sig. (2-
,588
tailed)
a.Grouping Variable: kelompok
b. Not corrected for ties.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Kelompok K2 dan P2
Ranks
Mean Sum of
Kelompok N Rank Ranks
Perlakuan K2 20 17,28 345,50
P2 20 23,73 474,50
Total 40

Test Statisticsa
Perlakuan
Mann-Whitney U 135,500
Wilcoxon W 345,500
Z -1,797
Asymp. Sig. (2-tailed) ,072
Exact Sig. [2*(1-tailed
,081b
Sig.)]
a. Grouping Variable: kelompok
b. Not corrected for ties.

Kelompok K3 dan P3
Ranks
Mean Sum of
Kelompok N Rank Ranks
Perlakuan K3 20 22,00 440,00
P3 20 19,00 380,00
Total 40

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Test Statisticsa
Perlakuan
Mann-Whitney U 170,000
Wilcoxon W 380,000
Z -,851
Asymp. Sig. (2-tailed) ,395
Exact Sig. [2*(1-tailed
,429b
Sig.)]
a. Grouping Variable: kelompok
b. Not corrected for ties.

Kelompok K4 dan P4
Ranks
Mean Sum of
Kelompok N Rank Ranks
Perlakuan K4 20 21,98 439,50
P4 20 19,03 380,50
Total 40

Test Statisticsa
Perlakuan
Mann-Whitney U 170,500
Wilcoxon W 380,500
Z -,830
Asymp. Sig. (2-tailed) ,407
Exact Sig. [2*(1-tailed
,429b
Sig.)]
a. Grouping Variable: kelompok
b. Not corrected for ties.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


43

Hasil Uji Analisis Mann-Whitney Test Histologi Hepar Mencit

Degenerasi Parenkimatosa
Kelompok K0 dan P0
Ranks
Mean Sum of
Kelompok N Rank Ranks
Perlakuan KO 20 18,08 361,50
P0 20 22,93 458,50
Total 40

Test Statisticsa
Perlakuan
Mann-Whitney U 151,500
Wilcoxon W 361,500
Z -1,350
Asymp. Sig. (2-tailed) ,177
Exact Sig. [2*(1-tailed
,192b
Sig.)]
a. Grouping Variable: kelompok
b. Not corrected for ties.

Kelompok K1 dan P1
Ranks
Mean Sum of
Kelompok N Rank Ranks
Perlakuan K1 25 23,28 582,00
P1 25 27,72 693,00
Total 50

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Test Statisticsa
Perlakuan
Mann-Whitney U 257,000
Wilcoxon W 582,000
Z -1,130
Asymp. Sig. (2-tailed)
,259

a. Grouping Variable: kelompok

Kelompok K2 dan P2
Ranks
Mean Sum of
Kelompok N Rank Ranks
Perlakuan K2 20 22,65 453,00
P2 20 18,35 367,00
Total 40

Test Statisticsa
Perlakuan
Mann-Whitney U 157,000
Wilcoxon W 367,000
Z -1,248
Asymp. Sig. (2-tailed) ,212
Exact Sig. [2*(1-tailed
,253b
Sig.)]
a. Grouping Variable: kelompok
b. Not corrected for ties.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Kelompok K3 dan P3
Ranks
Mean Sum of
Kelompok N Rank Ranks
Perlakuan K3 20 17,23 344,50
P3 20 23,78 475,50
Total 40

Test Statisticsa
Perlakuan
Mann-Whitney U 134,500
Wilcoxon W 344,500
Z -1,855
Asymp. Sig. (2-tailed) ,064
Exact Sig. [2*(1-tailed
,076b
Sig.)]
a. Grouping Variable: kelompok
b. Not corrected for ties.

Kelompok K4 dan P4
Ranks
Mean Sum of
Kelompok N Rank Ranks
Perlakuan K4 20 17,80 356,00
P4 20 23,20 464,00
Total 40

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Test Statisticsa
Perlakuan
Mann-Whitney U 146,000
Wilcoxon W 356,000
Z -1,530
Asymp. Sig. (2-tailed) ,126
Exact Sig. [2*(1-tailed
,149b
Sig.)]
a. Grouping Variable: kelompok
b. Not corrected for ties.

Hasil Uji Analisis Mann-Whitney Test Histologi Hepar Mencit

Degenerasi Hidropik
Kelompok K0 dan P0
Ranks
Mean Sum of
Kelompok N Rank Ranks
Perlakuan K0 20 22,20 444,00
P0 20 18,80 376,00
Total 40

Test Statisticsa
Perlakuan
Mann-Whitney U 166,000
Wilcoxon W 376,000
Z -1,030
Asymp. Sig. (2-tailed) ,303
Exact Sig. [2*(1-tailed
,369b
Sig.)]
a. Grouping Variable: kelompok
b. Not corrected for ties.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Kelompok K1 dan P1
Ranks
Mean Sum of
Kelompok N Rank Ranks
Perlakuan K1 25 24,24 606,00
P1 25 26,76 669,00
Total 50

Test Statisticsa
Perlakuan
Mann-Whitney U 281,000
Wilcoxon W 606,000
Z -,650
Asymp. Sig. (2-
,515
tailed)
a. Grouping Variable: kelompok

Kelompok K2 dan P2
Ranks
Mean Sum of
Kelompok N Rank Ranks
Perlakuan K2 20 22,53 450,50
P2 20 18,48 369,50
Total 40

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Test Statisticsa
Perlakuan
Mann-Whitney U 159,500
Wilcoxon W 369,500
Z -1,134
Asymp. Sig. (2-tailed) ,257
Exact Sig. [2*(1-tailed
,277b
Sig.)]
a. Grouping Variable: kelompok
b. Not corrected for ties.

Kelompok K3 dan P3
Ranks
Mean Sum of
Kelompok N Rank Ranks
Perlakuan K3 20 18,38 367,50
P3 20 22,63 452,50
Total 40

Test Statisticsa
Perlakuan
Mann-Whitney U 157,500
Wilcoxon W 367,500
Z -1,201
Asymp. Sig. (2-tailed) ,230
Exact Sig. [2*(1-tailed
,253b
Sig.)]
a. Grouping Variable: kelompok
b. Not corrected for ties.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Kelompok K4 dan P4
Ranks
Mean Sum of
Kelompok N Rank Ranks
Perlakuan K4 20 18,85 377,00
P4 20 22,15 443,00
Total 40

Test Statisticsa
Perlakuan
Mann-Whitney U 167,000
Wilcoxon W 377,000
Z -,950
Asymp. Sig. (2-tailed) ,342
Exact Sig. [2*(1-tailed
,383b
Sig.)]
a. Grouping Variable: kelompok
b. Not corrected for ties.

Hasil Uji Analisis Mann-Whitney Test Histologi Hepar Mencit

Nekrosis
Kelompok K0 dan P0
Ranks
Mean Sum of
Kelompok N Rank Ranks
Perlakuan K0 20 19,70 394,00
P0 20 21,30 426,00
Total 40

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Test Statisticsa
Perlakuan
Mann-Whitney U 184,000
Wilcoxon W 394,000
Z -,448
Asymp. Sig. (2-tailed) ,654
Exact Sig. [2*(1-tailed
,678b
Sig.)]
a. Grouping Variable: kelompok
b. Not corrected for ties.

Kelompok K1 dan P1
Ranks
Mean Sum of
Kelompok N Rank Ranks
Perlakuan K1 25 22,36 559,00
P1 25 28,64 716,00
Total 50

Test Statisticsa
Perlakuan
Mann-Whitney U 234,000
Wilcoxon W 559,000
Z -1,673
Asymp. Sig. (2-
,094
tailed)

a. Grouping Variable: kelompok

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Kelompok K2 dan P2
Ranks
Mean Sum of
Kelompok N Rank Ranks
Perlakuan K2 20 19,25 385,00
P2 20 21,75 435,00
Total 40

Test Statisticsa
Perlakuan
Mann-Whitney U 175,000
Wilcoxon W 385,000
Z -,717
Asymp. Sig. (2-tailed) ,474
Exact Sig. [2*(1-tailed
,512b
Sig.)]
a. Grouping Variable: kelompok
b. Not corrected for ties.

Kelompok K3 dan P3
Ranks
Mean Sum of
Kelompok N Rank Ranks
Perlakuan K3 20 17,60 369,50
P3 20 23,71 450,50
Total 40

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Test Statisticsa
Perlakuan
Mann-Whitney U 138,500
Wilcoxon W 369,500
Z -1,748
Asymp. Sig. (2-tailed) ,080
Exact Sig. [2*(1-tailed
,099b
Sig.)]
a. Grouping Variable: kelompok
b. Not corrected for ties.

Kelompok K4 dan P4
Ranks
Mean Sum of
Kelompok N Rank Ranks
Perlakuan K4 20 18,23 364,50
P4 20 22,78 455,50
Total 40

Test Statisticsa
Perlakuan
Mann-Whitney U 154,500
Wilcoxon W 364,500
Z -1,268
Asymp. Sig. (2-tailed) ,205
Exact Sig. [2*(1-tailed
,221b
Sig.)]
a. Grouping Variable: kelompok
b. Not corrected for ties.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


LAMPIRAN 3. Data Dan Analisis Statistik Nilai SGOT Hepar Mencit

Rataan Nilai SGOT Hepar Mencit Dengan Pemberian Ekstrak Metanol Biji Pare
dan DMPA (Depo Medroksi Progesteron Asetat) (X±SD).

Perlakuan Nilai SGOT


(X±SD)
K0 350,5± 64,3
P0 224,5± 30,4
K1 337,3±78,0
P1 444,3 ± 103,7
K2 224,8± 89,5
P2 340,8± 372,6
K3 220,0± 29,5
P3 340,0±139,4
K4 237,0± 58,4
P4 254,7 ± 10,7

Hasil Uji Analisis Mann-Whitney Test SGOT Hepar Mencit


Kelompok K0 dan P0
Ranks
Mean Sum of
Kontrol N Rank Ranks
Perlakuan K0 5 3,50 5,00
P0 5 3,24 7,00
Total 10

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Test Statisticsa
Perlakuan
Mann-Whitney U ,000
Wilcoxon W 3,000
Z -1,549
Asymp. Sig. (2-tailed) ,121
Exact Sig. [2*(1-tailed
,333b
Sig.)]
a. Grouping Variable: kontrol
b. Not corrected for ties.

Kelompok K1 dan P1
Ranks
Mean Sum of
Perlakuan N Rank Ranks
Kelompok K1 4 4,75 19,00
P1 4 4,25 17,00
Total 8

Test Statisticsa
Kelompok
Mann-Whitney U 7,000
Wilcoxon W 17,000
Z -,289
Asymp. Sig. (2-tailed) ,773
Exact Sig. [2*(1-tailed
,886b
Sig.)]
a. Grouping Variable: perlakuan
b. Not corrected for ties.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Kelompok K2 dan P2
Ranks
Mean Sum of
Perlakuan N Rank Ranks
Kelompok K2 3 2,50 7,50
P2 3 4,50 13,50
Total 6

Test Statisticsa
Kelompok
Mann-Whitney U 1,500
Wilcoxon W 7,500
Z -1,328
Asymp. Sig. (2-tailed) ,184
Exact Sig. [2*(1-tailed
,200b
Sig.)]
a. Grouping Variable: perlakuan
b. Not corrected for ties.

Kelompok K3 dan P3
Ranks
Mean Sum of
Perlakuan N Rank Ranks
Kelompok K3 5 4,20 21,00
P3 5 6,80 34,00
Total 10

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Test Statisticsa
Kelompok
Mann-Whitney U 6,000
Wilcoxon W 21,000
Z -1,358
Asymp. Sig. (2-tailed) ,175
Exact Sig. [2*(1-tailed
,222b
Sig.)]
a. Grouping Variable: perlakuan
b. Not corrected for ties.

Kelompok K4 dan P4
Ranks
Mean Sum of
Perlakuan N Rank Ranks
Kelompok K4 5 4,67 9,00
P4 5 5,33 14,00
Total 10

Test Statisticsa
Kelompok
Mann-Whitney U 2,000
Wilcoxon W 8,000
Z -1,091
Asymp. Sig. (2-tailed) ,275
Exact Sig. [2*(1-tailed
,400b
Sig.)]
a. Grouping Variable: perlakuan
b. Not corrected for ties.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


LAMPIRAN 4. Data Dan Analisis Statistik Nilai SGPT Hepar Mencit

Rataan Nilai SGPT Hepar Mencit Dengan Pemberian Ekstrak Metanol Biji Pare
dan DMPA (Depo Medroksi Progesteron Asetat) (X±SD).

Perlakuan Nilai SGPT


(X±SD)
K0 153,± 19,8
P0 224,0± 4,2
K1 447,0±103,5
P1 451,0 ± 58,7
K2 266,5± 179,2
P2 306,8± 287,2
K3 153,2± 56,1
P3 435,8±351,1
K4 246,0± 68,9
P4 279,0 ± 99,2

Hasil Uji Analisis Mann-Whitney Test SGPT Hepar Mencit


Kelompok K0 dan P0
Ranks
Mean Sum of
Perlakuan N Rank Ranks
Kelompok K0 5 3,00 5,00
P0 5 4,00 8,00
Total 10

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Test Statisticsa
Kelompok
Mann-Whitney U 1,000
Wilcoxon W 4,000
Z -,775
Asymp. Sig. (2-tailed) ,439
Exact Sig. [2*(1-tailed
,667b
Sig.)]
a. Grouping Variable: perlakuan
b. Not corrected for ties.

Kelompok K1 dan P1
Ranks
Mean Sum of
Perlakuan N Rank Ranks
Kelompok K1 4 4,25 17,00
P1 4 4,75 19,00
Total 8

Test Statisticsa
Kelompok
Mann-Whitney U 7,000
Wilcoxon W 17,000
Z -,289
Asymp. Sig. (2-tailed) ,773
Exact Sig. [2*(1-tailed
,886b
Sig.)]
a. Grouping Variable: perlakuan
b. Not corrected for ties.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Kelompok K2 dan P2
Ranks
Mean Sum of
Perlakuan N Rank Ranks
Kelompok K2 3 3,50 10,50
P2 3 3,50 10,50
Total 6

Test Statisticsa
kelompok
Mann-Whitney U 4,500
Wilcoxon W 10,500
Z ,000
Asymp. Sig. (2-tailed) 1,000
Exact Sig. [2*(1-tailed
1,000b
Sig.)]
a. Grouping Variable: perlakuan
b. Not corrected for ties.

Kelompok K3 dan P3
Ranks
Mean Sum of
Perlakuan N Rank Ranks
Kelompok K3 5 3,60 18,00
P3 5 7,40 37,00
Total 10

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Test Statisticsa
kelompok
Mann-Whitney U 3,000
Wilcoxon W 18,000
Z -1,984
Asymp. Sig. (2-tailed) ,047
Exact Sig. [2*(1-tailed
,056b
Sig.)]
a. Grouping Variable: perlakuan
b. Not corrected for ties.

Kelompok K4 dan P4
Ranks
Mean Sum of
Perlakuan N Rank Ranks
Kelompok K4 5 4,00 10,00
P4 5 5,00 13,00
Total 10

Test Statisticsa
kelompok
Mann-Whitney U 3,000
Wilcoxon W 9,000
Z -,655
Asymp. Sig. (2-tailed) ,513
Exact Sig. [2*(1-tailed
,700b
Sig.)]
a. Grouping Variable: perlakuan
b. Not corrected for ties.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Anda mungkin juga menyukai