PENDAHULUAN
Osteoartritis adalah salah satu penyakit yang terkait dengan penuaan dan
kemungkinan besar akan mempengaruhi sendi yang digunakan terus-menerus seperti daerah
lutut, panggul, tangan dan tulang belakang. OA biasanya dimulai pada usia 40 tahun dan
prevalensi tertinggi pada usia diatas 60 tahun. OA juga lebih banyak terjadi pada wanita
dibandingkan dengan pria (Fauci et al., 2008).
Osteoartritis (OA) merupakan penyakit sendi yang banyak ditemukan di dunia dan
merupakan penyebab ke empat dari semua kecacatan (Fransen et al, 2011). Di Amerika, OA
menjadi penyebab utama hendaya (dissability) pada orang dewasa. Penelitian epidemiologi
pada tahun 2005 menunjukkan bahwa 27 juta orang atau lebih dari 10% jumlah orang dewasa
di Amerika menderita OA dan pada tahun 2009 OA menjadi penyebab keempat pasien
dirawat inap di rumah sakit (Murphy and Helmick, 2012).
Berdasarkan data Center for Disease Control and Prevention (CDC) (2011) prevalensi
OA secara keseluruhan di Amerika adalah 13,9% pada orang dewasa usia lebih dari 25 tahun
dan 33,6% pada orang dewasa usia lebih dari 65 tahun. Berdasarkan gejala OA yang
dirasakan (OA simptomatis) prevalensi OA pada tangan yakni 8% (8,9 % wanita; 6,7% laki-
laki) pada 2,9 juta penduduk berusia 60 tahun. Prevalensi OA pada kaki yakni 2% (3,6%
wanita; 1,6% laki) pada penduduk usia 15-74 tahun. Prevalensi OA pada lutut yakni 12%
(13,6% wanita; 10% laki-laki) pada 4,3 juta penduduk usia 60 tahun atau lebih dan 16%
(18,7% wanita; 13,5% laki) pada penduduk usia lebih dari 45 tahun. Prevalensi OA pada
pinggul yakni 4,4% (3,6% wanita; 5,5% laki-laki) pada penduduk usia lebih dari 55 tahun.
Menurut Soeroso et al. (2009) diperkirakan 1 sampai 2 juta orang berusia lanjut di
Indonesia menderita kecacatan karena OA. OA dapat mempengaruhi kualitas hidup
seseorang baik akibat rasa nyeri yang ditimbulkan maupun karena cacat fisik yang diderita,
sehingga OA memberikan dampak sosial-ekonomi yang besar, baik di negara maju maupun
di negara berkembang. Mengingat besarnya dampak yang dapat ditimbulkan akibat OA,
maka perlu dilakukan upaya pencegahan dengan meminimalisir faktor-faktor risiko yang
menyebabkan peningkatan beban biomekanis pada sendi antara lain : overweight, nutrisi,
penyakit metabolik, cedera sendi, dan kebiasaan olahraga. Faktor risiko lain seperti jenis
kelamin, usia, ras atau etnis dan genetik merupakan faktor risiko yang tidak bisa dicegah.
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2.2 Klasifikasi
a. Nyeri sendi
Pada umumnya gambaran klinis OA adalah nyeri sendi. Nyeri yang
dikeluhkan biasanya merupakan nyeri yang dalam dan terlokalisir pada
sendi yang terkena (Brandt, 2000). Nyeri sendi yang dirasakan terutama
pada saat sendi tersebut bergerak atau menanggung beban yang akan
berkurang bila penderita istirahat. Beberapa gerakan tertentu
kadangkadang menimbulkan rasa nyeri yang lebih dibanding gerakan lain.
Nyeri pada OA juga dapat berupa penjalaran atau akibat radikulopati,
misal pada OA servikal dan lumbal (Soeroso et al., 2009).
b. Kaku pagi
Selain nyeri juga terdapat kekakuan sendi. Kaku dan nyeri pada sendi
dapat timbul setelah imobilitas, seperti duduk di kursi atau mobil dalam
waktu yang cukup lama atau bahkan setelah bangun tidur (Soeroso et al.,
2009). Kekakuan ini biasanya akan menetap kurang dari 20 menit dan
menghilang setelah sendi digerakkan (Brandt, 2000; Price and Wilson,
2005).
c. Hambatan gerak sendi
Kesukaran bergerak pada sendi bisa disebabkan oleh berbagai macam
masalah seperti nyeri dan spasme otot. Hal ini sudah sering timbul
meskipun penyakitnya masih dini dan biasanya bertambah berat dengan
semakin beratnya penyakit, sampai sendi hanya bisa digoyangkan dan
menjadi kontraktur. Hambatan gerak dapat konsentris (seluruh arah
gerakan) maupun eksentris (salah satu arah gerakan saja) (Soeroso et al.,
2009).
d. Krepitasi
Krepitasi adalah bunyi gesekan tulang yang timbul pada sendi yang sakit.
Gejala ini umum dijumpai pada pasien OA lutut. Pada awalnya hanya
perasaan akan adanya sesuatu yang patah atau remuk oleh pasien atau
dokter yang memeriksa. Seiring dengan perkembangan penyakit, krepitasi
dapat terdengar hingga jarak tertentu. Gejala ini timbul karena 14 gesekan
kedua permukaan tulang sendi pada saat sendi digerakkan atau secara pasif
dimanipulasi (Soeroso et al., 2009).
e. Perubahan bentuk (deformitas) sendi yang permanen
Perubahan bentuk (deformitas) sendi yang permanen dapat timbul karena
adanya perubahan pada tulang dan permukaan sendi, kontraktur sendi,
berbagai kecacatan dan gaya berdiri (Soeroso et al., 2009).
f. Pembengkakan sendi yang asimetris
Pembengkakan sendi dapat timbul karena terjadinya efusi pada sendi yang
biasanya tidak banyak (< 100cc) atau karena adanya osteofit, sehingga
terjadi perubahan bentuk permukaan sendi (Soeroso et al., 2009).
g. Perubahan gaya berjalan
Pada pasien berusia lanjut, perubahan gaya berjalan merupakan gejala
yang menyusahkan dan menjadi ancaman yang besar untuk kemandirian
pasien OA. Keadaan ini selalu berhubungan dengan nyeri karena menjadi
tumpuan berat badan terutama pada OA lutut, panggul, tumit dan
pergelangan kaki (Soeroso et al., 2009).
2.5 Diagnosis
Lutut adalah sendi utama penahan berat badan, sehingga lutut menjadi sendi
yang paling sering terkena OA. Kriteria diagnosis OA lutut biasanya menggunakan
kriteria klasifikasi American College of Rheumatology yang berdasarkan gejala klinik
yaitu: nyeri lutut dengan minimal 3 dari 6 kriteria berikut: umur > 50 tahun, kaku pagi
< 30 menit, krepitasi, nyeri tekan, pembesaran tulang dan tidak panas pada perabaan,
sehingga mengakibatkan kesulitan untuk berjalan, menaiki tangga, bangkit dan duduk
(Altman et al., 1986).
Kriteria diagnosis OA pinggul adalah usia > 40 tahun, nyeri dirasakan ketika
menanggung beban, nyeri yang dirasakan hilang ketika duduk, nilai 15 erythrocyte
sedimentation rate (ESR) yang normal serta nilai negatif dari rhematoid factor test
(Altman et al., 1991).
Kriteria diagnosis OA tangan adalah nyeri atau kaku pada tangan dengan 3- 4
kriteria berikut : pembesaran 2 atau lebih jaringan dari 10 sendi pada tangan,
pembesaran 2 atau lebih dari sendi distal interphalangeal(DIP), kurang dari 3 sendi
metacarpophalangeal (MCP), deformitas minimal 1 dari 10 sendi pada tangan. 10
sendi pada tangan yang dinilai adalah DIP ke dua dan ke tiga, proximal
interphalangeal ke dua dan ke tiga, sendi pertama carpometacarpal dari ke 2 tangan
(Altman et al., 1990).
Radiografis sering dijadikan gold standar untuk diagnosis OA. Pada tahap
awal, mungkin dapat terlihat normal, tetapi seiring dengan berkurangnya kartilago
sendi maka akan tampak penyempitan ruang sendi. Temuan radiografis khas lainnya
adalah sklerosis tulang subkondral, kista subkondral dan osteofit marginalis. Dapat
dijumpai perubahan kontur sendi akibat remodeling tulang dan subluksasi (Brandt,
2000).
3: Sedang osteofit sedang, deformitas ujung tulang, dan celah sendi sempit
4: Berat osteoartritis berat dengan osteofit besar, deformitas ujung tulang, celah
sendi hilang, serta adanya sklerosis dan kista subkondral
2.8 Penatalaksanaan
STATUS PASIEN
Nama : Ny. M
Umur : 60 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : jl. Cendrawasih 2
Agama : Islam
Status : Menikah
Pekerjaan : Pensiunan Guru
3.2 Anamnesis
b. Keluhan Tambahan : Nyeri kedua lutut, tidak bisa melipa tlutut saat shalat, tidak
bisa berdiri lama, susah berdiri jika sudah duduk
c. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke poli Lansia Puskesmas Air Tawar pada tanggal 10 April 2018
dengan keluhan nyeri kedua lutut sejak 5 tahun yang lalu, namun memberat dalam 3
bulan yang lalu, nyeri dirasakan berdenyut seperti di tusuk-tusuk. Nyeri dirasakan
hilang timbul, nyeri bertambah berat jika berdiri lama, namun berkurang jika duduk
atau beristirahat, dan nyeri hilang jika mengkonsumsi obat anti nyeri yang didapat
dari puskesmas. Pasien juga mengeluhkan lutut susah dilipat saat shalat, selama
setahun terakhir pasien shalat dengan posisi duduk di atas kursi. Jika pasien sudah
duduk lesehan susah untuk berdiri kembali.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat hipertensi disangkal
Riwayat DM disangkal
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Disangkal
f. Riwayat Pemakaian Obat
Sebelumnya pasien sudah berobat ke puskesmas dan diberikan obat anti nyeri, namun
pasien lupa apa nama obat yang dikonsumsi.
Status General
Kulit
Warna : Sawo matang
Turgor : Kembali cepat
Ikterus : (-)
Pucat : (-)
Sianosis : (-)
Oedema : (-)
Kepala
Bentuk : Kesan Normocephali
Rambut : Berwarna hitam, sukar dicabut
Mata : Cekung (-), refleks cahaya (+/+), konj. Palp inf pucat (-/-),
Sklera : ikterik (-/-)
Telinga : Sekret (-/-), perdarahan (-/-)
Hidung : Sekret (-/-), perdarahan (-/-), NCH (-/-)
Mulut
Bibir : Pucat (-), Sianosis (-), mukosa lembab (+)
Gigi geligi : Karies (-)
Lidah : Beslag (-), Tremor (-)
Tenggorokan : Tonsil dalam batas normal
Faring : Hiperemis (-)
Leher
Bentuk : Kesan simetris
Kel. Getah Bening : Kesan simetris, Pembesaran KGB (-)
Peningkatan TVJ : R-2 cmH2O
Axilla : Pembesaran KGB (-)
Thoraks
Inspeksi : normochest, pergerakan simetris
Palpasi : taktil fremitus kiri dan kanan sama
Perkusi : sonor di kedua lapangan paru
Auskultasi : suara nafas vesikuler , Rh -/-, Wh -/-
Jantung
- Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
- Palpasi : Ictuscordis teraba ICS V linea midclavicula sinistra
- Perkusi :
Batas atas : ICS III LMCS
Batas kanan :ICS V Linea parasternalis dextra
Batas Kiri : ICS V linea midclavicula sinistra
- Auskultasi : BJ I > BJ II, reguler, bising (-)
Abdomen
- Inspeksi : Kesan simetris, distensi (-)
- Palpasi : Distensi abdomen (-), Nyeri tekan (-), hati, limpa dan ginjal tidak teraba
- Perkusi : Timpani (+), asites (-)
- Auskultasi : Peristaltik usus (+) normal.
Ekstremitas
Osteoarthritis
3.5 Penatalaksanaan
Natrium diklofenat 25 mg 2x1 (sprn)
Ranitidin 150 mg 2x1
3.6 Edukasi
Pasien harus segera kontrol apabila mengalami perburukan gejala ( mengalami nyeri
berlebihan hampir setiap hari atau nyeri tidak membaik dengan obat-obatan yang
diberikan
Kontrol rutin sesuai dengan kesepakaan dokter
Progresifitas penyakitnya dapat dihambat dengan modifikasi gaya hidup, contohnya :
diet
Pencegahan dilakukan dengan modifikasi gaya hidup ( olah raga, penurunan berat
badan, dan diet rendah kalori).
3.7 Prognosis
Quo ad Vitam : dubia ad bonam
Quo ad Sanactionam : dubia ad bonam
Quo ad Functionam : dubia ad malam
Dinas Kesehatan Kodya Padang
Puskesmas Air Tawar
Dokter : dr. Indah
S 2 dd tab 1 £
S2dd tab 1 £
Pro : Ny.M
Umur : 60tahun
BAB IV
ANALISA KASUS
Pasien datang ke poli Lansia Puskesmas Air Tawar pada tanggal 10 April
2018 dengan keluhan nyeri kedua lutut sejak 5 tahun yang lalu, namun memberat
dalam 3 bulan yang lalu, nyeri dirasakan berdenyut seperti di tusuk-tusuk. Nyeri
dirasakan hilang timbul, nyeri bertambah berat jika berdiri lama, namun berkurang
jika duduk atau beristirahat, dan nyeri hilang jika mengkonsumsi obat anti nyeri yang
didapat dari puskesmas. Pasien juga mengeluhkan lutut susah dilipat saat shalat,
selama setahun terakhir pasien shalat dengan posisi duduk di atas kursi. Jika pasien
sudah duduk lesehan susah untuk berdiri kembali.
Ekstremitas
Diagnosa Kerja
Osteoarthritis
Penatalaksanaan
Natrium diklofenat 25 mg 2x1 (sprn)
Ranitidin 150 mg 2x1