Anda di halaman 1dari 28

ATURAN KESELAMATAN

MENGGUNAKAN TANGGA
PORTABEL SESUAI STANDAR
OSHA
23 April 2018

Kunci keselamatan penggunaan tangga adalah memilih tangga


yang tepat, mengatur tangga agar tetap stabil saat digunakan dan
mengikuti prosedur bekerja aman.
Sumber: metropolitanrisk.com

Di Amerika Serikat, setiap tahunnya kecelakaan yang melibatkan tangga


portabel menyumbang sekitar 300 pekerja meninggal dunia, 30.000
pekerja mengalami cacat, dan 130.000 pekerja cedera ringan hingga
fatal. Penyebab utama kecelakaan, di antaranya:

 Kondisi tangga sudah rusak atau cacat


 Posisi penempatan tangga kurang tepat
 Tangga ditempatkan pada permukaan yang kotor, licin atau tidak rata
 Pekerja tidak mematuhi prosedur keselamatan menggunakan tangga.

Potensi cedera akibat penggunaan tangga portabel memang terbilang


tinggi terutama di sektor konstruksi, baik karena terjatuh dari tangga,
tangga ambruk ataupun terpeleset saat menaiki anak tangga.
Penggunaan tangga portabel ini sebetulnya dilakukan apabila alternatif
lain seperti penggunaan perancah atau penggunaan elevating work
platform tidak dapat dilakukan.

Baca juga artikel ini:

 Inilah Kecelakaan Kerja yang Ada di Urutan Pertama dan Cara


Mencegahnya
 Swing Fall Hazard, Bahaya Tersembunyi yang Sering Diabaikan Pekerja
Saat Bekerja di Ketinggian

Aturan Keselamatan Menggunakan Tangga Sesuai


Standar OSHA

Seperti kita ketahui, tangga portabel merupakan salah satu peralatan


yang sering kali digunakan baik di rumah ataupun di tempat kerja. Jenis-
jenis tangga portabel di antaranya straight ladder, extension
ladder dan step ladder. Tangga portable biasanya terbuat dari bahan
aluminium, baja, fiberglass dan kayu.
Sumber: fixfastusa.com

Penggunaan tangga portabel ini memang terlihat simpel, namun tetap


saja ada beberapa aspek yang harus dicermati ketika bekerja
menggunakan tangga untuk meminimalkan cedera akibat terjatuh atau
terpeleset.

Untuk menghindari kecelakaan kerja saat menggunakan tangga portabel,


simak tips keselamatan menggunakan tangga portabel berikut ini:

Sebelum menggunakan tangga:


 Pilih tangga yang sesuai dengan jenis pekerjaan yang dilakukan dan
cukup panjang sehingga Anda dapat bekerja dengan aman
 Pastikan bahwa tangga cukup kuat sesuai dengan tujuannya, dengan
memeriksa kembali kemampuan tangga menahan beban
 Hindari menggunakan tangga yang terbuat dari logam bila ada
kemungkinan bersinggungan dengan sumber listrik
 Periksalah bagian-bagian yang kendur atau rusak pada anak tangga,
injakannya, pegangan, penguat sekrup yang hilang, engsel, baut, mur
dan perangkat keras lainnya. Jika Anda menemukan kerusakan pada
tangga, laporkan kepada atasan dan pasang rambu bahwa tangga tidak
dapat digunakan atau sedang diperbaiki
 Jangan menggunakan tangga yang sudah cacat atau rusak
 Pastikan semua kunci extension ladder sudah benar
 Gunakan sepatu yang sesuai dan tidak licin.

Saat menggunakan tangga:

Keselamatan menggunakan step ladder

 Baca dan ikuti label atau tanda peringatan sebelum Anda naik dan
melakukan aktivitas
 Tempatkan tangga pada permukaan yang stabil, rata, bersih, tidak licin
dan di area bebas dari gangguan lalu lintas kendaraan. Pastikan kaki
tangga seimbang. Penempatan tangga yang tepat membantu mencegah
Anda dari bahaya terpeleset dan jatuh.
 Gunakan barikade pelindung/ guard untuk mencegah kemungkinan
tertabrak. Kunci atau beri palang setiap pintu dekat tangga yang bila
terbuka mengarah kepada Anda
 Berdirikan tangga dengan perbandingan sudut 4:1, artinya jika tangga
disandarkan pada dinding dengan tinggi 4 meter, maka jarak kaki tangga
dengan dinding adalah 1 meter. Bisa juga berdirikan tangga dengan sudut
75° atau boleh kurang, asalkan terdapat penopang pada bagian bawah
tangga.
 Ujung tangga harus lebih tinggi sekitar 1 meter di atas lantai kerja
 Jangan menggunakan tangga sebagai jembatan
 Jangan meletakkan tangga pada kotak, tong atau benda lain yang tidak
stabil untuk mendapatkan tinggi tambahan
 Jangan memaksakan melakukan pekerjaan dengan posisi tangga yang
jauh dari objek yang Anda kerjakan. Atur kembali posisi tangga lebih
dekat dengan pekerjaan
 Jangan memindahkan atau menggeser tangga sementara pekerja atau
peralatan masih berada di tangga.

Saat menaiki dan menuruni tangga:

 Menghadaplah ke tangga saat naik atau turun


 Gunakan metode 3 titik tumpu (3- points contact) saat naik ataupun
turun tangga. 3 titik tumpu artinya 2 kaki berpijak dengan satu tangan
berpegang pada anak tangga dan satu tangan bergerak menanggapi
tangga atau 2 tangan berpegang pada anak tangga dengan satu kaki
berpijak dan kaki lain bergerak menggapai tangga
 Selalu berdiri menghadap tangga dengan tangan memegang anak tangga.
Jangan bekerja di samping kiri atau kanan
 Jangan berdiri atau menempatkan kaki lebih dari anak tangga ke tiga dari
atas, ini memungkinkan tubuh masih menumpu di tangga setinggi
pinggang
 Jangan berdiri pada anak tangga paling atas saat menggunakan step
ladder
 Hindari kemungkinan tergelincir karena licin, periksa anak tangga dan sol
sepatu Anda terhadap adanya bahan-bahan yang licin
 Hindari membawa barang dengan beban berlebih saat menaiki/ menuruni
tangga. Jika membawa peralatan, gunakan tas atau tools belt yang
memudahkan saat naik-turun tangga
 Gunakan alat pelindung jatuh saat memanjat apabila diperlukan
 Jangan menaiki tangga dengan kapasitan beban melebihi batas
maksimum yang ditentukan. Perhatikan nilai beban maksimum tangga,
bobot Anda dan berat peralatan yang Anda bawa.

Penting! Jika pekerjaan sudah selesai, lakukan Clean Up, pastikan tidak
ada alat kerja yang tertinggal dan simpan tangga ke tempat semula.
Semoga Bermanfaat, Salam Safety!

Sumber: www.SafetySign.co.id
6 ELEMEN PENTING
MEMBANGUN PROGRAM ALAT
PELINDUNG DIRI (APD)
9 April 2018

Setiap perusahaan perlu membuat atau memperbarui program


Alat Pelindung Diri (APD) di tempat kerjanya. Tanpa program
APD, upaya pengendalian bahaya di tempat kerja menjadi tidak
maksimal.

Setiap tempat kerja selalu mengandung berbagai potensi bahaya yang


dapat mempengaruhi kesehatan maupun keselamatan pekerja, sehingga
strategi untuk melindungi pekerja sangat penting dilakukan. Pengendalian
bahaya menjadi prioritas utama dalam memberikan perlindungan yang
maksimal untuk pekerja.

Perusahaan perlu melaksanakan hierarki kontrol/ pengendalian bahaya.


Hierarki pengendalian bahaya pada dasarnya berarti prioritas dalam
pemilihan dan pelaksanaan pengendalian yang berhubungan dengan
bahaya kesehatan dan keselamatan kerja (K3). Hierarki pengendalian
bahaya tersebut meliputi:
1. Eliminasi
2. Substitusi
3. Rekayasa teknik
4. Pengendalian administratif
5. Alat Pelindung Diri (APD)

Umumnya tiga tingkat pertama adalah upaya pengendalian bahaya yang


paling diinginkan/ diharapkan, namun tiga tingkat tersebut tidak selalu
mungkin untuk diterapkan. Terkadang juga kondisi bahaya masih belum
dapat dihilangkan atau dikendalikan sepenuhnya, sehingga APD harus
digunakan pada saat melakukan pekerjaan di area berbahaya tersebut.

APD digunakan sebagai upaya terakhir dalam melindungi pekerja apabila


upaya pengendalian bahaya lainnya tidak dapat dilakukan dengan baik
atau tidak memungkinkan dilakukan. Namun penggunaan APD bukanlah
pengganti dari upaya-upaya tersebut, tetapi digunakan sebagai upaya
terakhir.

Baca juga artikel ini:

 6 Elemen Kunci Keberhasilan Membangun Safety Program, Manakah yang


Sudah Anda Terapkan?
 10 Kebiasaan Ini Sebaiknya Dilakukan Safety Manager Dalam Menerapkan
K3 Di Perusahaan

Penting untuk diingat, bahwa penggunaan APD hanya bermanfaat untuk


mengurangi atau meminimalkan potensi paparan atau kontak dengan
bahaya. Bahaya tidak dapat dihilangkan dengan menggunakan APD,
tetapi risiko cedera dapat dikurangi.

APD harus digunakan apabila:

 Hanya sebagai langkah sementara (jangka pendek) sebelum sistem


pengendalian diimplementasikan.
 Di mana eliminasi, substitusi, rekayasa teknik dan pengendalian
administratif tidak tersedia atau tidak memadai.
 Selama kegiatan seperti pemeliharaan, pembersihan, dan perbaikan,
dimana pengendalian bahaya lain tidak layak atau efektif.
 Selama situasi darurat.

Maka, sebuah program APD harus dibuat secara komprehensif. Untuk


mewujudkannya, dibutuhkan partisipasi aktif dan komitmen mulai dari
tahap perencanaan, pengembangan dan implementasi dari semua
tingkatan: manajemen puncak, supervisor/ pengawas dan pekerja.
Semua pihak yang terlibat dalam membangun program APD harus
bekerja sama untuk melaksanakan enam elemen penting berikut:

1. Survei (penilaian) K3 di tempat kerja

Melakukan survei/ penilaian K3 bertujuan untuk mengidentifikasi bahaya


yang ada di tempat kerja, membantu Anda menentukan pengendalian
bahaya dan memilih APD yang sesuai dengan bahaya yang telah
diidentifikasi.

Manajer dan supervisor harus:

 Memeriksa area kerja secara langsung untuk menemukan bahaya fisik


atau mekanik yang ada di tempat kerja.
 Memeriksa material kerja. Buatlah daftar bahan/ material yang bila
kontak atau terkena paparannya bisa membahayakan pekerja dan
bagaimana cara mengendalikannya. Misalnya, pekerja yang setiap
harinya kontak atau terpapar bahan kimia berbahaya tentu wajib
menggunakan respirator.
 Melakukan pengamatan terhadap pekerja. Luangkan waktu untuk melihat
bagaimana pekerja melakukan tugasnya, memastikan mereka tidak
melakukan perilaku tidak aman yang bisa mengakibatkan cedera.
Misalnya, menggunakan teknik yang tidak tepat saat menggunakan
peralatan kerja.
 Melakukan diskusi ringan dengan pekerja. Cobalah untuk menjalin
komunikasi terbuka dengan pekerja dan ajukan pertanyaan untuk
mengetahui seberapa aman tempat kerja mereka selama ini. Catat setiap
masukan dari pekerja dan lakukan perbaikan berkelanjutan untuk
menentukan pengendalian bahaya yang tepat untuk meminimalkan
kecelakaan kerja.

Berdasarkan hasil survei langsung di lapangan dan berinteraksi dengan


pekerja, Anda dapat mengidentifikasi bahaya apa saja yang ada di area
kerja dan dapat menentukan langkah selanjutnya dalam membuat
program APD.

2. Pemilihan metode pengendalian bahaya yang tepat

Pemilihan metode pengendalian bahaya yang tepat dapat dilakukan bila


bahaya sudah diidentifikasi. Metode pengendalian tersebut antara lain:

 Pre-Contact

Tujuan dari pengendalian pre-contact adalah mencegah pekerja agar tidak


kontak atau terkena paparan bahaya atau menghentikan bahaya agar
tidak mencapai pekerja. Metode pengendalianpre-contact meliputi:
memodifikasi desain untuk menghilangkan bahaya, mengganti bahan
atau mengubah proses kerja, memasang pelindung mesin atau
melakukan isolasi, memasang sistem ventilasi hingga memperingatkan
pekerja melalui rambu K3.

Sementara ada bahaya yang dapat dikendalikan dan dihindari secara efektif melalui
rekayasa teknik pada pre-contact, namun masih ada bahaya lain yang tidak
dapat diketahui sebelum terjadi kecelakaan. Sebuah upaya menyeluruh
untuk identifikasi bahaya sangat penting sehingga bahaya dapat dikurangi
atau dihilangkan pada sumbernya. Bila pengendalian pre-contact tidak
praktis, tidak memadai atau tidak efektif, maka pengendalian point-of-
contact harus digunakan.

 Point-of-Contact

Tujuan pengendalian point-of-contact adalah untuk mencegah atau


mengurangi dampak akibat bahaya ketika pekerja kontak atau terpapar
bahaya tersebut. Bentuk pengendalian terutama dilakukan melalui
penggunaan APD. APD digunakan saat pengendalian pre-contact tidak
sepenuhnya efektif.

Sebagai contoh, setelah diidentifikasi, ternyata di area kerja ditemukan bahaya


jatuhan benda dari atas. Penggunaan helm keselamatan bisa bertindak sebagai
upaya perlindungan terakhir jika Anda tidak bisa mencegah jatuhan benda dari atas
dengan cara pengendalian lain. Bila Anda telah menerapkan tindakan pengendalian
yang efektif, maka helm dapat digunakan sebagai tindakan pengendalian sementara
atau cadangan.

3. Pemilihan APD yang tepat

Setiap area kerja mengandung potensi bahaya yang berbeda-beda sesuai


dengan jenis, bahan dan proses produksi yang dilakukan. Pemilihan APD
harus memperhatikan aspek-aspek berikut ini:
 APD harus sesuai dengan jenis bahaya yang ada di area kerja
 APD harus mampu memberikan perlindungan maksimal terhadap bahaya
yang spesifik atau bahaya-bahaya yang dihadapi oleh pekerja
 Berat APD hendaknya seringan mungkin dan tidak menimbulkan rasa
ketidaknyamanan yang berlebihan saat digunakan terus-menerus
 APD dapat digunakan secara fleksibel
 APD tidak menimbulkan bahaya-bahaya tambahan bagi penggunaannya
 APD harus memenuhi standar yang berlaku
 Komponen APD mudah didapat guna memudahkan perawatannya.

4. Fit testing

Perlu diingat, keefektifan penggunaan APD rata-rata bergantung pada


bagaimana alat tersebut pas atau sesuai saat digunakan pekerja.
Misalnya, jika ukuran sepatu keselamatan terlalu besar, maka dapat
menghambat mobilitas penggunanya. Sebaliknya, jika sepatu
keselamatan terlalu kecil, pekerja tidak nyaman menggunakannya.

Inilah sebabnya mengapa Anda harus melakukan fit testing atau uji
pengepasan. Pada saat uji pengepasan alat, pekerja sekaligus
ditunjukkan cara memakai dan memelihara APD dengan benar.
Program fit testing APD harus lakukan oleh orang yang kompeten.
5. Pelatihan APD untuk pekerja

Pelatihan merupakan bagian penting dalam membangun program APD.


Setelah empat elemen sebelumnya dilakukan, pengusaha wajib
memberikan pelatihan kepada setiap pekerja mengenai penggunaan APD
yang benar.
Pelatihan terkait APD harus mencakup:

 Apa itu APD. Pekerja seharusnya tidak hanya melihat APD sebagai
aksesori atau mungkin pekerja tidak memahami manfaat
menggunakannya. Jelaskan fungsi APD secara spesifik dan tunjukkan
bagaimana APD melindungi pekerja dari bahaya yang ada.
 Bagaimana dan kapan sebaiknya menggunakan APD. Tunjukkan
bagaimana menggunakan berbagai jenis APD dalam kondisi area kerja
dan bahaya yang berbeda. Kemudian, mintalah pekerja untuk
mempraktekkan ulang cara menggunakan APD yang benar dan kapan
harus menggunakannya.
 Bagaimana bila APD yang digunakan mengalami masalah. Agar fungsi
APD dalam melindungi pekerja tetap optimal, beri tahu pekerja tentang
apa yang sebaiknya mereka lakukan jika APD mengalami kerusakan,
sudah aus atau sudah kedaluwarsa. Misalnya, helm keselamatan yang
retak harus diperbaiki atau diganti.
 Bagaimana pemeriksaan dan pemeliharaan APD dilakukan. Pekerja harus
diberi pemahaman mengenai cara melakukan inspeksi, merawat, hingga
mengetahui masa kedaluwarsa APD.

Setiap pekerja baru harus mendapatkan pelatihan yang cukup mengenai


APD sebelum melaksanakan tugas sesuai tanggung jawab yang diberikan.
Pelatihan pun dilakukan untuk pekerja lama sebagai penyegaran.
Pelatihan APD perlu rutin dilakukan apabila ada perubahan di tempat
kerja, paparan bahaya baru, perubahan jenis APD yang dibutuhkan atau
terkait peraturan perundangan yang berlaku.

Manajemen harus mendokumentasikan data pekerja setiap kegiatan


pelatihan APD selesai dilaksanakan. Minimal tercatat nama dan tanda
tangan setiap pekerja yang mengikuti pelatihan, tanggal pelatihan, dan
identifikasi topik yang didiskusikan.

6. Audit program

Setiap program APD yang terlaksana harus dilakukan pemantauan dan


pengukuran untuk mengetahui kelebihan dan kelemahan dari program
yang dibuat manajemen. Hal ini dapat dilakukan dengan cara audit
program.

Audit biasanya melibatkan pemeriksaan APD dan memantau pekerja


untuk memastikan mereka mengikuti prosedur. Manajemen juga harus
melakukan peninjauan ulang agar dapat melakukan perbaikan pada
aspek-aspek yang dirasa kurang maksimal atau menciptakan aspek baru
untuk meminimalkan cedera dan kecelakaan kerja.
Untuk menganalisis keefektifan program Anda, lakukan pengukuran yang
berkaitan dengan keselamatan. Anda bisa melakukan ini dengan melihat
tingkat near miss, cedera dan tingkat keparahan cedera. Lihat apakah
angka-angka ini menurun setiap tahunnya. Jika tidak, Anda mungkin
perlu melakukan perbaikan program APD. Audit tahunan sangat
disarankan untuk dilakukan dan untuk area kerja kategori sangat
berbahaya sebaiknya ditinjau lebih sering.

* * *

Kebanyakan manajemen yang gagal menerapkan program APD karena


ketidakmampuannya dalam mengatasi keluhan dari pekerja dalam hal
penggunaan APD. Inilah mengapa keterlibatan semua pihak dalam
seluruh tahapan program sangat penting. Semakin besar keterlibatan
manajemen dan pekerja dalam penerapan program, semakin besar pula
peluang keberhasilan program APD yang dapat dicapai. Program APD juga
harus dilakukan secara berkelanjutan.

Semoga Bermanfaat, Salam Safety!

Sumber: www.SafetySign.co.id
ISO 45001:2018 TELAH RILIS, INI
HAL-HAL PENTING YANG HARUS
ANDA KETAHUI!
16 April 2018

ISO 45001:2018 yang rilis pada Maret 2018 akan menggantikan


OHSAS 18001:2007. Organisasi yang sudah mendapatkan
sertifikasi OHSAS 18001 memiliki masa retensi selama tiga tahun
untuk beralih ke standar ISO 45001.
Sumber: safeopedia.com

ISO 45001:2018 ─ Occupational health and safety management


systems ─ Requirements with guidance for use, telah rilis pada tanggal 12
Maret 2018. ISO 45001:2018 adalah standar internasional pertama di
dunia yang menetapkan persyaratan atau pedoman untuk sistem
manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (SMK3).

ISO 45001:2018 dapat dikatakan sebagai "milestone". Standar ini


menyediakan kerangka kerja yang kuat dan efektif untuk mengurangi
risiko di tempat kerja dan menciptakan tempat kerja yang aman dan
sehat untuk pekerja, kontraktor, pemasok, pengunjung, dan tamu, yang
memungkinkan sebuah organisasi untuk proaktif meningkatkan kinerja
SMK3-nya.
Meskipun ISO 45001 mengacu pada OHSAS 18001 ─ sebagai tolak ukur
pertama untuk K3 - ISO 45001:2018 adalah standar baru dan berbeda,
bukan revisi atau pembaruan. Secara bertahap, ISO 45001:2018 akan
menggantikan OHSAS 18001:2007 selama tiga tahun ke depan.

Perbedaan Utama ISO 45001 dan OHSAS 18001

Terdapat sejumlah perbedaan antara ISO 45001 dan OHSAS 18001.


Beberapa perbedaan utama antara keduanya adalah sebagai berikut:

Sumber: imsworld.co.uk
1. STRUKTUR

ISO 45001:2018 mengadopsi High Level Structure (HLS) atau struktur


tingkat tinggi berdasarkanISO Guide 83 (Annex SL) untuk mempermudah
proses implementasi dan integrasi beberapa sistem manajemen di sebuah
organisasi. Berikut perbedaan struktur pada standar ISO 45001 dan
OHSAS 18001:

Klausul pada OHSAS


Klausul pada ISO 45001:2018
18001:2007

1. Scope

2. Normative References

3. Terms and Definitions


1. Scope
4. Context of the Organization
2. Reference Publications
5. Leadership
3. Terms and definitions
6. Planning
4. OH&S Management System
Requirements
7. Support

8. Operation

9. Performance Evaluation

10. Improvement

2. Konteks Organisasi

Penerapan HLS pada ISO 45001:2018 menghasilkan perbedaan mendasar


dengan OHSAS 18001, yakni dengan diadakannya pasal baru mengenai
"Konteks Organisasi". ISO 45001:2018 menyiratkan fokus lebih kuat pada
konteks organisasi.

Pada ISO 45001 klausul 4.1 dijelaskan, sebelum menyusun sistem


manajemen K3, setiap organisasi dituntut untuk memahami kebutuhan
dan harapan pihak-pihak yang berkepentingan, seperti
pemerintah, shareholder, pemasok dan masyarakat/ komunitas sekitar
dan dituntut untuk mempertimbangkan isu-isu K3 internal dan eksternal
yang dapat mempengaruhi kemampuan organisasi untuk memenuhi
tujuan K3.

3. Kepemimpinan

Perbedaan lainnya adalah peran kuat dari manajemen puncak. K3


menjadi aspek utama dari keseluruhan sistem manajemen di sebuah
organisasi, yang membutuhkan komitmen kuat dari manajemen puncak.
Pada ISO 45001:2018, manajemen puncak memiliki peran kepemimpinan
yang kuat terhadap sistem manajemen K3. Pada saat yang sama,
organisasi juga perlu melibatkan pekerja dalam mencapai tujuan K3.

Sedangkan peran kepemimpinan pada OHSAS 18001 bersifat tunggal,


organisasi yang menggunakan standar ini mendelegasikan tanggung
jawab K3 kepada perwakilan manajemen atau manajer K3.

4. Partisipasi Pekerja

ISO 45001:2018 pada klausul 5.4 membahas tentang partisipasi pekerja.


Standar ini lebih menekankan dan mendorong partisipasi pekerja,
terutama non-managerial worker dalam sistem manajemen K3. Partisipasi
pekerja inilah yang tidak dibahas secara spesifik dalam OHSAS 18001.

Pada ISO 45001, non-managerial worker didorong berpartisipasi dalam


menentukan:

 Mekanisme untuk partisipasi dan konsultasi


 Identifikasi bahaya dan penilaian risiko
 Tindakan pengendalian bahaya dan risiko
 Identifikasi kebutuhan kompetensi, pelatihan dan evaluasi pelatihan
 Investigasi kecelakaan, ketidaksesuaian dan terlibat dalam tindakan
pengendaliannya
 Kebutuhan dan harapan pihak yang berkepentingan
 Kebijakan K3
 Peran, tanggung jawab, akuntabilitas dan otoritas organisasi.

5. Identifikasi Bahaya

Sebagaimana OHSAS 18001, ISO 45001 juga berfokus pada identifikasi


bahaya secara proaktif dan terus menerus. Tetapi, ISO 45001 membuat
beberapa pertimbangan baru dalam identifikasi bahaya yang tidak
disebutkan dalam OHSAS 18001.

Untuk identifikasi bahaya, ISO 45001 memiliki pertimbangan yang tidak


terlepas pada:

 Kondisi dan kegiatan rutin dan non-rutin pada pekerjaan


 Situasi darurat
 Faktor manusia, mencakup pekerja, kontraktor, pengunjung dan tamu
perusahaan
 Perubahan terbaru atau yang baru diusulkan dalam organisasi, operasi kegiatan
dan sistem manajemen K3
 Kecelakaan kerja sebelumnya, baik internal atau eksternal organisasi termasuk
penyebabnya
 Perubahan pengetahuan atau informasi tentang bahaya
 Faktor sosial, seperti beban kerja, jam kerja, kepemimpinan dan budaya
organisasi.

6. Informasi Terdokumentasi

Dalam pelaksanaan OHSAS 18001, organisasi banyak terfokus pada


pemeliharaan dan pengendalian dokumen dan catatan. Sedangkan dalam
ISO 45001, dokumen dan catatan dihilangkan dan diganti menjadi istilah
baru, yakni “ Documented Information”.

ISO 45001 tidak mensyaratkan dokumen harus berupa prosedur, media


pendukung berupa kertas, magnetik, elektronik, foto atau kombinasi dari
semuanya. ISO 45001 memperbolehkan informasi terdokumentasi dalam
format dan media pendukung apa pun, serta dari sumber mana pun.

Namun, organisasi tetap harus mengendalikan informasi terdokumentasi


dengan baik. Informasi terdokumentasi harus selalu tersedia dan cocok
digunakan di mana dan kapan pun diperlukan serta terlindung keamanan
dan kerahasiaannya.

7. Outsourcing, Pemasok dan Kontraktor

Pada ISO 45001, organisasi harus memastikan proses outsourcing dan


segala pengadaan barang/ jasa yang dilakukan oleh outsourcing,
pemasok dan kontraktor tetap terkendali dan sesuai dengan persyaratan
sistem manajemen K3. Persyaratan mengenai outsourcing, pemasok dan
kontraktor ini dibahas secara spesifik dalam klausul berbeda.
Sementara pada OHSAS 18001, standar ini hanya membahas
tentang outsourcing ataupun kontraktor dalam satu klausul
4.4.6 operational control.

8. Peningkatan (Improvement)

ISO 45001 memiliki klausul yang membahas mengenai


peningkatan (improvement) secara spesifik. Sedangkan dalam OHSAS
18001, pembahasan secara spesifik dan terpisah mengenai peningkatan
tidak tersedia, namun pembahasannya tetap terintegrasi dengan
beberapa klausul lain.

Terkait peningkatan, organisasi harus melakukan tindakan peningkatan


berkelanjutan untuk mencapai hasil yang diharapkan dalam sistem
manajemen K3. Dalam melakukan tindakan peningkatan, organisasi
harus melakukan penyelidikan insiden, penyelidikan ketidaksesuaian, dan
tindakan perbaikan berkelanjutan.

Meskipun terdapat beberapa perbedaan, baik ISO 45001 maupun OHSAS


18001 tetap memiliki tujuan yang sama, yakni mengurangi risiko di
tempat kerja dan memastikan keselamatan dan kesehatan semua orang
yang terlibat dalam kegiatan organisasi.

Standar ISO 45001:2018 dan Penerapannya

Lebih dari 2,78 juta pekerja meninggal akibat kecelakaan atau penyakit
yang berhubungan dengan pekerjaan setiap tahunnya. ─ Data
International Labour Organization (ILO) 2017

Setiap hari, ribuan nyawa melayang akibat kecelakaan atau penyakit


yang berhubungan dengan pekerjaan. Kematian pada pekerja ini
seharusnya dapat dicegah dan dikendalikan agar tidak terulang di masa
mendatang. Oleh karena itu, ISO 45001 hadir untuk membantu
organisasi melakukan hal ini.
Dengan diterbitkannya ISO 45001:2018 ini sangat diharapkan dapat
memperbaiki sistem manajemen K3 di negara-negara di seluruh dunia,
termasuk Indonesia. ISO 45001:2018 dirancang untuk membantu
organisasi mengelola risiko K3 dan memperbaiki kinerja K3 secara
proaktif.

"Standar baru ini akan membantu organisasi menyediakan


lingkungan kerja yang aman dan sehat bagi pekerja dan tamu
perusahaan dengan terus meningkatkan kinerja K3 mereka."─
David Smith, Ketua Komite Proyek ISO/PC 283

ISO 45001:2018 menggunakan model Plan-Do-Check-Act (PDCA) dalam


implementasinya, yang menyediakan kerangka kerja sederhana dan
efektif bagi organisasi untuk merencanakan apa yang harus mereka
lakukan di tempat kerja sehingga risiko K3 dapat diminimalkan.
PDCA pada ISO 45001:2018

Sumber: dqs-cfs.com

Apakah ISO 45001:2018 berlaku untuk semua jenis


organisasi?

Ya. ISO 45001 dirancang untuk membantu organisasi dari semua ukuran,
industri, atau sifat bisnisnya. Setiap organisasi bertanggung jawab
menciptakan lingkungan kerja yang aman dan sehat. Tujuan ISO 45001
adalah membantu organisasi untuk melakukan hal ini.
Apa saja manfaat ISO 45001:2018 bagi organisasi?

Manfaat utama dari penerapan ISO 45001:2018, antara lain:

1. Meningkatkan efektivitas perlindungan keselamatan dan kesehatan


kerja yang terencana, terukur, terstruktur, dan terintegrasi
2. Mencegah dan mengurangi kecelakaan kerja atau penyakit akibat kerja
3. Mengurangi ketidakhadiran dan tingkat turnover atau pergantian
pekerja, untuk mendorong produktivitas
4. Mengurangi biaya premi asuransi
5. Menciptakan budaya K3, di mana pekerja didorong untuk aktif terlibat
dalam K3
6. Memperkuat peran kepemimpinan (manajemen puncak) untuk
meningkatkan kinerja K3 secara proaktif
7. Kemampuan memenuhi kewajiban terhadap peraturan perundangan
dan persyaratan K3
8. Meningkatkan reputasi perusahaan karena telah mencapai standar
internasional.

Apa yang harus saya lakukan jika saya sudah


mendapatkan sertifikasi OHSAS 18001?

ISO 45001 akan menggantikan posisi OHSAS 18001. Begitu ISO 45001
dipublikasikan, maka organisasi yang telah memiliki sertifikat OHSAS
18001 diberi kesempatan tiga tahun untuk migrasi ke ISO 45001.
Sementara, organisasi yang belum memiliki sertifikat OHSAS 18001 dapat
langsung menerapkan ISO 45001 yang merujuk pada tahapan penerapan
ISO 45001.

Bisakah ISO 45001 diintegrasikan dengan sistem


manajemen lain?

Bisa. ISO 45001:2018 mengadopsi High Level Structure (HLS) atau


struktur tingkat tinggi berdasarkan ISO Guide 83 (Annex SL), seperti
struktur yang sudah diterapkan pada ISO 9001:2015 dan ISO
14001:2015.

Annex SL menetapkan struktur semua standar sistem manajemen


di masa depan dalam 10 klausul atau kriteria.
Struktur tingkat tinggi pada ISO 45001 bertujuan untuk memfasilitasi
proses implementasi dan integrasi beberapa sistem manajemen secara
harmonis, terstruktur dan efisien.

Sebagai contoh, ISO 45001 dan ISO 14001 dapat diintegrasikan dengan
mudah karena keduanya memiliki kaitan yang cukup erat. Hal ini dilihat
dari banyak organisasi yang menggabungkan sistem manajemen K3 (ISO
45001) dengan sistem manajemen lingkungan (ISO 14001).

Jika saya ingin mulai menerapkan ISO 45001, tindakan


apa yang sebaiknya saya lakukan?

Jika Anda mempertimbangkan untuk menerapkan ISO 45001 atau migrasi


dari OHSAS 18001, berikut beberapa langkah yang sebaiknya Anda
lakukan:

1. Lakukan analisis terhadap pihak yang berkepentingan (individu atau


organisasi yang dapat mempengaruhi kegiatan organisasi Anda), serta
faktor internal dan eksternal yang dapat mempengaruhi bisnis Anda
2. Tentukan ruang lingkup sistem, dengan mempertimbangkan apa yang
ingin Anda capai dari sistem manajemen K3 Anda
3. Tentukan kebijakan dan tujuan K3 Anda
4. Tentukan perencanaan penerapan sistem manajemen K3 dan target
waktu untuk mencapai itu
5. Tentukan kompetensi dan/atau sumber daya yang akan mengelola
sistem manajemen K3 sebelum Anda menerapkan standar.

Semoga Bermanfaat, Salam Safety!

Sumber: www.SafetySign.co.id

Anda mungkin juga menyukai