Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

ASKEP KLIEN DENGAN GAGAL NAFAS : OEDEM PULMO DI RUANG INTENSIVE


CARE UNIT RS ROEMANI SEMARANG

Persiapan Praktek Ruang : ICU

Tanggal Praktek :15 – 20 / 1 / 2018

Nama Mahasiswa : Muhammad Syarifudin

NIM : G2A014072

Nama Pembimbing :

Saran Pembimbing :

Tanda Tangan Pembimbing :

PROGRAM STUDI NERS (TAHAP AKADEMIK)

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG

2017
EDEMA PARU

A. Definisi
Edema paru merupakan suatu keadaan terkumpulnya cairan patologi di ekstravaskuler
dalam paru.( Arief Muttaqin, 2008 )
Edema paru adalah timbunan cairan abnormal dalam paru, baik rongga interstitial
maupun dalam alveoli. Edema paru merupakan tanda adanya kongesti paru tindak lanjut,
dimana cairan mengalami kebocoran melalui dinding kapiler, merembes keluar menimbulkan
dispneu sangat berat. (Smeltzer,C.Suzanne.2008.hal 798). Kongesti paru terjadi bila dasar
vaskuler paru penerima darah yang berlebihan dari ventrikel kanan, yang tidak mampu
diakomodasi dan diambil oleh jantung kiri. Sedikit ketidakseimbangan antara aliran masuk dari
sisi kanan dan aliran keluar pada sisi kiri jantung tersebu mengaibatakan konsekuensi yang
berat.
Edema paru adalah akibat dari perubahan fisiologis tekanan dalam paru seperti ketika
aliran darah berlangsung sangat cepat dan tidak normal sehingga terlalu membebani sistem
sirkulasi tubuh yang kemudian menyebabkan terakumulasinya cairan dalam paru. ( KMB Joko
Setyono hal: 55 )
Edema paru adalah terkumpulnya cairan extravaskuler yang patologis di dalam paru.(
Ilmu Penyakit Dalam Jilid II hal : 767 )

Edema paru merupakan kondisi yang disebabkan oleh kelebihan cairan di paru-paru.
cairan ini terkumpul dalam kantung-kantung udara di paru-paru banyak, sehingga sulit untuk
bernapas.

B. Etiologi
Menurut Arif Muttaqin.2008. Edema paru disebapkan karena 2 hal yaitu :
a. Peningkatan tekanan hidrostatik
b. Peningkatan permeabilitas kapiler paru
Secara garis besar Edema Paru dibagi menajdi 2 garis besar yaitu :
1. Kardiogenik
a. Peningkatan tekanan vena paru tanpa adanya gangguan fungsi ventrikel kiri (stenosis mitral)
b. Peningkatan tekanan vena paru sekunder oleh karena gangguan fungsi ventrikel kiri
c. Peningkatan kapiler paru sekunder oleh karena peningkatan tekanan arteri pulmonalis
d. Post cardioversion
e. Eclampsia
2. Non Koardiogenik
a. Pneumonia
b. Pneumonitis radiasi akut
c. Bahan vasoaktif endogen
d. Aspirasi asam lambung
e. Peningkatan tekanan onkotik interstitial
f. Bahan toksik ihalan
g. Bahan asing dalam sirkulasi seperti bisa ular, endoktoksin, dan bakteri
h. Emboli paru
i. Post cardiopulmonary bypass
j. Pengambilan terlalu cepat pneumotorak atau efusi pleura

C. Patofisiologi
Pemahaman mengenai mekanisme ini memerlukan tinjauan mengenai pembentukkan
dan reabsorbsi cairan paru serta struktur ultra paru.Ruang alveolar dipisahkan dari interstisium
paru terutama oleh sel epitel alveoli Tipe I, yang dalam kondisi normal membentuk suatu barier
relatif nonpermiabel terhadap aliran cairan dari interstitium ke rongga – rongga udara (spaces).
Faktor penentu yang paling penting dalam pembentukkan cairan ekstravaskuler adalah
perbedaan tekanan hidrostatik dan onkotik dalam lumen kapiler dan ruang interstitial, serta
permeabilitas sel endotelium terhadap air, zat terlarut (solut) dan molekul besar seperti protein
plasma. (Aryanto,1994)
Ciri perubahan dini pada edema paru adalah terjadinya peningkatan aliran limfatik.
Perubahan ini terjadi karena saluran limfatik terjalin dalam jaringan ikat longgar yang
mengelilingi arteriola paru dan saluran pernafasan yang kecil pembekaan saluran limfatik ini
akan berdampak pada struktur sekitarnya dan mengakibatkan terjadinya prubahan hubungan
tekanan pada struktur tersebut. Salah satu akibatnya adalah adanya obstruksi pada saluran kecil
yang telah dibuktikan sebagai perubahan fisiologis dini pada klien dengan gagal jantung kiri
mengingat lesi ini tidak merata disaluran paru, maka timbul perubahan dalam distribusi,
ventilasi, dan perfusi yang kemidian menyebabkan terjadinya hipoksemia ringan terkenanya
arteriola kecil juga menyebabkan gambaran radiologis dini pada gagal jantung kiri, yaitu suatu
redistribusi aliran darah dari basis ke apek paru pada klien dengan posisi tegak.
Jika terbentuknya cairan intersisial melebihi kapasitas sistem limfatik, maka terjadi
edema dinding alveolar.Pada fase ini komplan paru berkurang hal ini menyebabkan terjadinya
takipneu yang mungkin tanda klinis awal pada klien dengan edema paru.Ketidakseimbangan
antara ventilasi dan aliran darah menyebabkan hipoksenia memburuk. Meskipun demikian,
ekskresi karbondioksida tidak terganggu dan klien akan menunjukkan keadaan hiperventilasi
dengan alkalosis respiratorik.
Selain hal yang telah disebutkan diatas gangguan difusi juga berperan, dan pada fase
ini mungkin terjadi peningkatan pintas kanan ke kiri melalui alveoli yang tidak mengalami
ventilasi. Pada fase alveolar penuh dengan cairan, semua gambaran menjadi lebih berat dan
komplain akan menurun dengan nyata ( Nowak, 2004). Alveoli terisi cairan dan pada saat yang
sama aliran darah kedaerah tersebut tetap berlangsung, maka pintas kanan ke kiri aliran darah
akan menjadi lebih berat dan menyebabkan hipoksia yang rentan terhadap peningkatan
konsentrasi oksigen yang diinspirasi. Kecuali pada keadaan yang amat berat, hiperventilasi dan
alkalosis respiratorik akan tetap berlangsung.
Secara radiologis akan tampak gambaran infiltrat alveolar yang tersebar diseluruh paru,
terutama daerah parahilar dan basal. Ketika klien dalam keadaan sadar dia akan tampak
mengalami sesak nafas hebat dan ditandai dengan takipnea, takikardi, serta sianosis bila
pernafasannya tidak dibantu. Keadaan ini disebut sebagai adult respiratory sindrom (ARDS).

D. Manifestasi klinis
Serangan mendadak yang khas pada edema paru terjadi setelah pasien berbaring selama
beberapa jam. Posisi baring akan meningkatkan aliran balik vena ke jantung dan memudahkan
penyerapan kembali edema dari tungkai. Darah yang beredar menjadi lebih encer dan
volumenya bertambah. Tekanan vena meningkat dan atrium kanan terisi lebih cepat. Akibatnya
terjadi peningkatan curah ventrikel kanan yang ternyata melebihi curah ventrikel kiri.
Pembuluh darah paru membesar oleh darah dan mulai mengalami kebocoran. Sementara pasien
mulai merasa gelisah dan cemas.
Terjadi awitan kesulitan bernapas mendadak dan perasaan tercekik. Tangan
pasien menjadi dingin dan basah, kuku sianosis, dan warna kulit menjadi abu-abu
sampai pucat. Selain itu denyut nadi juga melemah, dan cepat, vena leher menegang.
Pasien mulai batuk, dengan mengeluarkan sputum yang banyak. Dengan berkembangnya
edema paru, kecemasan berubah menjadi panik. Napas berbunyi dan basah, pasien yang
mulai tercekik oleh darah, mengeluarakan cairan berbusa ke bronchi dan trakhea.
Gejala yang paling umum dari pulmonary edema adalah sesak napas. Ini mungkin
adalah penimbulan yang berangsur-angsur jika prosesnya berkembang secara perlahan, atau ia
dapat mempunyai penimbulan yang tiba-tiba pada kasus dari pulmonary edema akut. Gejala-
gejala umum lain mungkin termasuk mudah lelah, lebih cepat mengembangkan sesak napas
daripada normal dengan aktivitas yang biasa (dyspnea on exertion), napas yang cepat
(tachypnea), kepeningan, atau kelemahan.
Tingkat oksigen darah yang rendah (hypoxia) mungkin terdeteksi pada pasien-pasien
dengan pulmonary edema. Lebih jauh, atas pemeriksaan paru-paru dengan stethoscope, dokter
mungkin mendengar suara-suara paru yang abnormal, sepeti rales atau crackles (suara-suara
mendidih pendek yang terputus-putus yang berkoresponden pada muncratan cairan dalam
alveoli selama bernapas).
Manifestasi klinis Edema Paru secara spesifik juga dibagi dalam 3 stadium:
Stadium 1.
Adanya distensi dan pembuluh darah kecil paru yang prominen akan memperbaiki
pertukaran gas di paru dan sedikit meningkatkan kapasitas difusi gas CO. Keluhan pada
stadium ini mungkin hanya berupa adanya sesak napas saat bekerja. Pemeriksaan fisik juga tak
jelas menemukan kelainan, kecuali mungkin adanya ronkhi pada saat inspirasi karena
terbukanya saluran napas yang tertutup pada saat inspirasi.
Stadium 2.
Pada stadium ini terjadi edema paru intersisial.Batas pembuluh darah paru menjadi
kabur, demikian pula hilus juga menjadi kabur dan septa interlobularis menebal (garis Kerley
B). Adanya penumpukan cairan di jaringan kendor inter-sisial, akan lebih memperkecil saluran
napas kecil, terutama di daerah basal oleh karena pengaruh gravitasi. Mungkin pula terjadi
refleks bronkhokonstriksi.Sering terdapat takhipnea.Meskipun hal ini merupakan tanda
gangguan fungsi ventrikel kiri, tetapi takhipnea juga membantu memompa aliran limfe
sehingga penumpukan cairan intersisial diperlambat.Pada pemeriksaan spirometri hanya
terdapat sedikit perubahan saja.
Stadium 3.
Pada stadium ini terjadi edema alveolar.Pertukaran gas sangat terganggu, terjadi
hipoksemia dan hipokapnia.Penderita nampak sesak sekali dengan batuk berbuih kemerahan.
Kapasitas vital dan volume paru yang lain turun dengan nyata. Terjadi right-to-left
intrapulmonary shunt.Penderita biasanya menderita hipokapnia, tetapi pada kasus yang berat
dapat terjadi hiperkapnia dan acute respiratory acidemia.Pada keadaan ini morphin hams
digunakan dengan hati-hati (Ingram and Braunwald, 1988).
Edema Paru yang terjadi setelah Infark Miokard Akut biasanya akibat hipertensi kapiler paru.
Kadang kadang penderita dengan Infark Miokard Akut dan edema paru, tekanan kapiler pasak
parunya normal; hal ini mungkin disebabkan lambatnya pembersihan cairan edema secara
radiografi meskipun tekanan kapiler paru sudah turun atau kemungkinan lain pada beberapa
penderita terjadi peningkatan permeabilitas alveolar-kapiler paru sekunder oleh karena adanya
isi sekuncup yang rendah seperti pada cardiogenic shock lung.

E. Pemeriksaan penunjang
Diagnosis ditegakkan dengan mengevaluasi manifestai klinis sehubungan dengan
kongesti paru. Pemeriksaan diagnostik yang dilakukan antara lain berupa :
1. EKG : untuk melihat apakah terdapat sinus takikardi dengan hipertropi atrium kiri atau
fibrilasi atrium, tergantung penyebap gagal jantung, gambaran infark, hipertrofi ventrikel kiri
atau aritmia
2. Laboratorium
- Analisa Gas Darah : pO2 rendah, pCO2 mula-mula rendah kemudian hiperkapnea
- Enzim jantung : meningkat jika penyebap gagal jantung adalah infark miokard
- Darah rutin, ureum, kreatinin, elektrolit, urinalis, Enzim jantung (CK-MB, Troponin T),
angiografi koroner
- Foto thorak
Gambaran radiologisnya berupa :
a. Pelebaran atau penebalan hilus (dilatasi vaskuler di hilus)
b. Corakan paru meningkat ( > 1/3 lateral)
c. Kranialisasi vaskuler
d. Hilus suram (batas tidak jelas)
- Echokardiography : gambaran penyebap gagal jantung : kelainan katup, hipertopi ventrikel
(hipertensi), segemental wall motion abnormally (PJK) umumnya ditemukan dilatasi ventrikel
kiri/atrium kiri
- Pulmonary Artery Catheter : Pulmonary artery catheter (Swan-Ganz) adalah tabung yang
panjang dan tipis (kateter) yang disisipkan kedalam vena-vena besar dari dada atau leher dan
dimajukan melalui ruang – ruang sisi kanan dari jantung dan diletakkan kedalam kapiler-
kapiler paru atau pulmonary capillaries (cabang-cabang yang kecil dari pembuluh-pembuluh
darah dari paru-paru). Alat ini mempunyai kemampuan secara langsung mengukur tekanan
dalam pembuluh-pembuluh paru, disebut pulmonary artery wedge pressure. Wedge pressure
dari 18 mmHg atau lebih tinggi adalah konsisten dengan cardiogenic pulmonary edema,
sementara wedge pressure yang kurang dari 18 mmHg biasanya menyokong non-cardiogenic
cause of pulmonary edema. Penempatan kateter Swan-Ganz dan interpretasi data dilakukan
hanya pada intensive care unit (ICU).

F. Penatalaksanaan Medis
Tujuan penatalaksanaan medis pada pasien dengan Edema Paru akut adalah
mengurangi volume sirkulasi total untuk memperbaiki pertukaran gas pernapasan. Tujuan ini
dapat dicapai dengan kombinasi terapi oksigen dan terapi medis.
Oksigenasi. Oksigen diberikan dengan konsetrasi yang adekuat untuk mengurangi
hipoksia dan dispnea. Bila tanda-tanda hipoksia menetap, oksigen harus diberikan dengan
tekanan positif intermiten atau kontinu. Bila terjadi gagal napas, meskipun penatalaksanaan
telah optimal, perlu diberikan intubasi endotrakea dan ventilasi mekanis. Penggunaan tekanan
positif akhir ekspirasi sangat efektif mengurangi aliran balik vena, menurunkan tekanan kapiler
paru, dan memeperbaiki oksigenasi. Oksigenasi dipantau melalui pulse oksimetri dan
pengukuran AGD.
Farmakologi. Dilakukan pemberian Morfin secara intravena dalam dosis kecil untuk
mengurangi kecemasan dan dispnea serta menurunkan tekanan perifer sehingga darah dapat
didistribusikan dari paru ke bagaian tubuh lain. Hal tersebut akan menurunkan tekanan dalam
kapiler paru dan mengurangi perembesan cairan ke jaringan paru. Morfin juga bermanfaan
dalam menurunkan kecepatan napas.
Morfin tidak boleh diberikan bila edema paru disebapkan oleh cedera vaskuer otak,
penyakit paru kronis, atau syok kardiogenik. Pasien harus diawasi bila terjadi depresi
pernapasan berat.
Diuretik. Furosemide diberikan secara intravena untuk memberi efek diuretik yang
cepat. Furosemide juga mengakibatkan vasodilatasi dan penimbunan darah di pembuluh darah
perifer yang pada gilirannya mengurangi jumlah darah yang kembali ke jantung, bahkan
sebelum terjadi efek diuretik.
Digitalis. Diberikan untuk meningkatkan kontrakitilitas jantung dan curah ventrikel
kiri. Perbaikan kotrakitilitas jantung akan meningkatakan curah jantung, memeperbaiki
diuresis dan menurunkan tekanan diastole. Jadi tekanan kapiler paru dan trasnudasi atau
perembesan cairan ke alveoli akan berkuarang.
Aminofilin. Bila pasien mengalami wheezing dan terjadi bronkospasme yang berarti,
maka perlu diberikan aminofilin untuk merelaksasi bronkospasme. Aminofilin diberikan
melalui intravena secara terus menerus dengan dosis sesuai berat badan.
Terapi
Edema paru kardiogenik akut
Terapai kegagalan jantung kiri adalah pengobatan seumur hidup dengan
memperhatikan faktor dasar penyebab, tetapi keadaan gawat darurat sembab paru harus harus
segera di atasi.
Pengobatan edema paru kardiogenik akut meliputi :

1) Morfin
Cara pemberian : SC, IM, atau IV
Dosis : 3-20 mg
Cara kerja : mengurangi kegelisahan sehingga mngurangi
rangsangan adrenergik vasokontriksi.
2) Oksigen
Oksigen 100% dengan tekanan positif dengan menggunakan masker rebreathing.

3) Diuretik
Cara pemberian : IV
Dosis : 40-100 mg
Cara kerja : Cepat memberikan deuresis dapat mengurangi volume sirkulasi darah

4) Aminofilin
Cara pemberian : IV
Dosis : 240-480 mg
Cara kerja : Bekerja dalam bronkodilator, meningkatkan aliran darah ginjal dan
sekresi natrium dan menambah kontraksi otot jantung.
5) Digitalis
Dapat diberikan digitalisi cepat (misal, dogoksin, lanatoside C) apabila
sebelumya mendapat digitalis.
6) Posisi penderita
Penderita di usahakan posisi duduk dengan kaki berjuntai sepanjang sisi tempat
tidur sehingga mengurangi “venous return” ke jantung.
Edema paru non kardiogenik
Dalam penatalaksanaan yang penting ialah :
1) Memperbaiki ventilasi, dengan :
Pemberian oksigen sehingga oksigen dalam udara inspirasi mencapai 50-100%
Intubasi endotrakeal.
Kalau perlu menggunakan alat bantu pernafasan (ventilator).

2) Pertahankan sirkulasi, dengan :


Memperbaiki dehidrasi atau mengurangi cairan bila terjadi over hidrasi.

3) Diperlukan terapi spesifik untuk hal-hal khusus :


Tempat tinggi, dengan oksigen dan transportasi ke daerah yang lebih rendah.
Bila obat atau racun sebagai penyebab, dengan obat antagonis.
Uremia paru, dengan dialisis.
Bila ada sepsis, berikan antimikroba.

G. Komplikasi
Pada pasien dengan Edema paru kemungkina untuk terjadi Gagal napas sangat tinggi
jika tidak dilakukan penatalaksanaan dengan tepat. Hal ini dikarenakan terjadinya akumulasi
cairan pada alveoli yang menyebapkan ketidakmampuan paru untuk melakukan pertukaran gas
O2 dan CO2 secara adekuat, sehingga mengakibatkan pasokan Oksigen ke jaringan paru
menjadi sedikit.
H. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian

î Identitas :

î Umur : Klien dewasa dan bayi cenderung mengalami dibandingkan remaja/dewasa


muda

î Riwayat Masuk

Klien biasanya dibawa ke rumah sakit setelah sesak nafas, cyanosis atau batuk-batuk disertai
dengan demam tinggi/tidak. Kesadaran kadang sudah menurun dan dapat terjadi dengan tiba-
tiba pada trauma. Berbagai etiologi yang mendasar dengan masing-masik tanda klinik
mungkin menyertai klien

î Riwayat Penyakit Dahulu

Predileksi penyakit sistemik atau berdampak sistemik seperti sepsis, pancreatitis, Penyakit
paru, jantung serta kelainan organ vital bawaan serta penyakit ginjal mungkin ditemui pada
klien

î Pemeriksaan fisik

1. Sistem Integumen

Subyektif :–

Obyektif : kulit pucat, cyanosis, turgor menurun (akibat dehidrasi sekunder), banyak
keringat , suhu kulit meningkat, kemerahan

1. Sistem Pulmonal

Subyektif : sesak nafas, dada tertekan

Obyektif : Pernafasan cuping hidung, hiperventilasi, batuk (produktif/nonproduktif),


sputum banyak, penggunaan otot bantu pernafasan, pernafasan diafragma dan perut
meningkat, Laju pernafasan meningkat, terdengar stridor, ronchii pada lapang paru,

1. Sistem Cardiovaskuler

Subyektif : sakit dada

Obyektif : Denyut nadi meningkat, pembuluh darah vasokontriksi, kualitas darah


menurun, Denyut jantung tidak teratur, suara jantung tambahan

1. Sistem Neurosensori

Subyektif : gelisah, penurunan kesadaran, kejang


Obyektif : GCS menurun, refleks menurun/normal, letargi

1. Sistem Musculoskeletal

Subyektif : lemah, cepat lelah

Obyektif : tonus otot menurun, nyeri otot/normal, retraksi paru dan penggunaan otot
aksesoris pernafasan

1. Sistem genitourinaria

Subyektif :–

Obyektif : produksi urine menurun/normal,

1. Sistem digestif

Subyektif : mual, kadang muntah

Obyektif : konsistensi feses normal/diare

î Studi Laboratorik :

1. Hb : menurun/normal
2. Analisa Gas Darah : acidosis respiratorik, penurunan kadar oksigen darah, kadar
karbon darah meningkat/normal
3. Elektrolit : Natrium/kalsium menurun/normal

I. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan pola napas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru,
pengambilan Oksigen tidak adekuat.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapiler alveolar sekunder
terhadap akumulasi cairan alveoli
3. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan suplai oksigen sistemik
4. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan sekuncup jantung
5. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan mekanisme pengaturan lemah sekunder
terhadap penurunan curah jantung, disfungsi ginjal
6. Nyeri berhubungan dengan penurunan suplai oksigen koroner
7. Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan perfusi ginjal tidak adekuat
8. Gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual muntah
9. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
10. Risiko tinggi cedera berhubungan dengan disfungsi saraf motorik
11. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kesadaran

J. Perencanaan keperawatan

1. Diganosa : Gangguan pola Napas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru,
pengambilan O2 tidak adekuat.
Tujuan : Setelah dilakukan perawatan selam ---x24 jam diharapkan pola napas kembali
efektif dengan kriteria hasil hasil pola napas pasien reguler, tidak tampak adanya retraksi
dinding dada, pasien tampak relaks.
Tindakan :
1. Monitor jumlah pernapasan, penggunaan otot bantu pernapasan, bunyi paru, tanda vital, warna
kulit dan AGD
Rasional : mengetahui status awal pernapasan pasien
2. Posisikan semifowler jika tidak ada kontraindikasi
Rasional : meningkatkan ekspansi paru
3. Ajarkan pasien teknik relaksasi napas dalam
Rasional : membantu meningkatkan pemenuhan oksigen
4. Berikan oksigen sesuai program
Rasional : mempertahankan oksigen arteri
5. Berikan pendidikan kesehatan mengenai perubahan gaya hidup, teknik bernapas, teknik
relaksasi.
Rasional : membantu beradaptasi dengan kondisi saat ini.

2. Diagnosa : Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran


kapiler alveolar sekunder terhadap akumulasi cairan alveoli.
Tujuan : setelah dilakukan perawatan selama ---x24 jam diharapkan pertukaran gas
kembali adekuat dengan kriteria hasil bunyi napas normal, dan warna kulit normal, eupnea,
saturasi oksigen > 95%, pO2> 80 mmHg, pCO2< 45 mmHg.
Tindakan :
1. Auskultasi lapang paru terhadap bunyi napas, waspadai krekels
Rasional : suara krekels menandakan kongesti cairan alveolar
2. Bantu pasien dalam posisi semifowler tinggi
Rasional : meningkatkan pertukaran gas
3. Ajarkan teknik napas dalam
Rasional : meningkatkan oksigenasi
4. Berikan O2 sesuai program
Rasional : meningkatkan kadar oksigen jaringan
5. Kolaborasi dalam pemeriksaan AGD, pantau hasil hipoksemia dan hiperkapnea
Rasional : mengetahui keadaan pasien
6. Berikan diuretik sesuai program
Rasional : menurunkan kerja jantung
7. Bila diindikasikan, siapkan peralatan kedaruratan dalam keadaan berfungsi
Rasional : mempersiapkan keadaan darurat pasien

3. Diagnosa : Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan suplai oksigen


sistemik
Tujuan :setelah dilakukan perawatan selama ---x24 jam diharapkan perfusi jaringan
pasien adekuat, dengan kriteria hasil nadi normal, kesadaran compos mentis, tidak sianosis dan
pucat, akral hangat, TTV dalam batas normal.
Tindakan
1. Monitor tanda vital, bunyi jantung, edema, dan tingkat kesadaran
Rasional : data dasar untuk mengetahui perkembangan pasien dan mengetahui status awal
kesehatan pasien.
2. Pantau terhadap indikator penurunan perfusi serebral
Rasional : menghindari kerusakan otak
3. Hindari terjadinya valsava manuver seperti mengedan, menahan napas, dan batuk.
Rasional : mempertahankan pasokan oksigen
4. Monitor denyut jantung dan irama
Rasional : mengetahui kelainan jantung
5. Berikan oksigen sesuai kebutuhan
Rasional : meningkatkan perfusi
6. Kolaborasi dengan dokter dalam pemeriksaan AGD, elektrolit, dan darah lengkap
Rasional : mengetahui keadaan umum pasien
7. Berikan pendidikan kesehatan seperti proses terapi, perubahan gaya hidup, teknik relaksasi,
napas dalam, diet, dan efek obat
Rasional : meningkatkan pengetahuan dan mencegah terjadinya kambuh dan komplikasi
4. Diagnosa : penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan sekuncup
jantung
Tujuan : setelah dilakukan tindakan selama ---x24 jam diharapkan tidak terjadi
penurunan curah jantung, dengan kriteria hasil tidak terjadi peningkatan tekanan vena jugularis,
EKG normal, Tekanan darah normal, akral hangat, tidak sianosis, TTV dalam batas normal
Tindakan :
1. Monitor Tanda-tanda vital
Rasional : indikator keadaan umum pasien
2. Auskultasi bunyi jantung, kaji frekuensi dan irama jantung
Rasional : perubahan suara, frekuensi dan irama jantung mengindikasikan penurunan
curah jantung
3. Palpasi nadi perifer
Rasional : Penurunan curah jantung mempengaruhi kuat dan lemahnya nadi perifer
4. Kaji adanya distensi vena jugularis
Rasional : akumulasi cairan menghambat aliran balik vena sehingga terjadi distensi vena
jugularis
5. Kaji akral dan adanya sianosis atau pucat
Rasional : penurunan curah jantung menyebapkan aliran darah ke perifer menurun
6. Berikan oksigen sesuai indikasi
Rasional : menvegah hipoksia
7. Berikan cairan Intra Vena sesuai indikasi
Rasional : mencegah terjadinya kekuarangan cairan
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. 2006. Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC

Simon, G. 1981. Diagnostik Rontgen untuk Mahasiswa Klinik dan Dokter Umum. Edisi
kedua. Jakarta: Penerbit Erlangga

Harrison. 1995. Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Volume3. Yogyakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC

Ifan. 2010. Edema Paru. http://www.ifan050285.wordpress.com/. Lamongan 04 Oktober


2010. 13.00 WIB (access online)

Irmawan. 2010. Diagnosis dan Pengelolaan Edema Paru Kardiogenik Akut.


http://www.dunia-kesehatan.com/. Lamongan 04 Oktober 2010. 13.30 WIB (access online)

Anda mungkin juga menyukai