Anda di halaman 1dari 12

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN DENGUE SYOK

SINDROM
DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA SEMARANG

NAMA : AHMAD RUDIK


NIM : G2A 012032

PEMBIMBING :
TANGGAL PENGUMPULAN :
SARAN PEMBIMBING :

S1 KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
2016
A. KONSEP DASAR
1. PENGERTIAN
Sindrom Syok Dengue (SSD) adalah keadaan klinis yang memenuhi kriteria DBD
disertai dengan gejala dan tanda kegagalan sirkulasi atau syok. SSD adalah kelanjutan
dari DBD danmerupakan stadium akhir perjalanan penyakit infeksi virus dengue, derajat
paling berat, yangberakibat fatal.

2. ETIOLOGI
Virus dengue, termasuk genus Flavivirus, keluarga flaviridae. Terdapat 4 serotipe virus
yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4. keempatnya ditemukan di Indonesia dengan
den-3 serotype terbanyak. Infeksi salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi
terhadap serotipe yang bersangkutan, sedangkan antibodi yang terbentuk terhadap
serotipe lain sangat kurang, sehingga tidak dapat memberikan perlindungan yang
memadai terhadap serotipe lain tersebut. Seseorang yang tinggal di daerah endemis
dengue dapat terinfeksi oleh 3 atau 4 serotipe selama hidupnya. Keempat serotipe virus
dengue dapat ditemukan di berbagai daerah di Indonesia. Di Indonesia, pengamatan
virus dengue yang dilakukan sejak tahun 1975 di beberapa rumah sakit
menunjukkanbahwa keempat serotipe ditemukan dan bersirkulasi sepanjang tahun.
Serotipe DEN-3 merupakanserotipe yang dominan dan diasumsikan menunjukkan
manifestasi klinik yang berat.Penularan terjadi melalui vektor nyamuk genus Aedes
(terutama Aedes aegypti Dan A.albopictus). Terdapat tiga faktor yang memegang
peranan pada penularan infeksi virus dengue,yaitu manusia, virus, dan vektor perantara.
Nyamuk Aedes tersebut dapat mengandung virusdengue pada saat menggigit manusia
yang sedang mengalami viremia. Kemudian virus yangberada di kelenjar liur
berkembang biak dalam waktu 8-10 hari (extrinsic incubation period) sebelum dapat
ditularkan kembali kepada manusia pada saat gigitan berikutnya. Virus dalam tubuh
nyamuk betina dapat ditularkan kepada telurnya (transovanan transmission). Sekali virus
dapatmasuk dan berkembang biak di dalam tubuh nyamuk, nyamuk tersebut akan dapat
menularkanvirus selama hidupnya (infektif). Di tubuh manusia, virus memerlukan
waktu masa tunas 46 hari (intrinsic incubation period) sebelum menimbulkan penyakit.
Penularan dari manusia kepadanyamuk hanya dapat terjadi bila nyamuk menggigit
manusia yang sedang mengalami viremia,yaitu 2 hari sebelum panas sampai 5 hari
setelah demam timbul.

3. PATOFISIOLOGI
Virus dengue melalui mekanisme tidak langsung menyebabkan disfungsi dan aktivasi
endotel. Sel monosit darah perifer yang terinfeksi virus dengue mengeluarkan mediator
yang mengaktivasi endotel melalui ekspresi molekul adhesi vaskular cell adhesion
molecule (VCAM-1) dan intracellular adhesion molecule (ICAM-1). Peningkatan
ICAM-1 dan VCAM-1 telah dibuktikan oleh peneliti terdahulu berperan dalam aktivasi
leukosit dan kebocoran vaskular. Sel endotel berperan pada gangguan hemostasis pada
DBD, melalui aktivasi endotel akan dilepaskan tissue factor (TF) dan Von Willebrand’s
Factor (vWF) sebagai petanda aktivasi koagulasi, serta Plasminogen Activator Inhibitor-
1 (PAI-1) sebagai inhibitor koagulasi dengan hasil akhir terjadi keseimbangan antara
sistem koagulasi dan fibrinolisis sehingga terjadi trombosis, Disfungsi Organ Multipel
(DOM) dan perdarahan. Jejas pada endotel juga menyebabkan agregasi trombosit dan
sebabkan trombositopenia. Aktivasi koagulasi pada DBD, menyebabkan pemakaian
faktor-faktor koagulasi dan inhibitor koagulasi meningkat sehingga kadar faktor
koagulasi dan inhibitor koagulasi menjadi sangat rendah dengan manifestasi perdarahan.
Menurunnya kadar faktor koagulasi juga disebabkan karena menurunnya sintesis karena
terjadi disfungsi hepar dan kebocoran vascular.

4. MANIFESTASI KLINIK
Demam tinggi dengan mendadak dan terus-menerus selama 2-7 hari.
1. Manifestasi perdarahan, termasuk sekurangnya uji tourniquet positif dan salah satu
bentuk perdarahan lain (petekia, purpura, ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi),
hematemesis dan atau melena.
2. Pembesaran hati.
3. Syok
Manifestasi syok pada anak terdiri atas
a. Kulit pucat, dingin dan lembab terutama pada ujung jari kaki, tangan dan hidung
sedangkan kuku menjadi biru. Hal ini disebabkan oleh sirkulasi yang insufisien
yang menyebabkan peninggian aktivitas simpatikus secara reflek.
b. Anak yang semula rewel, cengeng dan gelisah lambat laun kesadarannya menurun
menjadi apati, sopor dan koma. Hal ini disebabkan kegagalan sirkulasi serebral
c. Perubahan nadi, baik frekuensi maupun amplitudonya. Nadi menjadi cepat dan
lembut sampai tidak dapat diraba oleh karena kolap sirkulasi
d. Tekanan nadi menurun menjadi 20mmHg atau kurang
e. Tekanan sistolik pada anak menurun menjadi 80mmHg atau kurang
f. Oligouria sampai anuria karena menurunnya perfusi darah yang meliputi arteri
renalis.
Pada kira-kira sepertiga kasus DBD setelah demam berlangsung selama beberapa
hari, keadaan umum pasien tiba-tiba memburuk. Hal ini terjadi pada saat atau
setelah demam menurun, yaitu diantara hari sakit ke 3 - 7. Pasien seringkali
mengeluh nyeri di daerah perut saat sebelum syok timbul. Pada kasus ini anak di
diagnosa SSD pada hari kelima anak panas, terdapat pembesaran hati, kulit dingin
dan lembab, terutama pada ujung jari kaki dan tangan, anak apatis, nadi cepat dan
lembut.

5. KOMPLIKASI
Tatalaksana syok yang tidak adekuat akan menimbulkan komplikasi kesimbangan tubuh
terganggu, hipoksia, perdarahan gastrointestinal hebat dengan prognosis buruk.
Sebaliknya dengan pengobatan yang tepat (termasuk syok berat) segera terjadi masa
penyembuhan dengan cepat.

6. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan dibedakan berdasarkan proses yang mendasari yaitu kebocoran plasma.
Pedoman tatalaksana DBD, SSD berbeda dari segi resusitasi cairan dan indikasi
perawatan di RS. Pada dasarnya pengobatan DBD bersifat suportif, yaitu mengatasi
kehilangan cairan plasma. Pasien DBD dirawat di ruang perawatan biasa. Tetapi pada
kasus DBD dengan komplikasi (SSD) diperlukan perawatan intensif.
B. KONSEP KEPERAWATAN
1. Pengkajian primer
Pengkajian harus cepat tepat untuk mengidentifikasikan masalah actual atau resiko
tinggi untuk mempertahankan anggota tubuh dan kehidupan
Prioritas penilaian yang dilakukan :
a. Airway
Apabila pasien tak memberikan respon kaji ada tidaknya sumbatan jalan nafas baik
sumbatan jalan nafas total maupun partial, dimana sumbatan jalan nafas total apabila
tidak segera diatasi dalam waktu 5 sampai 10 menit dapat terjadi apiksial, henti nafas,
henti jantung. Obstruksi jalan nafas partial apabila tidak segera diatasi dapat terjadi
oedem otak, paru, dan henti nafas yang diikuti henti jantung. Sumbatan jalan nafas
partial sering disebabkan oleh :
a) Dasar lidah bunyi snoring
b) Benda asing bunyi gurgling
c) Spasme laring bunyi crowing
d) spasme bronchus bunyi wheezing
b. Breathing
Kaji dengan cara melihat (look), mendengar (listen), merasakan (feel). Memastikan
pasien bernafas atau tidak. Bila bernafas, pastikan bernafas dengan adequat atau tidak,
yaitu :
a) Frekuensi pernafasan
b) Tidal volume
c) Trauma pernafasan
d) Udara yang dikeluarkan dari jalan nafas
e) Ada tidaknya penggunaan otot-otot bantu nafas dan retraksi intercostal, retraksi
clavicular.
c. Circulation
Kaji : Denyut nadi yaitu :
a) Iramanya
b) Kuat lemahnya
c) Jumlah (tachicardi, bradichardi)
d) Dapat juga tidak terabanya nadi, terutama apabila tidak teraba nadi carotis atau nadi
femoralis merupakan tanda jantung telah berhenti untuk orang dewasa, sedangkan
untuk bayi atau anak apabila tidak teraba pada nadi brachialis.
a. Tekanan darah
b. Warna kulit, kelembaban kulit
c. Pengisian kapiler
d. Tanda-tanda perdarahan internal dan eksternal
d. DIsability
Kaji : Tingkat kesadaran
1) GCS
2) AVPU (Alert, respon verbal, respon pain, Unrespon)
a. Ukuran pupil, respon terhadap cahaya
b. Gangguan sensorik motorik
e. Exposure
Kaji :
a) Tanda-tanda trauma
b) Oedema

2. Pengkajian sekunder
Pengkajian ini dilakukan setelah pengkajian airway, breathing, circulation ditemukan
dan diatasi. Pengkajian sekunder meliputi :
1. Riwayat penyakit sekarang
a) Alasan masuk rumah sakit
b) Waktu kejadian hingga masuk rumah sakit
c) Mekanisme atau biomekanik
d) Lingkungan keluarga, kerja, masyarakat sekitar
2. Riwayat penyakit dahulu
a) Perawatan yang pernah dialami
b) Penyakit lainnya antara lain DM, Hipertensi, PJK dll
3. Riwayat penyakit keluarga
a) Penyakit yang diderita oleh anggota keluarga
4. Pengkajian head to toe
a) Pengkajian kepala leher wajah
b) Pengkajian dada
c) Pengkajian abdomen dan pelvis
d) Pengkajian extremitas
e) Pengkajian tulang belakang
5. Pemeriksaan penunjang antara lain :
a) Pemeriksaan X ray
b) Pemeriksaan laboratorium dll

3. Diagnosa keperawatan
1. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi virus dengue.
2. Resiko defisit cairan berhubungan dengan pindahnya ciran intravaskuler ke
ekstravaskuler
3. Resiko syok hypovolemik berhubungan dengan perdarahan yang berlebihan,
pindahnya cairan intravaskuler ke ekstravaskuler
4. Resiko gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan intake nutrisi yang tidak adekwat akibat mual dan nafsu makan
yang menurun.
5. Resiko terjadi perdarahn berhubungan dnegan penurunan factor-fakto pembekuan
darah ( trombositopeni )
6. Kecemasan berhubungan dengan kondisi klien yang memburuk dan perdaahan
7. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangya informasi.
4. Intervensi dan rasional
1. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi virus dengue
Tujuan : Suhu tubuh normal
Kriteria hasil :
Suhu tubuh antara 36 – 37
Nyeri otot hilang
Intervensi :
a) Beri komres air kran
Rasional : Kompres dingin akan terjadi pemindahan panas secara konduksi
b) Berikan/anjurkan pasien untuk banyak minum 1500-2000 cc/hari (sesuai toleransi )
Rasional : Untuk mengganti cairan tubuh yang hilang akibat evaporasi.
c) Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang tipis dan mudah menyerap
keringat
Rasional : Memberikan rasa nyaman dan pakaian yang tipis mudah menyerap
keringat dan tidak merangsang peningkatan suhu tubuh.
d) Observasi intake dan output, tanda vital ( suhu, nadi, tekanan darah ) tiap 3 jam
sekali atau lebih sering.
Rasional : Mendeteksi dini kekurangan cairan serta mengetahui keseimbangan
cairan dan elektrolit dalam tubuh. Tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui
keadaan umum pasien.
e) Kolaborasi : pemberian cairan intravena dan pemberian obat sesuai program.
Rasional : Pemberian cairan sangat penting bagi pasien dengan suhu tubuh yang
tinggi. Obat khususnyauntuk menurunkan suhu tubuh pasien.

2. Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan pindahnya cairan intravaskuler ke


ekstravaskuler.
Tujuan : Tidak terjadi devisit voume cairan
Kriteria :
1. Input dan output seimbang
2. Vital sign dalam batas normal
3. Tidak ada tanda presyok
4. Akral hangat
5. Capilarry refill < 3 detik
Intervensi :
a) Awasi vital sign tiap 3 jam/lebih sering
Rasional: Vital sign membantu mengidentifikasi fluktuasi cairan intravaskuler
b) Observasi capillary Refill
Rasional : Indikasi keadekuatan sirkulasi perifer
c) Observasi intake dan output. Catat warna urine / konsentrasi, BJ
Rasional : Penurunan haluaran urine pekat dengan peningkatan BJ diduga
dehidrasi.
d) Anjurkan untuk minum 1500-2000 ml /hari ( sesuai toleransi )
Rasional : Untuk memenuhi kabutuhan cairan tubuh peroral
e) Kolaborasi : Pemberian cairan intravena
Rasional : Dapat meningkatkan jumlah cairan tubuh, untuk mencegah terjadinya
hipovolemic syok.
3. Resiko Syok hypovolemik berhubungan dengan perdarahan yang berlebihan,
pindahnya cairan intravaskuler ke ekstravaskuler.
Tujuan : Tidak terjadi syok hipovolemik
Kriteria : Tanda Vital dalam batas normal
Intervensi :
a) Monitor keadaan umum pasien
Rasional ; Untuk memonitor kondisi pasien selama perawatan terutama saat terdi
perdarahan. Perawat segera mengetahui tanda-tanda presyok / syok
b) Observasi vital sign setiap 3 jam atau lebih
Rasional : Perawat perlu terus mengobaservasi vital sign untuk memastikan tidak
terjadi presyok / syok
c) Jelaskan pada pasien dan keluarga tanda perdarahan, dan segera laporkan jika
terjadi perdarahan
Rasional : Dengan melibatkan psien dan keluarga maka tanda-tanda perdarahan
dapat segera diketahui dan tindakan yang cepat dan tepat dapat segera diberikan.
d) Kolaborasi : Pemberian cairan intravena
Rasional : Cairan intravena diperlukan untuk mengatasi kehilangan cairan tubuh
secara hebat.
e) Kolaborasi : pemeriksaan : HB, PCV, trombo
Rasional : Untuk mengetahui tingkat kebocoran pembuluh darah yang dialami
pasien dan untuk acuan melakukan tindakan lebih lanjut.

4. Resiko gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh


berhubungan dengan intake nutrisi yang tidak adekuat akibat mual dan nafsu makan
yang menurun.
Tujuan : Tidak terjadi gangguan kebutuhan nutrisi
Kriteria :
Tidak ada tanda-tanda malnutrisi
Menunjukkan berat badan yang seimbang.
Intervensi :
a. Kaji riwayat nutrisi, termasuk makanan yang disukai
Rasional : Mengidentifikasi defisiensi, menduga kemungkinan intervensi
b. Observasi dan catat masukan makanan pasien
Rasional : Mengawasi masukan kalori/kualitas kekurangan konsumsi makanan
c. Timbang BB tiap hari (bila memungkinkan )
Rasional : Mengawasi penurunan BB / mengawasi efektifitas intervensi.
d. Berikan makanan sedikit namun sering dan atau makan diantara waktu makan
Rasional : Makanan sedikit dapat menurunkan kelemahan dan meningkatkan
masukan juga mencegah distensi gaster.
e. Berikan dan Bantu oral hygiene.
Rasional : Meningkatkan nafsu makan dan masukan peroral
f. Hindari makanan yang merangsang dan mengandung gas.
Rasional : Menurunkan distensi dan iritasi gaster.
5. Resiko terjadi perdarahan berhubungan dengan penurunan factor-faktor pembekuan
darah ( trombositopeni )
Tujuan : Tidak terjadi perdarahan
Kriteria :
TD 100/60 mmHg, N: 80-100x/menit reguler, pulsasi kuat
Tidak ada tanda perdarahan lebih lanjut, trombosit meningkat
Intervensi :
a. Monitor tanda-tanda penurunan trombosit yang disertai tanda klinis.
Rasional : Penurunan trombosit merupakan tanda adanya kebocoran pembuluh
darah yang pada tahap tertentu dapat menimbulkan tanda-tanda klinis seperti
epistaksis, ptike.
b. Monitor trombosit setiap hari
Rasional : Dengan trombosit yang dipantau setiap hari, dapat diketahui tingkat
kebocoran pembuluh darah dan kemungkinan perdarahan yang dialami pasien.
c. Anjurkan pasien untuk banyak istirahat ( bedrest )
Rasional : Aktifitas pasien yang tidak terkontrol dapat menyebabkan terjadinya
perdarahan.
d. Berikan penjelasan kepada klien dan keluarga untuk melaporkan jika ada tanda
perdarahan spt : hematemesis, melena, epistaksis.
Rasional : Keterlibatan pasien dan keluarga dapat membantu untuk penaganan dini
bila terjadi perdarahan.
e. Antisipasi adanya perdarahan : gunakan sikat gigi yang lunak, pelihara kebersihan
mulut, berikan tekanan 5-10 menit setiap selesai ambil darah.
Rasional : Mencegah terjadinya perdarahan lebih lanjut.
DAFTAR PUSTAKA

1. Suhendro, Nainggolan L, Chen K, Pohan HT. Demam Berdarah Dengue. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Edisi IV. Jilid III. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam
Indonesia. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Jakarta. 2006
2. Pedoman Tatalaksana Klinis Infeksi Dengue di Sarana Pelayanan Kesehatan.
Departemen Kesehatan RI. 2005
3. Gubler DJ. Dengue and Dengue Hemorrhagic Fever. Clinical MicrobiologyReviews.
1998.Vol 11, No 3 ;480-496
4. Dengue Virus Infection. Centers for Disease Control and Prevention. Division of Vector
Borne and Infectious Diseases.Atlanta : 2009
5. Sutaryo., 2004. Dengue.MEDIKA Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada:
Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai