Anda di halaman 1dari 18

SGD 1 ASKEP ILLEUS OBSTRUKTIF

DISUSUN OLEH :

Kelompok 1

1. Suyatni 10. Wahyunihandayani

2. Niko Cahaya 11. Susiloutomo

3. Rinta Pramitasari 12. Subandhi

4. Lagani Siompo 13. Sasmandaaudita

5. Galih Adi Setyo 14. Arifkhoirulhuda

6. Vania Venatici 15. Hanifashanulkhuluq

7. Fivi Tri Nugraheni 16. Willydan

8. Elisa Andreana 17. Muhammad arifin

9. Aryani Wardani

PROGRAM STUDY S1 KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMDIYAH SEMARANG

TAHUN AJARAN 2013/2014


1. PENGERTIAN

Beberapa pengertian obstruksi usus dan ileus obstruksi menurut para ahli, yaitu:
1. Obstruksi usus adalah sumbatan total atau parsial yang mencegah aliran normal
melalui saluran pencernaan. (Brunner and Suddarth, 2001).
2. Obstruksi usus adalah gangguan isi usus disepanjang saluran usus (Patofisiologi
vol 4, hal 403).
3. Obstruksi usus adalah gangguan pada aliran normal isi usus sepanjang traktus
intestinal (Nettina, 2001).
4. Obstruksi terjadi ketika ada gangguan yang menyebabkan terhambatnya aliran
isi usus ke depan tetapi peristaltiknya normal (Reeves, 2001).
5. Ileus obstruktif adalah suatu penyumbatan mekanis pada usus dimana
merupakan penyumbatan yang sama sekali menutup atau menganggu jalannya isi
usus (Sabara, 2007).
Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa obstruksi usus adalah sumbatan total
atau parsial yang menghalangi aliran normal melalui saluran pencernaan atau
gangguan usus disepanjang usus. Sedangkan Ileus obstruktif adalah kerusakan
atau hilangnya pasase isi usus yang disebabkan oleh sumbatan mekanik.

2. ETIOLOGI

Adapun penyebab dari obstruksi usus dibagi menjadi dua bagian menurut jenis
obstruksi usus, yaitu:
1. Mekanis : Terjadi obstruksi intramunal atau obstruksi munal dari tekanan pada
usus, contohnya adalah intrasusepsi, tumor dan neoplasma, stenosis, striktur,
perlekatan, hernia dan abses.
2. Fungsional : Muskulator usus tidak mampu mendorong isi sepanjang usus
(Brunner and Suddarth).

1.Perlengketan : Lengkung usus menjadi melekat pada area yang sembuh secara
lambat atau pasda jaringan parut setelah pembedahan abdomen
2.Intusepsi : Salah satu bagian dari usus menyusup kedalam bagian lain yang ada
dibawahnya akibat penyempitan lumen usus. Segmen usus tertarik kedalam
segmen berikutnya oleh gerakan peristaltik yang memperlakukan segmen itu
seperti usus. Paling sering terjadi pada anaka-anak dimana kelenjar limfe
mendorong dinding ileum kedalam dan terpijat disepanjang bagian usus tersebut
(ileocaecal) lewat coecum kedalam usus besar (colon) dan bahkan sampai sejauh
rectum dan anus.

3.Volvulus : Usus besar yang mempunyai mesocolon dapat terpuntir sendiri


dengan demikian menimbulkan penyumbatan dengan menutupnya gelungan usus
yang terjadi amat distensi. Keadaan ini dapat juga terjadi pada usus halus yang
terputar pada mesentriumnya.

4.Hernia : Protrusi usus melalui area yang lemah dalam usus atau dinding dan otot
abdomen.
5.Tumor : Tumor yang ada dalam dinding usus meluas kelumen usus atau tumor
diluar usus menyebabkan tekanan pada dinding usus.

3. PATOFISIOLOGI

Semua peristiwa patofisiologik yang terjadi setelah obstruksi usus adalah sama,
tanpa memandang apakah obstruksi tersebut diakibatkan oleh penyebab mekanik
atau non mekanik. Perbedaan utama adalah pada obstruksi paralitik peristaltik
dihambat dari permulaan, sedangkan pada obstruksi mekanik peristaltik mula-
mula diperkuat, kemudian intermitten, dan akhirnya hilang. Sekitar 6-8 liter cairan
diekskresikan ke dalam saluran cerna setiap hari. Sebagian besar cairan diasorbsi
sebelum mendekati kolon. Perubahan patofisiologi utama pada obstruksi usus
adalah adanya lumen usus yang tersumbat, ini menjadi tempat perkembangan
bakteri sehingga terjadi akumulasi gas dan cairan (70% dari gas yang tertelan).
Akumulasi gas dan cairan dapat terjadi di bagian proksimal atau distal usus.
Apabila akumulasi terjadi di daerah distal mengakibatkan terjadinya peningkatan
tekanan intra abdomen dan intra lumen. Hal ini dapat meningkatkan terjadinya
peningkatan permeabilitas kapiler dan ekstravasasi air dan elektrolit di peritoneal.
Dengan peningkatan permeabilitas dan ekstravasasi menimbulkan retensi cairan di
usus dan rongga peritoneum mengakibatakan terjadi penurunan sirkulasi dan
volume darah. Akumulasi gas dan cairan di bagian proksimal mengakibatkan
kolapsnya usus sehingga terjadi distensi abdomen. Terjadi penekanan pada vena
mesenterika yang mengakibatkan kegagalan oksigenasi dinding usus sehingga
aliran darah ke usus menurun, terjadilah iskemi dan kemudian nekrotik usus. Pada
usus yang mengalami nekrotik terjadi peningkatan permeabilitas kapiler dan
pelepasan bakteri dan toksin sehingga terjadi perforasi. Dengan adanya perforais
akan menyebabkan bakteri akan masuk ke dalam sirkulasi sehingga terjadi sepsis
dan peritonitis.
Masalah lain yang timbul dari distensi abdomen adalah penurunan fungsi usus dan
peningkatan sekresi sehingga terjadi peminbunan di intra lumen secara progresif
yang akan menyebabkan terjadinya retrograde peristaltic sehingga terjadi
kehilangan cairan dan elektrolit. Bila hal ini tidak ditangani dapat menyebabkan
syok hipovolemik. Kehilangan cairan dan elektrolit yang berlebih berdampak pada
penurunanan curah jantung sehingga darah yang dipompakan tidak dapat
memenuhi kebutuhan seluruh tubuh sehingga terjadi gangguan perfusi jaringan
pada otak, sel dan ginjal. Penurunan perfusi dalam sel menyebabkan terjadinya
metabolisme anaerob yang akan meningkatkan asam laktat dan menyebabkan
asidosis metabolic. Bila terjadi pada otak akan menyebabkan hipoksia jaringan
otak, iskemik dan infark. Bila terjadi pada ginjal akan merangsang pertukaran
natrium dan hydrogen di tubulus prksimal dan pelepasan aldosteron, merangsang
sekresi hidrogen di nefron bagian distal sehingga terjadi peningaktan reabsorbsi
HCO3- dan penurunan.

4. MANIFESTASI KLINIS
1. Nyeri tekan pada abdomen.
2. muntah.
3. konstipasi (sulit BAB).
4. Distensi abdomen.
5. BAB darah dan lendir tapi tidak ada feses dan flatus.
(kapita Selekta, 2000)
Manifestasi klinis
1. Mekanik sederhana
- Usus halus atas kolik (kram) pada abdomen pertengahan sampai keatas,
distensi, muntah, peningkatan bising usus, nyeri tekan abdomen.
- Usus halus bawah (kram) signifikan mid abdomen, distensi berat, bising usus
meningkat, nyeri tekan abdomen.
- Kolon kram (abdomen tengah sampai bawah) distensi yang muncul terakhir,
kemudian terjadi muntah (fekulen), peningkatan bising usus, nyeri tekan
abdomen.
2. Obstruksi mekanik parsial
Dapat terjadi bersama granulomatosa usus pada penyakit Crohn.Gejalanya kram
nyeri abdomen, distensi ringan dan diare.
3. Strangulasi
Gejala berkembang dengan cepat : nyeri hebat, terus menerus dan terlokalisir,
distensi sedang, muntah persisten, biasanya bising usus menurun dan nyeri
tekanterlokalisir hebat. Feses atau vomitus menjadi berwarna gelap atau berdarah
atau emngandung darah samar.

5. KOMPLIKASI
1. Nekrosis usus terjadi karena distensi dan retensi cairan mengurangi penyerapan
cairan dan merangsang lebih banyak sekresi lambung. Peningkatan distensi
mengakibatkan tekanan dalam lumen usus meningkat, menyebabkan edema,
kongesti, nekrosis dan akhirnya ruptur atau perforasi dari dinding usus.

2. Perforasi usus
3. Sepsis atau pingsan
4. Syok-dehidrasi akibat terjadinya refluks muntah akibat distensi abdomen yang
mengakibatkan kehilangan ion hidrogen dan K dari lambung, serta
menimbulkan penurunan K dalam darah , mengakibatkan alkalosis metabolik.
Dehidrasi terjadi karena kehilangan cairan dan Na. Kehilangan cairan akut
menyebabkan syok hipovolemi.
5. Abses sindrom usus pendek dengan malabsorbsi dan malnutrisi
6. Pneumonia aspirasi dari proses muntah
7. Gangguan elektrolit
(Dermawan & Rahayuningsih, 2010)
6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Adapun pemeriksaan diagnostik yang bisa dilakukan antara lain:
1. Pemeriksaan sinar x: Untuk menunjukan kuantitas abnormal dari gas atau
cairan dalam usus.
2. Pemeriksaan laboratorium (misalnya pemeriksaan elektrolit dan jumlah darah
lengkap) akan menunjukan gambaran dehidrasi dan kehilangan volume plasma
dan kemungkinan infeksi.
3. Pemeriksaan radiogram abdomen sangat penting untuk menegakkan diagnosa
obstruksi usus. Obstruksi mekanis usus halus ditandai oleh udara dalam usus
halus, tetapi tidak ada gas dalam usus. Bila foto fokus tidak memberi kesimpulan,
dilakukan radiogram barium untuk mengetahui tempat obstruksi.
4. Rontgen toraks: diafragma meninggi akibat distensi abdomen.
5. Rontgen abdomen dalam posisi telentang: mencari penyebab (batu empedu,
volvulus, hernia)
Brunner, S. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah (Vol. 2). Jakarta:
EGC.
-Laboratorium
Tes laboratorium mempunyai keterbatasan nilai dalam menegakkan diagnosis,
tetapi sangat membantu memberikan penilaian berat ringannya dan membantu
dalam resusitasi. Pada tahap awal, ditemukan hasil laboratorium yang normal.
Selanjutnya ditemukan adanya hemokonsentrasi, leukositosis dan nilai elektrolit
yang abnormal. Peningkatan serum amilase sering didapatkan. Leukositosis
menunjukkan adanya iskemik atau strangulasi, tetapi hanya terjadi pada 38%-50%
obstruksi strangulasi dibandingkan 27%-44% pada obstruksi non strangulata.
Hematokrit yang meningkat dapat timbul pada dehidrasi. Selain itu dapat
ditemukan adanya gangguan elektrolit. Analisa gas darah mungkin terganggu,
dengan alkalosis metabolik bila muntah berat, dan metabolik asidosis bila ada
tanda-tanda shock, dehidrasi dan ketosis.

-Radiologik
Adanya dilatasi dari usus disertai gambaran “step ladder” dan “air fluid level”
pada foto polos abdomen dapat disimpulkan bahwa adanya suatu obstruksi. Foto
polos abdomen mempunyai tingkat sensitivitas 66% pada obstruksi usus halus,
sedangkan sensitivitas 84% pada obstruksi kolon.
Pada foto polos abdomen dapat ditemukan gambaran ”step ladder dan air fluid
level” terutama pada obstruksi bagian distal. Pada kolon bisa saja tidak tampak
gas. Jika terjadi stangulasi dan nekrosis, maka akan terlihat gambaran berupa
hilangnya muosa yang reguler dan adanya gas dalam dinding usus. Udara bebas
pada foto thoraks tegak menunjukkan adanya perforasi usus. Penggunaan kontras
tidak dianjurkan karena dapat menyebabkan peritonitis akibat adanya perforasi.
CT scan kadang-kadang digunakan untuk menegakkan diagnosa pada obstruksi
usus halus untuk mengidentifikasi pasien dengan obstruksi yang komplit dan pada
obstruksi usus besar yang dicurigai adanya abses maupun keganasan

7. PENATALAKSANAAN
Dasar pengobatan ileus obstruksi adalah koreksi keseimbangan elektrolit dan
cairan, menghilangkan peregangan dan muntah dengan dekompresi, mengatasi
peritonitis dan syok bila ada, dan menghilangkan obstruksi untuk memperbaiki
kelangsungan dan fungsi usus kembali normal.
a. Resusitasi
Dalam resusitasi yang perlu diperhatikan adalah mengawasi tanda - tanda vital,
dehidrasi dan syok. Pasien yang mengalami ileus obstruksi mengalami dehidrasi
dan gangguan keseimbangan ektrolit sehingga perlu diberikan cairan intravena
seperti ringer laktat. Respon terhadap terapi dapat dilihat dengan memonitor tanda
- tanda vital dan jumlah urin yang keluar. Selain pemberian cairan intravena,
diperlukan juga pemasangan nasogastric tube (NGT). NGT digunakan untuk
mengosongkan lambung, mencegah aspirasi pulmonum bila muntah dan
mengurangi distensi abdomen.
b. Farmakologis
Pemberian obat - obat antibiotik spektrum luas dapat diberikan sebagai
profilaksis. Antiemetik dapat diberikan untuk mengurangi gejala mual muntah.
c. Operatif
Operasi dilakukan setelah rehidrasi dan dekompresi nasogastrik untuk mencegah
sepsis sekunder. Operasi diawali dengan laparotomi kemudian disusul dengan
teknik bedah yang disesuaikan dengan hasil eksplorasi selama laparotomi. Berikut
ini beberapa kondisi atau pertimbangan untuk dilakukan operasi: Jika
obstruksinya berhubungan dengan suatu simple obstruksi atau adhesi, maka
tindakan lisis yang dianjurkan. Jika terjadi obstruksi stangulasi maka reseksi
intestinal sangat diperlukan. Pada umumnya dikenal 4 macam cara/tindakan bedah
yang dilakukan pada obstruksi ileus:
1) Koreksi sederhana (simple correction).
Hal ini merupakan tindakan bedah sederhana untuk membebaskan usus dari
jepitan, misalnya pada hernia incarcerata non-strangulasi, jepitan oleh
streng/adhesi atau pada volvulus ringan.
2) Tindakan operatif by-pass.
Membuat saluran usus baru yang “melewati” bagian usus yang tersumbat,
misalnya pada tumor intralurninal, Crohn disease, dan sebagainya.
3) Membuat fistula entero-cutaneus pada bagian proximal dari tempat
obstruksi, misalnya pada Ca stadium lanjut.
4) Melakukan reseksi usus yang tersumbat dan membuat anastomosis ujung-
ujung usus untuk mempertahankan kontinuitas lumen usus, misalnya pada
carcinoma colon, invaginasi, strangulata, dan sebagainya. Pada beberapa obstruksi
ileus, kadang-kadang dilakukan tindakan operatif bertahap, baik oleh karena
penyakitnya sendiri maupun karena keadaan penderitanya, misalnya pada Ca
sigmoid obstruktif, mula-mula dilakukan kolostomi saja, kemudian hari dilakukan
reseksi usus dan anastomosis.
(Sabara, 2007 )

a. Pasang selang hidung untuk mengurangi muntah, mencegah aspirasi dan


mengurangi distensi abdomen.
b. Pasang infus untuk mengganti kehilangan cairan dan elektrolit.
c. Lakukan pembedahan

8. PENGKAJIAN UMUM
1. Pengkajian
a. Biodata klien yang penting meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, suku
dan gaya hidup.
b. Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama
Keluhan utama adalah keluhan yang dirasakan klien pada saat dikaji. Pada
umumnya akan ditemukan klien merasakan nyeri pada abdomennya biasanya
terus menerus, demam, nyeri tekan lepas, abdomen tegang dan kaku.
2) Riwayat kesehatan sekarang
Mengungkapkan hal-hal yang menyebabkan klien mencari pertolongan, dikaji
dengan menggunakan pendekatan PQRST :
P : Apa yang menyebabkan timbulnya keluhan.
Q :Bagaiman keluhan dirasakan oleh klien, apakah hilang, timbul atau terus-
menerus (menetap).
R : Di daerah mana gejala dirasakan
S : Seberapa keparahan yang dirasakan klien dengan memakai skala numeric 1 s/d
10.
T :Kapan keluhan timbul, sekaligus factor yang memperberat dan memperingan
keluhan.
3) Riwayat kesehatan masa lalu
Perlu dikaji apakah klien pernah menderita penyakit yang sama, riwayat
ketergantungan terhadap makanan/minuman, zat dan obat-obatan.
4) Riwayat kesehatan keluarga
Apakah ada anggota keluarga yang mempunyai penyakit yang sama dengan klien.
c. Pemeriksan fisik
1) Aktivitas/istirahat
Gejala : Kelelahan dan ngantuk.
Tanda : Kesulitan ambulasi
1) Sirkulasi
Gejala : Takikardia, pucat, hipotensi ( tanda syok)
2) Eliminasi
Gejala : Distensi abdomen, ketidakmampuan defekasi dan
Flatus
Tanda : Perubahan warna urine dan feces
3) Makanan/cairan
Gejala : anoreksia,mual/muntah dan haus terus menerus.
Tanda : muntah berwarna hitam dan fekal. Membran mukosa pecah-pecah.
Kulit buruk.
4) Nyeri/Kenyamanan
Gejala : Nyeri abdomen terasa seperti gelombang dan bersifat kolik.
Tanda : Distensi abdomen dan nyeri tekan
5) Pernapasan
Gejala : Peningkatan frekuensi pernafasan,
Tanda : Napas pendek dan dangkal
6) Diagnostik Test
a) Pemeriksaan sinar X: akan menunjukkan kuantitas abnormal dari gas dan
cairan dalam usus.
b) Pemeriksaan simtologi
c) Hb dan PCV: meningkat akibat dehidrasi
d) Leukosit: normal atau sedikit meningkat
e) Ureum dan eletrolit: ureum meningkat, Na+ dan Cl rendah
f) Rontgen toraks: diafragma meninggi akibat distensi abdomen
g) Rontgen abdomen dalam posisi telentang: mencari penyebab (batu empedu,
volvulus, hernia)
h) Sigmoidoskopi: menunjukkan tempat obstruktif.

Analisa Data
No Data penunjang etiologi problem
1. DS: Klien mengatakan Tekanan Gangguan rasa nyaman (nyeri)
sakit pada abdomen intralumen
DO: meningkat
1. Wajah nampak
meringis
2. Bising usus >12x/mnt
3. TTV meningkat:
TD >120/80 mmHg, N:
>100x/mnt, S: >38oC,
RR:>20x/mnt
4. P: nyeri karena
tekanan intralumen
5. Q: nyeri seperti
tertusuk
6. R: nyeri di bagian
kuadran kanan bawah
7. S: skala nyeri 7
T: nyeri kolik (hilang
timbul)
2. DS: Kehilangan Gangguan keseimbangan cairan
Pasien mengatakan cairan berlebih dan elektrolit
sering haus
DO:
1. TTVtidakstabil(TD
>120/80 mmHg,
N:>100x/mnt,
S: >38oC,
RR:>20x/mnt)
2. Mata cowong
3. Turgor kulit turun
4.Membran mukosa
bibir kering
3. DS: klien mengatakan Mual, muntah nutrisikurangdarikebutuhantubuh
tidak nafsu untuk
makan
DO:
1. BB klien turun
2. A: BB<45 kg, TB 165
cm
3. B: Hb<12
4. C: konjungtiva anemis
D: Diet tinggi serat

9. DIAGNOSA UMUM
1. Nyeri b/d distensi abdomen dan adanya selang Nasogastrik tube/ usus.
2. Kekurangan volume cairan b/d output berlebihan, mual dan muntah.
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d gangguan absorbsi nutrisi
10. PENGKAJIAN FOKUS KASUS
Kasus :
Tn.B di rawat di ruang bedah rumah sakit Dr. Kariadi semarang dengan diagnosa
medis paska laparatomi karena illeus obstruktif,hari ke 4. Balutan luka paska
laparatomi terlihat basah dan kotor. Pada saat dibuka sementara terlihat luka
dengan karakteristik masih basah,sebagian kemerahan,panjang luka kurang lebih
12 cm dengan 11 simpul jahitan disekitar luka terlihat kotor oleh karena
debris/produk dari luka laparatomi. Pasien mengeluh sedikit merasa nyeri pada
luka area pembedahan,terutama saat dilakukan tindakan perawatan luka. Perut
terlihat sedikit membuncit (distensi abdomen) dan melalui perkusi terdengar
kembung.pasien mengeluh mual,terpasang penghisapan nasrogatrik. Terapi
antibiotika: cefatoxim 3x1 gr, trasik 3x1 ampul. Terpasang infus RL 20 kali tetes
per menit
1.Anamnesa
a) Identitas
Nama : Tn.B
Umur : -
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Suku bangsa : Indonesia
b) Keluhan utama
Sedikit nyeri pada area luka pembedahan ,terutama saat dilakukan tindakan
perawatan luka
c) Riwayat penyakit sekarang
Sedikit nyeri pada area luka pembedahan ,terutama saat dilakukan tindakan
perwatan luka
d) Riwayat penyakit dahulu
Tidak terkaji
e) Riwayat penyakit keluarga
Tidak terkaji

2.Pengelompokan data
DS : Pasien mengeluh sedikit nyeri pada area luka pembedahan ,terutama saat
dilakukan tindakan perawatan luka
DO :
- Pada saat balutan dibuka terliht masih basah,sebagian kemerhan ,panjang luka
kurang lebih 12cm dengan 11 simpul jahitan .Disekitar luka terlihat kotor oleh
debrisproduk dari luka laparotomi
- Perut terlihat sedikit buncit (distensi abdomen) dan melalui perkusi terdengar
kembung,pasien mengeluh mual,terpasang penghisapan nasogastri.

3. analisa data
No Data etiologi Problem
1. Ds: Nyeri pada area Adanya insisi bedah Gangguan rasa
pembedahan nyaman
Do :
-Post operasi hari ke 4
-perut sedikit
membuncit
2. Ds: - Trauma pembedahan Kerusakan integritas

Do:
kulit
-terdapat luka operasi
dengan panjang 12cm
dengan 11 simpul jahitan
-disekitar luka terlihat
kotor dan masih basah
11. PATWAYSH
12. DIAGNOSA KASUS
a).Gangguan rasanyaman nyeri b/d adanya insisi bedah
b).Kerusakan integritas kulit b/d trauama pembedahan

13. RENCANA KEPERAWATAN dan INTERVENSI

a. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan gangguan sistem


pencernaan (Dx.ileus obstruksi)
Tujuan : menunjukkan penurunan rasa nyeri berkurang sampai hilang
Kriteria hasil : 1). Nyeri berkurang sampai hilang. 2). Ekspresi wajah rileks.
3). TTV dalam batas normal. 4). Skala nyeri 3-0. Intervensi: 2). Kaji status
nyeri (lokasi, lamanya intensitas skala nyeri 0-10).
Rasional : Informasi memberikan data dasar untuk mengevaluasi kebutuhan
atau keefektifan intervensi (Doenges, M. E. 2000). 3). Pantau tanda-tanda
vital.
Rasional : Untuk mengenali indikasi kemajuan atau penyimpangan hasil yang
diharapkan 4). Berikan tindakan kenyamanan atau lingkungan yang nyaman.
Rasional : Meningkatkan relaksasi 5). Berikan obat analgesik sesuai indikasi.
Rasional : Untuk penanganan dan memudahkan istirahat adekuat dan
penyembuhan.

b. Gangguan pemenuhan nutrisi kurangn dari kebutuhan tubuh berhubungan


dengan anoreksia.
Tujuan : Menunjukan berat badan stabil atau peningkatan berat badan sesuai
sasaran.
Kriteria hasil : 1). Tidak ada tanda-tanda mal nutrisi. 2). Berat badan stabil. 3).
Pasien tidak mengalami mual muntah. Intervensi: 1). Kaji status nutrisi.
Rasional : Mempengaruhi pilihan untuk intervensi. 2). Auskultasi bising usus,
palpasi abdomen, catat adanya flatus.
Rasional : menentukan kembali peristaltik. 3). Timbang berat badan setiap
hari sesuai indikasi.
Rasional : Membantu dan mengidentifikasi nutrisi kalori khususnya bila berat
badan dan pengukuran kurang dari normal. 4). Anjurkan maknan kesukaan
atau ketidaksukaan diet diri klien, anjurkan makanan yang tinggi protein dan
vitamin.
Rasional : Meningkatkan kerjasama klien dengan aturan diet. Protein atau
vitamin adalah kontribusi utama untuk pemeliharaan jaringan dan perbaikan

c. Gangguan pemenhuan cairan kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan


dengan penurunan masukan.
Tujuan : pasien mempunyai cairan yang normal
Kriteria hasil : 1). Anak mendapat cairan yang cukup untuk mengganti cairan
yang hilang. 2). Anak menunjukkan tanda-tanda hidrasi yang adekuat.
Intervensi: 1). Berikan cairan infuse sesuai indikasi
Rasional : untuk mencegah dehidrasi.
2). Berikan larutan rehidrasi oral sesuai indikasi
Rasional : untuk mencegah dehidrasi 3). Modifikasi diet dengan tepat .
Rasional : untuk menurunkan kehilangan cairan dan meningkatkan hidrasi
4). Pantau masukan, keluaran dan berat badan. Rasional : Untuk mengkaji
hidrasi 5). Dorong masukan cairan dengan tepat. Rasional : Untuk
meningkatkan hidrasi. 6). Gunakan tehnik bermain. Rasional : Untuk
mendorong masukan cairan.

d. Kurang pengetahuan tentang tindakan, proses penyakit dan kebutuhan


pengobatan berhubungan dengan kurang informasi.
Tujuan : pengetahuan keluarga klien tentang penyakit meningkat
Kriteria hasil : 1). Klien dan keluarga mengetahui penyakit yang diderita 2).
Klien dan keluarga berpartisipasi dalam proses belajar 3). Klien dan keluarga
berpartisipasi dalam proses pengobatan Intervensi: 1).
Evaluasi kemampuan dan kesiapan untuk belajar dari klien dan keluarga.
Rasional : Memungkinkan untuk menyampaikan bahan yang didasarkan atas
kebutuhan secara individual 2). Berikan informasi yang berhubungan dengan
klien. Rasional : Membantu dalam menciptakan harapan yang realistis dan
meningkatkan pemahaman pada keadaan saat ini dan kebutuhannya
3). Ajarkan informasi yang diperlukan, gunakan kata-kata yang sesuai dengan
tingkat pengetahuan klien, pilih waktu yang tepat, batasi lesi penyuluhan
sampai 30 menit atau kurang. Rasional : Individualisasi rencana penyuluhan
meningkatkan pembelajaran 4). Evaluasi hasil pendidikan kesehatan yang
diberikan. Rasional : agar klien dan keluarga dapat bertanya apa yang kurang
jelas dari pembelajaran
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar : Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta :
EGC.

Doengoes, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman


untukPerencanaan dan Pendokumentasian Perawatan pasien.Jakarta : Penerbit
Buku Kedokteran, EGC.

Muttaqin, Arif. 2009. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan System


Kardiovaskular dan Hematologi. Jakarta : Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai