DM & HIPERTENSI
Seorang pria 42 tahun dengan diabetes melitus tipe 2 dan hipertensi dirujuk ke klinik
untuk assassment (penilaian) mixed hyperlipidemia yang ditemukan dalam pemeriksaan
rutinnya. Hasil pemeriksaan fisik yang dilakukan di klinik menunjukan hasil yang biasa.
Pasien tidak memiliki xanthomatous. Riwayat keluarga ada yang menderita diabetes melitus
tipe 2. Pengobatan saat ini ramipril, glyburide, dan hydroclorthiazide. Hasil analisis sampel
darah (puasa) kolesterol total 356,34 mg/dL, total trigliserida 5927,4 mg/dL, HDL-c 23,4
mg/dL, TSH 0,94 mIU/L. Urea, kreatininm elektrolit, bilirubin, AST, ALT normal. HbA1c
9,5%. Kemudian dokter meresepkan fenofibrate, metformin, dan rosuvastatin termasuk
ramipril, glyburide, dan hydroclorothiazide. Empat minggu kemudian lipid profil pasien
mengalami peningkatan. Hasil laboratorium menunjukkan kadar kolesterol total 213,45
mg/dL, trigliserida 825,5 mg/dL, HDL-c 37,05 mg/dL. Dengan terus dilakukan follow up, 3
bulan kemudian kolesterol total 145,9 mg/dL, trigliserida 330,4 mg/dL, HDL-c 27,84 mg/dL.
Penyelesaian
A. Subjek
Pria berusia 55 tahun
1. Past Medical History
Diabetes melitus tipe 2
Hipertensi
Ramipril
Glyburide
Hydrochlorothiazide
3. Physical Examination
Results of our physical examination were unremarkable
B. Objek
Data Laboratorium (Puasa)
Saat pertama Nilai uji Nilai normal
Kolestrol Total 536.34 mg/dL 146.94 - 201.08 mg/dL
Trigliserida 5927.4 mg/dL 31.15 - 151.3 mg/dL
HDL-c 23.4 mg/dL 35.1 - 93.6 mg/dL
TSH 0.94 mIU/L 0.49 - 4.67 mIU/L
HbA1c 9.5% < 6,5%
Urea, kreatininm elektrolit,
bilirubin, AST, ALT normal
4 minggu kemudian
Kolestrol Total 213.45 mg/dL 146.94 - 201.08 mg/dL
Trigliserida 825.5 mg/dL 31.15 - 151.3 mg/dL
HDL-c 37.05 mg/dL 35.1 - 93.6 mg/dL
3 minggu kemudian
Kolestrol Total 145.9 mg/dL, 146.94 - 201.08 mg/dL
Trigliserida 330.4 mg/dL 31.15 - 151.3 mg/dL
HDL-c 27.84 mg/dL 35.1 - 93.6 mg/dL
C. Assassment
Pasien mempunyai riwayat penyakit diabetes melitus tipe 2 dan hipertensi. Glyburide
(dosis tidak dicantumkan) digunakan untuk terapi diabetes pasien. Ramipril dan
hydroclorothiazide (dosis tidak dicantumkan) digunakan untuk terapi hipertensi pasien.
Berdasarkan data diatas, kolesterol total dan trigliserida pasien sangat tinggi sementara kadar
HDL-c dibawah normal. Menurut NCEP (National Cholestrol Education Program)
kolesterol total normal < 200 mg/dL, trigliserida normal < 150 mg/dL, dan HDL-c 35-93
mg/dL. Hal ini mengindikasikan bahwa pasien menderita hiperlipidemia (mixed
hyperlipidemia). Diabetes melitus tipe 2 yang diderita pasien merupakan salah satu penyebab
terjadinya hiperlipidemia sekunder karena kondisi tersebut dapat menyebabkan meningkatnya
level VLDL dan menurunkan HDL (Rader & Hobbs, 2012). Menurut Koda-Kimble et al
(2005), pemakaian obat hipertensi golongan tiazid juga menyebabkan peningkatan kolestrol
5-7% dan peningkatan trigliserida 30-50%. Sementara menurut Martin et al. 2009, pasien
dengan kadar trigliserida > 2001,77 mg/dL semuanya hampir memiliki hiperlipidemia
sekunder dan primer. Dokter meresepkan fenofibrate (dosis tidak dicantumkan) untuk
mengatasi hiperlipidemia. Saat pemeriksaan HbA1c pasien sebesar 9,5% maka dokter
memberi metformin (dosis tidak dicantumkan) tambahan obat untuk diabetes pasien.
Rusovastatin (dosis tidak dicantumkan) untuk terapi mixed hyperlipidemia.
D. Plan
Tujuan terapi yang ingin dicapai dalam pengobatan adalah penurunan kadar kolesterol
total dan trigliserida, meningkatkan kadar HDL-c, menormalkan kadar gula darah dan
tekanan darah tinggi serta mengurangi resiko pertama atu berulang dari infark miokardiak,
angina, gagal jantung, stroke iskemia, dan kejadian lain pada penyakit arterial (karotid
stenosis atau aortik abdominal)
1. Terapi hiperlipidemia
Fenofibrate
Dosis inisial yang biasa digunakan dalam terapi mixed hyperlipidemia yaitu sebesar 300 mg
per hari dan dapat ditingkatkan menjadi 400 mg perhari. Dosis pemeliharan 200 mg per hari.
Obat diminum setelah makan.
Rusovastatin
Dosis inisial yang biasa digunakan yaitu 20 mg per hari. Range dosis 5 – 40 mg per hari dan
tidak lebih dari 40 mg perhari. Obat sebelum atau setelah makan.
Terapi hipertensi
Ramipril
Dosis pemeliharaan yaitu 2,5-5 mg per hari diminum pagi sebelum atau setelah makan.
Hidrochlortiazide
Dosis yang biasanya digunakan yaitu 12,5 mg per hari diminum pagi sebelum atau setelah
makan.
2. Objektif:
BB 50 Kg dan TB 156 cm2
TD: 200/100mmHg
Nadi : 96x/mnt
Pernapasan : 24x/ mnt
Suhu : 36,4 OC.
Diagnosis utama pasien adalah gastritis dan diagnosis sekunder adalah Hipertensi grade II.
3. Assesmant :
Penyakit S.O Terapi Analisis DRP
Gastritis, Nyeriuluhati, Ringer Lactat, Tepat Pemberian obat
Hipertensi Sakitkepala, Mual, Amlodipin,Pumpitor, dosis, Pumpitor dan
stage 2 Sakit dada Antasida,Micardis, Tidak antasida.
jikanyeriuluhati. Diltiazem, Ketorolac
tepat obat, Pemberian
BB 50 Kg dan TB 156 1%,HCT,Paracetamolinf/12 tepat secara
cm2,TD:200/100mmHg, jam, Aspilet 80 pasien bersamaan
Nadi : 96x/mnt, mg,Tramadol,Pct 500 amlodipin,
Pernapasan : 24x/ mnt, mg,Cefadroxil 500 mg. diltiazem, HCT,
Suhu : 36,4 OC. micardis
menyebabkan
polifarmasi.
4. Planning
1. Tujuan terapi
a. Meningkatkan kualitas hidup pasien
b. Mencegah terjadinya kejadian yang kronis dan mengganggu
c. Mengurangi morbiditas dan kematian
d. menyembuhkan tukak, mencegah tukak kambuh, menghilangkan nyeri tukak, dan
menghindari terjadinya komplikasi.
2. Sasaran terapi
a. Menormalkan TD pasien
b. menetralkan asam lambung, melindungi pertahanan mukosa, dan membunuh HP (hal ini
dilakukan jika tukak lambung disebabkan oleh infeksi HP).
3. Terapi
Terapi non farmakologi
a. Mengurangi asupan natrium hingga leibh kecil sama dengan 2,4 g/ hari NaCl
b. Melakukan aktivitas fisik seperti aerobik
c. Menghentikan kebiasaan merokok dan minum alkohol
Terapi farmakologi
Hipertensi
Gastritis
1. H2 reseptor antagonis
Mekanisme kerja : mengurangi sekresi asam dengan cara memblok reseptor histamin dalam
sel-sel parietal lambung.
Contoh : simetidin, ranitidin.
2. Proton pump inhibitor
Mekanisme kerja : mengontrol sekresi asam lambung dengan cara menghambat pompa
proton yang mentranspor ion H+ keluar dari sel parietal lambung.
Contoh : omeprazol, lansoprazol, esomeprazol, pantoprazol, dan rabeprazol.
3. Bismuth chelate
Mekanisme kerja : membasmi organisme karena bersifat racun terhadap HP.
Kombinasi bismuth dengan ranitidin yang dikenal sebagai ranitidin bismuth sitrat jika
dikombinasikan dengan 1 atau 2 antibiotik dapat ampuh membasmi HP.
Efek samping obat ini dapat terakumulasi pada pasien yang memiliki gangguan fungsi ginjal.
4. Sukralfat
Mekanisme kerja : melindungi mukosa dengan cara membentuk gel yang sangat lengket dan
dapat melekat kuat pada dasar tukak sehingga menutupi tukak.
5. Antasida
Mekanisme kerja : menetralkan asam lambung dengan cara meningkatkan pH lumen
lambung.
Obat ini hanya menetralkan asam lambung tetapi tidak dapat menyembuhkan tukak.
Contoh : Natrium bikarbonat, Mg(OH)2, Al(OH)3.
6. Misoprostol
Misoprostol merupakan analog prostaglandin yang mendukung penyembuhan tukak dengan
menstimulasi mekanisme proteksi pada mukosa lambung dan menurunkan sekresi asam.
Misoprostol digunakan pada pasien yang mengkonsumsi NSAIDs untuk mencegah timbulnya
tukak.
7. Antibiotik
Antibiotik digunakan untuk membasmi HP. Dalam pengobatan tukak lambung, antibiotik
yang digunakan biasanya kombinasi 2 antibiotik. Hal ini bertujuan untuk menghindari
resistensi antibiotik.
Seorang pasien atas nama Ny. Dona berumur 52 tahun menderita Diabetes hiperglikemia dengan
kadar glukosa 400/20 mg/dl. Riwayat penyakit hipertensi 170/110 dan riwayat pengobatan
glukodex 2x untuk Dmnya, untuk Htnya minum dltiazem 3x30 mg, kaptropril 1xsehari dan
aspirin 1x100 mg.
b. Objek
1. Kadar glukosa 400/20 mg/dl
2. Riwayat penyakit hipertensi 170/110 mmg/Hb
c. Ascesment
1. Obat-obat yang digunakan glukodex 2x
2. Diltiazem 3x30 mg
3. Kaptropril 1xsehari
4. Aspirin 1x100 mg
Terapi yang digunakan ada beberapa yang sudah cocok tapi ada yang tidak sesuai. Karena
pada dasarnya obat yang digunakan dapat mewakili dari penyakit hipertensi dan diabetes
melitus.
d. Planning
Dari kasus yang dianalisis maka pasien dikeathui menderita penyakit hiperglikemia
dengan Kadar glukosa 400/20 mg/dl. Selain itu juga ternyata pasien memiliki rowayat
penyakit hipertensi dengan tekanan darah 170/110 mmg/Hb. Tapi pasien ini telah
mengonsumsi obat untuk diabetes melitusnya yaitu glukodex 2xsehari dan untuk penyakit
hipertensinya yaitu kaptropril 30x30 mg, diltiazem 1xsehari dan aspirin 1x100 sehari.
Menurut buku Dipiro Farmakoterapi halaman 182 untuk terapi pada pasien yang
menderita penyakit hipertensi yang komplikasi dengan diabetes melitus maka cukup
diberikan obat obat ACEI (kaptropril, lisinopril) atau ARB (lasartan, dan valsartan).
Jadi obat-obat yang dikonsumsi selain dari obat yang dijelaskan pada buku Dipiro
maka seharusnya pasien tidak usah mengonsumsi obat tersebut karena penyakit yang diderita
dapat diatasi dengan cukup mengonsumsi obat ACEI atau ARB. Tapi obat yang digunakan
aspirin itu tidak perlu karena penyakitnya merupakan penyakit yang memang sering terjadi
komplikasi pada seseorang dan aspirin sendri tidak memiliki fungsi yang spesifik dengan
pasien. Sedangkan untuk terapi diltiazem sudah cocok untuk pasien karena dapat membantu
meningkatkan kerja dari obat antihipertensi tetapi tidak cocok untuk dikonsumsi bersama
dengan obat Beta Bloker. Adapun Cara Kerja Obat obat diltiazem yaitu :
Diltiazem adalah derivate benzodiazepin yang merupakan prototip dari antagonis
kalsium. Mekanisme kerja senyawa ini adalah mendepresi fungsi nodus SA dan AV, juga
vasodilatasi arteri dan arteriol koroner serta perifer. Dengan demikian maka diltiazem akan
menurunkan denyut jantung dan kontraktiiitas otot jantung, sehingga terjadi keseimbangan
antara persediaan dan pemakaian oksigen pada iskhemik jantung. Diltiazem efektif terhadap
angina yang disebabkan oieh vasospasme koroner maupun aterosklerosis koroner. Pemberian
'diltiazem akan mengurangi frekuensi serangan angina dan menurunkan kebutuhan
pemakaian obat nitrogliserin. Pada pemberian dengan oral diltiazem diabsorpsi kira-kira 80 -
90% dan berikatan dengan protein plasma. Efek mulai tampak kurang dari 30 menit setelah
pemberian dan konsentrasi puncak dalam plasma tercapai setelah 2 jam dengan waktu paruh
4 jam. Senyawa ini diekskresi dalam bentuk metabolit melaiui urin (35%) dan feses (60%).
Untuk dosis Dewasa : 4 x 30 mg sehari, bila perlu dapat ditingkatkan sampai 360 mg sehari,
diberikan sebelum makan dan waktu hendak tidur.
Jadi kesimpulannya untuk terapi farmakologi yaitu : bisa dengan golongan obat ACEI
atau ARB dengan obat diltiazem. Sedangkan untuk terapi non farmakologinya yaitu
Perubahan gaya hidup, antara lain : menurunkan berat badan, meningkatkan
aktifitas fisik, menghentikan merokok dan alkohol, serta mengurangi konsumsi
garam