Anda di halaman 1dari 33

8

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Penyakit Demam Typhoid


1. Definisi
Typhoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan
infeksi salmonella thypi. Organisme ini masuk melalui makanan dan
minuman yang sudah terkontaminasi oleh feses dan urine dari orang yang
sudah terinfeksi kuman salmonella. (Bruner and Sudart, 1994 dalam
Padila, 2013:186). Typhoid adalah suatu penyakit pada usus yang
menimbulkan gejala-gejala sistemik yang disebabkan oleh salmonella
typhosa, salmonella type A, B, C. Penularan terjadi secara pecal, oral
melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi (Mansoer Orief. M.
1999 dalam Padila, 2013:186). Demam Typhoid merupakan suatu
penyakit infeksi sistemik bersifat akut yang disebabkan oleh Salmonella
typhi. Penyakit ini ditandai oleh panas berkepanjangan ditopang oleh
bakteremia tanpa keterlibatan struktur endothelia atau endokardial dan
infasi bakteri sekaligus multiplikasi kedalam sel fagosit monocular dari
hati, limpa, kelenjar limfe usus dan peyer’s patch dan dapat menular
pada orang lain melalui makanan atau air yang terkontaminasi.
(Sumarmo, 2002 dalam Nurarif & Kusuma, 2015:178)
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan sebagai berikut,
typhoid adalah suatu penyakit infeksi usus halus yang disebabkan oleh
Salmonella typi A, B dan C yang dapat menular melalui oral, fecal,
makanan dan minuman yang terkontaminasi.
2. Etiologi
Penyebab dari demam typhoid adalah salmonella typhi, termasuk
dalam genus salmonella yang tergolong dalam family enterobacteriaceae.
Salmonela bersifat bergerak, berbentuk batang, tidak membentuk spora,
tidak berkapsul, gram (-). Tahan terhadap berbagai bahan kimia, tahan
beberapa hari/ minggu pada suhu kamar, bahan limbah, bahan makanan

8
9

kering, bahan farmasi dan tinja. Salmonela mati pada suhu 54.4º C dalam 1
jam, atau 60º C dalam 15 menit. Salmonela mempunyai antigen O
(stomatik), adalah komponen dinding sel dari lipopolisakarida yang stabil
pada panas, dan anti gen H (flagelum) adalah protein yang labil terhadap
panas. Pada S. typhi, juga pada S. Dublin dan S. hirschfeldii terdapat anti
gen Vi yaitu poli sakarida kapsul. (Widagdo, 2011 dalam Farah Habibah,
2015:6)
Menurut Sodikin (2011), penyebab penyakit demam typhoid adalah
jenis salmonella thyposha, kuman ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
a. Hasil gram negatif yang bergerarak dengan bulu getar dan tidak
berspora.
b. yang terdiri atas zat kompleks lipopolisakarida), antigen H (flagella),
dan antigen Vi. Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratoriun pasien,
biasanya terdapat zat anti (aglutinin) terhadap ketiga macam antigen
tersebut.
(Farah Habibah, 2015:6)
3. Manifestasi Klinis
Menurut Sudoyo Aru (2009), manifestasi klinis demam typhoid
adalah sebagai berikut:
a. Gejala pada anak: inkubasi antara 5-40 hari dengan rata-rata 10-14
hari.
b. Demam meninggi sampai akhir minggu pertama.
c. Demam menurun pada minggu ke empat, kecuali demam tidak
tertangani akan menyebabkan syok, stupor, dan koma.
d. Ruam muncul pada hari ke 7-10 dan bertahan selama 2-3 hari
e. Nyeri kepala, nyeri perut
f. Kembung, mual, muntah, diare, konstipasi
g. Pusing, bradikardi, nyeri otot
h. Batuk
i. Epistaksis
j. Lidah yang berselaput (kotor ditengah, tepi dan ujung merah serta
10

tremor)
k. Hepatomegali, splenomegali, meteroismus
l. Gangguan kesadaran berupa somnolen
m. Delirium atau psikosis, cemas dan rewel (pada anak)
n. Dapat timbul dengan gejala yang tidak tipikal terutama pada bayi
muda sebagai penyakit demam akut dengan disertai syok dan
hipotermi
(Nurarif & Kusuma, 2015:178)
4. Patofisiologi
Kuman salmonella typhi yang masuk ke saluran gastrointestinal akan
di telan oleh sel-sel fagosit ketika masuk melewati mukosa dan oleh
makrofag yang ada di dalam laminaprophia. Sebagian dari salmonella
typhi ada yang dapat masuk ke usus halus mengadakan invaginasi
kejarinagn limfoid usus halus (lakpeyer) dan jaringan limfoid mesenterika.
Kemudian salmonella typhi masuk melalui folikel limfa ke saluran
limphatik dan sirkulasi darah sistemik sehingga terjadi bakterimia.
Bakterimia pertama-tama menyerang sistem retikulo endothelial (RES)
yaitu : hati, limpa, dan tulang, kemudian selanjutnya mengenai seluruh
organ di dalam tubuh antara lain sistem saraf pusat, ginjal, dan jaringan
limpa (Curtis, 2006 dalam Farah Habibah, 2015:19).
Usus yang terserang tifus umumnya ileum distal, tetapi kadang
bagian lain usus halus dan kolon proksimal juga di hinggapi. Pada
mulanya, plakatpeyer penuh dengan vagosit, membesar, menonjol, dan
tampak seperti infiltrate atau hyperplasia dimukosa usus (Hidayat, 2005
dalam Farah Habibah, 2015:19).
Pada akhir minggu pertama infeksi, terjadi nekrosis dan tukak.Tukak
ini lebih besar di ileum dari pada di kolon sesuai dengan ukuran plakpeyer
yang ada disana.Kebanyakan tukaknya dangkal, tetapi kadang lebih dalam
sampai menimbulkan perdarahan.Perforasi terjadi pada tukak yang
menembus serosa. Setelah penderita sembuh, biasanya ulkus membaik
tanpa meninggalkan jaringan parut dan fibrosis (Brusch, 2009 dalam Farah
11

Habibah, 2015:19).
Masuknya kuman kedalam intestinal terjadi pada minggu pertama
dengan tanda dan gejala suhu tubuh naik turun khususnya suhu akan naik
pada malam hari dan akan menurun menjelang pagi hari. Demam yang
terjadi pada masa ini di sebut demam interminten (suhu yang tinggi, naik
turun, dan turunnya dapat mencapai normal). Disamping peningkatan suhu
tubuh, juga akan terjadi obstipasi sebagai akibat penurunan motilitas suhu,
namun hal ini tidak selalu terjadi dan dpat pula terjadi sebalinya. Setelah
kuman melewati fase awal intestinal, kemudian masuk ke sirkulasi
sistemik dengan tanda peningkatan suhu tubuh yang sangat tinggi dan
tanda-tanda infeksi pada ERS seperti nyeri perut kanan atas, splenomegali,
dan hepatomegali (Chaterjee, 2009 dalam Farah Habibah, 2015:19).
Pada minggu selanjutnya dimana infeksi fokal intestinal terjadi
dengan tanda-tanda suhu tubuh masih tetap tinggi, tetapi nilainya lebih
rendah dari fase bakterimia dan berlangsung terus menerus (deman
kontinu), lidah kotor, tepi lidah hiperemesis, penurunan peristaltik,
gangguan digesti dan absorpsi sehingga akan terjadi distensi, diare dan
pasien merasa tidak nyaman. Pada masa ini dapat terjadi perdarahan usus,
perforasi, dan peritonitis dengan tanda distensi abdomen berat, peristaltik
menurun bahkan hilang, melena, syok, dan penurunan kesadaran (Parry,
2002 dalam Farah Habibah, 2015:19).
12

5. Pathway

Bagan: 2.1
Pathway Demam Typhoid

Kuman Salmonella Lolos dari


typhi yang masuk ke asam lambung
saluran
Malise, perasaan
Bakteri masuk usus tidak enak badan,
halus nyeri abdomen

Pembluh limfe Inflamasi Komplikasi intestinal :


perdarahan usus,
perforasi usus (bag.
Distail ileum),
Peredaran darah Masuk retikulo
endothelial (RES) peritonituis
(bakterimia
primer terutama hati dan limfa

Inflamasi pada
Empedu Masuk ke aliran darah
hati dan limfa (bakterimia sekunder

Rongga usus pada sel. Endotoksin


Limfoid halus
Terjadi kerusakan sel

hepatomegali Pembesaran
limfa Mereangsang melepas
zat epirogen oleh
Nyeri tekan -> nyeri akut leukosit
Splenomegaly
Mempengaruhi pusat
thermoregulator di
hipotalamus
Lase plak peyer Penurunan mobilitas
usus
Hipertermi
13

Penurunan
peristaltic usus

Konstipasi Peningkatan
asam lambung

Ketidakseimbang
Resiko kekurangan Anoreksia an nutrisi kurang
volume cairan mual muntah dari kebutuhan
tubuh

Penurunan tonus otot

Perdarahan masif Nyeri Akut


Kelemahan fisik
Komplikasi
peradangan dan Dirawat di rumah sakit
perdarahan dinding
usus halus
Bedrest total

Diare
Dampak hospitalisasi

Ansietas/Kecemasan

(Nurarifin dan Kusuma, 2015:181 dan Farah Habibah, 2015:20)


14

6. Pemeriksaan Penunjang.
a. Pemeriksaan Laboratorium.
1) Pemeriksaan Leukosit.
Pada kebanyakan kasus demam typhoid, jumlah leukosit pada
sediaan darah tepi dalam batas normal, malahan kadang terdapat
leukositosis, walaupun tidak ada komplikasi atau infeksi sekunder.
2) Pemeriksaan SGOT dan SGPT.
Jumlah SGOT dan SGPT akan meningkat, tetapi akan kembali
normal setelah sembuh dari demam typhoid.
3) Tes Widal.
Tes widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan anti
bodi (aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella
terdapat dalam serum pasien demam typhoid, juga pada orang yang
pernah ketularan salmonella dan pada orang yang pernah
divaksinasi terhadap demam typhoid.
Anti gen yang digunakan pada tes widal adalah suspensi
salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium.
Maksud tes widal adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam
serum pasien yang disangka menderita demam typhoid.
Akibat infeksi oleh kuman salmonella, pasien membuat anti
bodi (aglutinin), yaitu:
a) Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal
dari tubuh kuman).
b) Aglutinin H, karena rangsangan antigen H (berasal dari
flagella kuman).
c) Aglutinin Vi, karena rangsangan antigen Vi (berasal dari
simpai kuman).
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang
ditentukan titernyauntuk diagnosis. Makin tinggi titernya, makin
besar kemungkinan pasien menderita demam typhoid. Pada infeksi
yang aktif, titer uji widal akan meningkat pada pemeriksaan ulang
15

yang dilakukan selang paling sedikit 5 hari.


4) Biakan Darah.
Biakan darah positif memastikan demam typhoid, tetapi
biakan darah negatif tidak menyingkirkan demam typhoid, karena
pada pemeriksaan minggu pertama penyakit berkurang dan pada
minggu-minggu berikutnya pada waktu kambuh biakan akan positif
lagi.
5) Anti Salmonella typhi igM
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendeteksi secara dini infeksi
akut Salmonella typhi, karenaantibodi igM muncul padahari ke 3
dan 4 terjadinya demam.
(Nurarifin dan Kusuma, 2015:179)

B. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan
merupakan suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari
berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status
kesehatan klien. Pengkajian yang akurat, lengkap, sesuai dengan
kenyataan, kebenaran data sangat penting dalam merumuskan suatu
diagnosa keperawatan dan memberikan pelayanan keperawatan sesuai
dengan respon individu sebagaimana yang telah ditentukan dalam standa
praktik keperawatan dari ANA (American Nurses Association)
(Handayaningsih, 2007 dalam Aziz, 2017:16).
Pengkajian demam typhoid menurut Nursalam dan Rekawati
Susilaningrum (2008:154-155) adalah sebagai berikut:
a. Identitas: Identitas klien meliputi nama, tempat tanggal lahir, umur,
jenis kelamin, agama, pendidikan, alamat, tanggal masuk RS, tanggal
pengkajian, No. RM, dan diagnosa medik. Sedangkan untuk identitas
penanggung jawab meliputi nama, umur, agama pendidikan, pekerjaan
dan alamat.
b. Keluhan Utama
16

Berupa perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri kepala, pusing dan
kurang bersemangat, serta nafsu makan kurang (terutama saat masa
inkubasi).
2. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
Pada kasus yang khas, anak akan mengalami demam. Demam
berlangsung selama 3 minggu, bersifat febris remiten, dan suhunya
tidak tinggi sekali. Selama minggu pertama suhu tubuh berangsur-
angsur naik setiap harinya, biasanya menurun pada pagi hari dan
meningkat lagi pada sore hari dan malam hari. Dalam minggu kedua
pasien terus berada dalam keadaan demam. Pada minggu ketiga suhu
berangsur angsur turun dan normal kembali pada akhir minggu
ketiga.
b. Riwayat Kesehatan Lalu ( Khusus Untuk Anak Usia 0 – 5 Tahun )
1) Pre Natal Care :
a) Mulai melakukan perawatan selama hamil
b) Keluhan ibu selama hamil : emesi, demam
c) Riwayat terkena sinar X
d) Kenaikan BB selama hamil
e) Imunisasi
f) Golongan darah ibu dan ayah
2) Natal
a) Tempat melahirkan
b) Lama dan jenis persalinan
c) Penolong persalinan
d) Cara untuk memudahkan persalinan
3) Post Natal
a) Kondisi bayi
a. Riwayat Penyakit ( Untuk Semua Usia )
1) Riwayat perawatan atau operasi
2) Riwayat alergi
3) Riwayat pengobatan
b. Riwayat Kesehatan Keluarga
Thypoid kongenital didapatkan dari seorang ibu hamil yang
menderita demam tifoid dan menularkan kepada janin melalui darah.
c. Riwayat Imunisasi
Berisi mengenai pemberian vaksin BCG, DPT, Polio, Campak,
Hepatitis, waktu pemberian dll.
d. Riwayat Tumbuh Kembang
17

Dibagi menjadi 2 yakni: pertumbuhsn fisik meliputi berat badan,


tinggi badan dan perkembangan tiap tahap meliputi berguling,
duduk, merangkak, berdiri, berjalan, senyum kepada orang lain,
bicara, berpakaian.
e. Riwayat Nutrisi
Jenis yang dikaji pemeberian asi, pemberian susu tambahan,
pemberian makanan tambahan (sereal).
3. Pemeriksaan fisik Head to toe
a. Kepala : Ukur lingkar kepala, bentuk, kesimetrian, adanya lesi atau
tidak, kebersihan rambut dan kulit kepala, warna rambut, jumalh dan
distribusi rambut. Normal : simestri, bersih, tidak ada lesi, tidak
menunjukan tanda-tanda kekurangan gizi (rambut jagung dan
kering). Adanya pembengkakan / penonjolan, dan tekstur rambut
Normal : tidak ada penonjolan / pembengkakan, rmbut lebat dan
kuat/tidak rapuh setelah diadakan pemeriksaan kepala eveluasi hasil
yang didapat dengan membandingkan keadaan normal, dan
dokumentasi hasil pemeriksaan yang didapat.
b. Wajah : Warna kulit, pigmentasi, bentuk dan keseimbangan. Normal:
warna sama dengan bagian tubuh lain, tidak pucat/ikterik, simetris.
Nyeri tekan dahi, dan edema, pipi dan rahang. Normal: tidak ada
nyeri tekan dan edema. Setelah diadakannya pemeriksaan wajah
eveluasi hasil yangdidapat dengan membandingkan dengan keadaan
normal, dan dokumentasi hasil pemeriksaan yang didapat tersebut.
c. Mata : Bentuk, kesimetrian, alis mata, bulu mata, kelopak mata, bola
mata, warna konjungtiva dan selera (anemis/ikterik), penggunaan
kacamata/lensa, kontak dan respon terhadap cahaya.Normal :
simetris mata kita, simetris bola mata kita, warna konjingva pisik,
dan selera berwarna putih.
d. Telinga : Bentuk dan ukuran telinga, kesimetrisan, integrasi, posisi
telinga, warna, lubang telinga (serumen/tanda-tanda infeksi), alat
bantu dengar. Normal : Bentuk dan posisi simetris kika, intergasi
kulit bagus, warna sama dengan kulit lain, tidak ada tanda-tanda
infeksi, dan alat bantu dengar.Nyeri tekan Normal : tidak ada nyeri
18

tekan Setelah diadakan pemeriksaan telingan eveluasi hasil yang


didapat dengan membandingkan dengan keadaan norma, dan
dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat tersebut.
e. Hidung : hidung eksternal (bnetuk, ukuran, warna, kesimentrisan),
rongga, hidung (lesi, secret, sumbatan, pendarahan), hidung internal
(kemerahan, lesi, tanda-tanda infeksi). Normal : simetris kika, warna
sama dengan warna kulit lain, tidak ada lesi, tidak ada sumbatan,
perdarahan dan tanda-tanda infeksi. Palpasi dan perkusi prontalis
dan, maksilaris (bengkak, nyeri dan septum deviasi). Normal : tidak
ada bengkak dan nyeri tekan.Setelah diadakannya pemeriksaan
hidung eveluasi hasil yang didapt dengan membandingkan dengan
keadaan norma, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat
tersebut.
f. Mulut : Infeksi dan palpasi (stuktur dalam) gigi lengkap/penggunaan
gigi palsu, perdarahan, radang gusi, kesimestrisan, warna, posisi
tidak, dan keadaan langit-langit. Normal : gigi lengkap, tidak ada
tanda-tanda gigi berlubang atau kerusakan gigi, tidak ada perdarahan
atau radang gusi, lidah simestris warna pin, langit-langit utuh dan
tidak ada tanda infeksi. Infeksi dan palpasi (struktur luar) warna
mukosan mulut dan bibir, tekstur, lesi dan stomatitis. Normal : warna
mukosan mulut dan bibir pink, lembab, tidak ada lesi dan Stomatitis.
g. Leher : warna integrasi, bentuk simeris. Normal : warna sama
dengan kulit lain, integritas kulit baik, bentuk simestris, tidak ada
pembesaran kelenjar gondok. Infeksi dan auskualtasi (arteri karatis)
lokasi pulsasi. Normal : arteri karo tis terdengar. Infeksi dan palpasi
(kelenjar thypoid) nodus/difus, pembesaran, batas. Konsisten, nyeri,
gerakan/perlengkapan, pada kulit, kelenjar limfe (letak, konsisten,
nyeri, pembesaran), kelenjar parotis (letak, terlihat/teraba). Normal :
tidak teraba pembesaran kelenjar limfe, tidak ada nyeri. Auskultasi :
bising pembuluh darah. Setelah diadakannya pemeriksaan leher
eveluasi hasil yang, didapat dengan membandingkan dengan
19

keadaan normal, dan dokumentasi hasil pemeriksaan yang didapat


tersebut.
h. Dada : kesimestrisan, bentuk/postur dada, gerakan nafas (frekuensi,
irama, kedalaman, dan upaya pernafasan/penggunaan otot-otot bantu
pernafasan), warna kulit, lesi, edema, pembengkakan/penonjolan.
Normal : sismetris, bentuk dan postur normal, tidak ada tanda-tanda
distress pernafasan, warna kulit sama dengan warna kulit lain, tidak
ikterik/sianosis, tidak ada pembekakan/penonjolan/edema. simsteris,
pergerakan dada, lessi, nyeri, tractile vremitus (intruksikan pasien
untuk mengucap angkat tujuh-tujuh sambil melakukan perabaan
dengan kedua telapak tangan pada punggung pasien). Normal :
integritas kulit baik, tidak ada nyeri tekan/tanda tand
aperadangan,ekspansi simestris, taktil vremitus cenderung sebelah
kanan lebih teraba jelas. Perkusi : paru, ekskrusi, diafragma,
(konsisten dan bandingkan satu sisi dengan satu sisi lain pada tinggi
yang sama dengan pola berjenjang sisi ke sisi). Normal :
resonan (dug-dug-dug), jika bagian padat lebih dari pada bagian
udara pekak (bleg-bleg-bleg), jika bagian udara lebih besar dari
bagian padat hiperesonan (deng-deng-deng), batas jantung bunyi
resonan hilang >> redup. Auskultas : suara nafas, trachea, bronchus,
paru, (dengarkan dengan menggunakan stestokop di lapang paru
kika. Du RIC 1 dan 2, diatas manubrium dan di atas trchea).
Normal : bunyi nafas vesikuler, bronchovesikuler, bronchial,
tracheal. Setelah diadakannya pemeriksaan dada eveluasi hasil yang
didapat dengan membandingkan dengan keadaan normal, dan
dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat.
i. Abdomen : kuadrat dab simetris, warna kulit, lesi, scar, astomy,
distensi, tonjolan, pelebaran vena, kelainan umbilicus, dan gerakan
dinding perut. Normal : simetris kika, warna sama dengan warna
kulit lain, tidak terdapat ostomy, distensi, tonjolan, pelebaran vena,
dan kelainan umbilicus. Bising usus, diafragma, suara pembuluh
darah. Normal : suara peristaltic terdengar 6-9x/menit. Setelah
20

diadakannya pemeriksaan abdomen evaluasi hasil yang didapat


dengan membandingkan dengan keadaan normal, dan
dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat tersebut.
j. Ekstremitas : Ekstremitas Atas (musculoskeletal) simestris dan
pergerakan, integritas ROM, kekuatan dan tonus otot. Normal :
simetris kika, integritas kulit baik, ROM aktif, kekuatan otot penuh.
Bawah. Infeksi (musculoskeletal) simestris dan pergerakan,
intgritas ROM, kekuatan dan tonus Otot. Normal : simetris kika,
integritas kulit baik, ROM aktif, kekuatan otot penuh. Tes reflek :
tendon fatella dan archilles. Normal : reflek patella dan archiles
posisif. Setelah diadakannya pemeriksaan ekstremitas evaluasi hasil
yang didapat dengan membandingkan dengan keadaan normal, dan
dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat tersebut.
k. Genitalia : Mukosa kulit, integritas kulit, edema, pengeluaran,
scrotum (ukuran dan bentuk, turunan testes, tonjolan, hemoroid.
Normal : bersih, mukosa lembab, integritas kulit baik, simestris tidak
ada edema, hemoroid dan tanda-tanda infeksi (pengeluaran pus/bau)
setelah diadakannya pemeriksaan genitalia avaluasi hasil yang
didapat dengan membandingkan dengan keadaan normal, dan
dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat tersebut.

4. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang mungkin muncul menurut Nurarif & Kusuma, 2015 :
180, sebagai berikut :
a. Hipertermi berhubungan dengan peradangan usus halus oleh
salmonella typhi.
b. Nyeri berhubungan dengan inflamasi pada hati dan limfa.
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan
dengan adanya anoreksia dan mual, muntah.
d. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan anoreksia
dan mual, muntah.
e. Konstipasi berhubungan dengan penurunan peristaltik usus.
f. Diare berhubungan dengan peradangan pada dinding usus halus.
g. Ansietas berhubungan dengan dampak hospitalisasi.
5. Intervensi Asuhan Keperawatan
21

Intervensi keperawatan adalah bagian dari fase pengorganisasian


dalam proses keperawatan sebagai pedoman untuk mengarahakan tindakan
keperawatan dalam usaha membantu, meringankan, memecahkan maslah
atau untuk memenuhi kebutuhan klien. Proses perencanaan keperawatan
meliputi penetapan tujuan perawatan, penetapan kriteria hasil, pemilihan
intervensi yang tepat dan rasional dari intervensi dan mendokumentasikan
rencana perawat (Hidayat, 2008:121).
22

Table 2.1
Intervensi Asuhan Keperawatan
N Tujuan dan Kriteria
Diagnosa Keperawatan Intervensi Rasional
O Hasil
1 Hipertermi berhubungan NOC NIC
dengan peradangan usus Termoregulasi Pengaturan Suhu
halus oleh salmonella Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor suhu minimal tiap 1. Mengontrol status
typhi. keperawatan selama …. 2 jam suhu
Pasien tidak mengalami 2. Monitor TD, nadi, dan RR 2. Mengetahui tanda
hipertermi 3. Monitor warna dan suhu infeksi
Kriteria Hasil: kulit 3. Menngetahui
• Suhu tubuh dalam 4. Monitor tanda-tanda peningkatan suhu melalui warna
rentang normal hipertermi dan hipotermi kulit
• Nadi dan RR dalam 5. Tingkatkan intake cairan 4. Mengontrol
rentang normal dan nutrisi perubahan suhu tubuh yang
• Tidak ada perubahan 6. Selimuti pasien untuk ekstrim
warna kulit dan tidak mencegah hilangnya 5. Membantu
ada pusing kehangatan tubuh meningkatkan kekebalan tubuh
7. Ajarkan pada pasien cara 6. Selimut tipis
mencegah keletihan akibat mengurangi evaporasi yang
panas berlebihan
8. Berikan anti piretik jika 7. Mencegah
perlu berkurangnya energi
8. Untuk menurunkan
suhu
2 Nyeri akut berhubungan NOC NIC:
dengan inflamasi pada • Tingkat Manajemen nyeri
23

hati dan limfa. nyeri 1. Lakukan pengkajian nyeri 1. Mengetahui gambaran klinis
• Kontrol secara komprehensif nyeri yang dirasakan
nyeri termasuk lokasi, 2. Memvalidasi ketidaknyamanan
• Tingkat karakteristik, durasi, klien melalui subjektif dan
kenyamanan frekuensi, kualitas dan objektif
Setelah dilakukan faktor presipitasi 3. Dukungan untuk kesembuhan
tinfakan keperawatan 2. Observasi reaksi klien
selama 2 x 24 jamPasien nonverbal dari 4. Memberikan kenyamanan klien
tidak mengalami nyeri ketidaknyamanan agar tidak fokus pada nyeri
Kriteria Hasil :
• Mampu mengontrol 3. Bantu pasien dan keluarga 5. Menghindari timbulnya nyeri
nyeri (tahu penyebab untuk mencari dan 6. Untuk menentukan intervensi
nyeri, mampu menemukan dukungan 7. Memberikan kenyamanan klien
menggunakan tehnik 4. Kontrol lingkungan yang agar tidak fokus pada nyeri
nonfarmakologi untuk dapat mempengaruhi nyeri
mengurangi nyeri, seperti suhu ruangan, 8. Bantuan farmakologis dasar
mencari bantuan) pencahayaan dan
• Melaporkan bahwa nyeri kebisingan 9. Mengurangi timbulnya nyeri
berkurang dengan 5. Kurangi faktor presipitasi 10. Meningkatkan koping diri klien
menggunakan nyeri
manajemen nyeri 6. Kaji tipe dan sumber nyeri
• Mampu mengenali nyeri 7. Ajarkan tentang teknik
(skala, intensitas, non farmakologi: napas
frekuensi dan tanda dada, relaksasi, distraksi,
nyeri) kompres hangat/ dingin
• Menyatakan rasa 8. Berikan analgetik untuk
nyaman setelah nyeri mengurangi nyeri: ……...
berkurang 9. Tingkatkan istirahat
24

10. Berikan informasi tentang


nyeri seperti penyebab
nyeri, berapa lama nyeri
akan berkurang dan
antisipasi
ketidaknyamanan dari
prosedur
3 Ketidakseimbangan NOC NIC
nutrisi kurang dari • Status nutrisi : Nutrition Management
kebutuhan berhubungan • Status Gizi: asupan 1. Monitor jumlah nutrisi 1. Mengetahui penyebab
dengan adanya anoreksia makanan dan Cairan dan kandungan kalori. pemasukan yang kurang
dan mual, muntah. • Status Gizi: asupan 2. Monitor adanya sehingga dapat menentukan
nutrisi penurunan berat badan. intervensi yang sesuai dan
• Pengendalian berat 3. Monitor lingkungan efektif.
Setelah dilakukan asuhan selama makan 2. Kebersihan nutrisi dapat
keperawatan selam .. jam 4. Monitor mual dan muntah diketahui melalui peningkatan
diharapkan pemenuhan 5. Libatkan keluarga dalam berat badan 500 gr/minggu.
kebutuhan pasien kebutuhan nutrisi klien 3. Lingkungan yang nyaman
tercukupi 6. Anjurkan pasien untuk dapat menurunkan stress dan
Kriteria Hasil : meningkatkan protein dan lebih kondusif untuk makan.
• Adanya peningkatan vitamin C 4. Mual dan muntah
berat badan sesuai 7. Berikan makanan yang mempengaruhi pemenuhan
dengan tujuan terpilih nutrisi.
• Berat badan ideal sesuai 8. Kolaborasi dengan ahli 5. Meningkatkan peran serta
dengan tinggi badan gizi untuk menentukan keluarga dalam pemenuhan
• Mampu mengidentifikasi jumlah kalori dan nutrisi nutrisi untuk mempercepat
kebutuhan nutrisi yang dibutuhkan pasien proses penyembuhan.
• Tidak ada tanda-tanda 6. Protein dan vitamin C dapat
25

malnutrisi memenuhi kebutuhan nutrisi.


• Menunjukkan 7. Untuk membantu proses
peningkatan fungsi dalam pemenuhan kebutuhan
pengecapan dan menelan nut
• Tidak terjadi penurunan 8. Membantu dalam proses
berat badan yang berarti penyembuhan.

4 Resiko kekurangan NOC NIC


volume cairan • Keseimbangan cairan Fluid management
berhubungan dengan • Hidrasi 1. Monitor status hidrasi 1. Perubahan status hidrasi,
anoreksia dan mual, • Status Gizi: Intake (kelembaban membran membran mukosa, turgor kulit
muntah Makanan dan Cairan mukosa, turgor kulit, nadi menggambarkan berat ringannya
Setelah dilakukan tindakan adekuat, tekanan darah kekurangan cairan.
keperawatan selama .. jam ortostatik) jika diperlukan. 2. Perubahan tanda vital dapat
diharapkan kehilangan 2. Monitor tanda-tanda vital menggambarkan keadaan umum
cairan tidak terjadi. 3. Monitor masukan klien.
Kriteria Hasil : makanan/ cairan dan 3. Memberikan pedoman untuk
• Mempertahankan urine hitung intake kalori menggantikan cairan.
output sesuai dengan harian. 4. Keluarga sebagai pendorong
usia dan BB, BJ urine 4. Dorong keluarga untuk pemenuhan kebutuhan cairan
normal, HT normal membantu pasien minum. klien.
• Tekanan darah, nadi, 5. Kolaborasi dengan tim 5. Pemberian cairan IV untuk
suhu tubuh dalam batas medis lain untuk memenuhi kebutuhan cairan.
normal pemberian cairan IV.
• Tidak ada tanda-tanda
dehidrasi, Elastisitas
turgor kulit baik,
26

membran mukosa
lembab, tidak ada rasa
haus yang berlebihan
5 Konstipasi berhubungan NOC NIC
dengan penurunan • Eliminasi usus Constipation/Impaction
peristaltik usus. • Hidrasi Management
Setelah dilakukan asuhan 1. Tentukan pola defekasi 1. Untuk mengembalikan
keperawatan selam .. jam bagi klien dan latih klien keteraturan pola defekasi klien
diharapkan pasien dapat untuk menjalankannya 2. Untuk memfasilitasi refleks
defekasi dengan teratur 2. Atur waktu yang tepat defekasi
(setiap hari) untuk defekasi klien 3. Nutrisi serat tinggi untuk
Kriteria Hasil : seperti sesudah makan melancarkan eliminasi fekal
•Mempertahankan bentuk 3. Berikan cakupan nutrisi 4. Untuk melunakkan eliminasi
feses lunak setiap 1-3 hari berserat sesuai dengan feses
•Bebas dari indikasi 5. Untuk melunakkan feses
ketidaknyamanan dan 4. Berikan cairan jika tidak
konstipasi kontraindikasi 2-3 liter per
•Mengidentifikasi hari
indicator untuk mencegah 5. Kolaborasi pemberian
konstipasi laksatif atau enema sesuai
• Feses lunak dan indikasi
berbentuk.
6 Diare berhubungan NOC NIC 1. Untuk menentukan intervensi
dengan peradangan pada • Penghapusan Bawel Manajemen Diare yang akan dilakukan.
dinding usus halus • Keseimbangan cairan 1. Monitor tanda dan gejala 2. Mengetahui penyebab diare
• Hidrasi diare. sehingga dapat menentukan
• Keseimbangan basa 2. Identifikasi faktor intervensi selanjutnya
elektrolit dan asam penyebab diare. 3. Turgor kulit jelek dapat
27

Setelah dilakukan tindakan 3. Observasi turgor kulit menggambarkan keadaan klien


keperawatan selama .. jam secara rutin. 4. Untuk membantu dalam proses
diharapkan diare pasien 4. Ajarkan pasien untuk penyembuhan
teratasi menggunakan obat 5. Makanan rendah serat dan tinggi
Kriteria Hasil: antidiare. protein dapat membantu
• Tidak ada diare 5. Anjurkan pasien untuk mengatasi diare
• Feses tidak ada darah makan makanan rendah 6. Untuk melanjutkan intervensi
dan mukus serat, tinggi protein dan dan pemberian obat berikutnya
• Nyeri perut tidak ada tinggi kalori jika 7. Untuk mengetahui tingkat
• Pola BAB normal memungkinkan. perkembangan klien
• Elektrolit normal 6. Evaluasi efek samping 8. Untuk membantu mempercepat
• Asam basa normal pengobatan terhadap proses penyembuhan.
• Hidrasi baik (membran gastrointestinal
mukosa lembab, tidak 7. Evaluasi intake makanan
panas, vital sign yang masuk.
normal, hematokrit dan 8. Kolaborasi dengan tim
urin output dalam batas medis lain dalam
normaL pemberian cairan IV
7 Ansietas berhubungan NOC NIC 1. Untuk mengetahui sampai
dengan dampak • Kecemasan 1. Kaji tingkat kecemasan sejauh mana tingkat
hospitalisasi pengendalian diri pasien baik ringan sampai kecemasan klien sehingga
• Tingkat kecemasan berat memu-dahkan
• Mengatasi 2. Berikan kenyaman dan penanganan/pemberian
Setelah dilakukan ketentraman hati askep se-lanjutnya
tindakan keperawatan 3. Kaji intervensi yang dapat 2. Agar klien tidak terlalu
selama .. jam cemas pasien menurunkan ansietas memikirkan kondisinya
akan menurun, pasien 4. Berikan aktivitas yang 3. Untuk mengetahui cara
mempunyai koping yang dapat mengurangi mana yang paling efektif
28

adaptif dalam menghadapi kecemasan/ ketegangan untuk menurunkan/


kecemasan. 5. Terapi bermain puzzle mengurangi tingkkat
Kriteria Hasil : 6. Dorong percakapan untuk kecemasan
• Klien mampu mengetahui perasaan dan 4. Bertujuan agar pasien
mengidentifikasi dan tingkat kecemasan pasien dengan senang hati
mengungkapkan gejala terhadap kondisinya melakukan aktivitas karena
cemas. 7. Dorong pasien untuk sesuai dengan keinginannya
• Mengidentifikasi, mengakui masalah dan dan tidak bertentangan
mengungkapkan dan mengekspresikan perasaan dengan program perawatan
menunjukkan tehnik 8. Dorong pasien/orang 5. Menyalurkan emosi atau
untuk mengontol cemas. terdekat untk menyatakan perasaan anak dan
• Vital sign dalam batas perhatian, perilak mengurangi kecemasan
normal. perhatian. 6. Mempermudah mengetahui
• Postur tubuh, ekspresi tingkat cemas pasien dan
wajah, bahasa tubuh dan menentukan intervensi
tingkat aktivfitas selanjutnya
menunjukkan 7. Memberikan kesempatan
berkurangnya kepada pasien untuk
kecemasan. menerima situasi nyata
8. Tindakan dukungan dapat
membantu pasien merasa
stres berkrang,
memngkinkan energi untuk
ditujukan pada
penyembuhan/perbaikan.

Sumber: Doengoes, 2000 dan Nurarif & Kusuma, 2015


29

6. Implementasi
Implementasi merupakan tindakan yang sesuai dengan yang telah
direncanakan, mencangkup tindakan mandiri dan kolaborasi. Tindakan
mandiri adalah tindakan keperawatan berdasarkan analisis dan kesimpulan
perawat dan bukan atas petunjuk tenaga kesehatan lain, sedangkan
tindakan kolaborasi adalah tindakan keperawatan yang didasarkan oleh
hasil keputusan bersama dengan dokter atau petugas kesehatan lain
(Mitayani, 2013:116).
7. Evaluasi
Evaluasi dalam keperawatan adalah penilaian terakhir proses
keperawatan didasarkan pada tujuan keperawatan yang ditetapkan.
penetapan keberhasilan suatu asuhan keperawatan didasarkan pada
perubahan perilaku dari kriteria hasil yang telah ditetapkan, yaitu
terjadinya adaptasi pada individu. (Nursalam, 2016:25)
Menurut (Donna dkk, 2009:24) bahwa dalam evaluasi keperawatan
itu menggunakan format SOAP yaitu, S (Subjective) adalah inormasi yang
berupa ungkapan yang didapat dari klien setelah tindakan diperbaiki. O
(Objective) adalah informasi yang didapat berupa hasil pengamatan,
penilaian, pengukuran, yang dilakukan oleh perawat setelah dilakukan
tindakan. A (Analisa) adalah membandingkan antara inormasi subjektif
dan objektif dengan tujuan dan kriteria hasil, kemudian diambil
kesimpulan bahwa masalah teratasi, masalah belum teratasi, masalah
teratasi sebagian, atau muncul masalah baru. P (Planning) adalah rencana
keperawatan lanjutan yang akan dilakukan berdasarkan hasil analisa, baik
itu rencana diteruskan, dimodifikasi, dibatalkan ada masalah baru, selesai
(tujuan tercapai)

C. Konsep Anak Prasekolah


1. Pengertian anak usia prasekolah
30

Anak merupakan individu yang unik dan bukan miniature orang


dewasa. Anak juga bukan merupakan harta atau kekayaan orang tua yang
dapat dinilai secara social ekonomi, melainkan masa depan bangsa yang
berhak atas pelayanan kesehatan secara individual dan masih bergantung
pada orang dewasa dan lingkungannya, artinya membutuhkan lingkungan
yang dapat memfasilitasi dalam memenuhi kebutuhan dasarnya dan untuk
belajar mandiri (Pratiwi Yusnita, 2012 : 12)
Periode prasekolah adalah periode antara usia 3 dan 6 tahun. Ini
adalah waktu kelanjutan pertumbuhan dan perkembangan. Pertumbuhan
fisik terus menjadi jauh lebih lambat dibandingkan dengan tahun-tahun
sebelumnya. Peningkatan perkembangan kognitif, bahasa, dan psikososial
penting selama periode prasekolah. Banyak tugas yang dimulaiselama
masa todler dikuasai dan sempurna selama usia prasekolah. Anak belajar
menoleransi perpisahan dari orang tua, memiliki rentang perhatian lebih
lama dan terus mempelajari keterampilan yang akan memicu keberhasilan
nanti dalam periode usia sekolah. Persiapan untuk kesusksesan disekolah
terus berlanjut selama periode prasekolah karena sebagian besar anak
memasuki sekolah dasar diakhir periode prasekolah. (Terry Keyla
2014:133)
2. Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Usia Pra Sekolah
a. Pertumbuhan
1) Pertumbuhan Fisik
Anak usia prasekolah rata-rata akan tumbuh 6,5 sampai 7,8
cm per tahun. Rata-rata anak berusia 3 tahun memiliki tinggi 96,2
cm, rata-rata anak usia 4 tahun memiliki tinggi 103,7 cm, dan rata-
rata anak usia 5 tahun memiliki tinggi 118,5 cm. Pertambahan berat
rata-rata selama periode ini adalah sekitar 2,3 kg per tahun
(feigelman, 2007 dalam Terry Kyla 2014:134). Rata-rata berat
badan anak usia 3 tahun adalah14,5 kg, meningkat menjadi rata-
rata 18,6 kg pada usia 5 tahun. Kehilangan lemak bayi dan
pertumbuhan otot selama masa prasekolah memberikan tampilan
anak yang lebih kuat dan lebih matang. Panjang tengkorak juga
31

sedikit meningkat , dengan rahangbawah menjadi lebih menonjol.


Rahang atas melebar selama masa prasekolah sebagai persiapan
untuk kemunculan gigi permanen, biasanya dimulai sekitar usia 6
tahun.
2) Maturasi Sistem Organ
Sebagian besar sistem tubuh telah matang pada masa
prasekolah. Mielinasi medula spinalis memungkinkan kontrol usus
dan kandung kemih untuk sempurna pada sebagian besar anak pada
usia 3 tahun. Ukuran struktur pernapasan terus tumbuh, dan jumlah
alveoli terus meningkat, mencapai jumlah dewasa pada usia sekitar
7 tahun. Tuba Eustachius tetap relatif pendek dan lurus. Frekuensi
jantung menurun dan tekanan darah meningkat sedikit selama
selama masa prasekolah. Bising/murmur innocent (tidak
berbahaya) dapat didengar saaat aukultasi, dan pembelahan suara
jantung kedua dapat jelas terdengar. Anak prasekolah harus sudah
memiliki 20 gigi susu.
Panjang usus halus terus tumbuh. Defekasi biasanya terjadi
satu atau dua kali sehari pada rata-rata anak prasekolah.anak usia 4
tahun umumnya memiliki kontrol defekasi yang adekuat.
Tulang terus tumbuh panjangnya dan otot terus menguat dan
matang. Akan tetapi, sistem muskoloskeletal masih belum matang
sepenuhnya, membuat anak prasekolah renntan terhadap cedera,
terutama dengan pengarahan tenaga yang berlebihan atau aktivitas
yang berlebihan.
b. Perkembangan
1) Perkembangan Psikososial
Menurut Erik Erikson, tugas psikososial masa prasekolah
adalah membina rasa inisiatif versus bersalah (Erikson, 1963 dalam
Terry Kyla 2014:134). Anak prasekolah adalah seorang pelajar
yang ingin tahu/penasaran, sangat antusias untuk mempelajari hal-
hal baru.
2) Perkembangan Kognitif
Menurut teori Jean Piagot (1969), anak prasekolah terus
lanjut kedalam tahap praoprasional. Pemikiran praoprasional
32

mendominasi selama tahap ini dan berdasarkan pada pemahaman


dunia yang berpusat pada diri sendiri. Pada fase prakonseptual dari
pemikiran praoprasional, anak tetap bersifat egosentrik dan mampu
mendekati masalah hanya dari satu sudut pandang. Anak
prasekolah muda dapat memahami konsep penghitungan dan mulai
terlibat dalam permainan fantasi (Papalia & felman, 2011 dalam
Terry Kyla 2014:135).
3) Perkembangan Moral dan Spiritual
Anak prasekolah dapat memahami konsep benar dan salah
dan mengembangkan kesadaran. Suara dari dalam diri memberi
peringatan atau ancaman berkembang dimasa prasekolah. Kohlberg
mengidentifikasi tahap ini (antara 2 dan 7 tahun) sebagai tahap
konvensional, yang dicirikan dengan orientasi hukuman dan
kepatuhan (Kohlberg, 1984 Terry Kyla 2014:135). Anak prasekolah
melihat moralitas sebagai sesuatu yang berada diluar dari diri
mereka, mereka menyerah kekuasaan (kekuasaan orang dewasa).
Standar moral anak adalah standar moral orang tua mereka dan
orang dewasa lain yang memengaruhi mereka, tidak selalu menjadi
standar moral diri mereka sendiri. Anak prasekolah mematuhi
standar tersebut untuk mendapatkan penghargaan atau menghindari
hukuman. Karena anak prasekolah menghadapi tugas psikososial
berupa inisiatif versus bersalah, anak umumnya mengalami rasa
bersalah ketika sesuatu berjalan secara tidak benar. Anak mungkin
memiliki keyakinan kuat bahwa jika seseorang sakit atau
meninggal, ia mungkin bersalah dan sakit atau kematian
merupakan hukuman (Ford, 2007).
(Terri Kyle, 2014:134-135)

D. Konsep Kecemasan
1. Pengertian Kecemasan
Pada dasarnya, kecemasan merupakan hal wajar yang pernah dialami
oleh setiap manusia. Kecemasan sudah dianggap sebagai bagian dari
33

kehidupan sehari-hari. Kecemasan adalah suatu perasaan yang sifatnya


umum, dimana seseorang merasa ketakutan atau kehilangan kepercayaan
diri yang tidak jelas asal maupun wujudnya (Sutardjo Wiramihardja,
2005:66 dalam Carina Agita, 2012:10). Kecemasan adalah sesuatu yang
menimpa hampir setiap orang pada waktu tertentu dalam kehidupannya.
Kecemasan merupakan reaksi normal terhadap situasi yang sangat
menekan kehidupan seseorang. Kecemasan bisa muncul sendiri atau
bergabung dengan gejala-gejala lain dari berbagai gangguan emosi (Savitri
Ramaiah, 2003:10 dalam Carina Agita, 2012:10).
Menurut Kaplan, Sadock, dan Grebb (Fitri Fauziah & Julianti
Widuri, 2007:73) kecemasan adalah respon terhadap situasi tertentu yang
mengancam, dan merupakan hal yang normal terjadi menyertai
perkembangan, perubahan, pengalaman baru atau yang belum pernah
dilakukan, serta dalam menemukan identitas diri dan arti hidup.
Kecemasan adalah reaksi yang dapat dialami siapapun. Namun cemas
yang berlebihan, apalagi yang sudah menjadi gangguan akan menghambat
fungsi seseorang dalam kehidupannya. Kecemasan merupakan suatu
perasaan subjektif mengenai ketegangan mental yang menggelisahkan
sebagai reaksi umum dari ketidakmampuan mengatasi suatu masalah atau
tidak adanya rasa aman. Perasaan yang tidak menentu tersebut pada
umumnya tidak menyenangkan yang nantinya akan menimbulkan atau
disertai perubahan fisiologis dan psikologis (Kholil Lur Rochman,
2010:104 dalam Carina Agita, 2012:11).
2. Tingkatan Kecemasan
Menurut Bucklew (1980), para ahli membagi bentuk kecemasan itu dalam
dua tingkat, yaitu sebagai berikut:
a. Tingkat psikologis. Kecemasan yang berwujud sebagai gejala-gejala
kejiwaan, seperti tegang, bingung, khawatir, sukar berkonsentrasi,
perasaan tidak menentu, dan sebagainya.
b. Tingkat fisiologis. Kecemasan yang sudah memengaruhi atau
terwujud pada gejala-gejala fisik, terutama pada fungsi sistem saraf,
34

misalnya tidak dapat tidur, jantung berdebar-debar, gemetar, perut


mual, dan sebagainya.
3. Gejala
Kartono (1981) menyebutkan bahwa kecemasan ditandai dengan emosi
yang tidak stabil, sangat mudah tersinggung dan marah, sering dalam
keadaan excited atau gempar gelisah.
a. Manifestasi kognitif, yang terwujud dalam pikiran seseorang, sering
kali memikirkan malapetaka atau kejadian buruk yang akan terjadi.
b. Perilaku motorik, kecemasan seseorang terwujud dalam gerakan tidak
menentu seperti gemetar.
c. Perubahan somatis muncul dalam keadaan mulut kering, tangan dan
kaki dingin, diare sering kencing, ketegangan otot, peningkatan
tekanan darah, dan lain-lain.
d. Afektif, diwujudkan dalam perasaan gelisah, dan perasaan tegang
yang berlebihan.

4. Kuesioner Penelitian
Kuisioner kecemasan menurut Tutut Wijayanti, 2017:
Kuesioner Penelitian
a. Identitas Responden
Nama :
Alamat :
b. Tingkat kecemasan Usia Prasekolah
Table 2.2
Kuesioner Kecemasan
NO RESPON TERHADAP PRE PRE POST POST
KECEMASAN TES TES TES TES
YA TIDAK YA TIDAK
Dampak perpisahan
1. Anak menangis /merengek saat
ditinggal oleh orang tua atau
orang yang biasa menunggu di
rumah sakit
35

Anak rewel
2. Anak rewel minta pulang
3. Menolak perhatian dari petugas
atau dari orang yang tidak
dikenal
Kehilangan kotnrol dan
tingkat kooperatif
4. Saat dilakukan pemeriksaan
dokter dan tindakan
keperawatan reaksi anak
menolak
5. Menepiskan Tangan
6. Memalingkan muka/
membelakangi
7. Menghindar dengan menarik
tangan/ kaki
8. Memalingkan muka/
membelakangi pemeriksa
9. Melawan dengan kata-kata
misal tidak mau suster, dokter
nakal, pergi sana !
10. Melawan dengan tindakan fisik:
menggigit atau mendorong
Pembahasan aktivitas
11. Anak tampak takut
menggerakkan tangan dan kaki
yang terpasang infuse
12. Tampak bosan dan selalu ingin
keluar
13. Selalu memerlukan bantuan
orang tua dalam melakukan
aktivitas ringan di tempat tidur
14. Ketakutan terhadap perlakuan
nyeri
15. Anak menolak setiap kali
dilakukan tindakan invasi
(pengambilan sampel darah,
pemasangan jarum infuse, ganti
balut)
16. Anak berusaha mencabut selang
infuse/ selang oksigen yang
terpasang ditubuhnya
Respons fisiologis terhadap
kecemasana
17. Keluar keringat dingin
36

18. Berdebar-debar, frekuensi nafas


meningkat
19. Kaki dan tangan bergemetar
20. Mimik/ ekspresi muka: alis
terangkat
21. Mulut terkatup rapat
Perubahan pola makan, tidur
dan eleminasi
22. Tidak menunjukan minat
terhadap aktivitas: menolak
makan/ tidak menghabiskan
makan
23. Sering bergerak dan berubah
posisi saat tidur
24. Mengompol
Respons psikologis terhadap
kecemasan
25. Tidak menunjukan minat
terhadap aktivitas (banyak diam
dan tidur di siang hari)
26. Tampak melamun dan
pandangan mata nanar, sering
menangis, rewel, merengek,
tanpa sebab yang jelas
27. Tidak mau menjawab atau
memperhatikan kontak mata
saat diajak bicara perawat
Kemunuduran kemampuan
(kognitif , motorik, verbal)
28. Mampu menghitung jumlah jari
atau mainan 1-10
Mampu melakukan aktivitas
sebelumnya sudah dikuasai
dengan baik misal : duduk,
makan, minum.
29. Mampu menyebutkan nama
anggota keluarga
30. Mampu mengungkapkan
keinginan secar spesifik: haus,
lapar

Keterangan :
37

Ceklis observasi respon-respon kecemasan dari 30 item jawaban yang


bernilai 1, jawaban tidak bernilai 0. Skor total pada semua item pertanyaan
jawaban 0-30.
Kategori kecemasan:
0-10: ringan
11-20: sedang
21-30: berat

E. Konsep Terapi Bermain Puzzle


1. Pengertian Media Puzzle
Menurut Patmonodewo (Misbach, Muzamil, 2010) kata puzzle berasal
dari bahasa Inggris yang berarti teka-teki atau bongkar pasang, media
puzzle merupakan media sederhana yang dimainkan dengan bongkar
pasang. Menurut Salwah (Resiyati, 2010:19) puzzle adalah salah satu jenis
mainan edukatif. Sebagaimana mainan balok, mainan puzzle juga
merupakan mainan edukasi tertua”. Puzzle memiliki jenis yang tak kalah
banyak dari jenis mainan lainnya. Bahannya beraneka macam seperti
karton, kardus, spon, gabus, logam, dan kayu. Puzzle dapat berupa jigsaw
atau bentuk tiga dimensi, menganut azas potongan homogen ataupun acak,
biasanya berupa kepingan besar atau kecil atau gabungan keduanya, dapat
berupa gambar yang dipecah atau komponen yang digabungkan, serta
dapat pula berupa yang disusun pada landasan/bingkai tertentu atau harus
dirakit menjadi bentuk tertentu seperti woodcraft.
Cahyo dalam Ernawati,dkk (2016:3) menjelaskan bahwa “Media
pembelajaran crossword puzzle merupakan permainan mengasah otak
melalui pencarian dan pengingatan kata yang pas untuk jawaban pada
kotak yang tersedia”. Sedangkan Puzzle menurut Suciaty (2010:78)
menjelaskan bahwa “ permainan puzzle bisa dimainkan mulai dari 12 bulan.
Puzzle dapat memberikan kesempatan belajar yang banyak, selain untuk menarik
minat anak dan membina semangat belajar dalam bermain. Permainan puzzle
dapat dilakukan di rumah dan di sekolah yang diberikan oleh guru.
38

Berdasarkan pengertian tentang media puzzle, maka dapat


disimpulkan bahwa media puzzle merupakan alat permainan edukatif yang
dapat merangsang kemampuan matematika anak, yang dimainkan dengan
cara membongkar pasang kepingan puzzle berdasarkan pasangannya.
2. Macam-macam Puzzle
Muzamil, Misbach (2010) menyatakan beberapa bentuk puzzle, yaitu:
a. Puzzle konstruksi
Puzzle rakitan (construction puzzle) merupakan kumpulan
potongan-potongan yang terpisah, yang dapat digabungkan
kembali menjadi beberapa model. Mainan rakitan yang paling umum
adalah blok-blok kayu sederhana berwarna-warni. Mainan rakitan ini
sesuai untuk anak yang suka bekerja dengan tangan, suka memecahkan
puzzle, dan suka berimajinasi.
b. Puzzle batang (stick)
Puzzle batang merupakan permainan teka-teki matematika
sederhana namun memerlukan pemikiran kritis dan penalaran yang baik
untuk menyelesaikannya. Puzzle batang ada yang dimainkan dengan
cara membuat bentuk sesuai yang kita inginkan ataupun menyusun
gambar yang terdapat pada batang puzzle.
c. Puzzle lantai
Puzzle lantai terbuat dari bahan sponge (karet/busa) sehingga baik
untuk alas bermain anak dibandingkan harus bermain di atas keramik.
Puzzle lantai memiliki desain yang sangat menarik dan tersedia banyak
pilihan warna yang cemerlang. Juga dapat merangsang kreativitas dan
melatih kemampuan berpikir anak. Puzzle lantai sangat mudah
dibersihkan dan tahan lama.
d. Puzzle angka
Mainan ini bermanfaat untuk mengenalkan angka. Selain itu anak
dapat melatih kemampuan berpikir logisnya dengan menyusun angka
sesuai urutannya. Selain itu, puzzle angka bermanfaat untuk melatih
koordinasi mata dengan tangan, melatih motorik halus serta
menstimulasi kerja otak.
e. Puzzle transportasi
39

Puzzle transportasi merupakan permainan bongkar pasang yang


memiliki gambar berbagai macam kendaraan darat, laut dan udara.
Fungsinya selain untuk melatih motorik anak, juga untuk stimulasi otak
kanan dan otak kiri. Anak akan lebih mengetahui macam-macam
kendaraan. Selain itu anak akan lebih kreatif, imajinatif dan cerdas.
f. Puzzle logika
Puzzle logika merupakan puzzle gambar yang dapat
mengembangkan keterampilan serta anak akan berlatih untuk
memecahkan masalah. Puzzle ini dimainkan dengan cara menyusun
kepingan puzzle hingga membentuk suatu gambar yang utuh.

3. Manfaat bermain puzzle untuk menurunkan kecemasan


Dalam jurnal Septi Viantri Kurdaningsih (2017) Hasil dalam
penelitiannya bahwa ada pengaruh terapi bermain puzzle terhadap tingkat
kecemasan anak yang menjalani hospitalisasi. Rekomendasi hasil
penelitian ini adalah sebagai alternatif dalam mengatasi kecemasan anak
pada saat dirawat di rumah sakit.
4. Prosedur Tindakan
Tahap Pra interaksi
a. Menyiapkan alat
b. Mencuci tangan
Tahap Orientasi
a. Memberikan salam dan sapa
b. Mengingatkan kembali kontrak yang sudah disepakati
c. Berikan informasi umum kepada pasien dan keluarga tentang tindakan,
tujuan tindakan yang akan di lakukan
d. Menjelaskan prosedur tindakan
40

Tahap kerja
a. Mencuci tangan
b. Menjaga privasi pasien
c. Mengatur posisi pasien senyaman mungkin
d. Mendekatkan peralatan yang akan digunakan
e. Menjelaskan alat yang akan digunakan
f. Mempraktekan cara bermain puzzle
g. Anak diberikan kesempatan menyusun rangkaian puzzle sendri seperti
yang sudah di ajarkan
h. Memberikan arahan atau bantuan jika diperlukan
Tahap terminasi
a. Melakukan evaluasi tindakan
Menjelaskan kepada pasien dan keluarga bahwa terapi bermain telah
selesai dan menanyakan kepada pasien mengenai terapi bermain apakah
menyenangkan atau tidak
b. Berpamitan dengan pasien dan keluarga
c. Merapihkan alat
d. Mengucapkan salam
e. Mencuci tangan
f. Mencatat kegiatan dalam lembar catatan keperawatan

Anda mungkin juga menyukai