Anda di halaman 1dari 55

LAB KETRAMPILAN MEDIK /PPD-UMP

PEMERIKSAAN FISIK GENITALIA


DAN RECTAL TOUCHE

Nur Signa Aini Gumilas

A. TUJUAN PEMBELAJARAN

Setelah menjalani praktikum pemeriksaan fisik genitalia dan rectal touche,


mahasiswa diharapkan mampu :
1. Melakukan pemeriksaan fIsik genitalia pria dengan benar
2. Melakukan pemeriksaan rectal touche dengan benar
3. Melakukan pemeriksaan prostate dengan benar

B. TINJAUAN PUSTAKA

Pemeriksaan fisik genitalia termasuk prosedur rutin yang harus dikerjakan


pada penderita dengan indikasi kelainan genitalia dan traktus urinarius segmen
distal. Sedangkan rectal touche dilakukan pada penderita dengan kelainan dan
keluhan di -daerah rectum, anus dan pemeriksaan prostate pada laki-laki.
Pada modul ini, akan dijelaskan pemeriksaan genitalia pria sedangkan
pemeriksaan genitalia wanita akan dijelaskan pada modul berikutnya khusus tentang
pemeriksaan obstetri dan ginekologi.

Pemeriksuan Fisik Genitalia Pria


lnspeksi dan palpasi selalu digunakan untuk menilai kelainan genitalia pria
dan traktus urinarius segmen distal. Pemeriksaan meliputi : penis (kelainan pada
meatus urethra, korpus penis, dan glans penis), skrotum (kelainan pada skrotum,
testis, epididimis, dan vas deferens).
Penis dibehtuk oleh dua jaringan erektil di bagian dorsal, corpus cavernosa
penis dan satu jaringan erektil yang lebih kecil di bagian ventral, corpus spongiosum
penis dimana didalamnya dilewati oleh urethra. Jaringan ikat yang tebal
membungkus ketiga jaringan erektil tadi sehingga membentuk sebuah silinder. Pada
bagian distal korpus penis membentuk glans penis yang dilalui oleh meatusurethra.
Perbatasan antara glans dan korpus, terdapat retroglandular sulcus atau yang biasa
disebut corona glandis. Lapisan kulit, preputium/foreskin menutupi glans penis. Di
bagian ventral terdapai frenulum, lipatan preputium yang membentang dari meatus
uretrhra menuju corona.
Skrotum merupakan kantung yang dibentuk oleh lapisan yang tipis, kulit yang
berkerut-kerut (rugous skin) yang menutupi lapisan tebal, tunica dartos yang terdiri
dari serat-serat otot polos dan fascia. Skrotum menggantung pada pangkal penis,
dimana bagian kiri lebih rendah dibanding yang kanan karena pada skrotum yang

MODUL SKILL LAB A JILID 2 1


LAB KETRAMPILAN MEDIK /PPD-UMP

kiri funiculus spermaticus lebih panjang. Kulit skrotum terbagi dua oleh median
raphe yang memanjang dari bagian ventral korpus penis, melewati pertengahan
skrotum sampai ke anus. Dibagian dalam, kedua skrotum dipisahkan oleh septal fold
dari tunica dartos. Masing-masing skrotum berisi testis, epididimis dari funiculus
spermaticus. Kulit skrotum hiperpigmentasi dan mengandung banyak folikel sebasea
yang dapat menyebabkan timbulnya kista. Kelenturan otot dartos menentukan
ukuran skrotum; paparan suhu eksternal yang dingin menyebabkan skrotum
mengecil, sebaliknya sensasi hangat akan merelaksasikan otot dan memperbesar
ukuran skrotum.

Pemeriksaan Rectal Touche (Colok Dubur)


Pemeriksaan colok dubur merupakan pelengkap pemeriksaan fisik abdomen
dan genitalia yang dilakukan dengan indikasi :
1. Pada. Pria :
Pemeriksaan rekto abdominal, pemeriksaan prostate dan vesika seminalis
2. Pada wanita :
Pemeriksaan rekto abdominal, pemeriksaan uterus dan adneksa serta
pemeriksaan genitalia pada nullipara

C. ALAT DAN BAHAN

1. Ranjang periksa
2. Sarung tangan
3. Pelumas
4. Sabuh dan air bersih
5. Handuk bersih dan kering
6. Larutan antiseptik
7. Senter

D. PROSEDUR TINDAKAN/ PELAKSANAAN

1. Persiapan alat dan bahan


2. Persetujuan pemeriksaan
3. Jelaskan tentang prosedur pemeriksaan
4. Jelaskan tentang tujuan pemeriksaan
5. Jelaskan bahwa proses pemeriksaan mungkin akan menimbulkan perasaan
khawatir/ kurang menyenangkan tetapi pemeriksa berusaha menghindarkan
hal tersebut.
6. Pastikan bahwa pasien telah mengerti prosedur dan tujuan pemeriksaan.
7. Mintakan persetujuan lisan untuk melakukan pemeriksaan.

MODUL SKILL LAB A JILID 2 2


LAB KETRAMPILAN MEDIK /PPD-UMP

Pemeriksaan Genitalia
Posisi pasien berdiri atau duduk sedemikian rupa sehingga penis dan skrotum pada
posisi bebas.
a. Pemeriksaan Penis
1. Pakai sarung tangan (handscoen) steril
2. Lakukanlah inspeksi penis, perhatikan apakah terdapat kelainan sbb :
a. Edema, biasanya terjadi pada pasien dengan edema anasarka karena
berbagai sebab. Inflamasi atau obstruksi vena-vena sekitar penis dapat
menyebabkan edema lokal.
b. Kontusio
c. Fraktur corpus
Fraktur dan kontusio memberikan tanda pembengkakan, namun sulit
dibedakan bila tidak dilakukan pembedahan.
d. Ulkus penis
Dapat berupa syphilitic chancre, chancroid, lymphogranuloma venereum,
herpes progenitalis, dan behcet syndrome
3. Mintalah penderita mernbuka preputium, perhatikan apakah terdapat
phimosis, paraphimosis, hipospadia, epispadia.
4. Palpasi sepanjang korpus penis, pada bagian ventral, sepanjang corpus
spongiosum dari penoskrotal junction menuju meatus, pada bagian
middorsal, diatas septum interkorporeal, pada bagian lateral, diatas kedua
korpus kavernosum, rasakan adanya nodul dan plak.
5. Tekan glans penis anteroposterior menggunakan ibu jari dan telunjuk untuk
membuka dan memeriksa urethra terminal.
6. Tampunglah menggunakan wadah specimen apabila terdapat discharge
yang keluar dari urethra untuk pemeriksaan laboratorium:
b. Pemeriksaan Skrotum
1. Pakai sarung tangan (handscoen) steril
2. Regangkan kulit skrotum diantara jari-jari untuk menilai dinding skrotum
3. Inspeksi skrotum, perhatikan apakah terdapat edema, kista, hematoma,
laserasi, dan ulkus.
4. Lakukan transiluminasi untuk menyingkirkan kemungkinan adanya hernia
skrotalis, dan untuk menilai isi skrotum.
5. Bandingkan kedua testis secara simultan dengan palpasi keduanya
menggunakan ibu jari dan telunjuk. Bedakan ukuran, bentuk, konsistensi dan
sensitivitas terhadap tekanan.
6. Lokalisasi epididimis dengan palpasi testis secara perlahan, temukan bagian
bergerigi dan nodul lembut. dimulai dari pole atau testis menerus ke pole
bawah, umumnya epididimis berada dibelakang testis. Bandingkan kedua
epididimis berdasarkan komponeri kepala, badan dan ekornya. Nilailah
apakah terdapat tumor dan nyeri tekan.
7. Bandingkan kedua- funiculus spermaticus secara simultan dengan palpasi

MODUL SKILL LAB A JILID 2 3


LAB KETRAMPILAN MEDIK /PPD-UMP

pada, leher skrotum. Vas deferens normal teraba seperti tali cambuk yang
keras dan dapat dibedakan dengan struktur lainnya seperti saraf, arteri, dan
serat m.kremaster. Nilailah apakah funikulus positif, adakah massa dan nyeri
tekan:
8. Untuk semua kasus, lakukanlah pemeriksaan limfonodi inguinal dan femoral
untuk menilai pembesaran nnll.
9. Setelah pemeriksaan selesai, lepas handscoen, bantu pasien
mengembalikan posisinya
10. Dokumentasi hasil pemeriksaan

Pemeriksaan Rectal Touche (Colok Dubur)


Pada pemeriksaan ini,.kita dapat memilih posisi pasien sbb:
a. Left lateral prone position
Letak miring memudahkan pemeriksaan inspeksi dan palpasi anal kanal dan
rektum. Tetapi posisi ini kurang sesuai untuk pemeriksaan peritoneum.
b. Litothomy position
Posisi litotomi biasanyaa dilakukan pada pemeriksaan rutin yang tidak
memerlukan pemeriksaan anus secara detail.. Dianjurkan dalam pemeriksaan
prostate dan vesika seminalis karena memudahkan akses pada cavum
peritoneal.
c. Knee-chest position
Posisi ini biasanya tidak/kurang menyenangkan bagi pasien.
d. Standing elbow-knee position
Posisi ini jarang digunakan.
Pemeriksaan :
1. Mintalah pasien mengosongkan kandung kemih.
2. Persilahkan pasien untuk berbaring dengan salah satu posisi diatas.
3. Minta pasien untuk menurunkan pakaian dalam (celana), hingga regio
analis terlihat jelas.
4. Mencuci tangan.
5. Menggunakan sarung tangan
6. Menggunakan pelumas secukupnya pada tangan kanan..
7. Inspeksi regio apalis,.perhatikan apakah ada kelainan
8. Penderita diminta mengedan, letakkan ujung jari telunjuk kanan pada anal
orificium dan tekanlah dengan lembut sampai sfingter relaksasi. Kemudian
fleksikan ujung jari dan masukkan jari perlahan-lahan sampai sebagian
besar jari berada di dalam canalis analis.
9. Palpasi daerah canalis analis, nilailah adakah kelainan
10. Pada laki-laki gunakan prostat di sebelah ventral sebagai titik acuan.
Pada wanita : gunakan serviks uteri. di sebelah ventral sebagai titik acuan.

MODUL SKILL LAB A JILID 2 4


LAB KETRAMPILAN MEDIK /PPD-UMP

11. Menilai tonus sfingter ani.


12. Menilai struktur dalam rektum yang lebih dalam.
13. Menilai ampula rekti kolaps atau tidak
14. Pemeriksaan khusus
- Prostat : Nilailah ketiga lobus prostate, fisura mediana, permukaan
prostate (halus atau bernodul), konsistensi (elastis, keras, lembut,
fluktuan}, bentuk (bulat, datar), ukuran (normal, hyperplasia, atropi),
sensitivitas dan mobilitas.
- Vesikula seminalis : Normalnya tidak teraba, apabila terdapat kelainan
akan teraba pada superior prostate di sekitar garis tengah. Nilailah
distensi, sensitivitas, ukuran, konsistensi, indurasi dan nodul.
- Uterus dan adneksa : Periksa dan nilai kavum Douglas pada forniks
posterior vagina.
15. Setelah selesai, keluarkan jari telunjuk dari rectum, perhatikan apakah
pada sarung tangan terdapat bekas feses, darah, dan lendir.
16. Cuci tangan yang masih memakai sarung tangan dengan air mengalir
17. Buka sarung tangan dan tempatkan pada wadah yang disediakan
18. Bersihkan pasien dengan larutan antiseptik di sekitar regio analis.
19. Beritahukan pasien bahwa pemeriksaan sudah selesai dan persilahkan
pasien untuk duduk di tempat yang sudah disediakan
20. Dokumentasi hasil pemeriksaan

E. DAFTAR PUSTAKA
1. Buku Acuan Nasional Kesehatan Maternal dan Neonatal. 2000.YBP-SP.
2. DeGowin RL, Donald D Brown. 2000. Diagnostic, Examination. McGraw Hill.
USA.
3. De Jong W: 1997.Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC. Jakarta

MODUL SKILL LAB A JILID 2 5


LAB KETRAMPILAN MEDIK /PPD-UMP

Penilaian Ketrampilan Pemeriksaan Fisik Genitalia Pria

NAMA :
NIM :
Nilai
No. Aspek Yang Dinilai
0 1 2
1 Menyapa pasien dengan ramah
2 Menjelaskan dan meminta persetujuan kepada pasien
tentang tindakan yang akan dilakukan
3 Membantu pasien mengatur posisi dengan benar
4 Memakai handscoen steril
5 Inspeksi penis, menilai adakah edema, kontusio/fraktur
korpus, atau ulkus
6 Meminta pasien membuka preputium, menilai adanya
phimosis, paraphimosis, hipospadia, dan epispadia.
7 Palpasi sepanjang korpus penis, pada bagian ventral;
-sepanjang corpus spongiosum dari penoskrotal junction
menuju meatus,. Pada bagian middorsal, diatas septum
interkorporeal, pada bagian lateral, diatas kedua korpus
kavernosum, rasakan adanya nodul dan plak
8 Menekan glans penis anteroposterior menggunakan -ibu
jari dan telunjuk untuk membuka dan memeriksa urethra
terminal.
9 Menampung discharge yang keluar dari urethra untuk
pemeriksaan laboratorium
10 Meregangkan kulit skrotum diantara jari jari untuk menilai
dinding skrotum
11 inspeksi skrotum, menilai adanya edema, kista, hematoma,
laserasi, dan ulkus
12 Melakukan transiluminasi untuk menyingkirkan
kemungkinan adanya hernia skrotalis, dan untuk menilai isi
skrotum.
13 Membandingkan kedua testis secara simultan dengan
palpasi keduanya menggunakan ibu jari dan telunjuk.
Menilai ukuran, bentuk, konsistensi dan sensitivitas
terhadap tekanan
14 Melokalisasi epididimis dengan palpasi testis secara
perlahan, temukan bagian bergerigi dan nodul lembut
dimulai dari pole atas testis menerus ke pole bawah,
membandingkan kedua epididimis berdasarkan komponen
kepala, badan dan ekornya. Menilai apakah terdapat tumor
dan nyeri tekan.

MODUL SKILL LAB A JILID 2 6


LAB KETRAMPILAN MEDIK /PPD-UMP

15 Membandingkan kedua funiculus spermaticus secara


simultan dengan palpasi pada leher skrotum. Vas deferens
normal teraba seperti tali. cambuk yang keras clan dapat
dibedakan dengan struktur lainnya seperti saraf, atteri, dan
serat m.kremaster. Menilai apakah funikulus positif, adakah
massa dan nyeri tekan.
16 Melakukan pemeriksaan limfonodi inguinal dan femoral,
untuk menilai'pembesaran nnll.
17 Pemeriksaan selesai, melepas handscoen dan membantu
pasien merapikan kembali posisinya
18 Dokumentasi
TOTAL
Keterangan :
Palembang, …………..
0 = tidak dilakukan
1 = dilakukan tetapi kurang sempurna: Penguji,
2 = dilakukan dengan sempurna

Nilai = ( JumIah/36) x 100%


= ……………%
………………………..

MODUL SKILL LAB A JILID 2 7


LAB KETRAMPILAN MEDIK /PPD-UMP

Penilaian Keterampilan Pemeriksaan Rectal Touche

NAMA :
NIM :
Nilai
No. Aspek Yang Dinilai
0 1 2
1 Menyapa pasien dengan ramah
2 Menjelaskan dan meminta persetujuan kepada pasien
tentang tindakan yang akan dilakukan
3 Mintalah pasien mengosongkan kandung kemih
4 Membantu dan mempersilahkan pasien untuk berbaring
dengan posisi yang benar
5 Meminta pasien untuk menurunkan pakaian dalam
(celana), hingga regio analis terlihat jelas
6 Mencuci tangan dan menggunakan sarung tanran steril
7 Menggunakan pelumas secukupnya pada tangan kanan.
8 Inspeksi:regio analis dan menilai adanya. kelainan
9 Meminta pasien mengedan, meletakkan ujung jari telunjuk
kanan pada anal orificium dan menekan dengan lembut
sampai sfingter relaksasi. Kemudian memfleksikan ujung
jari dan memasukkan jari perlahan-lahan sampai sebagian
besar jari berada di dalam canalis analis
10 Palpasi daerah canalis analis, menilai adanya kelainan
Pada laki-laki : gunakan prostat di sebelah ventral sebagai
titik acuan:
Pada wanita : gunakan serviks uteri di sebelah ventral
sebagai titik acuan.
11 Menilai tonus sfingter an
12 Menilai struktur dalam rektum yang lebih dalam
13 Menilai ampula rekti kolaps atau tidak
14 Pemeriksaan khusus :
- Prostat : Menilai ketiga lobus prostate, tisura
mediana, permukaan prostate (halus atau bernodul),
konsistensi (elastis, keras, lembut, fluktuan), bentuk
(bulat, datar), ukuran (normal, hyperplasia, atropi),
sensitivitas dan mobilitas.
- Vesikula seminalis : Normalnya tidak teraba, apabila
terdapat kelainan akan teraba pada superior prostate di
sekitar garis tengah. Menilai distensi, sensitivitas,

MODUL SKILL LAB A JILID 2 8


LAB KETRAMPILAN MEDIK /PPD-UMP

ukuran, konsistensi, indurasi dan nodul.


- Uterus dan adneksa : Memeriksa dan nilai kavum
Douglas pada forniks posterior vagina
15 Mengeluarkan jari telunjuk dari rectum, memperhatikan
apakah pada sarung tangan terdapat bekas feses, darah,
dan lendir.
16 Cuci tangan yang masih memakai sarung tangan dengan
air mengalir
17 Melepas sarung tangan dan meletakkan pada wadah yang
disediakan
18 Membersihkan pasien dengan larutan antiseptik. di sekitar
regio analis.
19 Memberitahu pasien bahwa pemeriksaan sudah selesai
dan mempersilahkan pasien untuk duduk di tempat yang
sudah disediakan.
TOTAL
Keterangan :
1 = tidak dilakukan . Palembang, …………..
2 = dilakukan tetapi kurang sempurna Penguji,
3 = dilakukan dengan sempurna

Nilai = ( JumIah/38) x 100 %


= ………………………..
………………………..

MODUL SKILL LAB A JILID 2 9


LAB KETRAMPILAN MEDIK /PPD-UMP

PEMERIKSAAN FISIK MATA


DODY NOVRIAL

A. TUJUAN PEMBELAJARAN

Setelah menyelesaikan modul pemeriksaan fisik mata, mahasiswa


diharapkan mampu :
Melakukan pemeriksaan tajam penglihatan (visus)
Melakukan pemeriksaan lapang pandang
Melakukan oftalmoskopi
Melakukan pemeriksaan buta warna
Melakukan pemeriksaan pagan placido (astigmatisma)
Melakukan pemeriksaan sistem lakrimalis
Melakukan pemeriksaan tonometri
Melakukan pemeriksaan otot penggerak bola mata

B. TINJAUAN PUSTAKA

Sistem Visual
Cahaya masuk melalui media refrakta (berurutan dari kornea, COA, lensa
dan corpus vitreum). Alat penangkap rangsang cahaya ialah sel batang dan kerucut
yang terletak di retina. Impuls kemudian dihantarkan melalui serabut saraf yang
membentuk nervus optikus. Sebagian dari serabut ini, yaitu serabut yang
menghantarkan rangsang yang datang dari bagian medial retina menyimpang ke sisi
lainnya di khiasma optic. Dari khiasma, serabut melanjutkan diri dengan membentuk
traktus optic ke korpus genikulatum lateral, dan setelah bersinaps disini, rangsang
diteruskan melaluii traktus genikulokalkarina ke korteks optic. Daerah berakhirnya
serabut ini di korteks disebut korteks striatum (area 17) yang merupakan pusat
persepsi cahaya.
Disekitar area 17, terdapat daerah yang berfungsi untuk asosiasi rangsang
visual, yaitu area 18 dan 19. Area 18 yang disebut area parastriatum atau
parareseptif, menerima dan msrnginterpretasi impuls dari area 17. Area 19 yaitu
korteks peristriatum atau perireseptif, mempunyai hubungan dengan area 17 dan 18
dan dengan bagian-bagian lain dari korteks. la berfungsi untuk pengenalan dan
persepsi visual kornpleks, asosiasi visual, revisualisasi, diskriminasi ukuran dan
bentuk, orientasi ruangan serta penglihatan warna.
Serabut yang mengurus refleks optic pupil setelah metalui khiasma optic dan
traktus optic menyimpang di anterior korpus genikulatum lateral, dan menuju serta
bersinaps di nucleus pretektalis di batang otak (setinggi kolikuli superior). Disini ia
bersinaps dengan neuron berikutnya yang mengirim serabut ke nucleus Edinger
Westphal sisi yang sama dan sisi kontralateral. Dari sini rangsang kemudian

MODUL SKILL LAB A JILID 2 10


LAB KETRAMPILAN MEDIK /PPD-UMP

diteruskan melalui nervus okulomotorius (N.III) ke sfingter pupil.


Serabut yang mengurusi refleks somatovisual, yaitu refleks pergerakan bola
mata dan kepala sebagai jawaban terhadap rangsang visual, menuju kolikulus
superior dan kemudian melalui fasikulus medial longitudinal menuju nucleus nervus
okulomotorius dan melalui traktus tektospinalis untuk kemudian menginervasi otot-
otot skelet. Selain itu kita juga mengenal traktus kortikotektal internus yang datang
dari area 18 dan 19 di korteks oksipital melalui radiasi optic dan menuju ke kolikulus
superior. Traktus ini juga ikut mengatur refleks dengan jalan berhubungan dengan
otot-otot penggerak bola mata dan struktur lainnya.
Keluhan yang berhubungan dengan sistem visual berupa ketajaman
penglihatan berkurang, lapang pandang berkurang, ada bercak di dalam lapang
pandang yang tidak dapat dilihat (skotoma). Selain itu, fotofobi, yaitu mata mudah
silau, takut akan cahaya, yang dapat dijumpai pada penderita meningitis.

Sistem non visual


Sistem non 'visual terdiri dari kelopak mata, sistem lakrimal, konjungtiva dan
otot-otot penggerak bola mata. Kelopak mata atau palpebra mernpunyai fungsi
melindungi bola mata, serta mengeluarkan sekresi kelenjarnya yang membentuk film
air mata di depan kornea. Palpebra merupakan alat penutup mata yang berguna
untuk melindungi bola mata dari trauma sinar dan pengeringan bola mata.
Gangguan penutupan kelopak akan mengakibatkan keringnya permukaan mata
yang dapat menyebabkan keratitis et lagoftalmus.
Sistem lakrimal terdiri atas 2 bagian yaitu, sistem produksi atau glandula
lakrimal yang terletak di temporoan terosuperior rongga orbita. dan sistem ekskresi
yang terdiri atas pungtum lakrimal, kanalikuli takrimal, sakus lakrimal, dan duktus
nasolakrimal. Film air mata sangat berguna untuk kesehatan mata. Untuk melihat
adanya sumbatan pada duktus nasolakrimal, maka sebaiknya dilakukan penekanan
pada sakus lakrimal. Bila terdapat penyumbatan yang disertai dakriosistitis, maka
cairan berlendir kental akan keluar melalui pungtum lakrimal.
Konjungtiva merupakan membrane yang menutupi selera dan kelopak mata
bagian belakang. Konjungtiva mengandung kelenjar musin yang dihasilkan oleh sel
goblet. Musin bersifat membasahi bola mata terutama kornea.
Gerak bola mata yang normal ialah gerak terkonjugasi, yaitu gerak bola mata
kiri dan kanan selau bersama-sama,.dengan sumbu mata yang sejajar. Disamping
itu mata juga melakukan konvergensi yaitu sumbu mata saling berdekatan dan
menyilang pada objek fiksasi. Otot-otot penggerak bola mata melakukan fungsi
ganda tergantung letak dan sumbu penglihatan sewaktu aksi otot.
Terdapat enam otot penggerak bola mata, yaitu :
1. m. Oblikus inferior
Dipersarafi N.III, bekerja menggerakkan mata keatas, abduksi dan eksiklotorsi
2. m. Oblikus superior
Dipersarafi N.IV, berfungsi menggerakkan bola mata untuk depresi terutama bila
mata melihat ke nasal, abduksi dan insiklorotasi.
3. m. Rektus inferior
Dipersarafi oleh N.III, berfungsi menggerakkan bola mata depresi, eksiklorotasi

MODUL SKILL LAB A JILID 2 11


LAB KETRAMPILAN MEDIK /PPD-UMP

dan aduksi.
4. m. Rekius lateral
Dipersarafi.oleh N.VI, dengan fungsi abduksi bola mata.
5. m. Rektus medius
Dipersarafi oleh N.III, berfungsi untuk aduksi bola mata
6. m. Rektus superior
Dipersarafi oleh N.III, berfungsi pada elevasi, aduksi dan insiklorotasi bola mata.

C. ALAT DAN BAHAN


1. Optotype snellen
2. Oftalmoskop
3. Tonometer
4. Loupe dengan slitlamp
5. Kampimeter
6. Fluorescein
7. Ishihara book
8. Papan placido
9. Senter
10. Kasa dan kapas

D.PROSEDUR TINDAKAN/PELAKSANAAN

I. Inspeksi
Pemeriksa duduk berhadapan dengan pasien.
Perhatikan :
 Posisi kedua mata (simetris atau tidak)
 Apakah mata sembab
 Bagaimana keadaan sekitar orbita
 Perhatikan alis mata : apakah bagian lateral menipis/rontok
 Perhatikan apakah kelopak mata dapat menutup dan membuka dengan
sempurna
 Perhatikan konjungtiva palpebra. (membuka mata, menarik palpebra
inferior, menekan canthus medialis.) Perhatikan :
1. Adakah ikterus
2: Bagaimanakah warna ikterus , kuning kejinggaan atau kehijauan
3. Apakah pucat (anemia)
4. Apakah kebiruan (sianosis)

MODUL SKILL LAB A JILID 2 12


LAB KETRAMPILAN MEDIK /PPD-UMP

5. Adakah pigmentasi lain


6. Adakah petechie bercak perdarahan atau/white centered spot.
7. Apakah ada obstruksi ductus nasolacrimalis.
Pemeriksa duduk di lateral pasien, perhatikan :
 Adakah exopthalmos (Dengan penggaris, dibandingkan kanan dan kiri.
normal sampai 16 mm dan pasti patologis apabila > 20 mm.)
 Simetriskah exopthalmus ini

II. Pemeriksaan visus


1. Penderita dan pemeriksa berhadapan.
2. Penderita duduk pada jarak 6 m dari Optotype Snellen, mata yang satu
ditutup.
3. Penderita dipersilahkan untuk membaca huruf/gambar yang terdapat pada
Optotype, dari yang paling besar sampai pada huruf/gambar yang dapat
terlihat oleh mata normal.
4. Apabila penderita tak dapat melihat gambar yang terdapat pada Optotype,
maka kita mempergunakan jari kita.
5. Penderita diminta untuk menghitung jari pemeriksa, pada jarak 1 m, 2 m,
sampai dengan 6 m.
6. Dalam hal demikian maka visus dari penderita dinyatakan dalam per-60
7. Apabiia penderita tak dapat menghitung jari, maka dipergunakan lambaian
tangan pemeriksa pada jarak 1 m sampai 6 m
8. Dalam hal ini, maka visus penderita dinyatakan dalam per 300.
9. Apabila lambaian tangan tak terlihat oleh penderita, maka kita periksa
visusnya dengan cahaya (sinar baterai).
10. Untuk ini maka visus dinyatakan dalam per tak terhingga.

III. Pemeriksaan Obligue Illuminasi.


1. Penderita duduk di kursi dalam kamar gelap
2. Pemeriksa berdiri di depan penderita.
3. Dengan condensing lens, pemeriksa mengarahkan sinar yang datang.dari
lampu pijar kearah mata penderita.
4. Pemeriksa memakai loupe, memperhatikan :
 Conjunctiva; selera, cornea, COA, iris, lensa, pupil
 adakah Tyndall effect.

IV. Fundus refleks :


1. Mata penderita ditetesi dulu dengan midriatikum dan dibiarkan selama 5
menit di dalam kamar gelap.
2. Pemeriksa dan penderita di dalam kamar gelap di samping meja dan lampu
pijar pada jarak kurang lebih 50 cm.

MODUL SKILL LAB A JILID 2 13


LAB KETRAMPILAN MEDIK /PPD-UMP

3. Sinar yang datang dari lampu dipantulan oleh cermin datar atau cekung,
masuk ke pupil penderita.
4. Pemeriksa menilai kejernihan : cornea, COA, lensa dan corpus vitreum
(media -refrakta ).
Apabila media refrakta jernih, maka dari jauh saja pemeriksa dapat melihat
refleksi fundus yang berwarna merah jingga cemerlang.

V. Pemeriksaan funduscopi :
1. Penderita duduk dalam kamar gelap.
2. Pemeriksa dengan Oftalmoskop berdiri disamping penderita
3. Bila kita akan rnemeriksa fundus secara ideal maka sebaiknva pupil.
dilebarkan dulu.
4. Bila mata kanan yang pendcrita akan diperiksa, maka pemeriksa
memegang opthalmoscope dengan tangan kanan dan melihat fundus mata
dengan mata kanan pula.
5. Pemeriksa memperhatikan :
 papila N II : adakah papil oedema, papil atrofi
 macula lutea
 pembuluh darah retina

VI. Pemeriksaan: Lapangan Pandang.


A. Metode konfrontasi
1. Pemeriksa dan penderita saling berhadapan.
2. Satu mata penderita yang akan diperiksa memandang lurus kedepan
(kearah mata pemeriksa).
3. Mata yangtainAitutup
4. Bila yang akan diperiksa mata kanan, maka mata kanan pemeriksa
juga dipejamkan.
5. Tangan pemeriksa direntanakan, salah satu tangan pemeriksa . atau
kedua tangan pemeriksa digerak- gerakkan dan penderita diminta untuk
menunjuk kearah tangan yang bergerak (dari belakang penderita).
B. Metode Kampimeter
1. Dalam ruang, penderita duduk menghadap kampimeter.
2. Pemeriksa berdiri disamping penderita.
3. Mata penderita yang tak diperiksa ditutup.
4. Mata yang diperiksa berada pada posisi lurus dengan titik tengah
kampimeter. Pandangan lurus ke depan (titik tengah kampimeter).
5 Pemeriksa meriggerakkan obyek dari perifer menuju ketitik tengah
kampimeter.
6. Bila penderita telah melihat obyek tersebut, maka pemeriksa memberi
tanda pada kampimeter.

MODUL SKILL LAB A JILID 2 14


LAB KETRAMPILAN MEDIK /PPD-UMP

7. Demikian dilakukan sampai 360 derajat sehingga.dapat digambarkan


lapangan pandang dari mata yang diperiksa.

VIl. Pemeriksaan tonometri :


A. Pemeriksaan secara kasar (metode digital)
1. Penderita diminta untuk melirik kebawah.
2. Kedua jari telunjuk kita gunakan untuk pemeriksaan fluktuaisi pada bola
mata penderita
B. Menggunakan Tonometer dari Schiotz.
1. Persiapan : Mata penderita terlebih dulu ditetesi dengan larutan
anestesi lokal.
2. Tonometer didesinfeksi dengan dicuci alkohol atau dibakar dengan api
spiritus. Penderita tidur telentang, mata yang akan diperiksa melihat
lurus keatas tanpa berkedip.
3. Tonometer diletakkan dengan perlahan-lahan dan hati-hati diatas
cornea penderita.
4. Pemeriksa membaca angka yang ditunjuk oleh jarum tonometer.
5. Kemudian pemeriksa melihat pada tabel, dimana terdapat daftar
tekanan bola mata.

VIII. Pemeriksaan keseimbangan otot


1. Penderita berhadap-hadapan dengan pemeriksa. .
2. Corneal refleks : pada orang normal refleksi cahaya pada kornea sama
tinggi pada kedua mata.
3. Cover test : pada orang normal tak akan ada gerak dari mata, sedang pada
penderita strabisnius akan ada gerak dari mata kearah posisi primer.
4. Tes konvergensi : dengan meminta penderita untuk mengikuti ujung vulpen
yang kita bawa kearah ujung hidung, normal terlihat kedua kornea bergerak
ke nasal dan pupil menyempit (aksi N. III).
5. Gerak-gerak bola mata menuju ke temporal, nasal, kiri atas, kiri bawah,
kanan atas dan kanan bawah menunjukkan aksi dari N.III, N.IV dan N.VI.

IX. Pemeriksaan sistem lakrimalis.


A. Menggunakan larutan Fluorescein 3 %
1. Penderita duduk di kursi, pemeriksa . disamping penderita
2. Mata yang diperiksa ditetesi dengan larutan Fluorescein 3 %.
3. Lubang hidung yang sesuai dengan mata tersebut ditutup dengan
kapas putih yang basah.
4. Penderita diminta untuk bersin atau sisi. Bila sistem lakrimalis lancar,
maka akan terlihat kapas menjadi berwarna hijau.
B. Menggunakan larutan garam fsiologis
1. Penderita dipersiapkan dulu dengan obat anestesi lokal (Pantocain
0,5%), ditunggu 1-2 menit.
2. Kita ambil larutan garam fisiologis kedalam spuit, lalu dengan jarum

MODUL SKILL LAB A JILID 2 15


LAB KETRAMPILAN MEDIK /PPD-UMP

tumpul kita masukkan larutan garam tadi kedalam canalis lacrimalis.


3. Bila lancar, berarti tak ada sumbatan pada sistema lacrimalis.

X. Pemeriksaan dengan Fluorescein untuk Cornea


1. Mata yang diperiksa ditetesi dengan larutan Fluorescein 3%
2. Penderita diminta untuk berkedip-kedip sebentar.
3. Kemudian mata tersebut dicuci dengan boorwater sampai bersih
4. Dengan Oblique Illumination dilihat apakah ada warna hijau yang tertinggal
pada kornea.
5. Bila ada defek epitel kornea, rnaka akan terlihat warna hijau menempel
pada kornea.

XI. Pemeriksaan sensibilitas kornea ( N.V )


Di bagian mata biasanya tes ini dilakukan bila kita curiga adanya Keratitis
Herpetika, dimana sensibilitas korneanya menurun.
1. Penderita dan pemeriksa saling berhadapan
2: Penderita diminta untuk melihat jauh
3. Pemeriksa memegang kapas yang dipilih ujungnya dan menyentuh kornea
(yang jernih). Perhatikan apakah penderita mengedipkan mata atau
mengeluarkan air mata.
5. Gila demikian berarti sensibilitas kornea baik.

XII. Tes Buta Warna


Dengan nenggunakan buku ishihara, lakukan tes buta warna dengan cara
meminta penderita membaca dan menyebutkan angka yang tampak pada setiap
halaman buku. Hasil bacaan penderita dikonfirmasikan dengan jawaban yang
tersedia untuk menentukan diagnosis.

E. DAFTAR PUSTAKA

1. DeGowin RL, Donald D Brown. 2000. Diagnostic Examination. McGraw-Hill.USA.


2. Ilyas S. 1999. Ilmu Penyakit Mata.Balai Penerbit FKUI. Jakarta
3. Lumbantobing SM. 2000. Neurologi Klinik: Pemeriksaan Fisik dan Mental. Balai
Penerbit FKUI. Jakarta.

MODUL SKILL LAB A JILID 2 16


LAB KETRAMPILAN MEDIK /PPD-UMP

Penilaian Ketrampilan Pemeriksaan Fisik Mata

Nama :
NIM :
Nilai
No. Aspek Yang Dinilai
0 1 2
1 Menyapa pasien dengan ramah
2 Menjelaskan dan meminta persetujuan kepada pasien
tentang tindakan yang akan dilakukan
3 Inspeksi orbita dan daerah sekitarnya
4 Melakukan pemeriksaan visus menggunakan optotype
snellen
5 Melakukan pemeriksaan lapangan pandang menggunakan
tes konfrontasi
6 Melakukan pemeriksaan papan placido
7 Melakukan pemeriksaan tonometri digital
8 Melakukan pemeriksaan oftalmoskopi
9 Melakukan pemeriksan otot penggerak bola mata
10 Melakukan pemeriksaan tes buta warna
TOTAL
Keterangan :
1. = tidak dilakukan Palembang, …………..
2. = dilakukan tetapi kurang sempurna
Penguji,
3. = dilakukan dengan sempurna

Nilai = (Jumlah/20) x 100%

=………………….. ………………………..

MODUL SKILL LAB A JILID 2 17


Lab Ketrampilan Medik/PPD-LINSOF'D

LAB KETRAMPILAN MEDIK /PPD-UMP

FISIK DIAGNOSTIK THT


Dody Novrizal

A. TUJUAN PEMBELAJARAN

Setelah menjalani praktikum fisik diagnostik kepala leher, mahasiswa


diharapkan mampu
1. Melakukan pemeriksaan fisik telinga dengan benar
2. Melakukan pemeriksaan fisik hidung dengan benar
3. Melakukan pemeriksaan fisik tenggorok dengan benar

B.TINJAUAN PUSTAKA

Untuk dapat menegakkan diagnosis suatu kelainan atau penyakit THT,


diperlukan kemampuan dan keterampilan melakukan anamnesis dan pemeriksaan
organ-organ tersebut.

Telinga
Keluhan utama yang sering ditemui pada penderita dengan gangguann
telinga berupa :
1. Gangguan pendengaran/tuli.
2. Suara berdenging (tinnitus)
3. Rasa pusing yang berputar (vertigo)
4. Rasa nyeri didalam telinga {otalgia}
5. Keluar cairan dari telinga (otore)

Gangguan pada telinga dapat terjadi pada satu ataupun kedua telinga, timbul
tiba-tiba ataupun bertambah secara bertahap. Gangguan pendengaran dapat terjadi
akibat trauma kepala, trauma akustik, infeksi (parotitis, influenza best dan
meningitis) atau sebagai efek samping dari pemakaian. obat-obatan yang bersifat
ototoksik. Gangguan pendengaran dapat diderita sejak bayi sehingga biasanya
disertai juga dengan gangguan bicara dan komunikasi. Gangguan pendengaran
biasanya disertai dengan tinnitus pada awalnya, walaupun pada beberapa kasus
ketulian dapat terjadi total dan mendadak.
Gangguan telinga luar dan telinga tengah dapat menyebabkan tuli konduktif,
sedangkan gangguan telinga dalam menyebabkan tuli saraf, mungkin tuli koklea
atau tuli retrokoklea. Pada tuti konduktif terdapat gangguan hantaran suara,
sedangkan pada tuli saraf terdapat kelainan perseptif dan sensorineural. Tuli campur
merupakan kombinasi tuli konduktif dan tuli saraf, dapat merupakan satu penyakit
ataupun karena dua penyakit yang berbeda. Vertigo merupakan keluhan gangguan

MODUL SKILL LAB A JILID 2 18


LAB KETRAMPILAN MEDIK /PPD-UMP

keseimbangan dan rasa ingin jatuh. Perubahan posisi biasanya mempengaruhi


kualitas dan kuantitas vertigo. Vertigo biasanya juga disertai dengan keluhan mual,
muntah, rasa penuh di telinga dan telinga berdenging yang kemungkinan
kelainannya terdapat di labirin atau disertai keluhan neurologis seperti disartri dan
gangguan penglihatan sentral.
Kadang-kadang keluhan vertigo akan timbul bila ada kekakuan pergerakan
otot-otot leher. Penyakit diabetes mellitus, hipertensi, arteriosclerosis, penyakit
jantung, anemia, kanker, sifilis dapat menimbulkan keluhan vertigo dan tinnitus.
Otalgia biasanya merupakan nyeri alih dari rasa nyeri pada gigi molar, sendi rahang,
dasar mulut, tonsil , atau tulang servikal. Sedangkan otore dapat berasal dari infeksi
telinga luar, namun bila secret banyak dan bersifat mukoid umumnya berasal dari
infeksi telinga tengah. Bila secret bercampur darah harus dicurigai adanya infeksi
akut berat atau keganasan, dan harus diwaspadai adanya LCS.

Hidung
Hidung memiliki fungsi yang penting sebagai jalan nafas, pengatur kondisi
udara, penyaring udara, indra penghidu, resonansi suara, turut membantu proses
bicara dan refleks nasal. Keluhan utama penyakit atau kelainan hidung dapat berupa
sumbatan hidung, secret hidung dan tenggorok, bersin, rasa nyeri di daerah muka
dan kepala, perdarahan hidung dan gangguan penghidu. Gangguan pengidu dapat
berupa hilangnya penciuman (anosmia) atau berkurang (hyposmia), disebabkan
karena adanya kerusakan pada saraf penghidu ataupun karena sumbatan pada
hidung.
Sinusitis adalah radang mukosa sinus paranasal, sering dijumpai dengan
tanda dan gejala nyeri di daerah dahi, pangkal hidung, pipi dan tengah kepala. Rasa
nyeri dapat bertambah bila menundukkan kepala dan dapat berlangsung sampai
beberapa hari. Sinusitis yang paling sering ditemukan ialah sinumsitis maksilaris,
kemudian sinusitis etmoidalis, sinusitis frontalis dan sinusitis sfenoidalis.

Tenggorok
Tenggorok dibagi menjadi faring dan laring. Berdasarkan letaknya faring
dibagi atas:
1. Nasofaring
2. Orofaring
 Dinding posterior faring
 Fossa tonsil
 Tonsil
3. Laringofaring (Hipofaring)

Sedangkan fungsi faring terutama untuk respirasi, proses menelan, resonansi


suara dan artikulasi. Keluhan di daerah faring umumnya berupa nyeri tenggorok
(odinofagi), rasa penuh dahak di tenggorok, rasa ada sumbatan dan sulit menelan
(disfagi). Kelainan yang sering dijumpai pada faring yaitu tonsillitis, faringitis,
tonsilofaringitis dan karsinoma nasofaring.

MODUL SKILL LAB A JILID 2 19


LAB KETRAMPILAN MEDIK /PPD-UMP

Laring merupakan bagian terbawah dari saluran nafas bagian atas.


Bentuknya menyerupai limas segitiga terpancung, dengan bagian atas lebih besar
daripada bagian bawah. Laring berfungsi untuk proteksi, batuk, respirasi, sirkulasi,
menelan, emosi serta fonasi. Fungsi laring untuk proteksi ialah mencegah makanan
dan benda asing masuk ke dalam trakea dengan jalan menutup aditus laring dan
rima glottis secara bersamaan. Selain itu dengan refleks batuk, benda asing yang
telah masuk ke dalam trakea dapat dibatukkan keluar.
Suara parau merupakan gejala penyakit yang khas untuk kelainan tenggorok
khususnya laring terkait dengan fungsi fonasi dari laring. Sedangkan lainnya dapat
berupa batuk, disfagi, dan rasa ada sesuatu di tenggorok. Kelainan yang sering
dijumpai pada laring yaitu laryngitis, paralisa otot laring dan tumor laring.

C. ALAT DAN BAHAN

1. Lampu Kepala
2. Spatel lidah
3. Spekulum hidung
4. Corong telinga
5. Garpu Tala
6. Kaca laring

D. PROSEDUR TINDAKAN/PELAKSANAAN

1. Memakai lampu kepala


Lampu kepala ditengah-tengah antara kedua mata kanan-kiri 20 - 25 cm
("sekilan" tangan) di depan objek. Fokus jatuh tepat pada organ/bagian yang
ingin diperiksa.
2. Duduk berhadapan dengan penderita
Kedua kaki penderita rapat, demikian juga kaki pemeriksa : kaki-kaki pemeriksa
sejajar dengan kaki-kaki penderita. Jangan menjepit kaki penderita diantara kaki
pemeriksa
 Inspeksi muka
Lihat muka penderita dari depan, kalau dipandang perlu juga dari samping
kanan dan kiri. Perhatikan bentuk muka, hidung, bentuk kedudukan dan letak
kedua telinga kanan kiri.
 Palpasi sinus para nasal
Pegang kepala penderita dengan kedua tangan di kanan dan kiri kepala
penderita; ibu jari di depan, jari-jari lain di belakang kepala. Tekan dengan ibu
jari kanan dan kiri. Bandingkan nyeri tekan kanan dengan kiri
3. Memangku penderita (anak kecil)
Anak dipangku, tangan kiri, memegang/menahan kepala (dagu) anak; tangan
kanan memegang kedua tangan anak. Kedua kaki anak dijepit kaki pemangku.

MODUL SKILL LAB A JILID 2 20


LAB KETRAMPILAN MEDIK /PPD-UMP

Teknik ini untuk melihat bagian depan dan dan bagian samping kanan. Untuk
melihat bagian samping kiri, tangan kanan memegang dahi (sebaliknya).
4. Memeriksa faring
Tangan kanan memegang spatel, tangan kiri memegang/menahan
tengkuk/belakang kepala penderita. Spatel diletakkan untuk menahan lidah (jangan
menekan keras). Memeriksa : cavum oris dan gigi, orofaring : tonsil, palatum molle,
dinding belakang faring. Perhatikan warna, bengkak, tumor, gerakan.
5. Memeriksa hidung
Pemeriksaan Hidung Luar dilakukan dengan cara inspeksi dan palpasi.
Kelainan-kelainan yang mungkin didapat adalah
 Kelainan kongenital seperti agenesis hidung, hidung bifida, atresia
nares anterior.
 Radang, misal selulitis, infeksi spesifik
 Kelainan bentuk, misal saddle nose, hidung betet (hump).
 Kelainan akibat trauma
 Tumor
Rinoskopi Anterior adalah pemeriksaan rongga hidung dari depan dengan
memakai spekulum hidung. Tangan kiri memegang speculum dengan ibu jari (di
atas/depan) dan jari telunjuk (dibawah/belakang) pada engsel speculum. Jari
tengah diletakan dekat hidung, sebelah kanan untuk fiksasi. Jari manis dan
kelingking membuka dan menutup spekulum. Speculum dimasukkan tertutup ke
dalam vestibulum nasi setelah masuk baru dibuka. Tangan kanan bebas : dapat
membantu memegang alat-alat pinset dan kait dsb, menahan kepala dari
belakang/tengkuk atau mengatur sikap kepala. Melebarkan nares anterior
dengan meregangkan ala nasi. Melihat jelas dengan menyisihkan rambut
hidung. Hal-hal yang harus diperhatikan pada rinoskopi anterior :
 Mukosa. Dalam keadaaan normal berwarna merah muda, pada radang
berwarna merah, pada alergi pucat atau kebiruan (livid)
 Septum. Normalnya terletak ditengah dan lurus, perhatikan apakah terdapat
deviasi, krista, spina, perforasi, hematoma, abses, dll.
 Konka. Perhatikan apakah konka normal (eutrofi), hipertrof, hipotrofi atau
atrofi
 Sekret. Bila ditemukan sekret perhatikan jumlah, sifat dan lokalisasinya
 Massa.
6. Pemeriksaan telinga
Duduk berhadapan dengan penderita.
Inspeksi dan palpasi. Amati telinga luar apakah terdapat kelainan/abnormalitas.
Palpasi dengan penekanan pada tragus, aurikula, dan os. Mastoideus di
posterior aurikula. Perhatikan adanya nyeri tekan, kemungkinan otitis eksterna
dan mastoiditis.
Otoskopi. Tangan kiri, jari tengah dan jari kelingking memegang bagian atas
daun telinga dan menariknya ke superoposterior. Tangan kanan memasukkan
corong telinga ke dalam kanalis auditorius eksterna. Corong kemudian dipegang

MODUL SKILL LAB A JILID 2 21


LAB KETRAMPILAN MEDIK /PPD-UMP

dengan tangan kiri, ibu jari dan jari telunjuk mengamati telinga luar dan
sekitarnya. Memeriksa kanalis auditorius eksterna dan membrana timpani.
7. Pemeriksaan pendengaran dengan garpu tala
a. Rinne
Garpu tala (frekuensi 256/512) digetarkan. Tangkai garpu tala diletakkan di
processus mastoid penderita. Bila penderita tidak mendengar suara lagi, kaki
garpu tala didekatkan di depan liang telinga penderita kira-kira 2,5 cm. Bila
masih terdengar disebut Rinne (+), bila tidak terdengar disebut Rinne (-).
b. Weber
Garpu tala digetarkan kemudian tangkainya diletakkan di tengah garis kepala
(vertex, dahi, pangkal hidung, tengah-tengah gigi seri, atau di dagu) penderita.
Apabila bunyi garpu tala terdengar lebih keras pada salah satu telinga disebut
weber lateralisasi ke telinga tersebut. Bila tidak dapat dibedakan ke arah mana
bunyi terdengar lebih keras dikatakan weber tidak ada lateralisasi.
c. Schwabach
Garpu tala digetarkan, kemudian tangkai garpu tala diletakkan pada processus
mastoid pemeriksa, bila telah tidak terdengar diletakkan pada penderita atau
sebaliknya. (dianggap pemeriksa normal). Apabila penderita masih mendengar
meskipun pemeriksa sudah tidak mendengar berarti Schwabach memanjang.
Apabila pemeriksa masih mendengar meskipun tidak lagi terdengar oleh
penderita berarti Schawach memendek.

Tes Tes Weber Tes Schwabach Diagnosis


Rinne
Posittif Lateralisasi (-} Sama dengan pemeriksa Normal
Negatif Lateralisasi ke telinga yang Memanjang Tuli kunduktif
sakit
Positif Lateralisasi ke telinga yang Memendek Tuli
sehat sensorincural
Catatan : Pada tuli konduktif <30 dB, Rinne bisa masih positif

8. Pemeriksaan keseimbangan. Akan dibicarakan pada materi neurologi

E. DAFTAR PUSTAKA

1. Buku Ajar Ilmu Penyakit THT. Ed.3. 1998. Balai Penerbit FKUI. Jakarta.
2. DeGowin RL, Donald D Brown. 2000.Diagnostic Examination. McGraw-Hill.USA.
3. Lumbantobing SM. 2000. Neurologi Klinik: Pemeriksaan Fisik dan Mental. Balai
Penerbit FKUI. Jakarta

MODUL SKILL LAB A JILID 2 22


LAB KETRAMPILAN MEDIK /PPD-UMP

Penilaian Keterampilan Pemeriksaan T1dT


Nama :
NIM :
Nilai
No. Aspek Yang Dinilai
0 1 2
1 Menyapa pasien dengan ramah
2 Menjelaskan dan meminta persetujuan kepada pasien
tentang tindakan yang akan dilakukan
3 Memasang lampu kepala dengan benar
4 Melakukan pemeriksaan telinga dengan benar (inspeksi,
palpasi dan otoskopi)
5 Melakukan pemeriksaan tes Rinne dengan benar
6 Melakukan pemeriksaan tes Weber dengan benar
7 Melakukan pemeriksaan tes Schwabach dengan benar
8 Melakukan pemeriksaan hidung (rinoskopi anterior)
dengan benar
9 Melakukan pemeriksaan rongga mulut, tonsil dan faring
dengan benar
Jumlah
Keterangan :
1 = tidak dilakukan Palembang, …………..
2 = dilakukan tetapi kurang sempurna
Penguji,
3 = dilakukan dengan sempurna

Nilai = (Jumlah/18} x 100%

=………………..
………………………..

MODUL SKILL LAB A JILID 2 23


LAB KETRAMPILAN MEDIK /PPD-UMP

PEMERIKSAAN FISIK ANAK


Dwi Arini Ernawati

A. TUJUAN PEMBELAJARAN

Setelah menjalani kepaniteraan klinik muda, mahasiswa diharapkan mampu


melakukan pemeriksaan fisik anak.

B. TINJAUAN PUSTAKA.

Pemeriksaan fisik pada anak berbeda dengan dewasa, ada beberapa hal
yang tidak boleh diabaikan dan cara pemeriksaan harus disesuaikan dengan umur
anak/bayi. Suasana harus tenang dan nyaman karena jika anak ketakutan,
kemungkinan dia akan menolak untuk diperiksa. Untuk anak usia 1-3 tahun,
kebanyakan diperiksa dalam pelukan ibu, sedangkan pada bayi usia < 6 bulan,
biasanya bisa diperiksa di atas meja periksa.
Tata cara dan urutan pemeriksaan fisik pada anak tetap dimulai dengan inspeksi,
palpasi, perkusi dan auskultasi.
Inspeksi, ditujukan untuk melihat perubahan yang terjadi secara umum
dengan membandingkan tempat yang diperiksa, dengan daerah sekitarnya atau
organ yang sama pada sisi yang berbeda.
Palpasi, dilakukan dengan telapak tangan dan atau jari-jari tangan. Palpasi
diperlukan untuk menentukan bentuk, ukuran, tepi, permukaan dan untuk
mengetahui intensitas nyeri serta konsistensi. Palpasi dapat dilakukan dengan
kedua tangan, terutama untuk mengetahui adanya cairan atau ballottement.
Perkusi, ditujukan untuk mengetahui perbedaan suara ketukan sehingga
dapat ditentukan batas-batas organ atau massa abnormal. Suara perkusi dibagi
menjadi 3 macam yaitu sonor (perkusi paru normal), timpani (perkusi abdomen), dan
pekak (perkusi otot). Suara lain yang terdapat diantara dua suara tersebut seperti
redup (antara sonor dan pekak) dan hipersonor (antara sonor dan timpani). .
Auskulatasi, pemeriksaan dengan rnenggunakan stetoskop untuk mendengar
suara pernafasan, bunyi dan bising jantung, peristaltic usus dan aliran darah dalam
pembuluh darah.

C. ALAT DAN BAHAN

1. Stetoskop
2. Manset anak
3. Tensimeter

MODUL SKILL LAB A JILID 2 24


LAB KETRAMPILAN MEDIK /PPD-UMP

4. Timbangan anak
5. Termometer
6. Meteran tinggi badan
7. Midline
8. Palu refleks

D. PROSEDUR TINDAKAN/PELAKSANAAN

1. Pemeriksaan Umum
a. Keadaan Umum
 Kesan sakit
 Kesadaran
 Kesan status gizi
b. Tanda Vital
 Tekanan Darah
Pengukuran seperti pada dewasa, tetapi memakai manset khusus untuk
anak, yang ukurannya lebih kecil dari manset dewasa. Besar manset
antara setengah sampai dua per tiga lengan atas. Tekanan darah waktu
lahir 60 - 90 mmHg sistolik, dan 20 - 60 mmHg diastolik. Setiap tahun
biasanya naik 2- 3 mmHg untuk kedua-duanya dan sesudah pubertas
mencapai tekanan darah dewasa.
 Nadi
Perlu diperhatikan, frekuensi/laju nadai (N: 60-100 xlmenit), irama,
isi/kualitas nadi dan ekualitas (perabaan nadi pada keempa ekstrimitas
 Nafas
Perlu diperhatikan laju nafas, irama, kedalaman dan pola pernafasan.
 Suhu
Pengukuran suhu tubuh dapat dilakukan dengan beberapa cara :
1. Rectal
Anak tengkurap di pangkuan ibu, ditahan dengan tangan kiri, dua jari
tangan kiri memisahkan dinding anus kanan dengan kiri, dan
termometer dimasukkan anus dengan tangan kanan ibu.
2. Oral
Termometer diletakkan di bawah lidah anak. Biasanya dilakukan
untuk anak > 6 tahun.
3. Aksiler
Termometer ditempelkan di ketiak dengan lengan atas lurus selama 3
menit. Umumnya suhu yang diperoleh 0,5 ° lebih rendah dari suhu
rektal.
c. Data Antropometrik

MODUL SKILL LAB A JILID 2 25


LAB KETRAMPILAN MEDIK /PPD-UMP

 Berat Badan
Berat badan merupakan parameter yang paling sederhana dan
merupakan indeks untuk status nutrisi sesaat: Interpretasi :
1. BB/U dipetakan pada kurve berat badan
 BB< sentil ke 10 : defisit
 BB> sentil ke 90 : kelebihan
2 BB/U dibandingkari dengan acuan standar, dinyatakan persentase :
 > 120% : gizi lebih
 SO%-120oXn : gizi baik
 60%-80% : tanpa edema, gizi kurang; dengan edema, gizi buruk
 < 60% : gizi buruk, tanpa edema (marasmus), dengan edema
(kwasiorkhor).
 Tinggi Badan
Dinilai dengan :
1. TB/U pada kurva
 < 5 sentil : deficit berat
 Sentil 5-10 : perlu evaluasi untuk membedakan apakah
perawakan pendek akibat defisiensi nutrisi kronik atau
konstitusional
2. TB/U dibandingkan standar baku (%)
 90%-110% : baik/normal
 70%-89% : tinggi kurang
3. BB/TB

2. Kulit
Pada pemeriksaan kulit yang harus diperhatikan adalah : warna kulit, edema,
tanda perdarahan, luka parut (sikatrik), pelebaran pembuluh darah,
hemangioma, nevus, bercak `cafe au kait', pigmentasi, tonus, turgor,
pertumbuhan rambut, pengelupasan kulit, dan stria.
3. Kelenjar Limfe
Kelenjar limfe yang perlu diraba adalah : submaksila, belakang telinga, leher,
ketiak, bawah lidah, dan sub oksipital. Apabila teraba tentukan lokasinya,
ukurannya, mobil atau tidak.
4. Kepala
Pada pemeriksaan kepala perlu diperhatikan : besar, ukuran, lingkar kepala,
asimetri, sefalhematom, maulase, kraniotabes, sutura, ubun-ubun, pelebaran
pembuluh darah, rambut, tengkorak dan muka. Kepala diukur pada lingkaran
yang paling besar, yaitu melalui dahi dan daerah yang paling menonjol daripada
oksipital posterior.
5. Muka
Pada pemeriksaan muka perhatikan : simetri tidaknya, paralisis, jarak antara

MODUL SKILL LAB A JILID 2 26


LAB KETRAMPILAN MEDIK /PPD-UMP

hidung dan mulut, jembatan hidung, mandibula, pembengkakan, tanda chovstek,


dan nyeri pada sinus.
6. Mata
Pada pemeriksaan, mata perhatikan : fotofobia, ketajaman melihat, nistagmus,
ptosis, eksoftalmus, endoftalmus, kelenjar lakrimalis, konjungtiva, kornea, pupil,
katarak, dan kelainan fundus. Strabismus ringan dapat ditemukan pada bayi
normal di bawah 6 bulan.
7. Hidung
Untuk pemeriksaan hidung, perhatikan : bentuknya, gerakan cuping hidung,
mukosa, sekresi, perdarahan, keadaan septum, perkusi sinus.
8. Mulut
Pada pemeriksaan mulut, perhatikan :
 Bibir : warna, fisura, simetri/tidak, gerakan.
 Gigi : banyaknya, letak, motling, maloklusi, tumbuh lambat/tidak.
 Selaput lendir mulut : warna, peradangan, pembengkakan.
 Lidah : kering/tidak, kotor/tidak, tremor/tidak, warna, ukuran, gerakan,
tepi hiperemis/tidak.
 Palatum : warna, terbelah/tidak, perforasi/tidak.
9. Tenggorok
Pemeriksaan tenggorok dilakukan dengan menggunakan alat skalpel, anak
disuruh mengeluarkan lidah dan mengatakan 'ah' yang keras, selanjutnya spaltel
diletakkan pada lidah sedikit ditekan kebawah. Perhatikan : uvula, epiglotis,
tonsil besarnya, warna, paradangan, eksudat, kripte)
10. Telinga
Pada pemeriksaan telinga, perhatikan : letak telinga, warna dan bau sekresi
telinga, nyeri/tidak (tragus, antitragus), liang telinga, membrana timpani.
Pemeriksaan menggunakan heat lamp dan spekulum telinga.
11. Leher
Pada leher perhatikanlah : panjang/pendeknya, kelenjar leher, letak trakhea,
pembesaran kelenjar tiroid, pelebaran vena, pulsasi karotis, dan gerakan leher.
12. Thorax
Untuk pemeriksaan thorax seperti halnya pada dewasa, meliputi urutan :
 Inspeksi
Pada anak < 2 tahun : lingkar dada lingkar kepala
Pada anak > 2 tahun : lingkar dada > lingkar kepala.
Perhatikan
a. Bentuk thorax :funnel chest, pigeon chest, barell chest, dll
b Pengembangan dada kanan dan kiri : simetriltidak, ada retraksi/tidak
c. Pernafasan : cheyne stokes, kusmaul, biot
d. Ictus cordis
 Palpasi

MODUL SKILL LAB A JILID 2 27


LAB KETRAMPILAN MEDIK /PPD-UMP

Perhatikan :
1. Pengembangan dada : simetri/tidak
2. Fremitus raba : dada kanan sama dengan kiri/tidak
3. Sela iga : retraksi/tidak
4. Perabaan iktus cordis
 Perkusi
Dapat dilakukan secara langsung dengan menggunakan satu jari/tanpa
bantalan jari lain, atau secara tidak langsung dengan menggunakan 2 jari/
bantalan jari lain. Jangan rnengetok terlalu keras karena dinding thorax anak
lebih tipis dan ototnya lebih kecil.
Tentukan :
1. Batas paru jantung
2. Batas paru-hati : iga VI depan
3. Batas diafragma : iga VIII - X belakang.
Bedakan antara suara sonor dan redup.
 Auskultasi
Tentukan suara dasar dan suara tambahan :
Suara dasar : vesikuler, bronkhial, amforik, cog-wheel breath sound,
metamorphosing breath sound.
Suara tambahan : ronki, krepitasi, friksi pleura, wheezing
Suara jantung.normal, bising, gallop.
13. Abdomen
Seperti halnya pada dewasa pemeriksaan abdomen secara berurutan meliputi:
 Inspeksi
Perhatikan dengan cara pengamatan- tanpa menyentuh :
1 Bentuk : cekung/cembung
2. Pernafasan : pernafasan abdominal normal pada bayi dan anak kecil
3. Umbilikus : hernia/tidak
4. Gambaran vena : spider navy
5. Gambaran peristaltik
 Auskultasi
Perhatikan suara peristaltik, normal akan terdengar tiap 10 - 30 detik.
 Perkusi
Normal akan terdengar suara timpani.
Dilakukan untuk menentukan udara dalam usus, atau adanya cairan
bebas/ascites.
 Palpasi
Palpasi dilakukan dengan cara anak disuruh bernafas dalam, kaki
dibengkokkan di sendi lutut, palpasi dilakukan dari kiri bawah ke atas,
kemudian dari kanan atas ke bawah. Apabila ditemukan bagian yang nyeri,

MODUL SKILL LAB A JILID 2 28


LAB KETRAMPILAN MEDIK /PPD-UMP

dipalpasi paling akhir.


Perhatikan : adanya nyeri tekan, dan tentukan lokasinya.
Nilai perabaan terhadap hati, limpa, dan ginjal.
HATI
Palpasi dapat dapat dilakukan secara mono/bimanual
Ukur besar hati dengan cara :
1. Titik persilangan linea medioclavicularis kanan dan arcus aorta dihubungkan
dengan umbilikus.
2. Proc. Xifoideus disambung dengan umbilicus.
Normal : 1/3 --1/3 sampai usia 5 - 6 tahun.
Perhatikan juga : konsistensi, permukaan, tepi, pulsasi, nyeri tekan.
LIMPA
Ukur besar limpa (schuffner) dengan cara :
Tarik garis singgung `a' dengan bagian arcus aortaa kiri.
Dari umbilikus tarik garis `b' tegak lurus `a' bagi dalam 4 bagian. Garis `b'
diteruskan ke bawah sampai lipat paha, bagi menjadi 4 bagian juga. Sehingga
akan didapat S1 - S8.
GINJAL
Cara palpasi ada 2 :
Jari telunjuk diletakkan pada angulus kostovertebralis dan menekan keras ke
atas, akan teraba ujung bawah ginjal kanan. Tangan kanan mengangkat
abdomen anak yang telentang. Jari-jari tangan kiri diletakkan di bagian belakang
sedemikian hingga jari telunjuk di angulus kostovertebralis kemudian tangan
kanan dilepaskan. Waktu abdomen jatuh ke tempat tidur, ginjal teraba oleh jari-
jari tangan kiri.
14. Ekstremitas
Perhatikan : kelainan bawaan, panjang dan bentuknya, clubbing finger, dan
pembengkakan tulang:
Persendian
Periksa : suhu, nyeri tekan, pembengkakan, cairan, kemerahan, dan gerakan.
Otot
Perhatikan : spasme, paralisis, nyeri, dan tonus.
15. Alat Kelamin
Perhatikan :
Untuk anak perempuan :
a. Ada sekret dari uretra dan vagina/tidak.
b Labia mayor : perlengketan / tidak
c. Himen : atresia / tidak
d. Klitoris : membesar / tidak.
Untuk anak laki-laki :
a. Orifisium uretra :

MODUL SKILL LAB A JILID 2 29


LAB KETRAMPILAN MEDIK /PPD-UMP

hipospadi = di ventral / bawah penis


Epsipadia = di dorsal / atas penis.
b. Penis : membesar / tidak
c. Skrotum : membesar / tidak, ada hernia / tidak.
d. Testis : normal sampai puber sebesar kelereng.
e. Reflek kremaster : gores paha bagian dalam testis akan naik dalam skrotum
16. Anus dan Rektum
Anus diperiksa rutin sedangkan rektum tidak.
Untuk anus, perhatikan :
a. Daerah pantat adanya tumor, meningokel, dimple, atau abces perianal.
b. Fisura ani
c. Prolapsus ani
Pemeriksaan rektal : anak telentang, kaki dibengkokkan, periksa dengan jari
kelingking masuk ke dalam rektum.
Perhatikan :
a. Atresia ani
b. Tonus sfingter ani
c. Fistula rektovaginal
d. Ada penyempitan / tidak.
.

E. DAFTAR PUSTAKA

1. Behrman. 1999. NELSON . Ilmu Kesehatan Anak. EGC.Jakarta.


2. Buku Ajar llmu Kesehatan Anak.1998. Penerbit FK UI

MODUL SKILL LAB A JILID 2 30


LAB KETRAMPILAN MEDIK /PPD-UMP

Penilaian Keterampilan Pemeriksaan Fisik Anak

Nama :
NIM :
Nilai
No. Aspek Yang Dinilai
0 1 2
1 Menyapa pasien dengan ramah
2 Mempersilahkan pasien berbaring pada meja pemeriksaan
3 Melakukan pemeriksaan umum pasien (KU, tanda vital, data
antropometrik)
4 Melakukan pemeriksaan kulit dan kelenjar getah bening
5 Melakukan pemeriksaan kepala dan muka
6 Melakukan pemeriksaan mata
7 Melakukan pemeriksaan hidung
8 Melakukan pemeriksaan mulut dan tenggorok
9 Melakukan pemeriksaan telinga
10 Melakukan pemeriksaan leher
11 Melakukan pemeriksaan thorak (inspeksi, perkusi, palpasi,
auskultasi) paru dan jantung.
12 Melakukan pemeriksaan abdomen (inspeksi, auskultasi,
perkusi, palpasi), pemeriksaan hepar, limfa dan ginjal
13 Melakukan pemeriksaan genitalia
14 Melakukan pemeriksaan anus dan rektum
TOTAL
Keterangan :
Palembang, …………..
1. = tidak dilakukan
2. = dilakukan tetapi kurang sempurna Penguji,
3. = dilakukan dengan sempurna

Nilai. = ( Jumlah/30) x 100%

= …………………..% ………………………..

MODUL SKILL LAB A JILID 2 31


LAB KETRAMPILAN MEDIK /PPD-UMP

PEMERIKSAAN GLASGOW COMA SCALE (GCS)


DAN PAEDIATRIC COMA SCALE (PCS)
Thianti Sylviningrum

A. TUJUAN PEMBELAJARAN :

Pada akhir kepaniteraan klinik muda, mahasiswa mampu :


1. Definisi Glasgow Coma Scale dan Paediatric Coma Scale.
2. Indikasi pemeriksaan GCS dan PCS.
3. Melakukan prosedur pemeriksaan GCS dan PCS dengan baik dan benar.
4. Menjelaskan parameter normal hasil pemeriksaan GCS dan PCS.
5. Menginterpretasikan hasil pemeriksaan GCS dan PCS.

B. TINJAUAN PUSTAKA

Glasgow Coma Scale adalah parameter untuk pemeriksaan kesadaran


kuantitatif pada orang dewasa,sedangkan paediatric coma scale adalah parameter
untuk pemeriksaan kesadaran secara kuantitatif pada anak-anak.
Kesadaran adalah keadaan yang mencerminkan pengintegrasian impuls
eferen (output) dan aferen (input) di susunan saraf pusat. Dapat juga diartikan
sebagai kemampuan untuk berespon terhadap rangsangan dari luar. Kesadaran
dapat ditentukan baik secara kualitas maupun kuantitasnya. Derajat kesadaran
(kuantitatif) ditentukan dari jumlah input susunan saraf pusat, sedangkan cara
pengolahan input tersebut sehingga menghasilkan pola-pola output susunan saraf
pusat menentukan kualitas kesadaran. Input susunan saraf pusat dapat dibedakan
jadi 2 yaitu :
a. Spesifik : berasal dari semua lintasan aferen impuls protopatik, propiuseptif, dan
perasaan panca indera. Lintasan ini menghubungkan satu titik pada tubuh
dengan suatu titik pada kortek perseptit primer.
b. Non spesitik : merupakan sebagian dari impuls aferen spesifik yang disalurkan
melalui aferen non spesifik, menghantarkan setiap impuls dari titik manapun
dalam tubuh ke titik-titik pada seluruh kedua kortek serebri.
Tingkat kesadaran sangat penting pada pasien cedera kepala. Glasgow coma
Scale sudah digunakan secara luas untuk menentukan tingkat kesadaran penderita.
GIasgow. Coma Scale meliputi :
1. Eye / Mata
Spontan membuka mata 4
Membuka mata dengan perintah (suara) 3
Membuka mata dengan rangsang nyeri 2
Tidak membuka mata dengan rangsang apapun 1

MODUL SKILL LAB A JILID 2 32


LAB KETRAMPILAN MEDIK /PPD-UMP

2. Verbal
Berorieniasi baik 5
Bingung (bisa membentuk kalimat tapi arti keseluruhan kacau) 4
Bisa membentuk kata tapi tidak bisa membentuk kalimat 3
Bisa mengeluarkan suara yang tidak memiliki arti 2
Tidak bersuara 1
3. Motorik
Menurut perintah 6
Dapat melokalisir rangsang nyeri 5
Menolak rangsangan nyeri pada anggota gerak 4
(withdrawal)
Menjauhi rangsang nyeri 3
Ekstensi spontan 2
Tak ada gerakan 1

Kriteria :
Kesadaran baik/normal : GCS 15
Koma:GCS<7

Sedangkan Paediatric coma Scale merupakan modifikasi dari Glasgow Coma Scale
karena pada anak-anak yang belum bisa berbicara akan menyulitkan pemeriksa
dalam menentukan skor verbalnya.

Paediatric Coma Scale meliputi :


1. Eyes opening / Respon membuka mata
spontaneously 4
to verbal stimuli 3
to pain 2
never 1
2. Non verbal children & Best verbal response / respon verbal terbaik
Non Verbal Children Best Verbal Response Score
smiles oriented to sound follows objects oriented and converses 5
interacts
consolable when crying and interacts Disoriented and converses 4
inappropriately
inconsistently consolable and moans; inappropriate words 3
makes vocal sounds
Inconsolable irritable and restless; cries Incomprehensible sounds 2
no response no response 1

MODUL SKILL LAB A JILID 2 33


LAB KETRAMPILAN MEDIK /PPD-UMP

3. Best motor response/ respon motorik terbaik


obeys commands 6
localizes pain 5
flexion withdrawal 4
abnormal flexion (decorticate rigidity) 3
extension (decerebrate rigidity) 2
no response 1

Children Coma Scale :


Skor membuka mata + respon verbal/nonverbal terbaik + respon moturik
Interpretasi :
1. Skor minimum adalah 3, prognosis sangat buruk
2. Skor maksimum adalah 15, prognosis baik
3. Skor > 7 kesempatan untuk sembuh besar
4. Skor 3-5 berpotensi fatal
5. Anak-anak usia dibawah 5 tahun memiliki skor lebih rendah
karena pengurangan terjadi pada respon motorik dan verbal.

1. Usia 0-6 bulan :


Respon verbal terbaik pada usia ini adalah menangis, skor yang diharapkan
adalah 2
2. Usia 6-12 bulan :
Pada usia ini bayi sudah dapat membentuk suara, skor yang diharapkan adalah
3.
Bayi akan melokalisir nyeri tapi tidak menuruti perintah, skor yang diharapkan
adalah 4.
3. Usia 12-24 bulan :
Kata-kata yang diucapkan sudah dapat dimengerti, skor yang diharapkan adalah
4.
Bayi akan melokalisir nyeri tapi tidak menuruti perintah, skor yang diharapkan
adalah 4.
4. Usia 2-5 tahun :
Kata-kata yang diucapkan sudah dapat dimengerti, skor yang diharapkan adalah
4.
Bayi sudah menuruti perintah, skor yang diharapkan adalah 5.
5. Usia diatas 5 tahun :
Orientasi baik bila pasien mengetahui bahwa ia di rumah sakit, skor verbal
normal yang diharapkan adalah 5.
Skor normal berdasarkan umur :
0-6 bulan 9
6-12 bulan 11

MODUL SKILL LAB A JILID 2 34


LAB KETRAMPILAN MEDIK /PPD-UMP

12-24 bulan 12
2-5 tahun 13
>5 tahun 14

C. ALAT DAN BAHAN

1. Alat : skor GCS dan PCS.


2. Bahan : titiak ada.

:
D. PROSEDUR TiNDAKAN/PELAKSANAAN

a. Pasien dibaringkan di atas tempat tidur


b. Nilai status pasien, adakah kelainan gawat yang harus ditangani terlebih dahulu /
tidak.
c. Periksa kesadaran pasien dengan GCS (dewasa) dan PCS (anak-anak)
d. GCS :
d.1 Eye :
 saat dokter mendatangi pasien, pasien spontan membuka mata dan
memandang dokter : skor 4.
 pasien membuka mata saat namanya dipanggil atau diperintahkan
untuk membuka mata oleh dokter : skor 3.
 pasien membuka mata saat dirangsang nyeri (cubitan) : skor 2.
 pasien tidak membuka mata dengan pemberian rangsang apapun:
skor 1.
d.2 Verbal :
 pasien berbicara secara normal dan dapat menjawab pertanyaan dokter
dengan benar (pasien menyadari bahwa ia ada di rumah sakit, menyebutkan
namanya, alamatnya, dll) : skor 5.
 pasien dapat berbicara normal tapi tampak bingung, pasien tidak tahu secara
pasti apa yang telah terjadi pada dirinya, dan memberikan jawaban yang
salah saat ditanya oleh dokter : skor 4.
 pasien mengucapkan kata "jangan/stop" saat diberi rangsang nyeri, tapi tidak
bisa menyelesaikan seluruh kalimat, dan tidak bisa menjawab seluruh
pertanyaan dari dokter : skor 3
 pasien tidak bisa menjawab pertanyaan sama sekali, dan hanya
mengeluarkan suara yang tidak membentuk kata (bergumam) : skor 2.
 pasien tidak mengeluarkan suara walau diberi rangsang nyeri (cubitan) : skor
1.
d.3. Motoric :
 pasien dapat mengikuti perintah dokter, misalkan "Tunjukkan pada saya 2

MODUL SKILL LAB A JILID 2 35


LAB KETRAMPILAN MEDIK /PPD-UMP

jari ! : skor 6.
 pasien tidak dapat menuruti perintah, tapi saat diberi rangsang nyeri
(penekanan ujung jari/penekanan strenum dengan jari-jari tangan terkepal)
pasien dapat melokalisir nyeri : skor 5.
 pasien berusaha menolak rangsang nyeri : skor 4.
 saat diberi rangsang nyeri, kedua tangan pasien menggenggam dan di kedua
sisi tubuh di bagian atas sternum (posisi dekortikasi) : skor 3.
 saat diberi rangsang nyeri, pasien meletakkan kedua tangannya secara lurus
dan kaku di kedua sisi tubuh (posisi deserebrasi) : skor 2.
 pasien tidak bergerak walaupun diberi rangsang nyeri : skor 1.
e. PCS :
e.1 Eye:
pemeriksaan saina dengan GCS.
e.2 Non verbal :
 pasien tersenyum saat diberi obyek/mainan dan bisa mengikutinya saat
digerakkan : skor 5.
 pasien dapat mengucapkan konsonan saat menangis, interaksi kurang baik :
skor 4.
 pasien mengeluarkan suara yang tidak konsisten (konsonan), dan rintihan
saat menangis : skor 3.
 pasien gelisah, tidak bisa istirahat/diam, menangis : skor 2.
 pasien tidak memberikan respon terhadap rangsang apapun : skor 1.
e.3 Verbal :
sama dengan pemeriksaan GCS.
e.4 Motoric :
sama dengan pemeriksaan GCS.

E. Daftar Pustaka

1. Children's Coma Scale (Modified Glasgow coma Scale, Adelaide Coma Scale).
Algorithm. Available at
wwwchild-neuro.orct.uk/content/publish/algorithms/article 211 51k. Accessed-22nd
March; 2005.
2. Mackreth B. Glasgow coma scale training exercise. Matanuska-Susitna Borough
Dept of Public Safety. Available from: URL :
www.chems.alaska.gov/EMS/documents/GCS Activitv 2003.
Accessed 22nd March, 2005.
3. Mardjono M, Sidharta P. Neurologi Klinis Dasar. 6nd ed. Jakarta : Dian Rakyat.
1997; 183-5.

MODUL SKILL LAB A JILID 2 36


LAB KETRAMPILAN MEDIK /PPD-UMP

Penilaian Keterampilan Pemeriksaan GCS dan PCS

Nama :.
NIM :
No. Aspek yang dinilai Nilai
0 1 2
I Pemeriksaan GCS :
A Pemeriksaan Eye/mata :
1 Pemeriksa mendekati pasien dan pasien spontan membuka
mata dan memandang pemeriksa : skor 4
2 Pemeriksa memanggil nama pasien/memerintahkan pasien
untuk membuka mata : skor 3*
3 Pemeriksa memberi rangsang nyeri berupa cubitan, pasien
akan membuka mata : skor 2*
4 Pemeriksa memberi rangsang apapun (suara keras/cubitan)
pasien tidak membuka mata : skor 1
B. Pemeriksaan Verbal :
5 Pemeriksa menanyakan orientasi pasien (tempat, orang,
waktu), pasien menjawab dengan jelas benar.dan cepat : skor
5*
6 Pemeriksa menanyakan orientasi pada pasien, pasien dapat
menjawab tapi bingung, tidak tahu apa yang terjadi pada
dinnya : skor 4
7 Pemeriksa memberi pertanyaan tapi pasien tidak dapat
menjawab seluruh pertanyaan dan tidak dapat menyelesaikan
seluruh kalimat : skor 3
8 Pemeriksa memberi pertanyaan dan pasien hanya bisa
bergumam : skor 2
9 Pemeriksa memberikan rangsang tapi pasien tidak
mengeluarkan suara /tidak ada respon : skor 1
C. Pemeriksaan motorik
10 Pemeriksa memberi perintah dan pasien dapat
melaksanakannya : skor 6*
11 Pemeriksa memberi perintah, tapi pasien mangabaikannya,
diberi rangsang nyeri pasien dapat melokalisir nyeri : skor 5*
12 Pemeriksa memberi rangsang nyeri dan pasien berusaha
menolaknya : skor 4
13 Pemeriksa memberi rangsang nyeri, kedua tangan pasien
menggenggam dan di kedua sisi tubuh di bagian atas sternum
(posisi dekortikasi) : skor 3.

MODUL SKILL LAB A JILID 2 37


LAB KETRAMPILAN MEDIK /PPD-UMP

14 Pemeriksa memberi rangsang nyeri pasien meletakkan kedua


tangannya secara lurus dan kaku di kedua sisi tubuh (posisi
deserebrasi) : skor 2.
15 Pemeriksa memberi rangsang apapun pasien tidak
bergerak/tidak berespon : skor 1.
II Pemeriksaan PCS
A Pemeriksaan mata/eye
16 Pemeriksa mendekati pasien dan pasien spontan membuka
mata dan memandang pemeriksa : skor 4
17 Pemeriksa memanggil nama pasien/ memerintahkan pasien
untuk membuka mata : skor 3*
18 Pemeriksa memberi rangsang nyeri berupa cubitan, pasien
akan membuka mata : skor 2*
19 Pemeriksa memberi rangsang apapun (suara keras/cubitan)
pasien tidak membuka mata : skor 1
B. Pemeriksaan non verbal
20 Pemeriksa memberi rangsang berupa obyek/mainan yang
menarik perhatian pasien dan pasien tersenyum serta bisa
mengikutinya saat digerakkan : skor 5. *
21 Interaksi pasien dengan pemeriksa kurang baik, pasien dapat
mengucapkan konsonan saat menangis: skor 4.
22 Pemeriksa mencoba berinteraksi dengan pasien tapi pasien
mengeluarkan suara yang tidak konsisten (konsonan), dan
rintihan saat menangis : skor 4
23 Pasien gelisah, tidak bisa istirahat/ diam, rnenangis : skor 2
24 Pemeriksa memberi rangsangan tapi pasien tidak
memberikan respon terhadap rangsang apatun : skor 1.
C. Pemeriksaan verbal
25 Pemeriksa menanyakan orientasi pasien (tempat, orang,
waktu), pasien menjawab dengan jelas, benar, dan cepat :
skor 5*
26 Pemeriksa menanyakan orientasi pada pasien, pasien dapat
menjawab tapi bingung, tidak tahu apa yang terjadi pada
dirinya : skor 4
27 Pemeriksa memberi pertanyaan tapi pasien tidak dapat
menjawab seluruh pertanyaan dan tidak.dapat menyelesaikan
seluruh kalimat : skor 3
28 Pemeriksa memberi pertanyaan dan pasien hanya bisa
bergumam : skor 2
29 Pemeriksa memberikan rangsang tapi pasien tidak
mengeluarkan suaca ltidak ada respon: skor 1

MODUL SKILL LAB A JILID 2 38


LAB KETRAMPILAN MEDIK /PPD-UMP

D. Pemeriksaatt motorik
30 Pemeriksa memberi perintah dan pasien dapat
melaksanakannya : skor 6*
31 Pemeriksa memberi perintah, tapi pasien mengabaikannya,
diberi rangsang nyeri pasien dapat melokalisir nyeri : skor 5*
32 Pemeriksa memberi rangsang nyeri dan pasien berusaha
menolaknya : skor 4. *
33 Pemeriksa memberi rangsang nyeri, kedua tangan pasien
menggenggam dan di kedua sisi tubuh di bagian atas sternum
(posisi dekortikasi) : skor 3.
34 Pemeriksa memberi rangsang nyeri pasien
meletakkan kedua tangannya secara lurus dan kaku di kedua
sisi tubuh (posisi deserebrasi) : skor 2.
35 Pemeriksa memberi rangsang apapun pasien tidak
bergerak/tidak berespon : skor 1.
Total Nilai
Keterangan :
Palembang, …………..
0: tidak dilakukan sama sekali
1: dilakukan tapi tidak sempurna Penguji,
2 : dilakukan dengan sempurna
* : critical point

Nilai batas lulus : 70 %


Crtitical point tidak dilakukan, nilai : 0 ………………………..

MODUL SKILL LAB A JILID 2 39


LAB KETRAMPILAN MEDIK /PPD-UMP

RESUSITASI PADA NEONATUS


Susiana candrawati

A. TUJUAN PEMBELAJARAN

Setelah menjalani kepaniteraan klinik muda ini, mahasiswa diharapkan


mampu :
1 Memahami kegawatan pada neonatus
2. Memahami indikasi resusitasi pada neonatus
3. Melakukan tindakan dasar resusitasi pada neonatus

B.TINJAUAN PUSTAKA

Bayi baru lahir memerlukan adaptasi untuk dapat bertahan hidup diluar rahim,
terutama pada menit-menit pertama kehidupannya. Bila di dalam rahim kebutuhan
nutrisi dan terutama oksigen dipenuhi seluruhnya oleh ibu melalui sirkulasi
uteroplasenter, saat lahir dan tali pusat dipotong, bayi baru lahir harus segera
melakukan adaptasi terhadap keadaan ini yaitu harus mendapatkan atau
memproduksi oksigennya sendiri. Sebagian besar (kurang lebih 80%) bayi baru lahir
dapat bernafas spontan, sisanya mengalami kegagalan bernafas karena berbagai
sebab. Keadaan inilah yang disebut asfiksia neonatorum. Pertolongan untuk bayi ini
disebut resusitasi.
Tujuan dari resusitasi ialah memberikan ventilasi yang adekuat, pemberian
oksigen dan corah jantung yang cukup untuk menyalurkan oksigen ke otak, jantung
dan alas vital lainnya. Asfiksia sendiri didefinisikan sebagai gagal nafas secara
spontan dan teratur pada saat lahir atau beberapa saat sesudah lahir. Kata asfiksia
juga dapat memberi gambaran atau arti kejadian di dalam tubuh bayi berupa
hipoksia progresif, penimbunan C02 (hiperkarbia) dan asidosis. Penyebab asfiksia
neonatorum dapat digolongkan ke dalam 3 faktor : faktor ibu, faktor janin, dan faktor
plasenta.
Apapun penyebab yang melatarbelakangi asfiksia, segera setelah penjepitan
tali pusat menghentikan penyaluran oksigen dari plasenta, bayi akan mengalami
depresi dan tidak mampu untuk memulai pernafasan spontan yang memadai dan
akan mengalami hipoksia yang berat dan secara progresif akan menjadi asfiksia.
Bila bayi mengalami keadaan ini untuk pertama kalinya (apneu primer/gasping
primer), berarti ia mengatami kekurangan oksigen, maka akan terjadi pernafasan
cepat dalam periode yang singkat. Bila segera diberikan pertolongan dengan
pemberian oksigen, biasanya dapat segera merangsang pernafasan spontan. Bila
tidak diberi pertolongan yang adekuat, maka bayi akan mengalami gasping
sekunder/apneu sekunder dengan tanda dan gejala yang Iebih berat. Pertolongan

MODUL SKILL LAB A JILID 2 40


LAB KETRAMPILAN MEDIK /PPD-UMP

dengan resusitasi aktif dengan pemberian oksigen dan nafas buatan harus segera
dimulai. Dalam penanganan asfiksia neonatorum, setiap apneu yang dilihat pertama
kali harus dianggap sebagai apneu sekunder.
Perubahan biokimiawi yang terjadi dalam tubuh bayi asfiksia, dengan
penilaian analisa gas darah akan didapatkan hasil pada saat kejadian akan terjadi
metabolisme aerob, hipoksia (paO2 < 50 mmHg), hiperkarbia (paCO2 > 55 mmHg)
dan asidosis (PH < 7,2). Bila tidak segera dilakukan resusitasi akan berlanjut
menjadi metabolisme anaerob dengan hasil akhir terbentuk dan tertimbunnya asam
laktat dalam darah dan jaringan tubuh bayi yang akan berakibat kerusakan sel dan
jaringan yang berujung pada kegagalan fungsi organ dan kematian.
Diagnosis asfiksia dapat ditegakkan melalui :
1. Dengan mengamati 3 variabel yaitu : usaha nafas, denyut jantung dan warna
kulit. Bila bayi tidak bernafas atau nafas megap-megap, denyut jantung turun,
dan kulit sianosis atau pucat, maka secara klinis dapat ditegakkan diagnosis
asfiksia neonatorum
2. Dengan pemeriksaan analisa gas darah
3. Dengan skor apgar dan skor situgna.

Skor APGAR
Skor
Ge jalaPTanda
0 1 2
Denyut Jantung 0 < 100x/mnt > 100x/mnt
Usaha Nafas Tidak ada Megap-megap Menangis
Tonus Otot Lemas Fleksi sebagian Fleksi penuh, aktif
Peka Rangsang Tidak ada respons Menyeringai Menangis
Warna Kulit Pucat Biru Merah Jambu

Cara menghitung :
Setelah bayi lahir pada pengamatan berturut-turut menit I, V, dan X diamati
dan dihitung jumlah skor apgar. Normal skor 10, disebut asfiksia ringan bila skor 7,
bila skor 4-6 disebut asfiksia sedang, asfiksia berat bila skor < 3. Skor Situgna lebih
sederhana karena hanya menggunakan 2 variabel yaitu usaha nafas dan denyut
jantung.

C. ALAT DAN BAHAN

1. Laringoskop dengan baterai dan lampu cadangan


2. Daun laringoskop yang lurus : no. 1 (untuk bayi cukup bulan) no. 0
(untuk bayi kurang bulan)
3. Pipa ET no : 2.5, 3.0, 3.5, 4.0
4. Stilet

MODUL SKILL LAB A JILID 2 41


LAB KETRAMPILAN MEDIK /PPD-UMP

5. Kateter penghisap no. 10 atau lebih besar


6. Ganjal bahu
7. Sungkup oksigen
8. Ambubag
9. Penghisap lendir balon-kaca
10. Penghisap mekanis
11. Pipa larubung, ukuran 8F dan semprit 20 ml
12. Penghisap mekoniutn
13. Stetoskop
14. Handscoen steril
15. Plester
16. Gunting
17. Pipa Oksigen ,
18. Balon resusitasi dengan sungkup
19. Obat-obatan resusitasi

MODUL SKILL LAB A JILID 2 42


LAB KETRAMPILAN MEDIK /PPD-UMP

D. PROSEDUR TINDAKAN / PELAKSANAAN

Bayi Lahir

Ya
Waktu
 Air ketuban tanpa Mekoneum ?
Perawatan rutin :
 Bernafas atau menangis ? - Jaga
 Tonus otot baik ? hangat
- Bersihkan
 Warna merah Muda ? jalan napas
 Cukup bulan ? - keringkan

Tidak

 Jaga tetap hangat


30 detik

 Posisi : bersihkan jalan *(bila perlu)


 Keringkan, stimulasi, reposisi
 Beri O2 (bila perlu)

Napas
 Evaluasi napas, frekuensi
Perawatan suportif
jantung dan warna DJ > 100
& merah muda
Apnea atau DJ < 100

Perawatan
 Lakukan ventilasi tekanan positif* berkelanjutan
Ventilasi
30 detik

DJ > 100 & merah muda

DJ < 60 DJ > 60

 Lakukan ventilasi tekanan positif*


 Kompresi dada
30 detik

DJ < 60

MODUL SKILL LAB A JILID 2 43


LAB KETRAMPILAN MEDIK /PPD-UMP

Beri Epinefrin*
* Pada belierapa langkah dipertimbangkan untuk intubasi endotrakeal

PENUNTUN BELAJAR KETRAMPILAN RESUSITASI NEONATUS

NO PENUNTUN BELAJAR

A PERSIAPAN

1 Mengantisipasi resiko bayi baru lahir yang cnembutuhkan resusitasi :


- Faktor ante partum (pre eklampsia-eklampsia)
- Faktor intra partum (premature, BBLR, fetal distress, atau gawat janin)
2 Terangkan prosedur standart sesuai aturan Rumah Sakit atau pelayanan
kesehatan setempat:
- Sarung tangan
- Pelindung petugas yang sesuai (ex: masker)
3 Petugas : paling sedikit ada satu petugas yang bertanggung jawab
terhadap bayi dan mampu melakukan resusitasi yang benar dan lengkap.
4 Jaga kehangatan
- Alat pemancar panas diaktifkan sebelum bayi lahir
- Linen atau kain yang bersih, kering dan hangat
5 Posisi bayi :
- Pengganjal bahu
6 Membuka jalan napas (jika perlu)
Alat nghisap lendir
- Penghisap lendir balou-kaca .
- Penghisap mekanis (mungkin dengan simulasi)
- Kateter penghisap, ukuran 5F, 6F, 8F, 10F, 12F
- Pipa lambung, ukuran 8F dan semprit 20 ml .
- Penghisap mekonium
7 Alat pengatur aliran atau flowmeter (mungkin simulasi)
Cara memberikan oksigen aliran bebas :
- Sungkup oksigen
- Pipa oksigen
- Balon yang tidak mengembang sendiri (flow-inflating bag)…mungkin
simulasi
8 Balon dan sungkup
- Sumber oksigen dengan alat pengatur aliran (5-10 L/min) dan pipa
oksigen
- Sungkup wajah : ukuran untuk bayi cukup bulan dan kurang bulan

MODUL SKILL LAB A JILID 2 44


LAB KETRAMPILAN MEDIK /PPD-UMP

(dengan bantalan)
- Balon yang tidak rnengembang sendiri (flow-inflating bag) dengan
manometer pengukur tekanan (mungkin dengan simulasi)
- Balon yang mengembang sendiri. Balon (240 ml) dengan katup pelepas
tekanan, reservoir oksigen.
9 Peralatan intubasi
- Laringoskop dengan lidah lurus no. 0 (bayi kurang bulan) dan no. 1 (bayi
cukup bulan) -
- Lampu cadangan dengan baterai untuk laringoskop
- Pipa endotrakeal (ET) no. 2,5; 3,0; 3,4; 4,0
- Stilet (bila tersedia) ,
- Plester atau alat fiksasi pipa ET
- Sungkup laring (bila tersedia)
- Alat pendeteksi CO2 (bila tersedia)
10 Obat-obatan
- Epinefrin 1:10:000 (0,1 mg/ml) kemasan yang ada 1 : 1000
- Larutan kristaloid isotonic (NaCI 0,9% atau Ringer laktat) untuk
menambah volume
- Natrium bikarbonat 4,2% (5 meq/10 ml) 1 meg = 2 ml
- Nalokson hidroklorida 0,4 mg/ml
- Dekstrose 10%
- Pipa orogastrik 5F
- Kateter umbilical
- Semprit 1,3,5,10,20,50 ml
- Jarum ukuran 25,21,18
11 Lain-lain
- Stetoskope (dianjurkan untuk neonatus)
- Plester ½ or ¾ inch .
- Gunting, scalpel
- Kapas alcohol
- Oro pharyngeal airway
- Jam dengan detik
- Larutan yodium povidon .
- Monitor jantung serta elektrodenya dan pulse oxymeter serta probe
(mungkin dengan simulasi)
B. MENILAI DAN MENJAWAB 5 PERTANYAAN
12 Dalam beberapa detik secara cepat, nilai dan jawab 5 pertanyaan
- Apakah bayi cukup bulan?
- Apakah bersih dari mekonium? .
- Apakah bayi bernapas dan menangis?
- Apakah tonus ototnya baik?

MODUL SKILL LAB A JILID 2 45


LAB KETRAMPILAN MEDIK /PPD-UMP

- Apakah warna kulitnya kemerahan?


13 a. Bila pertanyaan dijawab "Ya", bayi hanya memerlukan perawatan rutin :
- Menjaga kehangatan
- Membersihkan jalan napas (jiak perlu)
- Mengeringkan
b. Bila salah satu ada yang dijawab "Tidak", teruskan tindakan dengan
langkah awal resusitasi
C. LANGKAH AWAL RESUSITASI
14 1. Menjaga kehangatan
- Bayi diterima dengan linen/kain yang bersih, kering dan hangat
- Meletakkan bayi pada meja atau tempat hangat dengan
mengaktifkan alat pemancar panas
15 2. Posisi bayi dan membuka jalan napas
- Memposisikan kepala bayi sedikit ekstensi dengan meletakkan
ganjal pada bahu yang telah dipersiapkan
- Menggunakan balon-kaca atau pipa penghisap untuk menghisap.
cairan yang tampak dan bisa menutup jalan napas. Jika
menggunakan penghisap mekanik, tekanan negatif < 100 Hg
- Jika cairan secret cukup banyak, kepala bayi dimiringkan agar cairan
berkumpul di pipi. Hal ini akan.mempermudah penghisapan
sehingga tidak masuk ke trakea atau mulut
- Menghisap mulut kemudian hidung. Tindakan ini untuk mencegah
rangsangan napas jika hidup dihisap terlebih dahulu yang dapat
menyebabkan aspirasi
16 Pada keadaan dimana ketuban bercampur mekonium :
- Hisap mekonium dari mulut, faring posterior dan hidung pada waktu
kepala lahir sebelum bayi dilahirkan
- Periksa apakah bayi "bugar" (usaha napas kuat, tonus otot baik,
frekuensi denyut jantung > 100/menit) atau tidak.
a. Jika bayi "tidak bugar"
- Lakukan penghisapan trakea dengan menggunakan pipa ET
yang disambungkan dengan sambungan khusus ke penghisap.
Hisapan ini dilakukan secara kontinyu dengan menarik pipa ET
keluar. Hal ini untuk mencegah sindrom aspirasi mekonium.
Tindakan ini dilakukan berulang kali sampai jalan napas bersih
dari mekonium. Tidak boleh melebihi 3-5 detik. Apabila bayi
depresi berat bradikardi; walaupun masih tersisa mekonium
dijalan napas, harus dilakukan ventilasi tekanan positip / VTP
(langkah ini akan dipelajari ulang pada waktu mempelajari topic
ET)
- Berikan Oksigen aliram bebas selama tindakan pengisapan
- Jika tidak mempunyai sambungan mekonium khusus, masukkan
laringoskop dan gunakan pipa penghisap besar no 12F atau 14F

MODUL SKILL LAB A JILID 2 46


LAB KETRAMPILAN MEDIK /PPD-UMP

untuk membersihkan mulut dan faring, posterior.


b. Jika bayi ` bugar '
Teruskan langkah awal resusitasi :
- Hisap mulut kemudian hidung
- Keringkan; stimulasi/merangsang dan reposisi
- Berikan oksigen jika perlu.
17 3. Mengeringkan, merangsang dan reposisi
- Mengeringkan tubuh dan kepala bayi dari cairan ketuban dengan
kain / linen bersih, kering dan hangat
- Ganti kain / linen basah yang ada pada bayi dengan kain linen bersih
dan kering
- Merangsang bayi untuk bernapas dengan rangsang taktil dengan
menepuk-nepuk atau menyentil telapak kaki bayi atau menggosok
punggung bayi.
Tindakan tidak lebih dari 2 kali, sambil memberikan aliran udara
bebas
- Reposisi bayi dengan kepala sedikit ekstensi / tengadah
18 4. Memberikan oksigen (jika, perlu)
Cara untuk memberikan oksigen bebas :
a. Sungkup oksigen dilekatkan pada wajah bayi (jarang dipakai)
b. Pipa oksigen ditutupi dengan tangan menutupi mulut dan hidung
c. Sungkup dari balon yang tidak mengembang sendiri (mungkin
dengan simulasi)
d. Tidak dapat diberikan melalui sungkup dari balon yang mengembang
sendiri
19 Catatan: waktu yang harus diselesaikan dari mulai bayi lahir sampai
langkah awal dalam 30 detik
D. EVALUASI
20 Menilai bayi : usaha napas, frekuensi jantung bayi dan warna kulit
21 Usaha napas
Jika bayi bernapas spontan dan adekuat, lanjutkan dengan menilai
frekuensi denyut jantung
22 Frekuensi denyut jantung
Meraba pangkal tali pusat atau auskultasi dada selama 6 detik, dengan
mengkalikan 10 akan didapat frekuensi denyut jantung per menit secara
cepat
23 Warna kulit
Menilai warna kulit dilakukan bersama secara simultan dengan menilai
usaha napas
Jika sudah diberikan oksigen aliran bebas tetap didapatkan sianosis
sentral, lanjutkan dengan VTP
24 Jika didapatkan bayi yang bernapas spontan, frekuensi denyut jantung >

MODUL SKILL LAB A JILID 2 47


LAB KETRAMPILAN MEDIK /PPD-UMP

100/menit dan warna kulit kemerahan dirawat dilakukan perawatan suportif


E. VENTILASI TEKANAN POSITIF
Dilakukan bila :
a. Usaha napas : apneu
b. Frekuensi denyut jantung < 100x / menit
c. Warna kulit : sianosis yang menetap meskipun sudah dengan oksigen
aliran bebas 100%
25 Pilih ukuran sungkup yang sesuai:
cukup bulan atau kurang bulan
26 Pilih balon yang sesuai dan sambungkan dengan sumber oksigen yang
bisa memberikan 90% to 100% oksigen
Periksa balon :
- Tekanan baik?
- Pelepas tekanan berfungsi?
- Katup pngaman ada dan berfungsi?
- Balon yang tidak mengembang sendiri : manometer tekanan
berfungsi?
27 Posisikan kepala bayi sedikit ekstensi
28 Cara memegang balon dengan tangan kana dan sungkup dengan tangan
kiri (untuk petugas yang kidal lakukan dengan cara yang berlawanan)
29 Posisi penolong berdiri disamping atau kepala bayi agar dapat melakukan
tindakan resusitasi dengan balon terletak sedemikian rupa sehingga tidak
menghalangi pandangan ke dada. Dengan posisi ini penolong dapat
mengamati gerakan dinding dada bayi yang naik turun secara adekuat
selama ventilasi
30 Posisi balon dan sungkup:
- Tepi sungkup harus diletakkan pada wajah sehingga menutupi hidung
dan mulut, ujung dagu terletak pada Iingkaran tepi sungkup. Sungkup
tidak menutupi mata.
- Sungkup diletakkan mulai dari dagu kemudian menutupi pangkal
hidung.
- Sungkup diletakkan dengan cara sebagai berikut : jempol, telunjuk, dan
jari tengah memegang melingkari tepi sungkup, jari manis dan
kelingking mengangkat dagu untuk mempertahankan jalan napas bayi
tetap terbuka.
- Lekatan yang ketat dan tidak bocor antara tepi sungkup dan wajah
penting untuk mendapatkan tekanan posistip yang dibutuhkan untuk
mengembangkan paru-paru.
31 - Periksa lekatan (ventilasi 2-3 kali dengan tekanan yang tepat dan amati
gerakan dinding dada)
- Jika dinding dada tidak naik, periksa kemungkinan satu atau lebih
penyebab :

MODUL SKILL LAB A JILID 2 48


LAB KETRAMPILAN MEDIK /PPD-UMP

a. Lekatan tidak adekuat : betulkan kembali letak sungkup


b. Jalan napas tersumbat
- Reposisi kepala bayi, hisap cairan secret mulut dan hidung
- Ventilasi dengan mulut sedikit terbuka
c. Tekanan tidak cukup
- Naikkan tekanan ventilasi
- Bila dada belum bergerak sedangkan alat berfungsi baik,
kemurtgkinan perlu intubasi ET
32 Cara memeras balon
Jangan memeras balon seluruhnya, karena volume bayi tidak sebesar
volume balon.
Supaya VTP efektif, kecepatan dan tekanan ventilasi harus sesuai.
33 Ventilasi selama 30 detik :
a. Tekanan: tampak gerakan dinding dada turun naik
b. Frekuensi: 40-60 kali permenit
Ucapkan kata-kata berikut saat memberikan ventilasi :
Pompa……..Dua,……..Tiga………Pompa………..Dua……..Tiga……….
(remas)……… (iepas)………….(remas)………….(lepas)……………….
34 Evaluasi suara napas bilateral dengan stetoskope. Adanya suara napas
pada kedua paru, menunjukkan ventilasi bekerja dengan baik.
35 Jika memerlukan ventilasi dalam waktu yang cukup lama lebih dari
beberapa menit, perlu memasukkan pipa oro-gastrik.
F. EVALUASI
Sesudah ventilasi 30 detik, evaluasi dengan menilai 3 tanda: usaha napas,
frekuensi denyut jantung, dan warna kulit.
36 Hitung frekuensi denyut jantung dengan meraba pangkal tall pusat atau
auskultasi selama 6 detik.
37 a. Jika didapat nafas spontan, frekuensi denyut jantung > 100/menit, warna
kulit kemerahan; bayi dibawa ke perawatan lanjut.
38 b. Pada keadaan seperti tersebut di atas, tetapi warna kulit bayi kebiruan,
lakukan
1. Penghentian VTP secara bertahap
- Lakukan rangsang taktil
- Beri oksigen aliran bebas
2. Jika warna kulit memerah
- Oksigen aliran bebas dihentikan bertahap
- Awasi usaha napas, denyut jantung dan warna kulit
39 c. Jika frekuensi denyut jantung < 60 / menit sesudah VTP dengan oksigen
100% selama 30 detik, lanjutkan resusitasi selanjutnya dengan
kompresi dada dikoordinasikan dengan VTP
G. KOMPRESI DADA

MODUL SKILL LAB A JILID 2 49


LAB KETRAMPILAN MEDIK /PPD-UMP

40 Peserta menghadap ke dada bayi dengan kedua tangannya.dalam posisi


yang benar. Untuk melakukan kompresi dada diperlukan 2 orang penolong
41 Lokasi kompresi dada dilakukan dengan mengikut batas bawah tulang iga
dengan jari sampai menemukan pros. xyphoideus. Tempatkan jari di atas
pros. hyphoideus, di 1/3 bagian bawah sternum.
42 Teknik kompresi dada
a. Kedua ibu jari (dianjurkan )
Kedua ibu jari diiletakkan berdampingan (untuk bayi kecil; ibu jari yang
satu diletakkan di atas ibu jari yang lain). Kedua tangan melingkari bayi
dari lateral, jari yang lain menyangga punggung
b. Dua jari
Ujung jari tengah clan telunjuk salah satu tangan secara tegak lurus
digunakan untuk kompresi dada. Tangan yang lain diletakkan di
punggung bayi.
43 Dalamnya tekanan kompresio dada
± 1/3 diameter antetroposterior dada
44 Kecepatan kompresi dada
Rasio kompresi dada dan VTP 3:1 (90 kompresi dada dan VTP dalam 1
menit). Dalam 1 siklus dilakukan selama 2 detik : kompresi dada 1½ detik
dan VTP ½ detik.
Jaga ibu jari dan ujung jari tetap kontak tempat penekanan maupun pada
saat melepaskan tekanan dada, supaya tidak membuang waktu untuk
menempatkan kembali lokasi penekanan dada.
45 Menjaga agar dalam dan kecepatan penekanan tetap konsisten untuk
memastikan sirkulasi yang cukup. Dalam 1 siklus (2 detik) dilakukan 3
kompresi dada dilanjutkan dengan 1 VTP.
Ucapkan kata berikut sambil melakukan kompresi dada yang
dikoordinasikan dengan VTP :
" satu - dua - tiga - pompa..." ,
" satu - dua - tiga - pompa..: '
46 Sesudah 3 kompresi dada dilakukan VTP
VTP dan perlekatan dilakukan dengan efektif dan benar untuk
mendapatkan gerakan dinding dada yang adekuat. Diberikan oksigen
100%
H. EVA LUASI
47 Sesudah 30 detik kompresi dada, lakukari evaluasi frekuensi denyut
jantung dalam 6 detik. .
Jika menghitung dengan perabaan pada pangkal tali pusat, sambil
menghitung, ventilasi tetap diberikan. Tetapi jika menggunakan stetoskop,
ventilasi dihentikan sementara untuk menghitung frekuensi denyut jantung
48 Frekuensi denynt jantung :
a. > 60/menit, hentikan kompresi dada dan lanjutkan VTP 40 - 60/menit .

MODUL SKILL LAB A JILID 2 50


LAB KETRAMPILAN MEDIK /PPD-UMP

b. >100/menit, hentikan kompresi dada, hentikan VTP bertahap jika bayi


bisa bernafas spontan
c. < 60/menit, lakukan intubasi ET. Yang mungkin akan diperlukan untuk
memberikan epinefrin.
J. INTUBASI ENDOTRAKHEAL
49 Indikasi :
1. Bayi dengan air ketuban bercampur mekoneum dan mengalami depresi
pernafasan, dan memerlukan penghisapan trakea
2. Bayi .yang telah mendapatkan VTP dengan balon dan sungkup tetapi
tidak mengalami perbaikan
3. Bayi premature atau BBLR yang sering mengalami apneu periodic
4. Bayi dengan hernia diafragmatika
5. Bayi yang memerlukan VTP lebih lama
Prosedur pemasangan pipa ET :
1. Pasang daun dan laringoskop
2. Masukkan daun dan dorong ke pangkai lidah
3. Angkat daun, nilai apakah epiglottis dan glottis tampak.
4. Jika tidak tampak, tentukan letak daun, bila :
- Kurang dalam : dorong daun
- Terlalu dalam : tarik perlahan
- Terdorong ke samping : geser daun ke tengah
- Endotrakeal terangkat : tarik sedikit
- Dalam valekula : tekan diatas taring
Selanjutnya kembali ke langkah 3
5. Jika epiglottis dan glottis tampak, masukkan pipa ET
6. Periksa letak pipa
- Dengar dengan stetoskop
- Amati dada/perut .
7. Nilai letak pipa, sudah benar atau belum
8.. Bila sudah benar, perhatikan tanda cm di bibir, arahkan pipa ke muka,
lakukan X foto thorak, potong pipa bila keluar > 4 .cm
9. Bila belum benar, lakukan tindakan koreksi
- Di esophagus : cabut pipa dan kembali ke langkah 5.
- Di bronkus : tarik 1 cm dan kembali ke langkah 6.
K. OBAT – OBATAN
50 Macam obat pada Resusitasi Neonaius :
- Epinefrin
- Volume Ekspander, cairan.penambah volume darah
- Natrium bikarbonat
51 Epinefrin
Indikasi : Jika frekuensi denyut jantung tetap < 60/menit, meskipun telah

MODUL SKILL LAB A JILID 2 51


LAB KETRAMPILAN MEDIK /PPD-UMP

dilakukan kompresi dada yang dikoordinasikan dengan VTP disertai


oksigen 100%
Larutan Epinefrin 1/10.000, dosis 0,1 - 0,3 ml/kg BB
Dalam semprit 1 ml. Pemberian secara cepat melalui :
- pipa endatrakhea
- vena umbilikalis
52 Volume Ekspander
Cairan yang dianjurkan :
- Larutan garam fisiologis
- Larutan Ringer Laktat
- Darah O
Dosis yang dianjurkan : 10 ml/kg BB
Jalur yang dianjurkan melalui vena umbilikalis
Persiapan : menyiapkan volume yang sesuai dalam semprit besar
Kecepatan pemberian yang dianjurkan = 5-10 menit
53 Natrium Bikarbonat
Dicurigai ada asidosis metabolic berat yang dibuktikan dengan
pemeriksaan analisa gas darah
Diberikan jika paru - paruy telah diberikan ventilasi adekuat
Larutan 4,2 % ( 0,5 mEq/ml }
Persiapan : volume yang sesuai dari larutan 4,2 % dalam semprit 10 ml
Kecepatan : perlahan - lahan tidak melebihi 1 mEq/ kg/menit
L. PENGHENTIAN RESUSITASI
54 Resusitasi dihentikan bila upaya selama 30 menit terus-menerus hasilnya
sebagai berikut :
a. Tidak ada perbaikan atau bertambah buruk atau
b. Pernafasan tetap tidak dapat spontan atau
c. Frekwensi jantung tidak meningkat, kurang dari 80x/menit atau
d. Detak jantung tidak terdengar
Kekurangan oksigen lebih dari 30 menit mengakibatkan kerusakan jaringan
otak permanent yang akan menimbulkan kecacatan di kemudian hari.
Bila tindakan resusitasi berhasil yang ditandai dengan :
a. Bayi bernafas spontan dan teratur serta
b. Warna kulit menjadi kemerahan
maka segera lanjutkan perawatan bayi dengan asuhan neonatal dasar.

E. DAFTAR PUSTAKA

1. American Academy of Pediatrics and American Heart Association. Textbook


of Neonatal Resusciation. 4th" ed. 2000

MODUL SKILL LAB A JILID 2 52


LAB KETRAMPILAN MEDIK /PPD-UMP

2. WHO Final draft, 2002. Management of Newborn Problems. Guide for


Doctors, midwifes and nurses
3. International Guidelines for Neonatal Resusciation : An Except from The
Guidelines 2000 for Cardiopulmonary Resusciation and Emergency
Cardiovascular Care : International Consensus on Science Pediatric. 2000; 106
(3)
4. Miswell TE., Gannon CM; Jacob J., Goldsmith L., Szyld E:, Weiss KK.,
Scutzman,. Filipov P., Kurlat L, Caballero CL., Abassi S., Sprague D, Oltorf C and
Padula M. Delivery room Management of the Apparantly Vigorous Meconium –
Stained Neonate : Result of the Multicenter, InternationalCollaborative Trial.
Pediatrics 2000;105: 1-7
5. Van de Bor M. Management of preterm babies in Nutricia Scientific
Workshop. Vol 1. 2001
5. Chair I, Handayani S. Buku Panduan Resusitasi Neonatus, "Perinasia, Edisi
Bahasa Indonesia. 2002

MODUL SKILL LAB A JILID 2 53


LAB KETRAMPILAN MEDIK /PPD-UMP

CHECK LIST RESUSITASI NEONATUS

NAMA :
NIM :.
SKORE
NO ASPEK YANG DINILAI
0 1 2
1 Mempersiapkan alat - alat yang diperlukan
2 Menilai dan menjawab 5 pertanyaan :
- Apakah bayi cukup bulan?
- Apakah bersih dari mekonium?
- Apakah bayi bernapas dan menangis?
- Apakah tonus ototnya baik'?
- Apakah warna kulitnya kemerahan?
3 Melakukan RESUSITASI :
1. Menjaga kehangatan
2. Memposisikan bayi dan membuka jalan nafas
3. Mengeringkan, merangsang dan reposisi
4. Memberikan Oksigen (jika perlu)
4 Melakukan Evaluasi Resusitasi
1. Usaha napas
2. Frekuensi denyut jantung
3. Warna kulit
5 VENTILASI
1. Memilih ukuran sungkup yang sesuai
2. Memposisikan bayi
3. Posisi penolong berada di samping atau kepala bayi
4. Memegang dan memposisikan balon & sungkup
dengan benar
5. Melakukan ventilasi dengan benar
6 Melakukan Evaluasi Ventilasi
1. Usaha napas
2. Frekuensi denyut jantung
3. Warna kulit
7 KOMPRESI DADA
1. Lokasi kompresi dada
2. Teknik kompresi dada
3. Dalamnya tekanan kompresi dada
4. Kecepatan kompresi dada
8 Melakukan Evaluasi Kompresi Dada

MODUL SKILL LAB A JILID 2 54


LAB KETRAMPILAN MEDIK /PPD-UMP

1. Usaha napas
2. Frekuensi denyut jantung
3. Warna kulit
9 Melakukan Intubasi Endotrakheal
10 Melakukan pengobatan yang tepat
11 Menentukan kapan menghentikan resusitasi
Keterangan :
Palembang, …………..
0 : tidak dilakukan
1: dilakukan, tetapi kurang benar/lengkap/sempurna Penguji,
2 : dilakukan dengan benar/lengkap/sempurna

Nilai  x 100%  ...............


60
………………………..

MODUL SKILL LAB A JILID 2 55

Anda mungkin juga menyukai