Anda di halaman 1dari 9

Ujian Praktek Agama

Kristen Protestan

Disusun Oleh :
Andrew Amadeus K
XII-IIS-3
NABI NUH

NUH meluruskan punggungnya lalu meregangkan otot-ototnya yang kaku.


Bayangkan ia sedang duduk di atas sebuah balok kayu yang lebar, beristirahat
sejenak dari pekerjaannya sambil memandangi rangka bahtera yang sangat
besar itu. Bau menyengat ter panas tercium; suara alat-alat pertukangan kayu
senantiasa bergema. Dari tempat ia duduk, Nuh bisa melihat putra-putranya
yang sedang bekerja keras di berbagai bagian rangka kayu yang sangat besar
itu. Putra-putranya, istri-istri mereka, dan istrinya sendiri telah bekerja bersama
dia dalam proyek ini selama beberapa puluh tahun. Sudah banyak yang telah
mereka kerjakan, tetapi masih ada banyak sekali pekerjaan yang harus
diselesaikan!

Orang-orang di daerah itu menganggap mereka bodoh. Semakin kelihatan


bentuk bahtera itu, orang-orang malah semakin menertawakan peringatan
Nuh tentang air bah yang akan melanda seluruh bumi itu. Bencana yang terus-
menerus diperingatkan oleh Nuh terlihat sangat jauh, sangat mustahil! Mereka
tidak habis pikir mengapa ada orang yang mau menghabiskan kehidupannya
—dan kehidupan keluarganya—demi proyek yang bodoh itu. Tetapi, Allahnya
Nuh, Yehuwa, memandang Nuh dengan cara yang sangat berbeda.

Firman Allah mengatakan, ”Nuh berjalan dengan Allah yang


benar.” (Baca Kejadian 6:9.) Apa artinya? Itu tidak berarti Allah berjalan di
bumi, atau Nuh entah bagaimana caranya pergi ke surga. Tetapi, karena Nuh
sepenuhnya menaati Allah dan sangat mengasihi-Nya, bisa dikatakan seolah-
olah Yehuwa dan Nuh berjalan bersama seperti sahabat. Ribuan tahun
kemudian, Alkitab mengatakan tentang Nuh, ”Melalui iman[-nya] ia
menghukum dunia.” (Ibr. 11:7) Apa maksudnya? Apa yang bisa kita pelajari
dari imannya?
Nuh bertumbuh dewasa dalam dunia yang dengan cepat berubah dari buruk
menjadi lebih buruk. Dunia itu sudah buruk pada zaman kakek buyutnya, yakni
Henokh, orang saleh lainnya yang berjalan dengan Allah. Henokh telah
menubuatkan bahwa hari penghakiman akan datang menimpa orang-orang
tidak saleh di dunia. Sekarang, pada zaman Nuh, ketidaksalehan sudah
semakin parah. Bahkan, dari sudut pandang Yehuwa, bumi sudah kacau karena
penuh dengan kekerasan. (Kej. 5:22; 6:11; Yud. 14, 15) Apa yang menyebabkan
keadaan semakin parah?

Sebuah tragedi mengerikan terjadi di antara putra-putra surgawi Allah, yaitu


para malaikat. Salah satu dari mereka sudah memberontak terhadap Yehuwa
dengan menjadi Setan Si Iblis dan memfitnah Allah serta menggoda Adam
dan Hawa untuk berbuat dosa. Pada zaman Nuh, para malaikat lainnya mulai
ikut memberontak terhadap pemerintahan Yehuwa yang adil. Mereka
meninggalkan tempat yang Allah berikan di surga, dan turun ke bumi untuk
mengambil istri-istri cantik bagi mereka sendiri. Para malaikat yang sombong
dan ementingkan diri itu merupakan pengaruh yang merusak bagi manusia.—
Kej. 6:1, 2; Yud. 6, 7.

Terlebih lagi, hubungan yang tidak alami antara manusia dan malaikat yang
menjelma menghasilkan putra-putra campuran yang luar biasa besar dan kuat.
Alkitab menyebut mereka Nefilim, yang secara harfiah berarti ”Penumbang”—
mereka yang menyebabkan orang lain jatuh. Sebagai penganiaya yang keji,
Nefilim memperparah semangat kebrutalan dunia yang tidak saleh. Tidaklah
mengherankan bahwa dalam pandangan Pencipta, ”kejahatan manusia sangat
banyak di bumi dan setiap kecenderungan niat hatinya selalu jahat semata-
mata”. Yehuwa memutuskan bahwa 120 tahun lagi generasi yang fasik itu akan
dibinasakan.—Baca Kejadian 6:3-5.

Bayangkan betapa sulitnya membesarkan anak-anak dalam dunia seperti itu!


Tetapi, itulah yang Nuh lakukan. Ia mendapat istri yang baik. Setelah Nuh
berusia 500 tahun, istrinya melahirkan tiga anak—Sem, Ham, dan Yafet. * Nuh
dan istrinya harus bersama-sama melindungi anak-anak mereka dari pengaruh
buruk yang ada di sekitar mereka. Anak laki-laki biasanya kagum dan takjub
akan ”orang-orang perkasa” dan ”pria-pria yang termasyhur”—dan seperti
itulah para Nefilim. Sangat sulit bagi Nuh dan istrinya untuk menjauhkan
anak-anak dari cerita-cerita tentang sepak terjang para raksasa itu. Tetapi,
mereka bisa mengajarkan kebenaran yang menarik tentang Allah Yehuwa,
yang membenci semua kefasikan. Mereka harus membantu anak-anak mereka
memahami bahwa Yehuwa merasa sakit hati melihat kekerasan dan
pemberontakan di dunia kala itu.—Kej. 6:6.

Orang tua dewasa ini dapat memahami perasaan Nuh dan istrinya. Dunia kita
sekarang juga diracuni kekerasan dan pemberontakan. Kota-kota sering
didominasi oleh geng-geng anak muda yang sulit diatur. Bahkan, hiburan-
hiburan yang ditujukan untuk anak kecil bisa jadi dipenuhi tema kekerasan.
Orang tua yang bijaksana berusaha sebisa-bisanya untuk melawan pengaruh
itu dengan mengajar anak-anak mereka tentang Allah kedamaian, Yehuwa,
yang suatu hari nanti akan mengakhiri kekerasan. (Mz. 11:5; 37:10, 11) Kita bisa
berhasil! Nuh dan istrinya berhasil. Anak-anak mereka bertumbuh menjadi
pria-pria yang baik, dan mereka mendapatkan istri yang kemungkinan besar
mau menomorsatukan Allah yang benar, Yehuwa, dalam kehidupan mereka.

Suatu hari, kehidupan Nuh berubah untuk selamanya. Yehuwa berbicara


kepada hamba-Nya yang dikasihi ini dan menyatakan kehendak-Nya untuk
mengakhiri dunia kala itu. Allah memerintahkan Nuh, ”Buatlah bagimu sebuah
bahtera dari kayu pohon yang bergetah.”—Kej. 6:14.

Bahtera ini bukan sebuah kapal, seperti anggapan beberapa orang. Bahtera itu
tidak punya haluan ataupun buritannya, tidak punya lunas ataupun sirip
kemudinya—tidak punya lekukannya. Itu hanya sebuah peti besar, atau kotak
besar. Yehuwa memberikan ukuran yang spesifik untuk bahtera itu, beberapa
perincian tentang bentuknya, dan pengarahan untuk melapisi bagian dalam
dan luarnya dengan ter. Lalu, Ia memberi tahu Nuh alasannya, ”Aku akan
mendatangkan air bah ke atas bumi . . . Segala yang ada di bumi akan mati.”
Namun, Yehuwa membuat perjanjian resmi berikut dengan Nuh, ”Engkau
harus masuk ke dalam bahtera itu, engkau bersama putra-putramu, istrimu,
dan istri putra-putramu.” Nuh juga harus membawa wakil dari semua jenis
binatang. Hanya yang berada dalam bahtera yang akan selamat dari Air Bah
yang akan segera datang itu!—
Kej. 6:17-20.

Nuh mendapat tugas yang sangat


berat. Ukuran bahtera itu amat
besar—sekitar 133 meter
panjangnya, 22 meter lebarnya,
dan 13 meter tingginya. Itu jauh
lebih besar daripada kapal kayu
terbesar bahkan yang dibuat
pada zaman modern. Apakah
Nuh berusaha menghindari tugas
ini, mengeluh karena terlalu
banyak tantangannya, atau
mengubah perinciannya agar
lebih mudah? Alkitab menjawab,
”Nuh melakukannya menurut
semua yang Allah perintahkan. Ia
melakukannya tepat seperti itu.”
—Kej. 6:22.

Pekerjaan itu memakan waktu


berpuluh-puluh tahun, mungkin 40-50 tahun. Ada pohon-pohon yang harus
ditebang, kayu-kayu yang harus diangkut, dan balok-balok yang harus
dibelah, dibentuk, dan digabungkan. Bahtera itu harus memiliki tiga lantai,
sejumlah ruangan, dan sebuah pintu di sisinya. Kemungkinan besar, ada
jendela-jendela di bagian atasnya, juga atapnya dibuat agak miring dan sedikit
menjorok supaya air hujan bisa turun.—Kej. 6:14-16.

Seraya tahun-tahun berlalu dan bahtera itu mulai terlihat bentuknya, Nuh pasti
sangat senang karena mendapat dukungan keluarganya! Tetapi, ada aspek
lain dari tugas ini yang lebih menantang daripada membangun bahtera.
Alkitab mengatakan bahwa Nuh adalah ”seorang pemberita
keadilbenaran”. (Baca 2 Petrus 2:5.) Jadi, dengan berani Nuh berada di garis
depan dalam memperingatkan orang-orang fasik dan tidak saleh kala itu
tentang pembinasaan yang akan segera datang. Apa tanggapan mereka?
Belakangan, sehubungan dengan masa itu, Yesus mengatakan bahwa orang-
orang ”tidak memberikan perhatian”. Ia mengatakan bahwa orang-orang
terlalu sibuk melakukan kegiatan sehari-hari—makan, minum, dan menikah—
sehingga mereka tidak memerhatikan peringatan Nuh. (Mat. 24:37-39) Pastilah
banyak yang menghina Nuh dan keluarganya; bahkan mungkin
mengancamnya dan menentangnya dengan kekerasan. Bisa jadi, mereka juga
berusaha menyabot proyek itu.

Akan tetapi, Nuh dan keluarganya tidak pernah menyerah. Mereka tetap
membangun bahtera meskipun dunia di sekitar mereka menganggap
pekerjaan itu sepele, sesat, atau bodoh. Orang Kristen dewasa ini bisa belajar
banyak hal dari teladan iman Nuh dan keluarganya. Lagi pula, kita hidup di
masa yang Alkitab sebut sebagai ”hari-hari terakhir” dari sistem dunia ini.
(2 Tim. 3:1) Yesus mengatakan bahwa zaman kita sama seperti zaman ketika
Nuh membangun bahtera. Apabila dunia menanggapi berita tentang Kerajaan
Allah dengan sikap apatis, ejekan, atau bahkan penganiayaan, orang-orang
Kristen hendaknya mengingat Nuh. Orang Kristen bukanlah yang pertama
menghadapi tantangan seperti ini.
Puluhan tahun berlalu, dan akhirnya bahtera itu sudah hampir rampung. Ketika
umurnya mendekati 600 tahun, Nuh berdukacita. Lamekh, ayahnya,
meninggal. * Lima tahun kemudian, ayah Lamekh, yaitu kakek Nuh, Metuselah,
meninggal pada usia 969—umur terpanjang dalam catatan Alkitab. (Kej. 5:27)
Baik Metuselah maupun Lamekh pernah hidup sezaman dengan manusia
pertama, Adam.

Pada usia 600 tahun, sang patriark Nuh menerima pesan baru dari Allah
Yehuwa, ”Masuklah, engkau dan seluruh rumah tanggamu, ke dalam bahtera
itu.” Di saat yang sama, Allah juga memerintahkan Nuh untuk membawa
segala jenis binatang ke dalam bahtera—tujuh ekor jika itu binatang yang
tidak haram, yang cocok untuk persembahan, sedangkan yang lainnya
sepasang.—Kej. 7:1-3.

Ini pasti menjadi pemandangan yang tak terlupakan. Dari ujung cakrawala
berdatangan ribuan binatang—ada yang berjalan cepat, berjalan lamban,
terbang, merangkak, merayap—dengan beragam ukuran, bentuk, dan sifat.
Kita tidak perlu membayangkan Nuh dengan susah payah berusaha
menggiring, meneriaki, atau membujuk binatang-binatang liar itu untuk
memasuki ruangan bahtera. Kisahnya mengatakan bahwa ’masuklah mereka
mendatangi Nuh ke dalam bahtera’.—Kej. 7:9.

Orang yang skeptis mungkin bertanya, ’Bagaimana mungkin itu bisa terjadi?
Dan, bagaimana mungkin binatang-binatang itu bisa tetap akur dalam satu
ruangan?’ Coba pikirkan: Apakah memang di luar kesanggupan Sang Pencipta
seluruh alam semesta untuk mengendalikan binatang-binatang yang Ia
ciptakan, bahkan membuat mereka jinak dan tenang jika dibutuhkan? Ingatlah,
Yehuwa adalah Allah yang menciptakan binatang-binatang itu. Belakangan, Ia
juga membelah Laut Merah dan menghentikan pergerakan matahari. Apakah
Ia tidak bisa melakukan setiap hal yang dijelaskan dalam kisah Nuh? Tentu saja
Ia bisa, dan Ia memang melakukannya!

Memang, Allah bisa menggunakan cara lain untuk menyelamatkan binatang-


binatang ciptaan-Nya. Tetapi, Ia dengan bijaksana memilih cara yang dapat
mengingatkan kita akan kepercayaan yang sejak semula Ia berikan kepada
umat manusia untuk mengurus semua makhluk hidup di bumi. (Kej. 1:28)
Maka, banyak orang tua dewasa ini menggunakan kisah Nuh untuk mengajar
anak-anak mereka bahwa Yehuwa menghargai binatang-binatang dan
manusia yang telah Ia ciptakan.

Yehuwa memberi tahu Nuh bahwa satu minggu lagi Air Bah akan datang. Itu
pasti menjadi saat yang paling sibuk bagi keluarga Nuh. Bayangkan, mereka
harus mengatur rapi semua binatang serta makanan bagi binatang-binatang
itu maupun bagi mereka dan mengangkat barang-barang mereka sendiri ke
dalam bahtera. Istri Nuh serta istri dari Sem, Ham, dan Yafet kemungkinan
sibuk menata bahtera itu menjadi tempat yang nyaman untuk ditinggali.

Bagaimana dengan orang-orang lainnya? Mereka masih ”tidak memberikan


perhatian”—walaupun mereka bisa melihat bukti-bukti bahwa Yehuwa
memberkati Nuh dan pekerjaannya. Mereka pasti melihat binatang-binatang
yang berbondong-bondong memasuki bahtera. Tetapi, kita tidak perlu heran
dengan sikap apatis ini. Orang-orang dewasa ini juga tidak memerhatikan
banyak sekali bukti yang menunjukkan bahwa kita sedang hidup pada hari-
hari terakhir dari sistem ini. Dan, seperti yang dinubuatkan rasul Petrus, para
pengejek telah datang dengan ejekan mereka, mencemooh semua yang
mengindahkan peringatan Allah. (Baca 2 Petrus 3:3-6.) Demikian pula,
orang-orang zaman dahulu juga pasti mengejek Nuh dan keluarganya.

Kapan ejekan ini berhenti? Kisahnya menceritakan bahwa ketika Nuh selesai
membawa keluarganya dan binatang-binatang ke dalam bahtera, ”Yehuwa
menutup pintu di belakangnya”. Jika ada pengejek-pengejek yang melihat
tindakan ilahi itu, mereka pasti langsung terdiam. Jika itu tidak membuat
mereka terdiam, hujan yang kemudian turun dengan derasnya pasti
membungkam mereka! Hujan itu terus turun, dan terus-menerus turun—
membanjiri seluruh bumi, seperti yang Yehuwa katakan.—Kej. 7:16-21.

Apakah Yehuwa senang melihat kematian orang-orang fasik itu? Tidak! (Yeh.
33:11) Sebaliknya, Ia telah memberi mereka banyak kesempatan untuk
bertobat dan melakukan yang benar. Apakah mereka sebenarnya bisa
melakukannya? Jalan hidup Nuh menjawab pertanyaan itu. Dengan berjalan
bersama Yehuwa, menaati Allahnya dalam segala hal, Nuh menunjukkan
bahwa keselamatan bisa diperoleh. Bisa dikatakan, iman Nuh menghukum
dunia masa itu; imannya menunjukkan dengan jelas kefasikan generasi itu.
Imannya membuat dia dan keluarganya selamat. Apabila meniru iman Nuh,
Saudara dan orang-orang yang Saudara kasihi juga bisa selamat. Seperti Nuh,
Saudara bisa berjalan dengan Allah Yehuwa sebagai sahabat Saudara. Dan,
persahabatan itu bisa berlangsung selama-lamanya!

Anda mungkin juga menyukai