Anda di halaman 1dari 32

PRATINJAU PEMBANGUNAN GORONG-GORONG

MENGGUNAKAN METODE GEO-PENETRATING RADAR


(GPR) UNTUK MENDETEKSI UTILITAS BAWAH PERMUKAAN
Area Cibaduyut dan Area Rusunawa Cingised, Bandung

NURHADI BAGUS J, NOVITA SARI dan PAULUS LEONARDO


May 2017
BAB I PENDAHULUAN

I.1 LATAR BELAKANG


Pembangunan dan pemeliharaan area saluran air dan pembuangan atau yang biasa disebut
sebagai gorong-gorong menjadi sangat penting untuk dilakukukan. Manfaat dari gorong-gorong adalah
sebagai saluran terbuka dengan aliran bebas. Gorong-gorong umumnya dibuat secara melintang
mengikuti jalan raya dan akan lebih kecil dari saluran hulu ataupun hilir. Seusai dengan manfaatnya
gorong-gorong seharusnya menjadi perhatian dalam setiap konstruksi tata kota. Pembuatan gorong-
gorong yang sesuai dan efisien akan mencegah terjadinya berbagai kerusakan baik itu jalan ataupun
jembatan. Salah satu penyebab kerusakan pada jalan adalah banjir. Akibat tidak tertampungya air, baik
itu air hujan ataupun air pembuangan maka air akan menumpuk dan memenuhi area jalan yang lama-
kelamaan akan menggerus permukaan semen sehingga terjadi jalan berlubang. Selain mengganggu
kondisi jalan, banjir juga meresahkan pengguna jalan dan warga yang berada di sekitarnya. Sehingga
dalam hal ini diberlakukan pembangunan dan pembaharuan yang sesuai dan efisien. Untuk mencapai
tujuan tersebut maka dilakukan kegiatan investigasi bawah permukaan di area sekitar perencanaan
pembangunan dan pembaharuan gorong-gorong. Hal ini dilakukan sebagai tinjauan studi untuk
penentuan kelayakan desain gorong-gorong yang akan dibangun dan diperbaharui dengan
mempertimbangkan keberadaan utilitas di bawah permukaan.

Pada kasus ini diperlukan survei geofisika menggunakan alat Geo Penetrating Radar (GPR)
sebagai tinjauan studi keberadaan utilitas bawah permukaan. Kegiatan survei ini dilakukan sesuai dengan
prinsip dan kemampuan alat yang dapat menafsirkan kondisi bawah permukaan bedasarkan kontras nilai
elektromagnetik suatu benda dengan resolusi yang cukup tinggi dibandingkan area sekitarnya. Target
penetrasi kedalaman untuk alat GPR ini bervariasi tergantung kepada nilai frekuensi antennanya, dimana
semakin tinggi nilai frekuensi antennya, maka jangkauan kedalaman akan semakin dangkal. Sehingga
pada survei ini dilakukan dengan menggunakan alat GPR antenna Transmitter & Receiver (TR) 600 MHz
yang dapat mencapai kedalaman hingga 4 meter. Survei ini nantinya akan digunakan sebagai bahan
pertimbangan dalam penentuan desain pembangunan dan pembaharuan gorong – gorong. Adapun dua
lokasi yang berada di daerah Bandung diantaranya bawah Fly Over Pasar Cibaduyut dan Area Komplek
Rumah Susun (Rusunawa) Cingised.

I.2 TUJUAN SURVEI


Adapun tujuan dilakukannya survei geofisika menggunakan alat Geo Penetrating Radar (GPR)
adalah untuk mengetahui keberadaan dan posisi utilitas seperti pipaserta melakukan analisis daerah
resapan air (area basah) di sekitarlokasi survei.

I.3 LINGKUP PEKERJAAN

I.3.1 PEKERJAAN LAPANGAN


Pekerjaan lapangan meliputi kegiatan keseluruhan di lapangan yang meliputi akuisisi data
menggunakan alat Geo Penetrating Radar, peninjauan, dan pengukuransesuai dengan rencana desain
pembangunan dan pembaharuan gorong-gorong. Adapun pembagian lintasan survei adalah sebagai
berikut :

Keterangan Lintasan Crossing


L3 - L6

L3 L4 L5 L6 Cibaduyut Area
Lintasan 2
Section-01

Lintasan 01
Lintasan 02

Imagery ©2017 CNES / Airbus, Map data ©2017 Google 20 m

Gambar I.1 Desain survei Section – 01 lokasi pengukuran Area Jl. Cibaduyut Lama, Bandung

Rusunawa Cingised Area


Section-02

Lintasan 3 Lintasan 1 Keterangan Lintasan Crossing


L4 - L7
Lintasan 4
Lintasan 2

L5 L4
L6
L7

Lintasan 3 Lintasan 2 Lintasan 1


L8

Imagery ©2017 DigitalGlobe, Map data ©2017 Google 20 m

Gambar I.2 Desain survei Section – 02 lokasi pengukuran Area Rusunawa Cingised, Bandung
1. Section – 01
Lintasan 01 : Lintasan yang mengarah utara dengan panjang lintasan 32.5 meter.
Lintasan 02 : Lintasan yang mengarah utara dengan panjang lintasan 32 meter.
Lintasan 03 – Lintasan Lintasan 06 : 4 Lintasan memotong lintasan 02 yang mengarah barat.

2. Section – 02
Lintasan 01 – Lintasan 03 : Lintasan yang mengarah utara dengan panjang lintasan 35 meter.
Lintasan 04 : Lintasan yang mengarah timur dengan panjang lintasan 37 meter.
Lintasan 05 – Lintasan Lintasan 08 : 5 Lintasan memotong mengarah barat sepanjang 6 meter.

I.3.2 PENGOLAHAN DATA DAN INTERPRETASI


Proses pengolahan data dan interpretasi merupakan proses kelanjutan dari pekerjaan lapangan.
Semua data yang diperoleh selama akuisisi akan disimpan dan dikumpulkan untuk nantinya diolah
menggunakan perangkat lunak pengolahan data Geo Penetrating Radar (GPR). Pengolahan data
dilakukan sebagai media untuk filtering, penguatan, dan perhalusan sinyal pada data GPR. Interpretasi
data dilakukan dalam analisis kenampakan anomali utilitas seperti keberadaan pipa bawah permukaan
tanah.

I.3.3 LAPORAN
Laporan digunakan sebagai penunjang dalam komunikasi dan pemahaman hasil pekerjaan di
lapangan, pengolahan data dan Interpretasi. Pada laporan akan dikesinambungkan hubungan antara
akuisisi data dan pengolahan data untuk dapat diinterpretasi secara jelas dan transparan sehingga
mendapatkan kesimpulan dan saran dari survei yang dilakukan.

I.4 PERALATAN SURVEI


Peralatan yang digunakan dalam kegiatan survei Geo Penetrating Radar (GPR) pada area gorong-
gorong di Pasar Cibaduyut dan Area Komplek Rumah Susun (Rusunawa) Cingised, Bandung adalah
sebagai berikut :

1. 1 unit Antenna Geo Penetrating Radar TR600MHz


2. 1 Radar Control Unit (DAD-1CH) Model RIS-ONE
3. 1 unit Data Logger Netbook ASUSX200M
4. 1 unit Survey Wheel Kit (WHE50) dengan diameter 17 cm
5. 1 unit Dry DC battery 12 Volt, 12Ah
6. 1 unit backpack kit untuk Radar Control Unit (DAD-1CH)
7. 1 unit GPS Garmin 76CSX
8. 1 unit meteran
9. 2 jenis pylox warna (orange dan biru)

I.5 PERSONIL
1. Nurhadi Bagus J, S.T., sebagai Ahli Geofisik
2. Novita Sari S.Si., sebagai Geofisik
3. Paulus Leonardo, sebagai Operator alat
I.6 LOKASI SURVEI
Lokasi kegiatan survei Ground Penetrating Radar (GPR) berada di dalam wilayah Bandung, Jawa
Barat yang terbagi atas 2 (dua) lokasi pengukuran yaitu pengukuran Section-01 dan Section-02. Section-
01 berada di daerah sekitar bawah Fly Over Tol, Area Pasar Cibaduyut dengan survei melintas dari utara
ke selatan dengan total panjang lintasan 40.5 meter dan lintasan memotong dengan arah timur-barat.
Section-02 berada di dalam area rumah sususn (Rusunawa) Cingised dengan survei melintas dari utara ke
selatan dengan total lintasan 105 meter, lintasan memotong dengan arah timur barat dengan total
lintasan 30 meter, dan lintasan memanjang sepanjang jalan raya dengan arah barat-timur sejauh 37
meter. Secara geografis lokasi kegiatan survei dan pengukuran berada pada koordinat
untuk lokasi Area Cibaduyut dan untuk lokasi Area
Rusunawa Cingised.

Section-02

Section-01

Gambar I.3 Peta lokasi survei dan kesampaian pada Section-01 di Jalan Cibaduyut Lama danSection-02 di area
Rusunawa Cingised, Bandung.

I.7 WAKTU SURVEI


Waktu pelaksanaan kegiatan survei Ground Penetrating Radar (GPR) dilaksanakan selama 1
(satu) hari kerja yaitu pada Rabu, 10 Mei 2017. Keberangkatan menuju Bandung menggunakan mobil
pada jam 20.00 WIB dan tiba di lokasi pertama (bawah fly over tol , Pasar Cibaduyut) pada pukul 03.00
WIB. Waktu survei dimulai pada pukul 08.30 WIB dan diakhiri pada pukul 03.00 WIB. Seluruh kegiatan
survei dilakukan dalam waktu 1 (satu) hari.
BAB II METODOLOGI PENELITIAN

II.1 DASAR TEORI


Metode Geo Penetrating Radar (GPR) merupakan salah satu metode geofisika yang
memanfaatkan gelombang elektromagnetik (EM) untuk memetakan kondisi bawah permukaan yang di
rekam secara “real-time” dengan resolusi tinggi. Jenis gelombang EM yang dimanfaatkan adalah jenis
gelombang berfrekuensi tinggi pada kisaran 25MHz – 2GHz.

Gelombang Elektromagnetik (EM) yang terpancar akan dipantulkan apabila terdapat perbedaan
konstanta dielektrik ( ) diantara dua medium yang berbeda (Baker, 2007).Sistem yang terdapat pada alat
Geo Penetrating Radar (GPR) terdiri dari beberapa komponen yang saling terintegrasi seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 2.1. Salah satu komponen transmitter digunakan untuk memancarkan sinyal
gelombang elektromagnetik ke bawah permukaan dan komponenreceiver digunakan untuk menangkap
sinyal hasil pantulan. Hasil pantulan tersebut terjadi ketika ada suatu benda bawah permukaan memiliki
nilai konstanta dielektrik ( ) yang berbeda.

Control Unit Display Unit

Transmitting Receiving
Antenna Antenna

Permukaan

medium 1

medium 2

Gambar II.1 Skema sistem perekaman sinyal GPR sampai hasil perekaman ditunjukkan dalam bentuk penampang
dalam display unit (data logger) (Takahashi K, dkk., 2012).

Prinsip dan metode dari metode Geo Penetrating Radar (GPR) ini biasanya mengukur amplitudo
sinyal refleksi dari perbedaan suatu properti elektrik pada material bawah permukaan. Pada ilustrasinya
sinyal akan ditransmisikan ke bawah permukaan sampai ke batas tertentu yang memiliki perbedaan
konstanta dielektrik ( ) antara lapisan yang diatas dan lapisan yang berada di bawahnya seperti yang
digambarkan pada Gambar 2.2. Setelah sinyal mencapai pada suatu batas tertentu sinyal akan
dipantulkan dan sebagian energi akan diteruskan kembali ke bawah permukaan hingga seluruh energi
terserap dan tidak dapat dipantulkan kembali.

Beberapa pertimbangan variasi nilai parameter dalam survei Geo Penetrating Radar yang
terdapat pada suatu anomali ataupun material dapat dibedakan bedasarkan karakteristik permitivitas,
konduktifitas, kecepatan perambatan medium, dan konstanta atenuasi.Adapun karakteristik perbedaan
nilai parameter untuk setiap material ditunjukkan pada Tabel 2.1.
Transmitter Receiver
Tx Air Wave Rx

Incident Signal Reflected Signal

medium 1

Transmitted Signal

medium 2

Gambar II.2 Ilustrasi penjalaran gelombang EM dari transmitter menuju ke batas medium kemudian geolombang
dipantulkan menuju receiver dan diteruskan kembali (Takahashi K, dkk., 2012).

Tabel II.1 Variasi nilai permitivitas, konduktifitas, kecepatan perambatan, dan konstanta atenuasi pada setiap
material yang berada di bawah permukaan (Milsom, 2003).

Material Relative Conductivity Velocity (V) Attenuation


Permittivity ( (mS/m) Constant (dB/m)
( (mS/m)
Air 1 0 0.30 0
Ice 3–4 0.01 0.16 0.01
Fresh water 80 0.05 0.033 0.1
Salt water 80 3000 0.01 1000
Dry Sand 3–5 0.01 0.15 0.01
Wet sand 20 – 30 0.01 – 1 0.06 0.03 – 0.3
Shales and Clays 5 – 20 1 – 1000 0.08 1 – 100
Silts 5 – 30 1 – 100 0.07 1 – 100
Limestone 4–8 0.5 – 2.0 0.12 0.4 – 1
Granite 4–6 0.01 – 1 0.13 0.01 – 1
(Dry) Salt 5–6 0.01 – 1 0.13 0.01 – 1

II.2 METODE PENGUKURAN


Peralatan GPR yang digunakan merupakan alat Ingegneria Dei Sistemi (IDS) RIS One dengan
antenna TR 600 MHz seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.2. Akuisisi data GPR dilakukan dengan cara
menggerakkan transducer (berupa antenna) yang terdiri dari transmitter dan receiver sehingga sinyal
gelombang EM yang dipancarkan akan segera dipantulkan kembali pada bidang batas dengan kontras
konstanta dielektrik ( ) menuju receiver. Hasil yang terekam akan ditampilkan dalam data
loggerNetbookASUS X200M dalam bentuk graphic recorder dengan penampang menerus sesuai jarak
yang ditentukan. Pengukuran jarak pada pengukuran ini digunakan Survey wheel Kit(WHE50) yang
berupa roda dengan diameter ±17 cm. Survey Wheel Kit (WHE50) ini dikombinasikan dengan serangkaian
transducer dan ikut bergerak bersamaan.

Gambar II.3 Kenampakan alat GPR TR 600 MHz

Pembuatan tanda atau marking dan pengukuran awal panjang lintasan menggunakan meteran
merupakan langkah awal sebelum dilakukan survei menggunakan alat GPR.Marking dilakukan dengan
memanfaatkan cat semprot atau pylox. Marking ditunjukkan sebagai titik awal dan titik akhir pada
lintasan survei GPR. Selain digunakan penanda untuk titik awal dan titik akhir, marking ini juga berguna
untuk menentukan titik acuan interval pengukuran ataupun penanda adanya anomali. Pengukuran jarak
awal dilakukan dengan membentang pengukuran dari titik awal sampai ke titik akhir pada lintasan
survei. Hal ini dilakukan sebagai pertimbangan kesamaan jarak antara jarak tempuh yang terekan dalam
GPR dengan jarak sebenarnya.

Desain survei pengukuran ditampilkan untuk mendukung analisis dan interpetasi kondisi bawah
permukaan dan posisi survei. Desain survei dilakukan secara manual tanpa medapatkan adanya peta
referensi sehingga menggambar dari hasil pengamatan langsung dilapangan. Adapun desain survei
pengukuran ditunjukkan pada Gambar 1.1dan Gambar 1.2.

Pengukuran dilakukan di 2 (dua) area yang berbeda yaitu area Section-01 yang berada di bawah
fly over Tol PurbaleunyiPasar Cibaduyut dan area Section-02 yang berada di komplek rumah susun
(Rusunawa) Cingised. Pada area Section-01 dilakukan survei di sepanjang pinggiran jalan raya setelah
melewati bawah fly over Tol Purbaleunyisepanjang 32.5 meter pada lintasan 1 dan sepanjang 8 (delapan)
meter pada lintasan 2. Terdapat penambahan lintasan yang memotong lintasan 2 sebanyak 4
lintasan.Adapun kegiatan survei lapangan ditunjukkan pada Gambar 2.4a dan Gambar 2.4b.
a
b

Gambar II.4 Survei GPR di Section-01 (a) Survei pada lintasan 1 yang berada di sepanjang gorong-gorong dan jalan
raya yang mengarah ke selatan sepanjang 32.5 meter (b) Persiapan survei lintasan 1.

Pada area Section-02 dilakukan survei di sepanjang pintu masuk komplek rumah susun
(Rusunawa) Cingised.Pada area ini dilakukan pengukuran pada area dalam Rusunawa dan area luar
Rusunawa yang melewati jalan raya. Jumlah lintasan pada area dalam Rusunawa adalah 3 lintasan
sepanjang 35 meter dan 5 lintasan memotong setiap 5 (lima) meter sepanjang 6 (enam) meter. Jumlah
lintasan di luar Rusunawa dan melewati jalan raya adalah 1 lintasan sepanjang 37 meter mengarah dari
barat ke timur.

b
a

Gambar II.5 Survei GPR di Section-02 (a) Lintasan survei yang berada di kawasan Rusunawa Cingised (b) Lintasan
survei sepanjang jalan raya dekat Rusunawa Cingised sepanjang 37 meter.
Pengambilan data dilakukan dengan cara menarik transducer (antenna TR600MHz) searah
lintasan dan sepanjang lintasan pengukuran. Kegiatan ini umumnya dilkukan oleh dua orang diantaranya
satu orang sebagai pengamat hasil rekaman data GPR pada data logger dan satu orang lainnya sebagai
operator penggerak alat GPR dengan mengamati arah kelurusan lintasan. Data yang terekam dalam
perangkat lunak K2FastWavedi dalam data logger meliputi 3 (tiga) komponen attribute yaitu Two Way
Travel Time (TWT) dalam satuan nanosecond yang akan dikonversikan ke dalam satuan skala kedalaman
atau depth, amplitudo refleksi atau reflection amplitude dan parameter posisi horizontal dalam satuan
meter. Adanya parameter pengukuran panjang lintasan dan pembuatan marking, posisi horizontal dari
data GPR dapat dimodelkan mendajadi model penampang 2 (dua) dimensi.

Pengaturan pengambilan data pada GPR antenna TR 600 MHz ini diatur pada range waktu
pengukuran atau yang disebut sebagai recording time selama 100 ns dan 512 sample dengan nilai
kecepatan medium adalah 0.1 m/ns dengan asumsi kecepatan gelombang EM di medium tanah (soil).
Parameter yang telah ditetapkan tersebut menghasilkan pengaturan kedalaman penetrasi sekitar ± 4
(empat) meter. Kadalaman tersebut menjadi efektif untuk mendeteksi keberadaan utilitas dangkal
bawah permukaan.

II.3 METODE PENGOLAHAN DATA


Hasil pengukuran GPR merupakan data mentah atau raw data yang harus melalui proses
pengolahan data lebih lanjut agar dihasilkan data dengan kualitas baik. Tujuan pengolahan data GPR
adalah untuk mempertinggi signal to noise ratio (mempertinggi sinyal dan mengurangi derau atau noise
dalam data). Pengolahan data dilakukan dalam perangkat lunak Reflex2DQuick dari Sandmeier Software
Germany. Pengolahan data GPR mirip dengan pengolahan data sesimik tetapi hanya parameter yang
membedakannya.

Berkaitan dengan tujuan dari pengolahan GPR, hasil dari pengolahan akan menampilkan peta-
peta penampang penjalaran gelombang yang lebih bersih karena nilai signal to ratio yang mulai
meningkat. Bedasarkan gambaran penampang-penampang tersebut dapat ditafsirkan kondisi bawah
permukaan dan lapisan-lapisan (reflector) batuan atau keadaan objek-objek sesuai target yang
diinginkan.

Adapun tahapan pengolahan data GPR meliputi Input Data, Editing, Gain. Dewow, DC-Shift,
Move Starttime, Static Correction, Bandpass Butterworth Filter, Deconvolution, Background Removal dan
Depth Conversion. Pada setiap tahapan proses pengolahan data terdapat pemilihan metode dan
parameter-parameter pengolahan tertentu. Masing-masing tahap pengolahan data tersebut dijelaskan
pada tahapan di bawah ini.

II.3.1 INPUT DATA


Input data merupakan proses memasukkan data yang berupa raw data hasil perekaman atau
recording. Program Reflexw dapat menerima input file dalam format: IDS (.dt), pulse EKKO (.dt1 file),
RAMAC (.rd3 file), GSSI (dzt.file), SEG-Y, SEG2, RADAN, EMR atau user defined format. Instrument yang
digunakan dalam perekaman data di dalam penelitian ini adalah jenis sistem IDS sehingga file masukkan
dalam format .dt. Pemasukkan data dilakukan dengan cara mengimport file .dt setelah secara otomatis
raw data dikonversi ke dalam Reflexw menghasilkan penampang GPR.
II.3.2 EDITING
Setelah dilakukan input data, kemudian data tersebut ditampilkan (viewing) dalam bentuk
tampilan penampang GPR. Dalam proses viewing tersebut dimungkinkan untuk dilakukan proses editing.
Proses editing bertujuan untuk merubah atau memperbaiki trace atau record dari hal-hal yang tidak
diinginkan. Proses data editing antara lain reorganisasi data, pengumpulan data file, data header,
repositioning dan penambahan informasi elevasi data. Proses editing yang dilakukan pada penelitian ini
antara lain mengatur trace header, pengaturan skala dan jarak pengukuran, menormalisasi amplitude
dari trace sehingga tampilan penampang terlihat lebih baik.

II.3.3 GAIN
Akibat adanya pelemahan energi sinyal pada batuan atau lapisan tanah, dimana frekuensi tinggi
diserap lebih cepat dibandingkan dengan frekuensi rendah. Pada saat yang sama terjadi peyebaran bola
(spherical divergence), yaitu energi gelombang yang menjalar meluruh berbanding terbalik dengan
kuadrat dari sumber. Dari dua faktor di atas energi/ amplitudo gelombang yang terefleksikan akan
meluruh terhadap jarak dan waktu. Untuk menghilangkan pengaruh ini maka dilakukan suatu penguatan
kembali amplitudo yang hilang sedemikian rupa sehingga seolah-olah pada setiap titik mempunyai
energi yang sama. Penguatan (gain) dilakukan sesuai dengan fungsi persamaan peluruhan energi.

Persamaan fungsi gain atau g(t) adalah sebagai berikut:

Gain ( dB ) = A . t + B 20 Log ( f ) + C

Dimana:
t = waktu
A = faktor atenuasi
B = faktor spherical divergence
C = faktor konstanta gain

Gambar II.6 Ilustrasi proses dan hasil data Gain pada suatu sinyal, dimana sinyal pada Gain akan diperkuat (Annan,
2001)
Metoda yang digunakan dalam penelitian ini adalah metoda Automatic Gain Control (AGC). AGC
bertujuan untuk penyamaan amplitudo karena efek pelemahan amplitudo yang disebabkan penyebaran
bola dan gesekan antar partikel. Fungsi gain AGC dihitung dengan menggunakan metode RMS (Root
Mean Square). Amplitudo dari masing – masing sampel dikuadratkan, kemudian dihitung nilai RMS-nya
pada suatu jendela waktu tertentu. Pada survei ini nilai AGC yang dimasukan untuk ferkuensi tengah 600
MHz dan dengan operator window 100 ns karena menghasilkan display yang terbaik.

II.3.4 DEWOW
Wow adalah salah satu noise frekuensi rendah yang dapat terekam oleh sistem radar. Terjadi
akibat instrumen elektronik tersaturasi oleh nilai amplitudo besar dari gelombang langsung dan
gelombang udara. Wow merupakan fenomena induksi atau akibat keterbatasan dari kisaran dinamis
instrumen, adanya input energi yang besar dari gelombang udara dan gelombang permukaan
menyebabkan sinyal yang tertangkap pada receiver mengalami saturasi dan receiver tidak mampu
mengatur perubahan yang besar pada saat stacking. Hal inilah yang menimbulkan induksi frekuensi
rendah yang kemudian mengalami peluruhan pada frekuensi tinggi dari trace sinyal yang datang.

Filter dewow merupakan filter yang digunakan untuk memulihkan kembali sinyal yang
tersaturasi atau mengembalikan fenomena wow. Operator window yang dimasukkan dalam proses
dewow yaitu input time window 80 ns untuk frekuensi tengah 600 MHz.

II.3.5 DC-SHIFT
DC- Shift bertujuan untuk mengembalikan posisi trace yang mengalami pergeseran ke posisi
normal. Nilai yang dimasukan dalam proses DC-Shift sama dengan pada proses dewow yaitu dengan
input time window 80 ns untuk frekuensi tengah 600 MHz.

Gambar II.7 Ilustrasi proses dan hasil setelah sinyal dilakukan pengolahan Dewow dan DC-Shift (Fisher et al, 1994)

II.3.6 MOVE STARTTIME


Move start time dipakai untuk mengetahui titik awal dari sinyal pertama yang masuk. Proses ini
berkaitan dengan konversi kedalaman (depth conversion) yang selanjutnya akan menentukan posisi atau
kedalaman dari target/ objek. Input yang dimasukan yaitu move time sebesar -5 ns.
II.3.7 KOREKSI STATIK
Koreksi statik dilakukan dengan tujuan agar radargram yang kita lihat sesuai dengan topografi
daerah survey, sehingga radargram yang kita lihat mendekati keadaan sebenarnya.

II.3.8 BANDPASS BUTTERWORTH FILTER


Filtering adalah proses memisahkan/ menghilangkan frekuensi-frekuensi yang tidak diinginkan
(noise) dengan tujuan utuk melindungi sinyal primer. Dalam pengolahan data GPR ada beberapa jenis
filter yang biasa digunakan, yaitu: Meanfilter, Medianfilter, Bandpassfrequency, Bandpass butterworth,
dan Notchfilter.

Bandpass butterworth filter merupakan filter 1-D yang dikenal juga sebagai flat filter yang secara
maksimal dikarakterisasikan oleh flat bandpass, jenis filter ini sering digunakan sebagai anti – alias filter.
Pada penelitian ini dipilih jenis Bandpass butterworth filter untuk menghilangkan noise frekuensi rendah
dan noise frekuensi tinggi dengan menggunakan Low Cutoff 300 MHz dan High Cutoff 800 MHz untuk
frekuensi tengah 600 MHz.

II.3.9 DEKONVOLUSI
Dekonvolusi merupakan proses invers filter kuadrat terkecil (least-square inverse filter) yang
diaplikasikan kepada data untuk menghasilkan sumber wavelet terkompresi (compressed source
wavelet). Berdasarkan teorinya, pulsa radar yang ditransmisikan kebawah permukaan, mengalami
perubahan bentuk pada sebagian gelombang elektromagnet. Tujuan filter ini adalah mengembalikan
bentuk output “ideal” sehingga menyerupai deret koefisien refleksi. Salah satu metode yang digunakan
adalah spike dekonvolusi, dimana proses ini mengasumsikan bahwa wavelet yang digunakan berupa
spike, sehingga output yang diharapkan adalah suatu trace yang mendekati deret koefisien refleksi. Pada
penelitian ini, proses dekonvolusi menggunakan operator window 20 serta prewhitening 1% yang
didapatkan dari hasil trial and error.

II.3.10 KONVERSI KEDALAMAN


Konversi kedalaman berfungsi untuk mengkonversikan dari satuan waktu (ns) kedalam satuan
kedalaman (m).Ada dua sumber kecepatan yang dapat digunakan untuk konversi waktu ke kedalaman,
yaitu profil kecepatan spesifik dan kecepatan konstan skalar. Dalam proses konversi kedalaman ini
digunakan kecepatan rata-rata material geologi daerah penelitian sebesar 0.10 m/ns dengan tujuan
untuk mendapatkan nilai perkiraan kedalaman semu.
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN

III.1 HASIL INTERPRETASI SECTION-01 CIBADUYUT AREA


Hasil pengolahan data dari suatu lintasan pengukuran berupa citra GPR (radargram) dengan
parameter rpengukuran recording time 100 ns, sample rate 512 dan asumsi kecepatan rata-rata medium
sekitar adalah soil sebesar 0.1 m/ ns, menghasilan citra penampang GPR sampai kedalaman sekitar 4 – 5
meter yang cukup untuk mendeteksi keberadaan utilitas bawah permukaan. Setiap citra GPR
(radargram) dapat ditampilkan dalam Linescan View (grayscale dan colorscale) serta dalam bentuk
Wiggle View. Pada bab ini data yang ditampilkan hanya hasil pengolahan data dalam bentuk grayscale.

Respon gelombang elektromagnetik GPR pada suata objek akan berbeda-beda sesuai dengan
geometri dan karakter sifat properties objek tersebut. Untuk objek utilitas seperti pipa atau kabel,
respon dari GPR adalah berupa anomali hiperbola dimana lebar dan kuat refleksi dari bentuk hiperbola
tresebut tergantung dari geometri dan bahan material objek tersebut. Disamping itu juga kontras
properties objek dengan medium sekitar menentukan ampltudo refleksinya, semakin kontras properties
objek dengan medium sekitar makan akan semakin kuat amplitudo refleksinya dan semakin mudah
objek tersebut untk di identifikasi. Sebaliknya, semakin lemah atau hampir sama antara properties objek
dan medium maka akan semakin lemah amplitudo gelombang refleksinya dan semakin sulit untuk
mengidentifikasi objek dengan sekitarnya.

Dari hasl citra GPR (radargram) yang dilakukan di Section-01 Cibaduyut Area, yang terdiri dari 6
lintasan, objek yang berupa utilitas pipa yang berupa anomali hiperbola teridentifikasi pada Line 1
(Gambar III.1) pada jarak ± 11.5 meter dari titik awal pengukuran dan pada kedalaman sekitar 0.5 meter
dari permukaan. Kemudian di Line 2 (Gambar III.2) , anomali hiperbola juga teridentifikasi pada jarak ±
10 meter dari titik nol dan pada kedalaman 0.5 meter dari permukaan. Anomali hiperbola pada dua line
(line 1 &line 2) yang sejajar tersebut, mengindikasikan adanya utilitas yang berupa pipa yang memotong
(crossing) jalan raya dimana kemungkinan pipa tersebut adalah jalur pipa air pdam untuk distribusi ke
warga sekitar.

Kemudian dari hasil GPR di Line 1 dan Line 2 terlihat juga batas dari pondasi beton bertulang dari
fly over pada jarak 0 – 10 meter pada kedalaman 0.5 meter. Ditemukan juga anomali berupa difraksi
pada kedalaman sekitar 1.7 m di jarak 0 – 2 meter yang kemungkinan merupakan difraksi dari tiang
pancang fly over.

Pola-pola berupa perlapisan (layering) dari jalan raya juga terlihat di citra GPR pada Line 1. Batas
lapisan permukaan asphalt dan lapisan pondasi terlihat jelas dan untuk lapisan pondasi terlihat dipping
atau mengalami penurunan ke arah utara. Gangguan noise yang merupakan multiple reflector &
peredaman gelombang GPR oleh lempung terlihat mulai kedalaman 1 -1.5 meter.

Untuk hasil citra Line 3 s.d Line 7, tidak ditemukan adanya anomali hiperbola yang
mengindikasikan adanya utilitas (pipa/ kabel) yang sejajar jalan raya. Dari citra GPR hanya terlihat pola
perlapisan jalan (layering) dan beberapa ganguan (noise) berupa multiple reflector dari lapisan
permukaan. Kemudian efek peredaman sinyal GPR oleh lapisan lempung (clay) terlihat mulai dari
kedalaman sekitar 1.5 meter untuk semua lintasan. Efek peredaman ini terjadi karena lempung bersifat
sangat konduktif dan gelombang elektromagnetik dari GPR mengalami absorbsi dan atenuasi yang
sangat tinggi di material yang konduktif.
Gambar IIII.1 Interpretasi radargram Line 1. Lingkaran hijau muda adalah anomali hiperbola indikasi pipa pada kedalman 0.5 meter dari permukaan. Garis merah
merupakan batas perlapisan. Pondasi bertulang dari fly over diandai dengan kotak hijau. Indikasi tiang pancang ditandai kotak oranye dan gangguan noise
multiple reflector ditandai dengan tanda panah warna kuning. Efek peredaman sinyal GPR akibat lapisan konduktif terlihat mulai dari kedalman 1.5 meter.
Gambar IIII.2 Interpretasi radargram Line 2. Lingkaran hijau muda adalah anomali hiperbola indikasi pipa pada kedalman 0.5 meter dari permukaan. Garis merah
merupakan batas perlapisan. Pondasi bertulang dari fly over diandai dengan kotak hijau. Indikasi tiang pancang ditandai kotak oranye dan gangguan noise
multiple reflector ditandai dengan tanda panah warna kuning. Efek peredaman sinyal GPR akibat lapisan konduktif terlihat mulai dari kedalman 1.5 meter.
Gambar IIII.3 Interpretasi radargram Line 3. Tidak ditemukan anomali hiperbola yang mengindikasikan utilitas dan terlihat pola perlapisan dari jalan raya.
Gangguan noise multiple reflector terlihat antara garis warna orange dan warna kuning. Efek peredaman sinyal GPR akibat lapisan konduktif terlihat mulai dari
kedalaman 1.5 meter.
Gambar IIII.4 Interpretasi radargram Line 4. Tidak ditemukan anomali hiperbola yang mengindikasikan utilitas dan terlihat pola perlapisan dari jalan raya.
Gangguan noise multiple reflector terlihat antara garis hijau dan orange. Efek peredaman sinyal GPR akibat lapisan konduktif terlihat mulai dari kedalaman 1
meter.
Gambar IIII.5 Interpretasi radargram Line 5. Tidak ditemukan anomali hiperbola yang mengindikasikan utilitas dan terlihat pola perlapisan dari jalan raya.
Gangguan noise multiple reflector terlihat antara garis orange. Efek peredaman sinyal GPR akibat lapisan konduktif terlihat mulai dari kedalaman 1.5 meter.
Gambar IIII.6 Interpretasi radargram Line 6. Tidak ditemukan anomali hiperbola yang mengindikasikan utilitas dan terlihat pola perlapisan dari jalan raya.
Gangguan noise multiple reflector terlihat di sekitar garis kuning. Efek peredaman sinyal GPR akibat lapisan konduktif terlihat mulai dari kedalaman 1.5 meter.
III.2 HASIL INTERPRETASI SECTION-02 RUSUNAWA AREA
Pengukuran GPR di Rusunawa Area terdiri dari 9 lintasan. 8 lintasan berada di dalam area
rusunawa yang terdiri dari Line 1, 2 dan 3 sejajar jalan masuk ke rusunawa dengan jarak lintasan rata-
rata 35 meter, spasi antar lintasan 3 meter. Kemudian Line 5, 6, 7, 8, 9 pararel (crossing) jalan masuk ke
rusunawa dengan jarak lintasan rata-rata 6 meter, spasi antar lintasan 5 m. Satu lintasan yakni Line 4
berada di jalan raya depan rusunawa dengan jarak lintasan sejauh 35 m.

Dari hasil citra GPR yang diperoleh tidak ditemukan anomali hiperbola yang mengindikasikan
adanya utilitas di jalan masuk area rusunawa, baik utilitas yang sejajar dengan jalan masuk rusunawa
maupun yang memotong jalan masuk rusunawa. Untuk citra radargramnya bisa dilihat di Gambar III.7
(Line 1) sampai dengan Gambar III.15 (line 9) dimana pada gambar radargram tersebut hanya terlihat
pola perlapisan dari struktur jalan masuk rusunawa yang terdiri dari lapisan permukaan dan lapisan
urugan (pondasi).

Pada Line 2 (Gambar III.8) dan Line 3 (Gambar III.9) terlihat juga anomali hiperbola yang lebar
pada kedalaman sekitar 2 meter, dimana anomali hiperbola tersebut adalah hasil pantulan gelombang
radar ke sekitar dinding/ rumah di sekitar area survey atau bisa di sebut gelombang udara (air wave
event) yang dibuktikan dengan fitting velocity sebesar 0.3 m/ ns, dimana velocity 0.3 m/ ns hanya dimiliki
oleh kecepatan udara.

Sedangkan untuk satu line di luar rusunawa, yakni Line 4 (Gambar III.10) terindikasi beberapa
utilitas kabel yang diindikasikan oleh anomali hiperbola pada jarak 24.5 m,28 m, 29 m dan 34 meter pada
kedalaman sekitar 0.2 meter.
Gambar IIII.7 Interpretasi radargram Line 1 Section-02. Tidak ditemukan anomali hiperbola yang mengindikasikan utilitas dan terlihat pola perlapisan dari jalan.
Gangguan noise multiple reflector terlihat di antara garis hijaur-garis kuning. Efek peredaman sinyal GPR akibat lapisan konduktif terlihat mulai dari kedalaman 1.5
meter.
Gambar IIII.8 Interpretasi radargram Line 2 Section-02. Tidak ditemukan anomali hiperbola yang mengindikasikan utilitas dan terlihat pola perlapisan dari jalan.
Gangguan noise multiple reflector terlihat di antara garis hijau-garis kuning. Efek peredaman sinyal GPR akibat lapisan konduktif terlihat mulai dari kedalaman 1.5
meter. Noise pantulan udara ditunjukan tanda panah oranye denganvelocity 0.3 m/ ns.
Gambar IIII.9 Interpretasi radargram Line 3 Section-02. Tidak ditemukan anomali hiperbola yang mengindikasikan utilitas dan terlihat pola perlapisan dari jalan.
Gangguan noise multiple reflector terlihat di antara garis hijau-garis kuning. Efek peredaman sinyal GPR akibat lapisan konduktif terlihat mulai dari kedalaman 1.5
meter. Noise pantulan udara ditunjukan tanda panah oranye denganvelocity 0.3 m/ ns.
Gambar IIII.10 Interpretasi radargram Line 4 Section-02. Anomali hiperbola yang mengindikasikan utilitas kabel ditandai dengan lingkaran warna oranye.
Gangguan noise multiple reflector terlihat di antara garis hijau-garis kuning. Efek peredaman sinyal GPR akibat lapisan konduktif terlihat mulai dari kedalaman 1.5
meter.
Gambar IIII.11 Interpretasi radargram Line 5 Section-02. Tidak ditemukan anomali hiperbola yang mengindikasikan utilitas dan terlihat pola perlapisan dari jalan.
Gangguan noise multiple reflector terlihat di sekitar garis kuning. Efek peredaman sinyal GPR akibat lapisan konduktif terlihat mulai dari kedalaman 1.5 meter.
Gambar IIII.12 Interpretasi radargram Line 6 Section-02. Tidak ditemukan anomali hiperbola yang mengindikasikan utilitas dan terlihat pola perlapisan dari jalan.
Gangguan noise multiple reflector terlihat di sekitar garis kuning. Efek peredaman sinyal GPR akibat lapisan konduktif terlihat mulai dari kedalaman 1.5 meter.
Gambar IIII.13 Interpretasi radargram Line 7 Section-02. Tidak ditemukan anomali hiperbola yang mengindikasikan utilitas dan terlihat pola perlapisan dari jalan.
Gangguan noise multiple reflector terlihat di sekitar garis kuning. Efek peredaman sinyal GPR akibat lapisan konduktif terlihat mulai dari kedalaman 1 meter.
Gambar IIII.14 Interpretasi radargram Line8 Section-02. Tidak ditemukan anomali hiperbola yang mengindikasikan utilitas dan terlihat pola perlapisan dari jalan.
Gangguan noise multiple reflector terlihat di sekitar garis kuning. Efek peredaman sinyal GPR akibat lapisan konduktif terlihat mulai dari kedalaman 1.5 meter.
Gambar IIII.15 Interpretasi radargram Line 9 Section-02. Tidak ditemukan anomali hiperbola yang mengindikasikan utilitas dan terlihat pola perlapisan dari jalan.
Gangguan noise multiple reflector terlihat di sekitar garis kuning. Efek peredaman sinyal GPR akibat lapisan konduktif terlihat mulai dari kedalaman 1 meter.
DAFTAR PUSTAKA

Annan, A.P; Davis, J. L. ; 1989 : Ground - Penetrating Radar for High Resolution Mapping of Soil and Rock
Stratigraphy, Geophysical Prospeting, Vol 37, Hal 531-551.

Baker, G.S., Jordan, T.E., dan Pardy, J., 2007. An Introduction to ground penetrating radar (GPR),
Stratigraphic Analyses Using GPR: Geological Society of America Special Paper 432, halaman 1-
18.

Fisher, S.C ; R.R Stewart ; H. M. Jol.; 1994 : Processing Ground - Penetrating Radar Data, Waterloo,
Canada., Hal 661 – 675.

Milsoms, John, 2003. The Geological Field Guide Series: Fields Geophysics. John Wiley and Sons, England.
tm
Sandmeier, K. J. ; 1998 : Reflexw 1.4 Reference Manual., www.ka.shuttle de/software.

Takahashi, K., Igel, J., Preetz, H., dan Kuroda, S., 2012. Basics and Application of Ground-Penetrating
Radar as a Tool for Monitoring Irrigation Process, Intech Open Science Paper Chapter-8.ISBN
978-953-51-0117-8.

Anda mungkin juga menyukai