Anda di halaman 1dari 33

PENGISIAN PARTOGRAF, PENGAMBILAN KEPUTUSAN

KLINIK DAN DETEKSI DINI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Asuhan Kebidanan 2

Disusun Oleh

Kelompok 3

Resti Nur Annisa 130103100002

Yatty Erni destiani 130103100008

Yoseu Novieliya P. W 130103100015

Lilis Suryani 130103100026

Tita Nurlita 130103100029

Lastiar Veronika 130103100041

Angkatan : VI A

PROGRAM STUDI DIPLOMA 3 KEBIDANAN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN
BANDUNG

2011
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan
makalah ini yang berjudul “Pengisian Partograf, Pengambilan Keputusan
Klinik dan Deteksi Dini”.

Adapun makalah ini ditulis untuk memenuhi salah satu tugas dari mata kuliah
Asuhan Kebidanan 2 pada Program Studi Diploma 3 Kebidanan Fakultas
Kedokteran Universitas Padjadjaran. Dalam penulisan makalah ini, penulis
menyadari bahwa keberhasilan penulisan makalah ini tidak lepas dari bantuan
berbagai pihak baik langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, pada
kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah
membantu. Penulis menyadari dalam penyusunan masih banyak kekurangan,
maka dari itu penulis mengharapkan sumbangan pikiran serta masukan dari
berbagai pihak untuk penyempurnaan di masa yang akan datang.

Semoga segala kebaikan dan pertolongan semuanya mendapatkan berkah dari


Allah SWT. Akhir kata penulis mohon maaf apabila masih banyak kekurangan
dalam penyusunan makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat bagi semua pihak
yang memerlukan. Amin.

Bandung, September 2011

Penulis

i
DAFTAR ISI

Halaman

Kata Pengantar .........................................................................................................i

Daftar Isi .................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ..............................................................................................1

1.2 Tujuan ...........................................................................................................1

BAB II ISI

2.1 Definisi Partograf..........................................................................................2

2.2 Tujuan Pengisian Partograf...........................................................................2

2.3 Manfaat Pengisian Partograf.........................................................................3

2.4 Sejarah dan Perkembangan Partograf............................................................3

2.5 Waktu Pengisisan Partograf...........................................................................4

2.6 Cara Pengisian Partograf..............................................................................5

2.7 Pengambilan Keputusan Klinik...................................................................16

BAB III KASUS

BAB IV PENUTUP

4.1 Kesimpulan .................................................................................................25

4.2 Saran ...........................................................................................................25

Daftar Pustaka.........................................................................................................iii

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tinggi rendahnya angka kematian ibu dan perinatal menjadi ukuran


kemampuan pelayanan obstetri suatu negara. Indonesia dengan angka
kematian ibu 228/100.000 persalinan hidup, menunjukan bahwa kemampuan
pelayanan obstetri belum menyentuh masyarakat dengan layanan yang
bermutu dan menyeluruh. Jika di indonesia persalinan di perkirakan
5.000.000/tahun, angka kematian ibu adalah sekitar 10.500-11.000/tahun.

Kematian ibu selalu berdampak menyedihkan bagi keluarga dan bagi anak
yang ditinggalkan. Oleh karena itu, segala cara harus diupayakan agar
sedapat mungkin memberikan pelayanan yang baik dan menekan angkat
morbiditas dan mortalitas perinatal.

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum

Tujuan disusunnya makalah ini diharapkan mahasiswa mampu memahami


partograf untuk persalinan dan kelahiran normal, sehingga dapat
membantu ibu pada saat persalinan dan kelahiran normal, serta dapat
mengetahui penyimpangan yang mungkin terjadi, sehingga dapat
melakukan asuhan secara cepat dan tepat.

1.2.2 Tujuan Khusus


1. Mendefinisikan partograf persalinan dan kelahiran normal.
2. Mengerjakan partograf persalinan dan kelahiran normal.
3. Menjelaskan partograf persalinan dan kelahiran normal.
4. Mengidentifikasi penyimpangan partograf persalinan dan kelahiran
normal.

BAB II

1
ISI

2.1 Definisi Partograf

Partograf adalah catatan grafik mengenai kemajuan persalinan untuk


memantau keadaan ibu dan janin, untuk menentukan adanya persalinan
abnormal yang menjadi petunjuk untuk tindakan bedah kebidanan dan
menemukan disproporsi kepala panggul (CPD) jauh sebelum persalinan
menjadi macet (Sumapraja,1993).

Partograf adalah alat bantu yang digunakan selama persalinan yang bertujuan
untuk mencatat observasi dan kemajuan persalinan dan mendeteksi apakah
proses persalinan berjalan secara normal (Sarwono, 2008).

Partograf merupakan suatu sistem yang tepat untuk memantau keadaan ibu
dan janin dari yang dikandung selama dalam persalinan dari waktu ke waktu
(WHO,1994). Partograf WHO dapat membedakan dengan jelas perlu atau
tidaknya intervensi dalam persalinan. Partograf WHO dengan jelas dapat
membedakan persalinan normal dan abnormal dan mengidentifikasi wanita
yang membutuhkan intervensi. Partograf APN (partograf WHO yang
dimodifikasi atau disederhanakan) adalah alat bantu yang digunakan hanya
selama fase aktif persalinan.

2.2 Tujuan Pengisian Partograf

Partograf dapat digunakan:


 Untuk semua ibu dalam fase aktif kala satu persalinan dan merupakan
elemen penting dari asuhan persalinan.
 Selama persalinan dan kelahiran bayi di semua tempat (rumah, puskesmas,
klinik bidan swasta, rumah sakit, dan lain-lain).
 Secara rutin oleh semua penolong persalinan yang memberikan asuhan
persalinan kepada ibu dan proses kelahiran bayinya (dokter spesialis
obstetrik, bidan, dokter umum, PPDS obgin dan mahasiswa kedokteran)
dalam mengambil keputusan klinik, dan jika digunakan dengan tepat maka
partograf akan membantu penolong persalinan untuk mencatat kemajuan
2
persalinan, kondisi ibu dan janin, mencatat asuhan yang diberikan selama
persalinan dan kelahiran, sebagai informasi untuk identifikasi dini penyulit
persalinan serta informasi mengambil keputusan klinik yang sesuai dan
tepat waktu.

2.3 Manfaat Pengisian Partograf

Penggunaan partograf secara tepat dan rutin dapat memastikan bahwa ibu dan
bayinya mendapatkan asuhan persalinan yang aman, adekuat dan tepat waktu
serta membantu mencegah terjadinya penyulit yang dapat mengancam
keselamatan jiwa mereka menggunakan informasi yang tercatat.

2.4 Sejarah dan Perkembangan Partograf

Sejak Friedman memperkenalkan kurva servikogram pada tahun 1954, banyak


peneliti yang menggunakannya sebagai dasar dalam penatalaksanaan
persalinan. Rosa dan Ghilaini (1959), menggunakan grafik kemajuan
persalinan sederhana dengan memodifikasi cara pengukuran pembukaan
serviks. Friedman (1967), mulai mengembangkan grafik analisa statistik dari
berbagai tipe persalinan. Beazly dan Kurjak (1972), merancang suatu
partograf berdasarkan data dari persalinan normal dengan cara periksa dalam
yang dilakukan pada awal dan akhir persalinan. Dimana partograf ini tidak
mengenal adanya fase laten. Phillpot (1972), membuat perubahan dalam
merancang grafik catatan persalinan yang lebih detail, dengan memasukkan
keadaan ibu dan janin pada selembar kertas. Dengan membuat dua garis
skrining, yaitu garis waspada (alert line) dan garis aksi (action line), yang
sejajar dan terpisah empat jam setelah garis waspada. Partograf WHO (1988)
merupakan sintesa dan implikasi dari berbagai model partograf dengan
menelaah semua jenis partograf yang ada di dunia. Dalam perkembangan
selanjutnya, tahun 2000 partograf WHO dimodifikasi, untuk lebih sederhana
dan lebih mudah digunakan. Dimana pada partograf yang dimodifikasi, fase
laten dihilangkan dan penggambaran partograf dimulai dari fase aktif, pada
saat pembukaan serviks 4 cm. Pada fase aktif persalinan, grafik pembukaan

3
dihubungkan dengan waktu yang biasanya dimulai di sebelah kiri garis
waspada, dan apabila grafiknya memotong garis ini, itu merupakan tanda
peringatan bahwa persalinan mungkin akan berlangsung lama. Garis tindakan
adalah 4 jam ke sebelah kanan garis waspada, jika grafik mencapai garis
tindakan harusnya diambil keputusan tentang penyebab kemajuan persalinan
yang lambat dan mesti diambil tindakan yang tepat, kecuali wanita sudah
menjelang melahirkan partograf ini tidak diindikasikan. Pada akhirnya,
partograf WHO yang dimodifikasi inilah yang menjadi acuan dari partograf
APN (Asuhan Persalinan Normal).

2.5 Waktu Pengisisan Partograf

Penggunaan partograf merupakan indikasi untuk semua ibu dalam fase aktif
kala satu persalinan sebagai elemen penting asuhan persalinan. Penggunaan
partograf baru ini mulai digunakan hanya pada pembukaan serviks 4
sentimeter (fase aktif) pada ibu yang sedang bersalin tanpa memandang
apakah persalinan itu normal atau dengan komplikasi, serta secara rutin
digunakan oleh semua tenaga penolong persalinan yang memberikan asuhan
kepada ibu selama persalinan dan kelahiran. Kontraindikasi dari partograf,
tidak boleh digunakan untuk memantau persalinan yang tidak mungkin
berlangsung secara normal seperti plasenta previa, panggul sempit, letak
lintang dan lain-lain. Untuk mencegah terjadinya partus lama, asuhan
persalinan normal (APN) mengandalkan penggunaan partograf sebagai salah
satu praktek pencegahan dan deteksi dini (Saifuddin, 2002).

Menurut WHO (1994) pengenalan partograf sebagai protokol dalam


manjemen persalinan terbukti dapat mengurangi persalinan lama dari (6,4%)
menjadi (3,4%). Kegawatan bedah sesaria turun dari (9,9%) menjadi (8,3%),
dan lahir mati intrapartum dari (0,5%) menjadi (0,3%). Kehamilan tunggal
tanpa komplikasi mengalami perbaikan, kejadian bedah sesaria turun dari
(6,2%) menjadi (4,5%).

2.6 Cara Pengisian Partograf

4
Menurut WHO (2000) dan Depkes (2004) cara pengisian partograf modifikasi
WHO atau yang dikenal dengan partograf APN meliputi:

Lembar Depan Partograf

Halaman depan partograf mencantumkan bahwa observasi dimulai pada fase


aktif persalinan, dan menyediakan lajur dan kolom untuk mencatat hasil
pemeriksaan selama fase aktif persalinan.

5
6
Cara Pengisian Halaman Depan Partograf

A. Informasi Tentang Ibu:


 Identitas pasien
Bidan mencatat nama pasien, riwayat kehamilan, riwayat persalinan,
nomor register pasien, tanggal dan waktu kedatangan dalam "jam"
mulai dirawat, waktu pecahnya selaput ketuban. Selain itu juga
mencatat waktu terjadinya pecah ketuban, pada bagian atas partograf
secara teliti.

B. Kesehatan dan Kenyamanan Janin


Pada kolom, lajur dan skala angka pada partograf, bidan mencatat:
 Hasil pemeriksaan DJJ setiap 30 menit atau lebih sering jika ada tanda-
tanda gawat janin. Setiap kotak menunjukkan waktu 30 menit. Skala
angka di sebelah kolom paling kiri menunjukkan DJJ. DJJ dicatat
dengan memberi tanda titik pada garis yang sesuai dengan angka yang
menunjukkan DJJ. Kemudian hubungkan titik yang satu dengan titik
lainnya dengan garis tidak terputus.
 Warna dan adanya air ketuban, penilaian air ketuban setiap kali
melakukan pemeriksaan dalam, dan nilai warna air ketuban jika
selaput ketuban pecah. Mencatat temuan-temuan ke dalam kotak yang
sesuai di bawah lajur DJJ, menggunakan lambang-lambang seperti:
U jika ketuban utuh atau belum pecah,
J jika ketuban sudah pecah dan air ketuban jernih,
M jika ketuban sudah pecah dan air ketuban bercampur
mekonium,
D jika ketuban sudah pecah dan air ketuban bercampur darah, dan
K jika ketuban sudah pecah dan tidak ada air ketuban atau
kering.
 Molase atau penyusupan tulang-tulang kepala janin, menggunakan
lambang-lambang seperti:
0. jika tulang-tulang kepala janin terpisah, sutura dengan mudah
dapat dipalpasi,
1. jika tulang-tulang kepala janin hanya saling bersentuhan,
2. jika tulang-tulang kepala janin saling tumpang tindih, tapi
masih dapat dipisahkan,
3. jika tulang-tulang kepala janin tumpang tindih dan tidak dapat
dipisahkan.
7
Hasil pemeriksaan dicatat pada kotak yang sesuai di bawah lajur
air ketuban.

C. Kemajuan persalinan
Kolom dan lajur kedua pada partograf adalah untuk pencatatan kemajuan
persalinan. Angka 0-10 yang tertera di tepi kolom paling kiri adalah
besarnya dilatasi serviks. Setiap angka atau kotak menunjukkan besarnya
pembukaan serviks. Kotak yang satu dengan kotak yang lain pada lajur di
atasnya, menunjukkan penambahan dilatasi sebesar 1 cm. Skala angka 1-5
menunjukkan seberapa jauh penurunan kepala janin. Masing-masing kotak
di bagian ini menyatakan waktu 30 menit. Kemajuan persalinan meliputi:
 Pembukaan serviks, penilaian dan pencatatan pembukaan serviks
dilakukan setiap 4 jam atau lebih sering dilakukan jika ada tanda-tanda
penyulit. Saat ibu berada dalam fase aktif persalinan, catat pada
partograf hasil temuan dari setiap pemeriksaan dengan simbol "X".
Simbol ini harus ditulis di garis waktu yang sesuai dengan lajur
besarnya pembukaan serviks di garis waspada. Hubungkan tanda "X"
dari setiap pemeriksaan dengan garis utuh atau tidak terputus.
 Pencatatan penurunan bagian terbawah atau presentasi janin, setiap
kali melakukan pemeriksaan dalam atau setiap 4 jam, atau lebih sering
jika ada tanda-tanda penyulit. Kata-kata "turunnya kepala" dan garis
tidak terputus dari 0-5, tertera di sisi yang sama dengan angka
pembukaan serviks. Berikan tanda "--" pada garis waktu yang sesuai.
Hubungkan tanda "O" dari setiap pemeriksaan dengan garis tidak
terputus.
 Garis waspada dan garis bertindak, garis waspada dimulai pada
pembukaan serviks 4 cm. dan berakhir pada titik dimana pembukaan
lengkap, diharapkan terjadi laju pembukaan 1 cm per jam. Pencatatan
selama fase aktif persalinan harus dimulai di garis waspada.

D. Pencatatan Jam dan Waktu


Pencatatan jam dan waktu meliputi:
 Waktu mulainya fase aktif persalinan, di bagian bawah pembukaan
serviks dan penurunan, tertera kotak-kotak yang diberi angka 1-16.

8
Setiap kotak menyatakan waktu satu jam sejak dimulainya fase aktif
persalinan.
 Waktu aktual saat pemeriksaan dilakukan, dibawah lajur kotak untuk
waktu mulainya fase aktif, tertera kotak-kotak untuk mencatat waktu
aktual saat pemeriksaan dilakukan. Setiap kotak menyatakan satu jam
penuh dan berkaitan dengan dua kotak waktu tiga puluh menit pada
lajur kotak di atasnya atau lajur kontraksi di bawahnya. Saat ibu masuk
dalam fase aktif persalinan, catat pembukaan serviks di garis waspada.
Kemudian catat waktu aktual pemeriksaan ini di kotak waktu yang
sesuai. Bidan mencatat kontraksi uterus pada bawah lajur waktu yaitu
ada lima lajur kotak dengan tulisan "kontraksi per 10 menit" di sebelah
luar kolom paling kiri. Setiap kotak menyatakan satu kontraksi. Setiap
30 menit, raba dan catat jumlah kontraksi dalam 10 menit dan lamanya
kontraksi dalam satuan detik. Nyatakan jumlah kontraksi yang terjadi
dalam waktu 10 menit menggunakan symbol seperti:

E. Mencatat Obat-Obatan dan Cairan Intravena (IV)


Mencatat obat-obatan dan cairan intravena (IV) yang diberikan dalam
kotak yang sesuai dengan kolom waktu. Untuk setiap pemberian oksitosin
drip, bidan harus mendokumentasikan setiap 30 menit jumlah unit
oksitoksin yang diberikan per volume cairan (IV) dan dalam satuan tetesan
per menit (atas kolaborasi dokter), catat semua pemberian obat-obatan
tambahan dan/atau cairan IV.

F. Kesehatan dan kenyamanan ibu

9
Kesehatan dan kenyamanan ibu ditulis dibagian terakhir pada lembar
depan partograf yang berkaitan dengan kesehatan dan kenyamanan ibu,
meliputi:
 Nadi, tekanan darah dan temperatur tubuh, angka di sebelah kiri bagian
partograf berkaitan dengan nadi dan tekanan darah ibu. Nilai dan catat
nadi ibu setiap 30 menit selama fase aktif persalinan atau lebih sering
jika dicurigai adanya penyulit menggunakan simbol titik (•).
Pencatatan tekanan darah ibu dilakukan setiap 4 jam selama fase aktif
persalinan atau lebih sering jika dianggap akan adanya penyulit
menggunakan simbol ↕.
Pencatatan temperatur tubuh ibu setiap 2 jam atau lebih sering jika
suhu tubuh meningkat ataupun dianggap adanya infeksi dalam kotak
yang sesuai.
 Volume urin, protein atau aseton, ukur dan catat jumlah produksi urin
ibu sedikitnya setiap 2 jam atau setiap kali ibu berkemih spontan atau
dengan kateter. Jika memungkinkan setiap kali ibu berkemih, lakukan
pemeriksaan adanya aseton atau protein dalam urin.

G. Asuhan, Pengamatan dan Keputusan Klinik Lainnya


Catat semua asuhan lain, hasil pengamatan dan keputusan klinik di sisi
luar kolom partograf, atau buat catatan terpisah tentang kemajuan
persalinan. Cantumkan juga tanggal dan waktu saat membuat catatan
persalinan. Asuhan, pengamatan dan keputusan klinik mencakup:
 Jumlah cairan per oral yang diberikan
 Keluhan sakit kepala atau pengelihatan kabur
 Konsultasi dengan penolong persalinan lainnya (spesialis obgin,
ataupun dokter umum)
 Persiapan sebelum melakukan rujukan
 Upaya rujukan

Lembar Belakang Partograf

Halaman belakang partograf, merupakan bagian untuk mencatat hal-hal yang


terjadi selama proses persalinan dan kelahiran, serta tindakan-tindakan yang
dilakukan sejak persalinan kala I hingga kala IV (termasuk bayi baru lahir).
10
Itulah sebabnya bagian ini disebut sebagai catatan persalinan. Nilai dan
catatkan asuhan yang diberikan pada ibu dalam masa nifas terutama selama
persalinan kala IV untuk memungkinkan penolong persalinan mecegah
terjadinya penyulit dan membuat keputusan klinik, terutama pada pemantauan
kala IV (mencegah terjadinya perdarahan pasca persalinan). Selain itu, catatan
persalinan (yang sudah diisi dengan lengkap dan tepat) dapat pula digunakan
untuk menilai atau memantau sejauh mana telah dilakukan pelaksanaan
asuhan persalinan yang bersih dan aman.

Catatan persalinan adalah terdiri atas unsur-unsur berikut :


 Data dasar
 Kala I
 Kala II
 Kala III
 Bayi baru lahir
 Kala IV

11
12
Cara Pengisian Lembar Belakang Patograf

Berbeda dengan halaman depan yang harus diisi pada akhir setiap
pemeriksaan, lembar belakang partograf ini diisi setelah seluruh proses
persalinan selesai. Adapun cara pengisian catatan persalinan pada lembar
belakang partograf secara lebih rinci disampaikan sebagai berikut:

A. Data Dasar
Data dasar terdiri atas tanggal, nama bidan, tempat persalinan, alamat
tempat persalinan, catatan, alasan merujuk, tempat rujukan dan
pendamping saat merujuk. Isi data pada tiap tempat yang telah disediakan
atau dengan cara member tanda pada kotak disamping jawaban yag sesuai.

B. Kala I
Kala I terdiri atas pertanyaan-pertanyaan tentang partograf saat melewati
garis waspada, masalah-masalah yang dihadapi, penatalaksanaan, dan hasil
penatalaksanaan tersebut.

C. Kala II
Kala II terdiri atas episiotomy persalinan, gawat janin, distosia bahu,
masalah penyerta, penatalaksanaan dan hasil nya. Beri tanda checklist
pada kotak disamping jawaban yang sesuai.

D. Kala III
Kala III terdiri atas lama kala III, pemberian oksitosin, penegangan tali
pusat terkendali, pemijatan fundus, plasenta lahir lengkap, plasenta tidak
lahir lebih besar 30 menit, laserasi, atonia uteri, jumlah perdarahan,
masalah penyerta, penata laksanaan dan hasilnya. Isi jawaban pada tempat
yang disediakan dan beri tanda pada kotak disamping jawaban yang
sesuai.

E. Bayi baru lahir


Informasi tentang bayi baru lahir terdiri dari berat dan panjang badan,
jenis kelamin, penilaian kondisi bayi baru lahir, pemberian ASI, masalah
penyerta, penatalaksanaan terpilih dan hasilnya. Isi jawaban pada tempat

13
yang disediakan serta beri tanda ada kotak di samping jawaban yang
sesuai.

F. Kala IV
Kala IV berisi data tentang tekanan darah, nadi, suhu, tinggi fundus,
kontraksi uterus, kandung kemih dan perdarahan. Pemantauan pada kala
IV ini sangat penting terutama untuk menilai apakah terdapat risiko atau
terjadi perdarahan pascapersalinan. Pengisian pemantauan kala IV
dilakukan setiap 15 menit pada satu jam pertama setelah melahirkan, dan
setiap 30 menit pada satu jam berikutnya. Isi setiap kolom sesuai dengan
hasil pemeriksaan dan Jawab pertanyaan mengenai masalah kala IV pada
tempat yang telah disediakan (Depkes RI, 2007).

2.7 Pengambilan Keputusan Klinik Dalam Manajemen Kebidanan

a. Pengambilan Keputusan Klinik


Sesuai anjuran WHO yang menyarankan, untuk meningkatkan kualitas
pelayanan kesehatan setiap tenaga kesehatan harus menggunakan pendekatan
proses pengambilan keputusan klinis berdasarkan evidance based dalam
praktiknya.

b. Pengertian dan Kegunaan

14
Pengambilan keputusan klinis yang dibuat oleh seorang tenaga kesehatan
sangat menentukan kualitas pelayanan kesehatan. Pengambilan keputusan
klinis dapat terjadi mengikuti suatu proses yang sistemetis, logis dan jelas.
Proses pengambilan keputusan klinis dapat dijelaskan, diajarkan dan
dipraktikkan secara gamblang. Kemampuan ini tidak hanya tergantung pada
pengumpulan informasi, tetapi tergantung juga pada kemampuan untuk
menyusun, menafsirkan dan mengambil tindakan atas dasar informasi yang
didapat saat pengkajian. Kemampuan dalam pengambilan keputusan klinis
sangat tergantung pada pengalaman, pengetahuan dan latihan praktik. Ketiga
faktor ini sangat berpengaruh terhadap pengambilan keputusan klinis yang
dibuat sehingga menentukan tepat tidaknya tindakan yang petugas kesehatan
berikan pada klien.
Seorang tenaga klinis apabila dihadapkan pada situasi dimana terdapat suatu
keadaan panik, membingungkan dan memerlukan keputusan cepat (biasanya
dalam kasus emergency ) maka 2 hal yang dilakukan :
 Mempertimbangkan satu solusi berdasarkan pengalaman dimasa lampau.
 Meninjau simpanan pengetahuan yang relevan dengan keadaan ini dalam
upaya mencari suatu solusi.

Apabila tidak ada pengalaman yang dimiliki dengan situasi ini dan simpanan
pengetahuan belum memadai , maka tenaga klinis tersebut akan mengalami
kebingungan dan tidak mampu memecahkan masalah yang ada. Oleh karena
itu tenaga kesehatan harus terus menerus memperbaharui pengetahuannya,
sambil melatih terus keterampilannya dengan memberikan jasa pelayanan
klinisnya.
Pengambilan keputusan klinis ini sangat erat kaitannya dengan proses
manajemen kebidanan karena dalam proses manajemen kebidanan seorang
Bidan dituntut untuk mampu membuat keputusan yang segera secara tepat dan
cepat agar masalah yang dihadapi klien cepat teratasi.
Dalam pengambilan keputusan klinis langkah-langkah yang ditempuh sama
dengan langkah-langkah manajemen kebidanan karena keduanya menggunakan
pendekatan pemecahan masalah.

1. Langkah-langkah dalam pengambilan keputusan klinis

15
a. Penilaian ( Pengumpulan Informasi )
Langkah pertama dalam pengambilan keputusan klinis adalah menilai /
menggali keluhan utama klien , keluhan utama ini mengarah kepada
masalah yang lebih penting atau merupakan dasar dari masalahnya.
contohnya :
a) Seorang ibu hamil usia kehamilan 9 bulan datang dengan keluhan :
susah tidur dan mata berkunang-kunang
b) Ibu datang hamil 9 bulan mengeluh mules dan keluar lendir sejak 6
jam yang lalu.

Dalam kasus-kasus lain misalnya dalam pemeriksaan kesehatan


reproduksi, tenaga kesehatan menemukan masalah, sedangkan kliennya
tidak menyadarinya.
contohnya :
Ibu datang hamil 8 bulan dengan keluhan pusing-pusing, nafsu makan
biasa, keluhan diatas tidak menggambarkan masalah, namun keluhan ini
belum tentu menggambarkan keluhan yang sebenarnya agar petugas
dapat menemukan keluhan utama yang ada perlu menggali informasi dan
melakukan pemeriksaan langsung contoh : anamnesa ; pusingnya
dirasakan sejak kapan ? dalam kondisi yang bagaimana ? apakah
sebelum hamil mendapat tekanan darah tinggi, dilanjutkan dengan
pemeriksaan tekanan darah ? Hb? edema ? setelah menemukan data-data
diatas secara lengkap petugas dapat menemukan keluhan yang
sebenarnya

Oleh karena itu untuk mengidentifikasi masalah secara tepat, tenaga


kesehatan perlu mengumpulkan informasi dan proses mengenai keadaan
kesehatannya . Hal ini akan membantu pembuatan diagnose yang tepat
untuk menangani masalah yang ada. Informasi dapat diperoleh dari
riwayat, pemeriksaan fisik, pengujian diagnosis dengan pemeriksaan
laboratorium dan sebagainya, seperti contoh kasus diatas. Pada
pengunpulan informasi ini sering terjadi terlalu banyak pengumpulan
informasi yang tidak relevant atau tidak dapat membedakan antara
informasi yang relevan dan mana yang tidak, sehingga waktu yang
16
dibutuhkan terlalu banyak dan mengganggu pelayanan, menimbulkan
ketidakpuasan atau dapat membahayakan jiwa klien apabila dalam kondisi
kegawatdaruratan
misalnya :
pada saat ibu hamil 8 bulan mengeluh pusing, ditanyakan mengenai
HPHT, riwayat penyakit keluarga, penyakit keturunan, contoh pengkajian
ini sangat tidak relevan, karena tidak ada hubungan antara pusing dengan
penyakit keluarga (penyakit keturunan).

Agar tenaga kesehatan dapat melakukan proses pengumpulan data dengan


efektif, maka harus menggunakan format pengumpulan informasi yang
standar. Tenaga yang berpengalaman akan menggunakan standar ini
dengan mengajukan pertanyaan yang lebih sedikit, lebih terarah dan
pemeriksaan yang terfokus pada bagian yang paling relevan.

b. Diagnosis ( Menafsirkan Informasi / menyimpulkan hasil pemeriksaan)


Setelah mengumpulkan beberapa informasi , tenaga kesehatan mulai
merumuskan suatu diagnosis defferensial (diagnosa banding). Diagnosis
defferensial ini merupakan kemungkinan – kemungkinan diagnosa yang
akan ditetapkan.
contohnya:
diagnosa banding pada kasus diatas, pada saat ibu mengeluh pusing
diagnosa banding yang muncul kemungkinan ibu kurang tidur, kurang
makan, stress, anemi atau pre eklamsi.

Dari diagnosa differensial ini tenaga kesehatan mungkin perlu data


tambahan atau hasil pemeriksaan laboratorium atau pemeriksaan
penunjang lainnya. Untuk membantu menentukan diagnosis kerja dari
kemungkinan diagnose yang ada.
contoh :
bila ditemukan hB < 8 gr, tensi 100/60, protein - , maka diagnosa yang
dapat diambil : anemia, (diagnosa ini sudah merupakan diagnosa kerja).

Untuk ketepatan merumuskan diagnose ini perlu pengalaman klinis


sehingga tenaga kesehatan bisa melakukan dengan cepat dan tepat.
17
Salah satu contoh :
seorang ibu yang mengalami perdarahan hebat paska persalinan. Dengan
hanya mengetahui beberapa rincian tentang ibu ( misalnya graviditas ,
modus kelahiran serta lamanya persalinan ), anda bisa membentuk segera
satu diagnosis differensial. Daftar diagnosis ini akan berisi: atonia uteri ,
laserasi vaginal atau sisa placenta .

Sebagai seorang tenaga kesehatan yang berpengalaman, akan


mengarahkan pemeriksaan riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik kearah
pengumpulan informasi yang terfokus untuk mengenyampingkan
kemungkinan-kemungkinan diagnosis-diagnosis di dalam daftar tersebut.
Jika ditemukan bahwa ibu tersebut adalah seorang multipara yang tidak
mengalami komplikasi dalam persalinannya, maka kemungkinan atonia
uteri sebagai penyebabnya akan menjadi lebih besar. Pemeriksaaan fisik
bisa dibuktikan adanya uterus yang lembek, data ini memperkuat
kemungkinan bahwa perdarahan tersebut disebabkan atonia uteri. Akan
tetapi , diagnosis kerja belum ditetapkan dan penilaian lebih lanjut masih
diperlukan .
Pemeriksaan placenta atau mencari tahu dari penolong persalinan
mengenai placenta nya menjadi sangat penting untuk menentukan satu
diagnosis kerja. Jika anda menyimpulkan bahwa si ibu mengalami atonia
uteri , maka pilihan pengobatan yang didasarkan pada kondisi ibu,
ketersediaan sumber daya dan faktor-faktor lain harus dipertimbangkan
dalam langkah berikutnya.

c. Perencanaan ( Pengembangan Rencana )


Setelah memutuskan diagnose kerja , maka tenaga kesehatan akan memilih
perencanaan pengobatan atau asuhan. Dalam perencanaan ini bisa
ditemukan beberapa pilihan yang perlu dipertimbangkan risiko dan
keuntungannya.
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pemilihan prioritas
perencanaan adalah :
 Pengalaman tenaga kesehatan

18
 Penelitian dan bukti-bukti klinis (evidence based)
 Nilai-nilai yang dianut tenaga kesehatan bersangkutan
 Ketidak jelasan yang disebabkan tidak adanya atau tidak lengkapnya
data.
Contoh :
Sebagai contoh, untuk ibu yang sedang mengalami perdarahan paska
persalinan , anda akan memutuskan apakah langkah terbaik untuk
pengobatannya adalah memberikan oxytocin, atau melakukan kompresi
bimanual. Keputusannya akan didasarkan pada jumlah perdarahan ,
obat-obat yang tersedia, keberhasilan pengobatan terdahulu yang
menggunakan cara yang sama serta informasi – informasi lainnya.
Anda akan mempertimbangkan konsekuensinya yang positif, yang bisa
timbul dari masing-masing alternatif pengobatan.

d. Intervensi ( Melaksanakan Rencana )


Langkah berikutnya dalam pengambilan keputusan klinis setelah
merencanakan pilihan tindakan yang akan dilakukan adalah melaksanakan
pengobatan atau asuhan yang telah ditentukan. Dalam melaksanakan
langkah ini perlu mengacu pada protokol atau prosedur yang telah dibuat
dan di standarisasi. Dalam melaksanalkan tindakan pada klien, perlu
memperhatikan reaksi / respon klien terhadap tindakan yang diberikan.
Tindakan pemantauan tersebut akan menghasilkan data untuk langkah
berikutnya.

e. Evaluasi ( Mengevaluasi Rencana Asuhan )


Dalam langkah evaluasi pengambilan keputusan klinis, rencana
tindakan/pengobatan yang dipilih untuk diagnosisnya harus dievaluasi
untuk mengetahui apakah sudah efektif atau tidak

contoh
dalam kasus diatas setelah diberikan oxytocin dievaluasi apakah kontraksi
uterus menjadi baik sehingga perdarahan berkurang atau tetap.Jika
belum efektif maka pilihan tindakan lain perlu dipertimbangkan dan
perencanaan, intervensi dan evaluasi mengikuti satu pola yang bersifat

19
sirkuler (berulang) yang banyak persamaannya dengan proses penilaian
dan diagnosis bila tetap uterus lembek dan perdarahan banyak, maka
tindakan lain diberikan, misalnya kompresi bimanual.

Penilaian atas pengobatan bisa juga mengarahkan tenaga kesehatan ke


pembentukan diagnosis akhir – diagnosis kerja yang telah dipertegas oleh
informasi objektif yang lebih banyak , jika diagnosis akhir ternyata sejalan
dengan diagnosis kerja atau diagnosis sementara, maka tenaga kesehatan
akan menggunakan rincian dari kasus tersebut didalam memori simpanan
pengalaman klinisnya. Keberhasilan suatu intervensi dilihat apabila terjadi
perubahan bukan hanya pada gejala tetapi pada penyebab masalahnya,
misalnya bagi ibu yang mengalami perdarahan paska persalinan, jika
perdarahan berkurang sedangkan uterusnya tetap lembek (yang
membuktikan bahwa atonia uteri yang menjadi penyebabnya masih belum
terselesaikan), maka penanganannya tidak bisa dianggap berhasil.

20
BAB III

KASUS

Kasus 1

Ny. Meita, umur 28 tahun G1P0A0, tanggal 25 Februari 2011 jam 09.00 datang ke
bidan, dengan ketuban sudah pecah jam 05.00. Mulas sejak tanggal 24 Februari
2011 jam 22.00.

Pemeriksaan :

Jam 09.00 :

 Tensi : 110/70 mmhg


 Nadi : 80x/menit
 Suhu : 36 oC
 Kontraksi : 3 x 10 menit selama 35 detik
PD :
 Pembukaan : 7 cm
 Penurunan kepala : station 0
 Pemeriksaan ketuban : jernih
 Penyusupan : tidak ada
 BJA : 140x / menit

Jam 09.30

 BJA : 150x/menit
 Kontraksi : 4x10 menit selama 40 detik
 Nadi : 82 x/ menit

Jam 10.00

21
 BJA :145x/menit
 Kontraksi : 4x10 menit selama 35 detik
 Nadi : 80x /menit

Jam 10.30

 BJA : 140 x/menit


 Kontraksi : 4 x 10 menit selama 50 detik
 Nadi : 84x/menit

Jam 11.00

 BJA : 150x/menit
 Kontraksi : 5 x 10 menit selama 60 detik
 Air ketuban : jernih

PD :Lengkap pembukaannya

 Penurunan Kepala : station +2


 Nadi : 80x/menit

Pukul 11.30, seorang bayi laki-laki lahir, berat badan 2800 gram dan panjang
badan 45 cm, bayi menangis spontan. Dilakukan penatalaksanaan aktif kala tiga
dan plasenta lahir 8 menit setelah bayi lahir. Tidak dilakukan episiotomi dan tidak
terjadi laserasi. Perkiraan kehilangan darah kurang lebih 150 ml.

 Kala IV
 11.35 : TD 110/70, nadi 80, suhu tubuh 37, ˚C, tinggi fundus 3 jari di bawah
pusat, tonus uterus baik (keras), kandung kemih kosong, jumlah darah per
vaginam 50 cc.
 11.50: TD 120/70, nadi 70, tinggi fundus 3 jari di bawah pusat, tonus uterus
baik (keras), kandung kemih kosong, jumlah darah per vaginam 30 cc.
 12.05: TD 110/70, nadi 80, tinggi fundus 3 jari di bawah pusat, tonus uterus
baik, kandung kemih kosong, darah per vaginam 30 cc.
 12.20: TD 110/70, nadi 80, tinggi fundus 3 jari di bawah pusat, tonus uterus
baik, kandung kemih kosong, darah per vaginam 30 cc.

22
Temuan selama 1 jam kedua (setiap 30 menit) kala empat sebagai berikut :
 12.50: TD 110/70, nadi 80, suhu tubuh 37 0C, tinggi fundus dua jari di bawah
pusat, tonus uterus baik, ibu Asanah berkemih dan pengeluaran urin 200
cc, perdarahan per vaginam 20 cc.
 01.20: TD 120/80, nadi 80, tinggi fundus dua jari di bawah pusat, tonus uterus
baik, kandung kemih kosong, perdarahan pervaginam 20 cc.

Kasus 2

23
Ny. Ina (38 tahun) datang ke bidan Nur pada tanggal 19 Septemer 2010 pukul
01.00 WIB. Ny. Ina mengaku hamil yang ke 3, pernah melahirkan 1 kali dan
pernah keguguran satu kali. Mengaku mulas-mulas yang semakin lama semakin
sering sejak pukul 21.00 WIB dan mengaku belum keluar air. Kemudian bidan
Nur melakukan pemeriksaan dalam dan didapatkan hasil pembukaan serviks 6 cm,
penurunan kepala 3/5, portio tebal lunak, ketuban utuh dan tidak ada molase.

Tanda-tanda vital : TD: 120/90 mmHg, Nadi: 80x/menit, suhu: 37,5 C, respirasi
22x/menit, kontraksi uterus 3x10’’35’ dan DJJ 137x/menit. Hasil observasi:

 Pukul 01.30 WIB, nadi : 78x/menit, kontraksi uterus 3x10’’42’, DJJ :


140x/menit dan ketuban masih utuh, serta ibu minum air putih kurang
lebih 80cc
 Pukul 02.00 WIB, nadi 78x/menit, kontraksi uterus 4x10’’42’, DJJ:
140x/menit dan ketuban pecah spontan, warna jernih
 Pukul 02.30 WIB, nadi 80x/menit, kontraksi uterus 4x10’’45’, DJJ:
140x/menit dan ketuban jernih.
 Pukul 03.00 WIB, nadi 80x/menit, kontraksi uterus 5x10’’42’, DJJ:
143x/menit dan ketuban jernih serta ibu buang air kecil sebanyak kurang
lebih 100cc.
 Pukul 03.30 WIB, nadi 82x/menit, kontraksi uterus 5x10’’45’, DJJ:
145/menit dan ketuban jernih.
 Pukul 04.00 WIB, Ny.Ina mengeluh mulas yang bertambah kuat , merasa
ingin mengedan dan terlihat lendir bercampur darah dari jalan lahir . Bidan
Nur melakukan pemeriksaan dalam dan pembukaan serviks sudah lengkap
(10cm), penurunan kepala station +1, portio sudah tidak teraba, ketuban
jernih dan tidak ada molase. Nadi 82x/menit, kontraksi uterus 5x10’’45’,
DJJ:143x/menit dan ibu minum air putih kurang lebih 120cc. Setelah ada
tanda-tanda doran teknus perjol vulka, bidan Nur melakukan pimpinan
persalinan.
 Pukul 04.20 WIB, bayi Ny.Ina lahir spontan dengan jenis kelamin
perempuan, BB: 3300gram, PB: 48cm, dan langsung dilakukan IMD.
Tidak dilakukan episiotomy, tidak ada gawat janin dan tidak ada masalah
saat persalinan kala II
24
 Pukul 04.30 WIB, plasenta lahir spontan dan lengkap dan terdapat laserasi
di otot vagina dan perineum serta dilakukan penjahitan dengan anastesi,
perdarahan kurang lebih 250cc
 Pukul 04.40 WIB, Ny.Nur sudah rapih dan dianjurkan makan, minum dan
beristirahat sambil menyusui bayinya.
 Pukul 04.45 WIB, bidan Nur melakukan pemantauan kala IV, TD:
120/80mmHg, Nadi:85x/menit,suhu:37,2C, TFU:1 jari dibawah pusat,
kontraksi uterus baik, kandung kemih kosong dan perdarahan ¼ pembalut.
Selama 2 jam pemantauan kala IV tidak ada masalah dan penyulit,
dilakukan pemantauan pada 15 menit pertama kala empat dan ditemukan :

04.45 WIB:
TD : 120/70mmHg, nadi:80x/menit, suhu:37,2C, tinggi fundus 3 jari
dibawah pusat, tonus uterus baik (keras), kandung kemih kosong,
perdarahan pervaginam 30 cc.
05.00 WIB.
TD : 120/70mmHg, nadi:80x/menit, tinggi fundus 3 jari dibawah pusat,
tonus uterus baik (keras), kandung kemih kosong, perdarahan pervaginam
30 cc.
05.15 WIB
TD : 110/70mmHg, nadi:80x/menit, suhu:37 C, tinggi fundus 3 jari
dibawah pusat, tonus uterus baik (keras), kandung kemih kosong,
perdarahan pervaginam 30 cc.
05.30 WIB
TD : 110/70mmHg, nadi:80x/menit, suhu:37 C, tinggi fundus 3 jari
dibawah pusat, tonus uterus baik (keras),kandung kemih kosong,
perdarahan pervaginam 30 cc.
Selama dua jam kala empat persalinan, bidan Nur menilai ibu setiap 30
menit , hasilnya ditemukan
06.00 WIB :
TD : 120/70mmHg, nadi:80x/menit, suhu:37,2C, tinggi fundus 2 jari
dibawah pusat,tonus uterus baik (keras), kandung kemih kosong,
perdarahan pervaginam 20 cc, ibu berkemih dan produksi urin 250ml.
06.30 WIB:

25
TD : 120/70mmHg, nadi:80x/menit, suhu:37,2C, tinggi fundus 3 jari
dibawah pusat, tonus uterus baik (keras), kandung kemih kosong,
perdarahan pervaginam 20 cc.

Kasus 3

Ny. Titi tiba di klinik pukul 14.00. pada pemeriksaan abdomen, kontraksi terjadi
2x/ 10menit, setiap kontraksi berlangsung 20 detik. Penurunan kepala 5/5 dan DJJ
130 x/menit. Pada pemeriksaan dalam, serviks membuka 2 cm, kantung ketuban
utuh, tidak terabamolase. Tekanan darah 110/70 mmHg, denyut nadi 78 x/menit,
suhu 36,6

Ibu buang air kecil 100 ml, protein negatif. Pemeriksaan abdomen dan dalam
dilakukan pada pukul 18.00.kantung ketuban pecah selagi pemeriksaan, cairan
jernih.

 Pukul 12.00
 TD:110/70 mmHg, N :78x/menit, R :20 x/menit, S : 36,60C.
 Kontraksi uterus 2 kali dalam 10 menit selama 20 detik
 DJJ 140 x/menit
26
 Pemeriksaan dalam :
Pembukaan : 2 cm,
Penurunan kepala : station -2
Ketuban : utuh.
 Ibu berkemih 100 ml sebelum dilakukan periksa dalam, hasil pemeriksaan
urin tidak terdeteksi adanya protein urin.
 Pukul 16.00
 Tekanan darahnya 110/70 mm Hg, nadi 80, temperatur 37,2 ˚C dan ia
berkemih 100 ml sebelum pemeriksaan dilakukan.
 Kontraksi uterus 4 kali dalam 10 menit selama 35 detik
 DJJ 145 x/menit
 Pemeriksaan dalam :
Pembukaan : 5 cm
Penurunan kepala : station -1
Ketuban : utuh.
Penyusupan : tidak ada
 Pukul 16.30 DJJ 144/menit, Kontraksi 4 kali dalam 10 menit selama 30
detik, Nadi 80/menit
 Pukul 17.00 DJJ 144/menit, Kontraksi 4 kali dalam 10 menit selama 45
detik, Nadi 88/menit
 Pukul 17.30 DJJ 140/menit, Kontraksi 4 kali dalam 10 menit selama 45
detik, Nadi 90/menit
 Pukul 18.00 DJJ 134/menit, Kontraksi 4 kali dalam 10 menit selama 45
detik, Nadi 97/menit
Temperatur 36,8 ˚C dan Urin 150 cc
 Pukul 18.30 DJJ 128/menit, Kontraksi 4 kali dalam 10 menit selama 45
detik, Nadi 88/menit
 Pukul 19.00 DJJ 128/menit, Kontraksi 5 kali dalam 10 menit selama 45
detik, Nadi 88/menit
 Pukul 19.30 DJJ 128/menit Kontraksi 5 kali dalam 10 menit selama 45
detik, Nadi 90/menit Urin 80 cc
 Pada pukul 20.00,
DJJ 130 x/menit, 5 kontraksi dalam 10 menit, lamanya lebih dari 45 detik,
penurunan kepala +1, pembukaan serviks 10 cm, tidak ada penyusupan
kepala janin, selaput ketuban pecah sebelum pemeriksaan (pukul 19.35),
dan cairan ketuban jernih. Tekanan darah 120/70 mm Hg, temperatur
tubuh 37 ˚C, dan nadi 80 x/menit.
 Pukul 20.30, seorang bayi perempuan lahir, berat badan 3600 gram dan
panjang badan 49 cm, bayi menangis spontan. Dilakukan penatalaksanaan
27
aktif kala tiga dan plasenta lahir 5 menit setelah bayi lahir. Tidak dilakukan
episiotomi dan tidak terjadi laserasi. Perkiraan kehilangan darah kurang
lebih 150 ml.
 Kala IV
 20.50 : TD 110/70, nadi 80, suhu tubuh 37, ˚C, tinggi fundus 3 jari di
bawah pusat, tonus uterus baik (keras), kandung kemih kosong, jumlah
darah per vaginam 50 cc.
 21.05: TD 120/70, nadi 70, tinggi fundus 3 jari di bawah pusat, tonus
uterus baik (keras), kandung kemih kosong, jumlah darah per vaginam
30 cc.
 21.20: TD 110/70, nadi 80, tinggi fundus 3 jari di bawah pusat, tonus
uterus baik, kandung kemih kosong, darah per vaginam 30 cc.
 21.35: TD 110/70, nadi 80, tinggi fundus 3 jari di bawah pusat, tonus
uterus baik, kandung kemih kosong, darah per vaginam 20 cc.

Temuan selama 1 jam kedua (setiap 30 menit) kala empat sebagai berikut :
 22.05: TD 110/70, nadi 80, suhu tubuh 37 0C, tinggi fundus dua jari di
bawah pusat, tonus uterus baik, ibu Titi sanah berkemih dan
pengeluaran urin 250 cc, perdarahan per vaginam 10 cc.
 22.35: TD 120/80, nadi 80, tinggi fundus dua jari di bawah pusat, tonus
uterus baik, kandung kemih kosong, perdarahan pervaginam 10 cc.

BAB IV

28
PENUTUP
4.1 Kesimpulan

Partograf adalah alat bantu yang digunakan selama persalinan yang bertujuan
untuk mencatat observasi dan kemajuan persalinan dan mendeteksi apakah
proses persalinan berjalan secara normal.

Penggunaan partograf secara tepat dan rutin dapat memastikan bahwa ibu dan
bayinya mendapatkan asuhan persalinan yang aman, adekuat dan tepat waktu
serta membantu mencegah terjadinya penyulit yang dapat mengancam
keselamatan jiwa mereka menggunakan informasi yang tercatat.

Penggunaan partograf merupakan indikasi untuk semua ibu dalam fase aktif
kala satu persalinan sebagai elemen penting asuhan persalinan.

Kontraindikasi dari partograf, tidak boleh digunakan untuk memantau


persalinan yang tidak mungkin berlangsung secara normal seperti plasenta
previa, panggul sempit, letak lintang dan lain-lain. Untuk mencegah
terjadinya partus lama, asuhan persalinan normal (APN) mengandalkan
penggunaan partograf sebagai salah satu praktek pencegahan dan deteksi dini
(Saifuddin, 2002).

4.2 Saran
Diharapkan mahasiswa dapat mendefinisikan, mengerjakan, menjelaskan
partograf persalinan dan kelahiran normal. Dan mencatat observasi dan
kemajuan persalinan dan mendeteksi apakah proses persalinan berjalan secara
normal.

29
DAFTAR PUSTAKA

Manuaba, Fajar, dkk. 2007. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta : EGC

Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri. Jilid 2. Jakarta: EGC.

Prawihardjo, Sarwono. 2008. Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT. Bina Pustaka

Sumapraja, Sudardji. 1993. Partograf WHO. Jakarta: FKUI

Estiwidani, Meilani, Widyasih, Widyastuti, Konsep Kebidanan. Yogyakarta, 2008.

Syofyan, Mustika,et all. 50 Tahun IBI Bidan Menyongsong Masa Depan Cetakan
ke-III Jakarta: PP IBI. 2004

Depkes RI Pusat pendidikan Tenaga Kesehatan. Konsep Kebidanan, Jakarta.1995

http://www.stikes-rshajimdn.ac.id/joomla-license/66-asuhan-persalinan-
normal.html

iii

Anda mungkin juga menyukai