PPN yang terutang merupakan Pajak Keluaran (PK) yang dipungut oleh PKP penjual dan
merupakan Pajak Masukan bagi PKP pembeli.
Contoh :
1. PKP "A" bulan Januari 1996 menjual tunai kepada PKP "B"
100 pasang sepatu @ Rp.100.000,00 = Rp.10.000.000,00
DPP adalah harga jual tanpa menghitung laba kotor, yaitu Rp 100.000,- per
pasang = Rp 500.000,00
Rp.15.000.000,00
4. PKP "D" pabrikan yang menghasilkan mesin cuci pakaian. Mesin cuci pakaian
dikategorikan sebagai BKP yang tergolong mewah dan dikenakan PPn BM
dengan tarif sebesar 20%. Dalam bulan Januari 1996 PKP "D" menjual 10 buah
mesin cuci kepada PKP "E" seharga Rp.30.000.000,00.
o PPN yang terutang
10% x Rp.30.000.000,00 = Rp 3.000.000,00
o PPn BM yang terutang
20% x Rp. 30.000.000,000 = Rp 6.000.000,00
5. PKP "E" bulan Januari 1996 menjual 10 buah mesin cuci tersebut diatas seharga
Rp.40.000.000,00
Catatan :
PKP "E" tidak boleh memungut PPn BM, karena PKP "E" bukan pabrikan dan
PPn BM dikenakan hanya sekali.
N (Pajak Pertambahan Nilai)
1. Pengertian dan Dasar PPN
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) mulai diperkenalkan di Indonesia sejak 1 april 1985 untuk
menggantikan Pajak Penjualan (PPn). Hal ini dituangkan dalam UU No 8 tahun 1983. PPN
diatur dalam UU No 8 tahun 1983 tentang PPN dan PPnBM, selanjutnya diubah dengan UU
No.11 tahun 1994, lalu diubah dengan UU No. 18 tahun 2000, terakhir diubah lagi dengan UU
No.42 tahun 2009.
PPN (Pajak Pertambahan Nilai) adalah pajak atas konsumsi barang dan jasa di Daerah
Pabean yang dikenakan secara bertingkat di setiap jalur produksi dan distribusi (Siti Resmi,
2012:1). Dalam Dirjen Pajak, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) didefinisikan sebagai pajak yang
dikenakan atas setiap pembelian Barang Kena Pajak dan pemanfaatan Jasa Kena Pajak baik di
dalam wilayah Indonesia maupun dari luar daerah Pabean.
Pada dasarnya semua barang merupakan Barang Kena Pajak, sehingga dikenakan PPN,
kecuali jenis barang yang diatur dalam Undang Undang PPN. Misalnya barang hasil
pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya, barang-barang
kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak, makanan dan minuman yang
disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya dan uang, emas batangan, dan
surat-surat berharga. Ada juga barang yang merupakan Barang Kena Pajak tetapi PPNnya
dibebaskan, misalnya buku pelajaran umum dan buku pelajaran agama dan barang-barang
tertentunya.
2. Objek PPN
4. Subjek Pajak
Pengusaha Kena Pajak, yaitu pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak
dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang PPN,
yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang,
mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari
luar Daerah Pabean, melakukan usaha jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar Daerah Pabean.
b. Penggantian
Penggantian adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau
seharusnya diminta oleh pengusaha karena penyerahan Jasa Kena Pajak, ekspor Jasa Kena Pajak,
atau ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud, tetapi tidak termasuk PPN yang dipungut
menurut Undang- Undang ini dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak atau
nilai berupa uang yang dibayar atau seharusnya dibayar oleh Penerima Jasa karena pemanfaatan
Jasa Kena Pajak dan/atau oleh penerima manfaat Barang Kena Pajak Tidak Berwujud karena
pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah
Pabean
c. Nilai Impor
Nilai Impor adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan bea masuk
ditambah pungutan berdasarkan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur
mengenai kepabeanan dan cukai untuk impor Barang Kena Pajak.
Nilai Impor adalah CIF (Cost, Insurance, and Freight) + Bea Masuk.
d. Nilai Ekspor
Nilai Ekspor adalah adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau
seharusnya diminta oleh eksportir.
e. Nilai Lain
Nilai Lain yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung pajak yang terutang diatur dalam
Peraturan Menteri Keuangan No.75/PMK.03/2010 tentang Nilai Lain Sebagai DPP dan
Peraturan Menteri Keuangan No.102/PMK.11/2011 tentang nilai lain sebagai DPP atas
pemanfaatan barang kena pajak tidak berwujud dari luar daerah pabean, di dalam daerah pabean
berupa film cerita impor dan penyerahan film cerita impor.
B. Faktur Pajak
1. Pengertian
Menurut Siti Resmi (2012:52), faktur pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh
PKP yang melakukan penyerahan barang kena pajak atau penyerahan jasa kena pajak.
Faktur pajak merupakan bukti pemungutan pajak dan dapat digunakan sebagai sarana
untuk mengkreditkan Pajak Masukan. Oleh karena itu, faktur pajak harus benar, baik secara
formal maupun secara materiil.
Faktur pajak wajib dibuat oleh pengusaha kena pajak untuk setiap :
a. Saat penyerahan barang kena pajak.
b. Saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum penyerahan
Barang Kena Pajak dan atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak.
c. Saat penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan.
d. Saat pengusaha kena pajak rekana menyampaikan tagihan kepada Bendahara Pemerintah
sebagai Pemungut PPN.
C. Perhitungan PPN
PPN dihitung dengan cara mengalikan tarif dengan dasar pengenaan pajak.
2. Objek PPnBM
a. Penyerahan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah yang dilakukan oleh pengusaha yang
menghasilkan barang tersebut di dalam Daerah Pabean dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya.
b. Impor Barang Kena Pajak yang tergolong mewah
3. Penetapan Tarif
a. Tarif PPnBM dibedakan menjadi beberapa kelompok tarif yaitu tarif terendah sebesar 10% dan
tarif tertinggi sebesar 200%. Perbedaan tersebut didasarkan pada pengelompokkan BKP yang
tergolong mewah yang atas penyerahannya dikenakan juga PPnBM.
b. Tarif PPnBM ditetapkan sebesar 0% atas ekspor BKP yang tergolong mewah, karena diekspor
atau dikonsumsi di luar daerah Pabean.
A. Kesimpulan
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) lebih
menunjukan sebagai identitas dari suatu sistem pemungutan pajak atas konsumsi daripada nama
suatu jenis pajak, mengenakan pajak atas nilai tambah yang timbul pada barang atau jasa tertentu
yang dikonsumsi. Namun sebelum barang atau jasa tersebut sampai pada tingkat konsumen,
PPN telah dikenakan pada setiap mata rantai jalur produksi maupun jalur distribusi. Meskipun
demikian, pemungutan pajak secara bertingkat ini tidak menimbulkan efek ganda karena adanya
metode perolehan kembali pajak yang telah dibayar (kredit bayar) oleh Pengusaha Kena Pajak
sehingga persentase beban pajak yang dipikul oleh konsumen tetap sama dengan tarif pajak yang
berlaku. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa panjang pendek jalur produksi atau distribusi
tidak mempengaruhi persentase beban pajak yang dipikul oleh konsumen.
B. Saran
Berdasarkan uraian makalah perpajakan tentang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan
Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) ini diharapkan dapat mengaplikasikan teori yang
didapatkan dari materi ini.
Informasi, Materi
Reactions:
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat serta
karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan makalah ini tepat pada
waktunya yang berjudul “PPN & PPnBM”
Makalah ini berisikan tentang informasi tentang PPN dan PPnBM, agar memahami secara
mendalam tentang semua hal yang berkaitan dengan PPN (Pajak Pertambahan Nilai) dan PPnBM
(Pajak Penjualan atas Barang Mewah). Selain itu, tidak hanya sekedar mengetahui secara teori,
tetapi juga dapat mengaplikasikan dikehidupan sehari-hari.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu, kritik dan
saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan
makalah ini.
Akhir kata, kami sampaikan terimakasih banyak kepada semua pihak yang telah
berperan serta dalam proses penyusunan makalah ini dari awal hingga akhir. Semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi kita semua yang membacanya.
Kelompok V
DAFTAR ISI
Halaman
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................................................... 1
C. Tujuan ......................................................................................................... 2
D. Manfaat ......................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Kesimpulan ........................................................................................................ 16
B. Saran ........................................................................................................ 16
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pajak merupakan kewajiban warga negara yang menunjukan peran serta dari seluruh
masyarakat dalam pembiayaan pemerintah untuk menjalankan pemerintahan dan pembangunan.
Pajak telah terbukti menjadi sumber utama dalam APBN Indonesia yang dapat digunakan untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pembiayaan pengeluaran negara yang bersumber dari
pajak menunjukan adanya kemandirian bangsa untuk mencapai cita-cita luhur dalam Undang-
Undang Dasar 1945.
Pajak pada dasarnya merupakan peralihan sebagian kekayaan dari masyarakat kepada
negara yang dimungkinkan oleh Undang-Undang Pajak. Peralihan kekayaan tersebut membuat
pajak dipandang dari dua sisi yang berbeda. Bagi masyarakat seringkali pajak dinggap sebagai
beban. Di sisi lain bagi pemerintah dan fiskus pajak harus dipungut karena terbukti pajak
memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap penerimaan pajak, baik dengan usaha
intensifikasi maupun ekstensifikasi pajak.
Jenis pajak yang seringkali kita temui dikehidupan sehari-hari adalah PPN (Pajak
Pertambahan Nilai) dan PPnBM (Pajak Penjualan atas Barang Mewah). Kedua jenis pajak ini
sangat memberikan kontribusi yang sangat berarti bagi pembangunan negara ini, karena pajak
tersebut yang sering atau acapkali kita bayarkan baik secara langsung maupun tidak langsung
dikehidupan sehari-hari.
Sebagai warga negara kita tidak hanya sekadar mengetahui secara sepintas tentang PPN
dan PPnBm, tetapi juga harus mendalami bagaimana sebenarnya kedua jenis pajak ini serta seluk
beluk yang menyangkut hal tersebut. Dengan kata lain agar tidak naïf dalam hal-hal yang
menyangkut kewajiban kita sebagai warga negara.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep dasar pemungutan PPN dalam
objek, tarif dan perhitungannya?
2. Apa fungsi dan persayaratan mengenai faktur pajak?
3. Bagaimana cara perhitungan PPN, saat terhutang dan tentang pembayaran PPN?
4. Bagaimana dasar pengenaan PPnBM?
5. Bagaimana penerapan tarif dan pelaporan pada PPnBM?
C. Tujuan
1. Sebagai tugas kelompok dari Dosen Perpajakan.
2. Penulis dapat lebih mengerti pembahasan PPN & PPnBM.
3. Dapat menambah wawasan bagi penulis dan pembaca makalah ini.
4. Dapat menyajikan materi secara ringkas agar mudah dimengerti pembaca/pendengar.
D. Manfaat
1. Mengetahui konsep dasar pemungutan PPN dalam objek, tarif dan perhitungannya.
2. Memahami tentang Faktur pajak baik itu tentang persyaratan maupun fungsinya.
3. Mengerti cara perhitungan PPN, saat terhutang dan tentang pembayaran PPN.
4. Menjelaskan secara jelas dasar pengenaan PPnBM.
5. Memahami penerapan tarif dan pelaporan pada PPnBM.
BAB II
PEMBAHASAN
2. Objek PPN
4. Subjek Pajak
Pengusaha Kena Pajak, yaitu pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak
dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang PPN,
yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang,
mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari
luar Daerah Pabean, melakukan usaha jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar Daerah Pabean.
b. Penggantian
Penggantian adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau
seharusnya diminta oleh pengusaha karena penyerahan Jasa Kena Pajak, ekspor Jasa Kena Pajak,
atau ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud, tetapi tidak termasuk PPN yang dipungut
menurut Undang- Undang ini dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak atau
nilai berupa uang yang dibayar atau seharusnya dibayar oleh Penerima Jasa karena pemanfaatan
Jasa Kena Pajak dan/atau oleh penerima manfaat Barang Kena Pajak Tidak Berwujud karena
pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah
Pabean
c. Nilai Impor
Nilai Impor adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan bea masuk
ditambah pungutan berdasarkan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur
mengenai kepabeanan dan cukai untuk impor Barang Kena Pajak.
Nilai Impor adalah CIF (Cost, Insurance, and Freight) + Bea Masuk.
d. Nilai Ekspor
Nilai Ekspor adalah adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau
seharusnya diminta oleh eksportir.
e. Nilai Lain
Nilai Lain yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung pajak yang terutang diatur dalam
Peraturan Menteri Keuangan No.75/PMK.03/2010 tentang Nilai Lain Sebagai DPP dan
Peraturan Menteri Keuangan No.102/PMK.11/2011 tentang nilai lain sebagai DPP atas
pemanfaatan barang kena pajak tidak berwujud dari luar daerah pabean, di dalam daerah pabean
berupa film cerita impor dan penyerahan film cerita impor.
B. Faktur Pajak
1. Pengertian
Menurut Siti Resmi (2012:52), faktur pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh
PKP yang melakukan penyerahan barang kena pajak atau penyerahan jasa kena pajak.
Faktur pajak merupakan bukti pemungutan pajak dan dapat digunakan sebagai sarana
untuk mengkreditkan Pajak Masukan. Oleh karena itu, faktur pajak harus benar, baik secara
formal maupun secara materiil.
Faktur pajak wajib dibuat oleh pengusaha kena pajak untuk setiap :
a. Saat penyerahan barang kena pajak.
b. Saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum penyerahan
Barang Kena Pajak dan atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak.
c. Saat penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan.
d. Saat pengusaha kena pajak rekana menyampaikan tagihan kepada Bendahara Pemerintah
sebagai Pemungut PPN.
C. Perhitungan PPN
PPN dihitung dengan cara mengalikan tarif dengan dasar pengenaan pajak.
2. Objek PPnBM
a. Penyerahan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah yang dilakukan oleh pengusaha yang
menghasilkan barang tersebut di dalam Daerah Pabean dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya.
b. Impor Barang Kena Pajak yang tergolong mewah
3. Penetapan Tarif
a. Tarif PPnBM dibedakan menjadi beberapa kelompok tarif yaitu tarif terendah sebesar 10% dan
tarif tertinggi sebesar 200%. Perbedaan tersebut didasarkan pada pengelompokkan BKP yang
tergolong mewah yang atas penyerahannya dikenakan juga PPnBM.
b. Tarif PPnBM ditetapkan sebesar 0% atas ekspor BKP yang tergolong mewah, karena diekspor
atau dikonsumsi di luar daerah Pabean.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) lebih
menunjukan sebagai identitas dari suatu sistem pemungutan pajak atas konsumsi daripada nama
suatu jenis pajak, mengenakan pajak atas nilai tambah yang timbul pada barang atau jasa tertentu
yang dikonsumsi. Namun sebelum barang atau jasa tersebut sampai pada tingkat konsumen,
PPN telah dikenakan pada setiap mata rantai jalur produksi maupun jalur distribusi. Meskipun
demikian, pemungutan pajak secara bertingkat ini tidak menimbulkan efek ganda karena adanya
metode perolehan kembali pajak yang telah dibayar (kredit bayar) oleh Pengusaha Kena Pajak
sehingga persentase beban pajak yang dipikul oleh konsumen tetap sama dengan tarif pajak yang
berlaku. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa panjang pendek jalur produksi atau distribusi
tidak mempengaruhi persentase beban pajak yang dipikul oleh konsumen.