2017
Fitrah, Amirul
http://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/3475
Downloaded from Repositori Institusi USU, Univsersitas Sumatera Utara
HUBUNGAN KADAR GULA DARAH DENGAN TEKANAN
DARAH PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE-2 DI
RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK TAHUN
2016
SKRIPSI
Oleh :
AMIRUL FITRAH
140100105
Universitas
Sumatera Utara
HUBUNGAN KADAR GULA DARAH DENGAN TEKANAN
DARAH PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE-2 DI
RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK TAHUN
2016
SKRIPSI
Oleh :
AMIRUL FITRAH
140100105
ii
DAFTAR ISI
Halaman
Lembar Persetujuan...…………………………………………............... i
Kata Pengantar.......................................................................................... ii
Daftar Isi.........………………………………………………….............. iii
Daftar Tabel.........…………………………………………..................... v
Daftar Singkatan……………………………………………………........ vi
Abstrak.........................……………………………………………......... vii
Abstrak..................................................................................................... viii
BAB I. PENDAHULUAN...................................................................... 1
1.1. Latar Belakang...................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah................................................................ 2
1.3. Hipotesis................................................................................ 2
1.4. Tujuan Penelitian................................................................... 2
1.4.1. Tujuan Umum.................................................................... . 2
1.4.2. Tujuan Khusus................................................................... . 3
1.5. Manfaat Penelitian................................................................. 3
iii
2.2.4. Faktor Resiko……………………………………........…… 12
2.2.5. Diagnosis............................................................................... 12
2.2.6 Komplikasi .......................................................................... 13
2.3. Kerangka Teori ......................................................................... 14
2.4. Kerangka Konsep...................................................................... 15
iv
DAFTAR TABEL
v
DAFTAR SINGKATAN
DM : Diabetes Melitus
ADA : American Diabetes Association
IDF : International of Diabetic Federation
TGT : Toleransi Glukosa Terganggu
RISKESDAS : Riset Kesehatan Dasar
RSUPHAM : Rumah Sakit Umum Haji Adam Malik
JNC : Joint National Comittee
AHA : American Heart Association
IGT : Impaired Glucose Tolerance
GDP : Gula Darah Puasa
SPSS : Statistical Product and Service Solution
vi
ABSTRAK
Latar Belakang. Hipertensi merupakan penyakit yang timbul akibat adanya interaksi berbagai
faktor resiko yang dimiliki seseorang. Hipertensi biasanya dimulai secara berangsur-angsur
tanpa keluhan dan gejala. Salah satu faktor pemicu hipertensi adalah penyakit diabetes melitus.
Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya.
Diantara penyakit degeneratif, diabetes adalah salah satu diantara penyakit tidak menular yang
akan meningkat jumlahnya di masa akan datang. Tujuan. Penelitian ini bertujuan untuk
Mengetahui apakah terdapat hubungan hiperglikemia dengan hipertensi pada pasien diabetes
melitus tipe-2 di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik. Metode. Penelitian ini merupakan
penelitian dengan metode observasional analitik dengan pendekatan penelitian cross sectional,
dimana pengambilan data dilakukan hanya sekali saja dengan menggunakan data sekunder yang
berasal dari rekam medis. Hasil penelitian. dari hasil uji normalitas didapatkan data tidak
berdistribusi normal, sehingga menggunakan uji rank spearman dengan hasil tidak ada
hubungan antara hiperglikemia dengan hipertensi sistolik (nilai p=0,72) serta didapatkan juga
tidak terdapat hubungan antara hiperglikemia dengan hipertensi diastolik (nilai p=0,334).
Kesimpulan. Tidak terdapat hubungan antara hiperglikemia dengan hipertensi sistolik pada
pasien diabetes melitus tipe-2, dan juga tidak terdapat hubungan antara hiperglikemia dengan
hipertensi diastolik pada pasien diabetes melitus tipe-2. Kata kunci : Hipertensi, Hiperglikemia,
Diabetes Melitus, Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik
vii
ABSTRACK
Background. Hypertension is a disease that arises from the presence of various risk
factors owned by a person. Hypertension usually begins gradually without any signs
and symptoms. One of the trigger factors of hypertension is diabetes mellitus disease.
occurs due to abnormalities of insulin secretion, insulin work, or both. Among the
increase in time. Objectives. This study aims to determine whether there is correlation
Haji Adam Malik General Hospital. Method. This study is analytical method study with
cross sectional design, where the data is only taken once in a time by using secondary
data that is data obtained directly from medical records at Haji Adam Malik General
Hospital Result. from the normality test results that the data not distributed normally, so
using a rank spearman test with the results there is no relationship between
hyperglycemia with systolic hypertension (p value = 0.72) and also found no relationship
mellitus patients, and there was also no association between hyperglycemia and diastolic
viii
BAB 1
PENDAHULUA
1.3 Hipotesa
Ada hubungan kadar gula darah dengan tekanan darah pada pasien rawat inap
diabetes melitus tipe-2 di RSUPHAM tahun 2016.
2
Mengetahui apakah terdapat hubungan kadar gula darah dengan tekanan darah
pada pasien rawat inap diabetes mellitus tipe-2 di RSUPHAM.
3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 HIPERTENSI
2.1.1 Definisi
Hipertensi adalah meningkatnya tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg
dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg pada dua kali pengukuran.
(Soenarta et al, 2015) Tekanan darah sistol merupakan pengukuran utama yang
menjadi dasar penentuan diagnosis hipertensi (Soenarta et al, 2015). Hipertensi di-
definisikan oleh joint national comitte on detection, evaluation and treatment of
high blood pressure sebagai tekanan yang lebih tinggi dari 140/90 mmHg.
Hipertensi merupakan penyakit yang timbul akibat adanya interaksi berbagai
faktor resiko yang dimiliki seseorang. Faktor pemicu hipertensi dibedakan
menjadi yang tidak dapat dikontrol seperti riwayat keluarga, jenis kelamin dan
umur. Faktor yang dapat dikontrol seperti merokok, obesitas, inaktifasi fisik,
dislipidemia, diabetes melitus dan mikroalbuminuria (Tanto C dan Hustrini,
2016).
Hipertensi biasanya dimulai secara berangsur-angsur tanpa keluhan dan
gejala. Jika tidak diobati, kasus-kasus yang ringan sekalipun dapat menimbulkan
komplikasi berat maupun kematian. Penanganan hipertensi yang dikelola dengan
cepat dan cermat, yang meliputi modifikasi gaya hidup serta pemakaian obat-
obatan akan memperbaiki prognosis. Apabila tidak ditangani , Hipertensi memiliki
angka mortalitas yang tinggi. Kenaikan tekanan darah yang berat dapat berakibat
kematian (Kowalak J, Welsh W & Brenna, 2013).
Kebanyakan kasus dari peningkatan tekanan darah, penyebabnya tidak
diketahui secara pasti. Faktanya peningkatan tekanan darah biasanya tidak
memiliki symptomp. Inilah mengapa terkadang hipertensi disebut juga sebagai -
silent killer.
4
2.1.2 Klasifikasi Hipertensi
5
Tabel 2.2 Klasifikasi tekanan darah menurut WHO
Tekanan darah arteri merupakan produk total resistensi perifer dan curah
jantung. Curah jantung yang meningkat karena keadaan yang meningkatkan
frekuensi jantung, volume sekuncup atau keduanya. Resistensi perifer meningkat
karena faktor-faktor yang meningkatkan viskositas darah atau yang menurunkan
ukuran lumen pembuluh darah, khususnya pembuluh arteriol (Kowalak J, Welsh
W & Brenna, 2013).
Beberapa teori yang membantu menjelaskan terjadinya hipertensi. Teori-teori
tersebut meliputi:
a. Perubahan pada bantalan dinding pembuluh darah arteriolar yang
menyebabkan peningkatan resistensi perifer
6
b. Peningkatan tonus pada sistem saraf simpatik yang abnormal dan berasal dari
dalam pusat sistem vasomotor, peningkatan tonus ini menyebabkan
peningkatan resistensi vaskuler perifer
c. Penambahan volume darah yang terjadi karena disfungsi renal atau hormonal
d. Peningkatan penebalan dinding arteriol akibat faktor genetik yang
menyebabkan peningkatan resistensi vaskuler perifer
e. Pelepasan renin yang abnormal sehingga terbentuk angiotensin II yang
menimbulkan konstriksi arteriol dan meningkatkan volume darah (Kowalak J,
Welsh W & Brenna, 2013).
Hipertensi yang berlangsung lama akan meningkatkan beban kerja jantung
karena terjadi peningkatan resistensi terhadap ejeksi ventrikel kiri untuk
meningkatkan kekuatan kontraksinya, ventrikel kiri mengalami hipertrofi
sehingga kebutuhan jantung akan oksigen dan beban kerja jantung akan
meningkat. Dilatasi dan kegagalan jantung dapat tejadi ketika keadaan hipertrofi
tidak lagi mampu mempertahankan curah jantung yang memadai. Hipertensi juga
menyebabkan kerusakan pembuluh darah yang semakin mempercepat proses
aterosklerosis serta kerusakan organ, seperti cedera retina, gagal ginjal, stroke,
dan aneurisme serta diseksi aorta (Kowalak J, Welsh W & Brenna, 2013).
Faktor resiko terjadinya hipertensi dapat dibagi menjadi 2, yaitu: faktor resiko
yang dapat dikontrol dan faktor resiko yang tidak dapat dikontrol menurut
American Heart Association (AHA) (2014).
Faktor yang tidak dapat dikontrol:
1. Genetika
Apabila riwayat hipertensi didapat pada kedua orang tua maka dugaan
terjadinya hipertensi pada seseorang cukup besar. Hal ini terjadi karena
pewarisan sifat melalui gen.
2. Usia
Dengan semakin bertambahnya usia, kemungkinan seseorang menderita
hipertensi juga semakin besar. penyakit hipertensi merupakan penyakit yang
7
timbul akibat adanya interaksi dari berbagai faktor resiko yang dimiliki
seseorang. Hilangnya elastisitas jaringan dan arterisklerosis serta pelebaran
pembuluh darah adalah faktor penyebab hipertensi pada usia tua.
3. Jenis Kelamin
Hingga pada usia 54 tahun, laki-laki lebih sering mengalami peningkatan
tekanan darah darah dibanding wanita.. Tetapi pada usia 55-64 tahun laki-laki
dan perempuan memiliki prevalensi yang hampir sama, dan pada usia lebih
dari 64 tahun perempuan lebih sering mengalami hipertensi ketimbang laki-
laki.
4. Ras
Afro amerika lebih sering cendrung terjadinya hipertensi daripada Caucasian.
Faktor yang dapat di kontrol (Sutanto, 2010):
a. Obesitas
Obesitas juga merupakan salah satu faktor risiko timbulnya hipertensi.
Curah jantung dan sirkulasi volume darah penderita hipertensi yang
obesitas lebih tinggi dari penderita yang tidak mengalami obesitas.
b. Stress
Keadaan stress bisa menyebabkan kelainan pengeluaran atau
pengangkutan natrium. Hubungan antara stress dengan hipertensi diduga
melalui aktifitas saraf simpatis yang dapat meningkatkan tekanan darah
secara bertahap.
c. Diet Sodium
Pengaruh asupan garam terhadap hipertensi adalah melalui peningkatan
volume plasma atau cairan tubuh dan tekanan darah. Konsumsi natrium
yang berlebih menyebabkan konsentrasi natrium didalam cairan
ekstraseluler meningkat. Terjadi mekanisme dimana cairan intraseluler
harus ditarik keluar sehingga volume cairan ekstraseluler meningkat.
Meningkatnya volume caiaran ekstraseluler tersebut menyebabkan
meningkatnya volume darah, sehingga berdampak pada timbulnya
hipertensi.
d. Gaya hidup kurang sehat
8
Faktor-faktor yang dapat menyebabkan timbulnya gangguan atau
kerusakan pada pembuluh darah turut berperan pada munculnya hipertensi.
Faktor-faktor tersebut antara lain merokok, asupan asam lemak jenuh, dan
tingginya kolesterol dalam darah. Selain faktor-faktor tersebut, faktor lain
yang mempengaruhi terjadinya hipertensi antara lain alkohol, gangguan
mekanisme natrium yang mengatur jumlah cairan tubuh, dan faktor
hormon yang mempengaruhi tekanan darah.
1. Anamnesis
Kebanyakan pasien hipertensi bersifat asimtomatik, namun jika seseorang
menunjukan gejala, maka kemungkinan pasien mengalami hipertensi sekunder
atau menunjukkan suatu komplikasi dari hipertensi itu sendiri (National Heart
Foundation of Australia, 2016). Beberapa pasien mengalami gejala sakit
kepala, rasa seperti berputar atau penglihatan kabur, hal ini yang menunjang
kecurigaan ke hipertensi sekunder, antara lain penggunaan obat-obatan
(kontrasepsi hormonal, kortikosteroid, dekongestan, OAINS, sakit kepala
paroksimal, berkeringat, atau takikardi, riwayat penyakit ginjal sebelumnya
( Tanto C & Hustrin, 2016).
Mencari faktor kardiovaskular lainya: merokok, obesitas, inaktivitas fisik,
dislipidemia, diabetes melitus, mikroalbuminuria atau laju filtrasi glomerulus
<60ml/menit, usia (laki-laki >55 tahun, perempuan > 60 tahun, riwayat
keluarga dengan penyaki kardiovaskular dini.
2. Pemeriksan Fisis
Nilai tekanan darah, apabila tekanan darah ≥140/90 mmHg pada 2 atau
lebih pengukuran, hipertensi dapat di tegakkan. Pemeriksaan tekanan darah
9
harus menggunakan alat yang baik, ukuran dan posisi manset yang tepat
(setingkat dengan jantung) serta teknik yang benar.
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Memeriksa komplikasi yang telah atau sedang terjadi
1) Pemeriksaan laboratorium : darah lengkap, kadar ureum, kreatinin, gula
darah, lemak darah, elektrolit, kalsium, asam urat, dan urinalisis
2) Pemeriksaan lain : pemeriksaan fungsi jantung (elektrokardiografi),
fundoskopi, USG Ginjal, foto Toraks, Ekokardiografi
b. Pemeriksaan penunjang untuk kecurigaan klinis hipertensi sekunder menurut
Tanto C & Hustrin (2016), antara lain:
1) Hipotiroidisme : TSH , FT4, FT3
2) Hiperparatiroidisme: kadar PTH
3) Hiperaldosteronisme : kadar aldosteron plasma , renin plasma CT-Scan
abdomen
4) Sindrom cushing: kadar kortisol urin 24 jam
5) Hipertensi Renovaskuler : CT-angiogravi arteri renalis, USG Ginjal ,
Doppler sonografi.
2.1.6 Komplikasi
2.2.1 Definisi
10
Berdasarkan definisi ADA, Diabetes melitus merupakan suatu kelompok
penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena
kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya.(Batubara, tridjaja AAP
& Pulungan, 2010)
Terdapat 2 kategori utama diabetes melitus yaitu diabetes tipe-1 dan tipe-2,
diabetes tipe-1, dulu disebut insulin-dependent atau juvenile, ditandai dengan
kurangnya produksi insulin dan sampai saat ini belum dapat disembuhkan.
Walaupun demikian berkat kemajuan teknologi kedokteran, kualitas hidup DM
tipe-1 tetap dapat sepadan dengan anak normal lainnya apabila standar pelayanan
memadai. DM tipe-1 merupakam kelainan sistemik akibat gangguan metabolisme
glukosa yang ditandai oleh hiperglikemia kronik. Keadaan ini disebabkan oleh
kerusakan sel-β pankreas baik oleh proses autoimun maupun idiopatik sehingga
produksi insulin berkurang atau terhenti (Batubara, tridjaja AAP, Pulungan,
2010). Diabetes tipe-2, dulu disebut non-insulin-dependent, disebabkan
penggunaan insulin yang kurang efektif oleh tubuh atau resistensi insulin.
Diabetes melitus tipe-2 ini merupakan 90% dari seluruh diabetes. Sedangkan
diabetes gestasional adalah hiperglikemia yang didapatkan saat kehamilan (Tanto
C dan Hustrini, 2016). Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) atau Impaired
Glucose Tolerance (IGT) Dan Glukosa Darah Puasa terganggu (GDP terganggu)
atau Impaired Fasting Glycmia (IFG) merupakan kondisi transisi antara normal
dan diabetes. Orang dengan IGT atau IFG beresiko tinggi berkembang menjadi
diabetes tipe-2 (Riskesdas, 2014)
2.2.2 Etiologi
2.2.3 Patofisiologi
11
Pada DM tipe-1 terjadi penurunan insulin pasca makan menyebabkan
penggunaan glukosa oleh otot dan lemak berkurang mengakibatkan hiperglikemi
postprandial. Bila insulin makin menurun, berusaha memproduksi lebih banyak
glukosa melalui glikogenolisis dan glukoneogenesis. Akan tetapi karena glukosa
dalam darah tidak dapat masuk ke sel maka hepar akan berusaha lebih keras lagi
sebagai akibatnya timbullah hiperglikemia puasa.(Batubara, tridjaja AAP,
Pulungan, 2010)
Diabetes melitus tipe 2 merupakan penyakit kronis yang disebabkan oleh satu
atau lebih faktor berikut ini: kerusakan sekresi insulin, produksi glukosa yang
tidak tepat didalam hati, atau penurunan sensitivitas reseptor insulin perifer atau
resistensi insulin. Faktor genetik merupakan hal yang signifikan, dan awitan
diabetes dipercepat oleh obesitas serta gaya yang kurang baik. (Kowalak J, Welsh
W & Brenna, 2013)
Diabetes jangka panjang memberi dampak yang parah pada sistem
kardiovaskular. Komplikasi mikrovaskular terjadi akibat penebalan pembuluh
darah kecil. Penyebab penebalan tersebut berkaitan dengan tingginya kadar
glukosa dalam darah. Penebalan mikrovaskular menyebabkam iskemia dan
penurunan penyaluran oksigen dan zat gizi kejaringan. Hipoksia kronis secara
langsung merusak dan menghancurkan sel. Pada sistem makrovaskular di lapisan
endotel arteri akibat hiperglikmia permeabilitas sel endotel meningkat sehingga
molekul yang mengandung lemak masuk ke arteri. Kerusakan sel endotel akan
mencetuskan reaksi inflamasi sehingga akhirnya terjadi pengendapan trombosit,
makrofag dan jaringan fibrosa. Penebalan dinding arteri menyebabkan hipertensi
yang semakin merusak lapisan endotel arteri (Budiman dan P Sihombing, 2015)
Diabetes Gestasional dapat terjadi jika hormon-hormon plasenta melawan
balik kerja insulin sehingga timbul resistensi insulin. Diabetes Gestasional
merupakan faktor resiko yang signifikan bagi terjadinya diabetes melitus tipe 2 di
kemudian hari. (Kowalak J, Welsh W & Brenna, 2013)
12
1) Merokok
2) Hipertensi
3) Riwayat penyakit jantung koroner
4) Riwayat penyakit keluarga
5) Obesitas
6) Pola hidup
7) Status ekonomi
8) pendidikan
2.2.5 Diagnosis
13
5) Tumbuh kembang
6) Infeksi sebelumnya
7) Riwayat pengobatan
Patofisiologi Komplikasi
Hipertensi
klasifikasi Diagnosa
Patofisiologi 14 komplikasi
2.4 KERANGKA KONSEP
Hiperglikemia Hipertensi
15
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
3.3.2 Sampel
Sampel merupakan hasil pemilihan subyek dari populasi untuk memperoleh
karakteristik populasi. Teknik sampling yang digunakan adalah Consecutive
sampling. Consecutive sampling adalah pemilihan subjek berdasarkan atas ciri-ciri
atau sifat tertentu yang berkaitan dengan karakteristik populasi.
( )
[ ]
16
Keterangan :
0,619
()
] [
Bila tabel 2x2 dan dijumpai nilai Expected <5, maka di uji dengan Fisher
Exact Test. Bila Tabel 2x2 dan tidak ada nilai Expected <5, maka di uji dengan
Countinuity correction. bila tabel 3x2, 3x3, dsb, maka diuji dengan pearson chi
squere.
18
sakit yang terdapat
pada rekam medis
BAB 4
19
hipertensi sistolik dan hipertensi diastolik Waktu pengambilan dan pengumpulan
data penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober-November 2017.
Tabel 4.1 Ditribusi hipertensi pada pasien dm tipe-2 rawat inap berdasarkan jenis kelamin
Dari total 24 data pasien yang mengalami hipertensi sistolik maupun diastolik,
didapatkan bahwa terdapat 18 (81,8%) data pasien berjenis kelamin laki-laki, dan
4 (18,2%) data pasien berjenis kelamin perempuan.
Tabel 4.2 Ditribusi frekuensi hipertensi pasien dm tipe-2 rawat inap berdasarkan usia
Dari total 24 data pasien yang mengalami hipertensi sistolik maupun diastolik,
didapatkan bahwa terbanyak berada dikelompok usia ≥ 60 tahun yaitu sebanyak
14 (58,3%) data pasien. sementara terbanyak kedua adalah berada dikelompok
usia 40-59 tahun yaitu sebanyak 8 (33,3%) data pasien. sementara yang tersikit
berada dikelompok usia 20-39 tahun yaitu sebanyak 2 (8,3%) data pasien.
Tabel 4.3 Ditribusi frekuensi pasien diabetes melitus tipe-2 berdasarkan usia
20
≥60 21 42,9%
Total 49 100%
Berdasarkan tabel 4.3 diketahui bahwa dari 49 pasien diabetes melitus tipe-2
lebih banayak diderita kelompok usia 40-59 tahun (49%). Hal ini hampir sama
dengan hasil yang didapatkan (IDF,2013) menyatakan bahwa penderita terbanyak
berada diantara usia 40-59 tahun.
Tabel 4.4 Ditribusi frekuensi pasien diabetes melitus tipe-2 berdasarkan jenis kelamin
Berdasarkan tabel 4.4 diketahui bahwa dari 49 pasien diabetes melitus tipe-2
terdapat 35 pasien (71,4%) berjenis kelamin laki-laki, dan 14 pasien (28,6%)
berjenis kelamin perempuan, yang berarti dari penelitian ini didapatkan bahwa
jumlah penderita diabetes melitus tipe-2 lebih banyak dialami oleh pasien berjenis
kelamin laki-laki. Hal ini sama dengan hasil yang ditemukan oleh (IDF,2013), IDF
menyatakan bahwa penderita berjenis kelamin laki-laki lebih banyak
dibandingkan penderita berjenis kelamin perempuan. IDF melakukan penelitian
diabetes ditahun 2013 menemukan bahwa penderita berjenis kelamin laki-laki 14
juta kali lebih banyak dari pada penderita berjenis kelamin perempuan.
Data penelitian ini menggunakan tabel 2x2 dan terdapat nilai Expected <5,
maka dilakukan uji alternatif yaitu menggunakan uji Fisher Exact Test.
21
Hipertensi 19 (86,4%) 3 (13,6%) 22 (44,9%)
0,562
Normotensi 24 (89%) 3 (13,6%) 27 (55,1%)
Total 43 (87,8%) 6 (12,2%) 49 (100%)
22
normoglikemia. Setelah diuji dengan uji Fisher Exact Tes, didapatkan nilai p yaitu
0,559 (>0,05) hal ini berarti Ho diterima dan Ha ditolak. oleh karena itu, dapat
ditarik kesimpulan bahwa tidak terdapat hubungan antara hiperglikemia dengan
hipertensi diastolik pada pasien diabetes melitus tipe-2.
Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian (Iin Mutmainah, 2013)
penelitian Iin Mutmainah, didapatkan nilai p<0,05. hal ini berarti H0 ditolak dan
H1 diterima. Hal ini berarti terdapat hubungan kadar gula darah dengan hipertensi
pada pasien diabetes melitus tipe-2. Pada correlation coefficient (kekuatan
korelasi), didapatkan nilai 0,015. Ini menunjukkan nilai korelasi rank spearman
adalah korelasi positif dengan kekuatan lemah.
Hasil penelitian ini tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian sebelumnya
yang dilakukan oleh (Rosnita,2016) yang menyatakan tidak terdapat hubungan
hiperglikemia dengan hipertensi pada pasien diabetes melitus tipe-2. Hal ini
mungkin dikarenakan belum terjadinya komplikasi mikrovakuler dan
makrovaskuler, karena hubungannya untuk menyebabkan hipertensi sangatlah
kompleks. Komplikasi mikrovaskular terjadi akibat penebalan pembuluh darah
kecil. Penebalan tersebut berkaitan dengan tingginya kadar glukosa dalam darah.
Pada komplikasi makrovaskular di lapisan endotel hiperglikmia bisa
menyebabkan permeabilitas sel endotel meningkat sehingga bisa mencetuskan
hipertensi. Atau, hal ini mungkin disebabkan beberapa pasien diabetes melitus
tipe-2 menggunakan obat antihipertensi. Hal ini menjadi kendala karena beberapa
rekam medis milik pasien tidak tertera apakah si pasien memiliki riwayat
pengguna obat antihipertensi atau tidak.
23
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dari data yang diperoleh, maka
dapat disimpulkan bahwa:
1. Tidak terdapat hubungan antara hiperglikemia dengan hipertensi sistolik
pada pasien diabetes melitus tipe-2.
2. tidak terdapat hubungan antara hiperglikemia dengan hipertensi diastolik
pada pasien diabetes melitus tipe-2.
3. Berdasarkan distribusi jenis kelamin pasien diabetes melitus tipe-2 yang
mengalami hipertensi lebih banyak diderita oleh laki-laki daripada
perempuan.
4. Berdasarkan distribusi usia pasien diabetes melitus tipe-2 yang
mengalami hipertensi lebih banyak diderita oleh kelompok usia ≥ 60
tahun.
5. Berdasarkan ditribusi usia, pasien diabetes melitus tipe-2 paling banyak
diderita oleh kelompok usia 40-59 tahun.
6. Berdasarkan distribusi jenis kelamin, pasien diabetes melitus tipe-2 paling
banyak diderita oleh pasien berjenis kelamin laki-laki daripada pasien
berjenis kelamin perempuan.
5.2 SARAN
Dari seluruh proses penelitian yang telah dijalani oleh peneliti, maka dapat
diungkapkan saran yang mungkin dapat bermanfaat bagi semua pihak,. Adapun
saran tersebut, yaitu:
1. Penderita diabetes melitus tipe-2 berjenis kelamin laki-laki disarankan
untuk lebih peduli dan menjaga tekanan darahnya dengan menghindari
faktor-faktor resiko yang sering dialami oleh penderita laki-laki seperti
merokok, meminum alkohol, dll.
24
2. Disarankan untuk penderita diabetes melitus tipe-2 dengan usia ≥ 40 tahun
lebih mewaspadai terjadinya hipertensi dengan cara lebih rutin kontrol
tekanan darahnya.
3. Disarankan untuk seluruh masyarakat mulai rutin melakukan cek kadar
gula darah sejak berusia 20 tahun.
4. Disarankan untuk seluruh penderita diabetes melitus tipe-2 tetap rutin
kontrol tekanan darahnya, walaupun dari hasil penelitian ini tidak terdapat
hubungan, namun berdasarkan teori, peningkatan kadar gula darah dapat
menyebabkan peningkatan tekanan darah.
5. Disarankan kepada peneliti selanjutnya menggunakan data primer dalam
melakukan penelitian selanjutnya.
25
DAFTAR PUSTAKA
Anwer, Z., Sharma, K., Garg, V. K., Kumar, N. & Kumari, A. 2011, ’Hypertension
management in diabetic patients', Meerut Institute of Engineering and
Technology, Meerut India.
Conen D, Ridker PM, Mora S, Buring JE & Glynn RJ. 2007, Blood pressure and
risk of developing type 2 diabetes mellitus: the Women’s Health Study. Eur
Heart J.
Iin Mutmaimanah. 2013, Hubungan Kadar Gula Darah dengan Hipertensi Pada
Pasien Diabetes Melitus Tipe-2 di Rumah Sakit Umum Daerah karawang.
UMS, Surakarta.
International Diabetes Federation. 2015, Idf Diabetes Atlas, Idf Diabetes Atlas,
6th, Chaussee de la Hulpe, Brussels Belgium
Kementrian Kesehatan RI. 2014, 'Waspada Diabetes; Eat well, Life well',
infodatin,
Jakarta selatan.
26
Kardiovaskuler, EGC, Jakarta.
EGC, Jakarta.
Rosnita Sebayang. 2016. Hubungan Kadar Gula Darah dengan Hipertensi pada
Yan, Q., Sun, D., Li, X., Chen, G., Zheng, Q., Li, L., Gu, C. and Feng, B. 2016,
'Association of blood glucose level and hypertension in Elderly Chinese
Subjects: a community based study', BMC Endocrine Disorders, Shanghai
China.
27
DATA RIWAYAT HIDUP
Riwayat kepanitiaan
1. Kordinator Acara Panitia Hari Gizi Nasional PEMA FK USU 2014
2. Kordianator Peralatan dan Tempat Pengabdian Masyarakat PEMA FK
USU 2014
3. Anggota Panitia PORSENI PEMA FK USU 2014
4. Wakil Kordinator Badminton PORSENI PEMA FK USU 2015
5. Anggota Panitia BAKSOS NASIONAL PTBMMKI 2017
28
LAMPIRAN A SURAT IZIN PENELITIAN KAMPUS
29
LAMPIRAN B SURAT IZIN PENELITIAN
30
LAMPIRAN C SURAT IZIN PENELITIAN RUMAH SAKIT
31
LAMPIRAN D TABEL DATA
32
36 laki-laki 64 351 130 70
37 laki-laki 48 302 160 90
38 laki-laki 48 278 120 80
39 laki-laki 50 163 120 60
40 perempuan 55 176 130 80
41 perempuan 67 119 130 60
42 laki-laki 65 198 140 90
43 laki-laki 59 200 140 80
44 laki-laki 50 178 100 70
45 laki-laki 49 183 130 90
46 perempuan 63 210 110 70
47 laki-laki 58 285 90 60
48 laki-laki 27 247 180 70
49 perempuan 51 90 100 80
33
PERNYATAAN
Amirul Fitrah
NIM. 140100105
34